PSIKOPATOLOGI
OLEH :
KELOMPOK 3
FAKULTAS PSIKOLOGI
2022
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan hikmah, hidayah, kesehatan, serta umur yang panjang sehingga makalah yang
berjudul “Feeding and Eating Disorder dan Sleep Wake Disorder” dapat terselesaikan. Kami
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang
dengan tulus memberikan doa, dukungan, dan saran sehingga makalah ini dapat kami selesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa penulisan dalam makalah ini jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca untuk
pembuatan makalah selanjutnya. Akhir kata kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Dosen
pengampu MK Psikopatologi yang telah membimbing kami dalam membuat makalah ini.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
BAB 3 PENUTUP..........................................................................................................
A. Kesimpulan .........................................................................................................
B. Saran ...................................................................................................................
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan makan seringkali terjadi ketika individu berada di fase remaja. Masa
remaja merupakan masa yang dramatis di dalam diri seseorang. Salah satu perubahan yang
terjadi ialah perubahan bentuk tubuh. Ketika perubahan bentuk tubuh terjadi pada remaja,
remaja akan merasa bahwa tubuh yang ia miliki tidak sesuai dengan standar yang ada.
Dengan pemikiran seperti ini, remaja akan mati-matian melakukan diet maupun aktivitas
lainnya yang dapat menjadi penyakit/ gangguan untuk dirinya sendiri.
Gangguan makan yang banyak terjadi saat ini ialah anorexia dan bulimia nervosa.
Data penderita anorexia nervosa di Indonesia belum diketahui secara pasti. Namun,
terdapat hasil meta-analisis yang dilakukan oleh Azrimaidaliza et al. (2021) yang
memaparkan bahwa gangguan makan dialami oleh remaja perempuan di beberapa kota di
Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan et al. (2015) terhadap mahasiswa
baru prodi Ilmu Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB) menunjukkan bahwa 7,8% mahasiswa
perempuan mengalami gangguan makan.
Semua manusia memerlukan tidur karena tidur merupakan hal penting yang
berkaitan erat dengan pertumbuhan fisik. Pola tidur yang sehat membantu kita untuk
menjaga kesehatan fisik dan menurunkan risiko komplikasi berbagai penyakit medis. Tidur
yang sehat juga bisa mempengaruhi bagaimana otak kita menyimpan memori. Waktu tidur
normal pada seseorang adalah 7-8 jam perhari. Jika tidur seseorang kurang dari 7 jam maka
cenderung berakibat pada mood orang tersebut tidak hanya itu namun tidur yang kurang
juga mengganggu fungsi kognitif seseorang (Handojo et al., 2018).
Tidur memiliki berbagai macam gangguan yang cenderung di sepelekan oleh
banyak orang antara lain insomnia, hipersomnia, parasomnia, dll. Gangguan pada tidur
dapat menyebabkan distress pada pengidapnya sehingga berakibat gangguan kognitif,
sosial, serta pekerjaan. Pada makalah ini gangguan-gangguan tidur akan dibahas lebih
dalam lagi.
B. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
A. Gangguan Makan
Banyak studi yang mengukur kepribadian pada penderita gangguan makan. Pada
hasil kuisioner kepribadian yang telah diakui oleh seperti MMPI, para pasien yang
menderita anorexia dan bulimia memiliki tingkat neurotise dan kecemasan yang tinggi
juga memiliki harga diri yang rendah. Data dari beberapa studi mengenai kepribadian
orang yang menderita gangguan makan cukup konsisten dengan teori psikodinamika,
dimana para penderita gangguan makan secara konsisten diketahui memliki harga diri
yang rendah (a.l., Garner et al., 1983 dalam Davison et al, 2010).
Insomnia disorders
Insomnia merupakan suatu keadaan manusia yang diartikan dengan adanya gangguan
dalam jumlah, kualitas atau waktu tidur pada seorang individu. Gangguan tidur dapat
mengganggu pertumbuhan fisik, emosional, kognitif, dan sosial orang dewasa (American
Psychiatric Association, 2013). Gangguan tidur menyebabkan penderitaan yang bermakna
secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, pendidikan, akademik,
perilaku, atau fungsi penting lainnya. (Nurdin, 2018)
a. Keluhan utama ketidakpuasan dengan kuantitas atau kualitas tidur, terkait dengan satu
(atau lebih) gejala berikut:
1. Kesulitan saat memulai tidur. (Pada anak-anak, ini dapat ditentukan sebagai
perbedaan kesulitan memulai tidur tanpa intervensi pengasuh.)
2. Kesulitan mempertahankan tidur, ditandai dengan sering terbangun perasaan atau
masalah kembali tidur setelah bangun. (Dianak-anak, ini dapat bermanifestasi
sebagai kesulitan untuk kembali tidur tanpa intervensi pengasuh.)
3. Bangun di pagi hari dengan ketidakmampuan untuk kembali tidur.
b. Gangguan tidur menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan
dalam fungsi sosial, pekerjaan, pendidikan, akademik, perilaku, atau fungsi penting
lainnya (American Psychiatric Association, 2013).
c. Kesulitan tidur terjadi setidaknya 3 malam per minggu.
d. Kesulitan tidur hadir setidaknya selama 3 bulan.
e. Kesulitan tidur terjadi meskipun ada kesempatan yang cukup untuk tidur.
f. Insomnia tidak lebih baik dijelaskan oleh dan tidak terjadi secara eksklusif selama
gangguan tidur-bangun lainnya (misalnya, narkolepsi, gangguan tidur terkait
pernapasan, sirkadian gangguan ritme tidur-bangun, parasomnia).
g. Insomnia tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari zat (misalnya, penyalahgunaan
obat, obat).
h. Gangguan mental dan kondisi medis yang menyertai tidak cukup menjelaskan keluhan
utama insomnia.
Hypersomnolence Disorder
Mengantuk berlebihan yang dilaporkan sendiri (hipersomnolen) meskipun periode
tidur utama yang berlangsung setidaknya 7 jam, dengan setidaknya satu dari gejala berikut:
1. Periode tidur yang berulang atau jatuh ke dalam tidur dalam hari yang sama.
2. Episode tidur utama yang berkepanjangan lebih dari 9 jam per hari yang
nonrestoratif (yaitu, tidak menyegarkan).
3. Kesulitan untuk benar-benar terjaga setelah terbangun secara tiba-tiba.
a. Hipersomnolen terjadi setidaknya tiga kali per minggu, selama minimal 3 bulan.
b. Hipersomnolen disertai dengan distres yang signifikan atau gangguan kognitif, sosial,
pekerjaan, atau hal penting lainnya bidang fungsi.
d. Hipersomnolen tidak lebih baik dijelaskan oleh dan tidak terjadi secara eksklusif
selama perjalanan gangguan tidur lainnya (misalnya, narkolepsi, gangguan tidur terkait
pernapasan, sirkadian gangguan ritme tidur-bangun, atau parasomnia).
e. Hipersomnolen tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat (misalnya,
penyalahgunaan obat, obat).
f. Gangguan mental dan medis yang hidup berdampingan tidak cukup jelas keluhan
utama hipersomnolen.
Narcolepsy
Periode berulang dari kebutuhan yang tak tertahankan untuk tidur, tertidur, atau tidur
siang yang terjadi pada hari yang sama. Ini pasti terjadi setidaknya tiga kali per minggu
selama masa lalu 3 bulan.
Ringan: cataplexy jarang (kurang dari sekali per minggu), perlu untuk tidur siang
hanya sekali atau dua kali sehari, dan tidak terlalu terganggu pada malam hari tidur.
Sedang: Cataplexy sekali sehari atau setiap beberapa hari, terganggu tidur malam
hari, dan kebutuhan untuk beberapa kali tidur siang setiap hari.
Parah: Katapleksi yang resistan terhadap obat dengan beberapa serangan setiap
hari.
Obstructive Sleep Apnea (OSA) atau Apnea Tidur Obstruktif merupakan kondisi umum
yang ditandai dengan obstruksi saluran nafas bagian atas yang berulang. OSA juga
ditandai dengan rasa kantuk di pagi hari, sering bangun saat tidur, mendengkur,
penurunan konsentrasi dan gangguan ingatan (Azzahra, 2019).
1. Bukti dengan polisomnografi setidaknya lima gangguan obstruktif apnea atau hipopnea per
jam tidur dan salah satu dari berikut gejala tidur :
a. Gangguan pernapasan nokturnal: mendengkur, mendengus/ terengah-engah, atau
pernapasan berhenti saat tidur.
b. Kantuk di siang hari, kelelahan, atau tidur yang tidak menyegarkan meskipun
kesempatan yang cukup untuk tidur yang tidak dijelaskan dengan lebih baik oleh
gangguan mental lain (termasuk gangguan tidur) dan tidak disebabkan oleh kondisi
medis lain.
c. Bukti dengan polisomnografi dari 15 atau lebih obstruktif apnea dan/atau hipopnea
per jam tidur terlepas dari gejala yang menyertainya.
Kondisi ini menyebabkan tubuh kesusahan bernapas dalam waktu singkat pada
waktu tidur yang akan membangunkan tidur penderita sehingga akan kesulitan untuk
tidur nyenyak dan mengalami rasa kantuk berlebihan di siang.
a. Bukti dengan polisomnografi dari lima atau lebih apnea sentral per jam tidur.
b. Gangguan ini tidak lebih baik dijelaskan oleh tidur lain saat ini kekacauan
Keparahan apnea tidur sentral dinilai menurut frekuensi gangguan pernapasan serta
tingkat desaturasi oksigen terkait dan fragmentasi tidur yang terjadi sebagai akibat dari
gangguan pernapasan berulang (American Psychiatric Association, 2013).
Sleep-Related Hypoventilation
Keparahan dinilai menurut derajat hipoksemia dan hipercarbia hadir selama tidur
dan bukti gangguan karena kelainan ini (misalnya, gagal jantung sisi kanan). Adanya
kelainan gas darah selama terjaga merupakan indikator keparahan yang lebih besar.
a. Pola gangguan tidur yang persisten atau berulang yang utama terutama karena perubahan
sistem sirkadian atau ketidaksejajaran antara ritme sirkadian endogen dan tidur-jadwal
bangun yang dibutuhkan oleh lingkungan fisik individu atau jadwal sosial atau profesional.
b. Gangguan tidur menyebabkan kantuk yang berlebihan atau insomnia, atau keduanya.
c. Gangguan tidur menyebabkan penderitaan atau gangguan yang signifikan secara klinis
pasangan dalam bidang sosial, pekerjaan, dan bidang penting lainnya berfungsi.
Dapat ditentukan berdasarkan:
Parasomnias
a. Episode berulang dari bangun tidak lengkap dari tidur, biasanya terjadi selama sepertiga
pertama dari episode tidur utama, disertai dengan salah satu dari berikut ini (American
Psychiatric Association, 2013):
1. Sleepwalking: Episode berulang dari bangun dari tempat tidur selama tidur dan
berjalan-jalan. Saat berjalan dalam tidur, individu memiliki wajah kosong, menatap
relatif tidak responsif terhadap efek benteng orang lain untuk berkomunikasi
dengannya dan bisa menjadi terbangun hanya dengan susah payah.
2. Teror tidur: Episode berulang dari gairah teror tiba-tiba dari tidur, biasanya dimulai
dengan teriakan panik. Di sana adalah ketakutan yang intens dan tanda-tanda gairah
otonom, seperti midriasis, takikardia, napas cepat, dan berkeringat, selama setiap
episode. Ada relatif tidak responsif terhadap upaya orang lain untuk menghibur
individu selama episode.
b. Episode menyebabkan penderitaan atau gangguan yang signifikan secara klinis dalam
fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
Nightmare Disorder
Gangguan ini ditandai dengan mimpi panjang yang terjadi beberapa kali sehingga
menyebabkan mimpi tersebut akan selalu diingat biasanya dalam mimpi tersebut melibatkan
ancaman terhadap kelangsungan hidup dan keamanan. Saat terbangun dari mimpi ini individu
cenderung menjadi ketakutan yang memunculkan kewaspadaan. Nightmare disorder dapat
menyebabkan penderita mengalami gangguan fungsi sosial. Perlu diketahui Nightmare
Disorder sama sekali tidak disebabkan oleh efek suatu zat obat-obatan. Nighmare Disorder
memiliki beberapa metode pengobatan:
Pemberian resep obat yang telah diberikan oleh dokter biasanya obat Prazosin dan
Selective Serotonin Reuptake Inhibitors
Pemberian psikoterapi yaitu pemberian terapi kognitif pada pasien
Teknik relaksasi seperti meditasi, yoga, dan deep breathing (terapi napas dalam)
Kriteria dari gangguan ini adalah terbangun dari tidur yang berulang kali terjadi.
Perilaku ini timbul selama tidur REM yaitu biasa terjadi di sekitar 90 menit pertama saat
tidur. Gangguan ini jarang terjadi pada tidur siang. Pengidap gangguan ini ketika bangun
cenderung langsung dalam keadaan sadar penuh, merasakan kewaspadaan dan tidak
mengalami konfusi.
Gangguan ini menyebabkan distress yang signifikan atau gangguan kognitif, sosial,
pekerjaan. Perlu diketahui gangguan ini bukan disebabkan oleh efek fisiologis akibat
penggunaan zat
Gangguan ini ditandai dengan dorongan untuk selalu menggerakkan kaki biasanya
pergerakan kaki ini disebabkan munculnya rasa tidak nyaman yang berkepanjangan pada kaki.
Jadi pergerakan ini merupakan respons terhadap sensasi tidak nyaman dan tidak
menyenangkan pada kaki. Ciri dari gangguan ini sebagai berikut:
Dorongan untuk menggerakkan kaki dimulai selama periode istirahat atau ketika
kaki sedang tidak aktif. Untuk ciri ini paling sedikit terjadi 3 kali dalam 1 minggu
dana akan terus berulang sampai minimal 3 bulan.
Ketika seseorang itu mulai menggerakkan kakinya maka menurun juga rasa tidak
nyamannya.
Dorongan untuk menggerakkan kaki lebih besar pada sore atau malam hari
dibandingkan siang hari.
Perlu diketahui gejala ini sama sekali tidak disebabkan oleh efek fisiologis dari
penyalahgunaan obat. Restless Legs Sindrom dapat ditangani dengan cara menerapkan
gaya hidup sehat, mengompres kaki dengan air, melakukan pijat kaki serta akupuntur untuk
meringankan gejala.
Perlu diketahui penderita gangguan ini dapat menyebabkan masalah dalam fungsi
sosial, pekerjaan dan fungsi lain.
Kategori ini digunakan dalam situasi di mana dokter memilih untuk tidak
menentukan alasan bahwa kriteria tidak terpenuhi untuk gangguan insomnia atau gangguan
tidur-bangun tertentu.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gangguan makan merupakan kondisi psikiatrik yang berakibat serius pada psikologis
dan medis. Gangguan makan pada umumnya ada 2 macam yaitu anorexia nervosa
(kekurangan nafsu makan, tetapi mereka juga tetap merasakan lapar dan berselera pada
makanan) & bulimia nervosa (makan berlebihan biasanya dilakukan secara diam-diam,
dapat dipicu oleh stres dan berbagai emosi negatif yang ditimbulkan, dan terus berlangsung
sehingga penderita merasa kekenyangan). Gangguan makan ini memiliki beberapa faktor
yang mempengaruhinya antara lain:
Faktor Biologis
Pengaruh Sosiokultural
Pandangan Psikodinamika
Kepribadian
Pandangan Kognitif
B. Saran
Penyusunan makalah ini telah dilakukan dengan sungguh-sungguh namun penulis
juga menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas masih banyak terdapat kesalahan
serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya penulis akan segera melakukan perbaikan
susunan makalah itu dengan menggunakan pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang
bisa membangun dari para pembaca. Sehingga makalah-makalah yang akan disusun
selanjutnya lebih mudah dipahami dan dimengerti oleh para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Azrimaidaliza, Helmizar & Yollanda, F.(2021). Meta Analysis Study of Factors Relates Eating
Disorders on Adolescents. Jurnal Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan, 6(1), 17 – 22.
Azzahrah, S. S. (2019). Obstructiv Sleep Apnea (OSA) Sebagai Faktor Resiko Hipertensi. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 10(2), 321 – 324. https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i2.180
Davison, G. C., Neale, J. M. & Kring, A. M. (2010). Psikologi Abnormal: Edisi Ke-9. Jakarta: PT.
Rajagrafindo Persada
Handojo, M., Pertiwi, J. & Ngantung, D. (2018). Hubungan Gangguan Kualitas Tidur
Menggunakan PSQI dengan Fungsi Kognitif pada PDSS Pasca Jaga Malam. Jurnal Sinaps, 1(1),
91 – 101.
Kurniawan, M. Y., Briawan, D. & Caraka, R. E. (2015). Persepsi Tubuh dan Gangguan Makan
Pada Remaja. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 11(3), 105 – 114.
Nurdin, M. A., Arsin, A. A., & Thaha, R. M. (2018). Kualitas Hidup Penderita Insomnia pada
Mahasiswa Quality of Life of Patients with Insomnia to Students. Jurnal MKMI, 14(2), 128 – 138.
Ratnawati, V. & Sofiah, D. (2012). Percaya Diri, Body Image dan Kecenderungan Anorexia
Nervosa Pada Remaja Putri. Persona: Jurnal Psikologi Indonesia, 1(2), 130 – 142.
Shabah, Z. M. & Dhanny, D. R. (2020). Persepsi Tubuh dan Bulimia Nervosa pada Remaja Putri.
Muhammadiyah Journal of Nutrition and Food Science, 1(2), 60 – 69.