Anda di halaman 1dari 17

Dosen Pengampu:

- Andi Nasrawaty Hamid, S. Psi., M.A


- Tri Sugiarti, S. Psi., M. Pd

PSIKOLOGI KESEHATAN MENTAL

Oleh:
Kelompok 3
Yusyah Alreffyanny M ( 1971040049 )
Syahra Ramadani Sukimin ( 1971040051 )
Sitti Meydhita Zhafirah Firna ( 1971042097 )
Waliyah Jihan Atiqah ( 1971041029 )
St. Fatimah Azzahra ( 1971040018 )
Wardaniati ( 1971040030 )
Widi Yudistira ( 1971041099 )

KELAS H

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang, maka terdapat beberapa
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa definisi dari Era digital ?
2. Bagaimana karakteristik Media Digital ?
3. Bagaimana dampak positif dan negative dari Era digital ?
4. Bagaimana dampak Era Digital terhadap Kesehatan Mental ?
5. Bagaimana kasus yang terkait dengan Era Digital terhadap Kesehatan
Mental ?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, terdapat tujuan penulidan
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui definisi dari Era Digital
2. Untuk mengetahui karakteristik Media Digital
3. Untuk mengetahui dampak negative dan positif dari Era Digital
4. Untuk mengetahui dampak Era digital terhadap Kesehatan Mental
5. Untuk mengetahui kasus yang terkait dengan Era digital terhadap
Kesehatan Mental
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi dari Era Digital
Menurut Wikipedia, era digital dapat disebut juga dengan era
globalisasi yang dimana merupakan proses integrase internasional yang
menyebabkan terjadinya beberapa pertukaran budaya dan pandangan yang
diakibatkan oleh kemajuan infrastruktur, telekomunikasi, transportasi dan
internet. Dalam era digital ini manusia dapat melakukan aktivitasnya
dengan sangat mudah dan dapat mengetahui informasi sangat cepat.
Era digital saat ini sudah memasuki era 5.0 yang dimana teknologi
Artisifal Intelijen (Inteligence Artifical) sudah masuk di dalam bidang
kerja manusia sehingga sangat membantu dalam pekerjaan manusia yang
kemungkinan besar memudahkan masuknya teknologi robot yang dapat
menyerupai cara berpikir manusia, sehingga akan terjadi pergantian kerja
manusia dengan adanya teknologi robot dalam teknologi infomasi yang
disebut dengan era distruption.
Oleh karena itu sesuai dengan istilah dari era digital yaitu yang
ditandai dalam kemunculan digital, akses internet khususnya teknologi
computer. Dengan adanya perkembangan teknologi computer ini
memungkinkan untuk teknologi computer di ubah ke dalam berbagai
objek seperti smartphone, penyiaran digital, serta computer berakses
internet. Media digital ini sangat membantu masyarakat untuk memenuhi
kebutuhannya dalam mengetahui informasi, komunikasi, dan konektifitas
online.
Pada saat ini pemakaian internet sudah tidak bisa diragukan lagi
dimana pemakaian internet dan media digital setiap tahun bertambah
jumlahnya. Menurut statistic pengguna internet di dunia pada 31
Desember 2011 menyatakan bahwa Asia dengan presentasi 44,8% yang
merupakan peringkat tertinggi dengan pengguna internet terbanyak, Eropa
dengan 22,1%, Amerika Utara dengan 12% dan Amerika Latin dengan
10,4%. Hal ini membuktikan bahwa media digital dan internet sangat
membawa pengaruh besar terhadap setiap negara terutama Indonesia. Di
Indonesia saat ini, semakin berkembangnya teknologi maka semakin
banyak pula kejahatan yang muncul. Oleh karena perlunya kita untuk
menyeimbangkan berkembangnya teknologi dengan ilmu pengetahuan
agar terhindar dari hal yang negatif.

B. Karakteristik Media Digital


Media digital terutama pada media jaringan terkoneksi (internet)
tidak hanya terdiri dari sebuah jaringan melainkan dari beberapa jaringan.
Oleh karena itu masyarakat dari berbagai dunia sangat mudah untuk
masuk dan melakukan aktifitas di dalamnya. Dalam menyajikan informasi
media digital ini bersifat ringkasi, padat dan instant oleh karena itu
masyarakat memiliki kecenderungan mengetahui sedikit tentang banyak
hal. Berikut beberapa karakteristik internet ataupun media digital yang
sangat berdampak di dalam kehidupan masyarakat :
1. Tidak Adanya Batasan Geografis : Media digital dan internet
tidak memiliki batasan – batasan teritorial atau geografis yang
biasa disebut dengan cyberspace. Karena dimana internet ini
menampung berbagai informasi dari global lintas negara
sehingga kehadirannya tidak dapat di batasi.
2. Anominitas Dalam Internet : Di dalam internet seorang
penggunanya atau netters sangat mudah melakukan kejahatan
atau tindakan dengan membuat sebuah identitas/ Profil Cyber
yang berbeda dengan identitas aslinya.
3. Kemampuan Untuk Lepas dari Pengawasan : Pengguna
internet ini sangat bebas dalam memilih website ataupun
protocol yang ia kunjungi sehingga dapat membuat
penggunanya melakukan perubahan yang tidak sesuai dengan
norma dalam masyarakat.
4. Adanya Struktur Hierarki : Internet ini memiliki struktur
yang sangat penting bagi masa depan negara karena melalui
struktur operasi dan bangunan ini akan menjadi salah satu
sumber dari desentralisasi internet.
5. Sifat Dinamik dan Interaktif : Komunikasi di dalam internet
bersifat dinamik dan interaktif, yang dimana data – data yang
menggunakan media digital lebih baik dibandingkan data yang
menggunakan kertas serta memiliki kecepatan untuk
melakukan pembaruan informasi (updating) dan terdapat
kemungkinan hal ini akan memunculkan norma yang baru.
6. Terhubung Secara Elektronik : Pengguna internet dapat
menghubungkan dirinya dengan informasi data yang
diinginkan dalam satu rangkaian dengan menggunakan media
digital.

C. Dampak Positif dan Negatif dari Era Digital


Di dalam perkembangan era digital ini sangat banyak dampak yang
dapat dirasakan oleh masyarakat karena internet saat ini mencakup
informasi yang luas. Berikut dampak positif dan negative yang terdapat
pada era digital yaitu :
Dampak Positif :
1. Informasi yang dibutuhkan sangat mudah untuk di dapatkan
dan sangat cepat untuk di akses
2. Berkembangnya berbagai ide yang dapat memudahkan
pekerjaan manusia dengan menggunakan media digital
3. Berkembangnya berbagai media massa berbasis digital
terutama pada media elektronik agar menjadi sumber
pengetahuan dan informasi masyarakat
4. Sumber daya manusia semakin meningkat dengan
memanfaatkan berbagai teknologi informasi dan komunikasi
5. Berkembangnya berbagai sumber pembelajaran seperti
perpustakaan online, diskusi online yang dapat meningkatkan
kualitas di Pendidikan
6. Berkembangnya berbagai bisnis melalui elektronik seperti toko
online yang dapat menyediakan berbagai kebutuhan
masyarakat dan untuk memudahkan dalam mendapatkannya.

Dampak Negatif :
1. Meningkatnya tindakan kecurangan karena data mudah di
akses sehingga orang lebih mudah untuk melakukan plagiatis
2. Meningkatnya anak – anak yang telah terlatih untuk berpikir
pendek dan kurang konsentrasi dan dapat menyebabkan anak
gangguan mental
3. Meningkatnya kejahatan melalui internet seperti cybercrime,
cyberbullying dan cybercondria
4. Tidak menggunakan dengan baik dan sesuai teknologi
informasi sebagai media ataupun sarana belajar

D. Dampak Era Digital terhadap Kesehatan Mental


Era Digital sangat berdampak negative maupun positif pada
masyarakat di seluruh dunia dalam berbagai aspek, terutama pada
kesehatan mental ataupun perubahan perilaku kebiasaan masyarakat.
Dampak negatif Era Digital terhadap kesehatan mental sebenarnya dapat
terhindarkan hanya saja untuk saat ini rata – rata masyarakat terutama
anak – anak dan remaja sudah terlanjur kecanduan media digital. Menurut
data dari American Academy of Pediatrics) pada April 2011, anak – anak
dan remaja harus mewaspadai efek negative dari internet seperti depresi
media sosial dan perundungan siber namun resiko ini juga dapat terjadi
pada orang dewasa.
Di dalam internet sangat sering terjadi kejahatan yang berdampak
pada kesehatan mental masyarakat diantara lain cybercrime,
cyberbullying, cybercondria dan lain – lain. Dimana cybercrime ini
merupakan sebuah bentuk tindakan yang dilakukan di dunia maya dengan
menggunakan akses illegal seperti pencurian data, cyberterrorism,
hacking, carding, cybersquatting dan masih banyak lagi. Dimana para
pengguna yang pernah mengalami atau yang pernah menjadi sasaran
mengalami gangguan mental seperti stress, depresi ataupun hingga bunuh
diri karena identitasnya digunakan untuk melakukan kejahatan.
Kemudian terdapat cyberbullying, merupakan perilaku yang
dilakukan secara berulang dengan tujuan untuk menakuti, membuat marah
atau mempermalukan mereka yang menjadi sasaran dan cyberbullying ini
sering dilakukan secara bersamaan dengan bullying. Contohnya
menyebarkan kebohongan atau foto yang memalukan tentang seseorang
di media sosial, mengirim pesan yang berupa ancaman memalui platform
chatting ataupun di kolom komentar dan memakai indentitas orang lain
kemudian mengirim pesan yang menyakitkan ke orang lain. Hal ini
pastinya sangat membuat korban mengalami stress, frustasi ataupun
depresi karena selalu memendamnya dan tidak dapat melawan.
Kemudian terdapat cybercondria, merupakan seseorang yang
selalu mempercayai atau merasa ketakutan karena mendapatkan informasi
dari internet tentang sesuatu misalnya tentang kesehatan atau berita hoax
lainnya. Hal ini dapat membuat tekanan pada diri sendiri karena merasa
informasi yang di dapatkan itu benar dan akurat padahal internet
digunakan oleh banyak orang untuk memposting sesuatu hal yang bisa
saja informasi yang diposting hoax atau tidak benar.
Namun, untuk mengatasi dampak negative media digital dalam
kesehatan mental terdapat juga efek positif dari media digital. Dimana
masyarakat jika merasa dirinya mengalami hal – hal negative yang berasal
dari internet sebaiknya melapor atau bercerita kepada orang terdekat baik
lewat aplikasi chatting, telfon dan lainnya. Kemudian sudah sangat banyak
akses yang bisa digunakan untuk dapat mencari tempat psikolog ataupun
orang yang dapat membantunya mengatasi hal tersebut. Dan juga secara
pribadi kita seharusnya lebih pintar untuk menggunakan internet sebaik
mungkin agar terhindar dari gangguan mental yang disebabkan oleh
penggunaan internet secara negative.
E. Kasus yang Terkait dengan Era Digital terhadap Kesehatan Mental
1) Kasus yang terkait dengan kecanduan Game Online
sebanyak tiga anak harus menjalani terapi di Rumah Sakit
Jiwa Daerah (RSJD) Amino Gondohutomo, Kota
Semarang, lantaran kecanduan bermain game hingga
menderita gangguan jiwa. Psikiater RSJD Amino
Gondohutomo, Hesti Anggriani, mengungkapkan, anak-
anak yang harus menjalani terapi itu rata-rata berusia
sembilan tahun. "Dua pasien benar-benar murni adiksi atau
kecanduan game. Satunya lagi didiagnosis gangguan jiwa
karena main game terus," ujar Hesti saat dikonfirmasi,
Sabtu (19/10/2019). Hesti menuturkan ciri-ciri pasien yang
mengalami kecanduan game antara lain anak tersebut
sangat sulit dikendalikan. "Anaknya tidak mau sekolah,
harus dipaksa. Inginnya main game terus. Orangtua jadi
kewalahan," kata Hesti. RSJD Amino Gondohutomo
sebenarnya menerima cukup banyak pasien karena masalah
gangguan kejiwaan akibat kecanduan gawai. Namun, dari
beberapa pasien itu hanya tiga orang yang didiagnosis
mengalami adiksi berat. "Kalau yang overlap dengan
diagnosis lain banyak. Tapi yang kasus adiksi berat tidak
terlalu banyak," katanya. Hesti menjelaskan, seorang anak
bisa disebut mengalami game addiction jika menghabiskan
waktu selama 8 jam sehari untuk bermain gawai. "Kalau
adiksi game, dia menggunakan waktu sehari di atas 8 jam
sehari. Setiap hari terus mengulang rutinitas itu, bukan
sekadar untuk refreshing atau rekreasi," ujarnya. 
2) Kasus yang terkait dengan Cybercrime
Liputan6.com, Jakarta - Ransomware WannaCry telah
menginfeksi ribuan internet protokol (IP). Di Indonesia,
yang menjadi korban serangan malware ganas ini adalah
rumah sakit, perusahaan perkebunan, manufaktur, Samsat
di Sulawesi, dan perbankan di tingkat daerah. Teror
ransomware WannaCry yang sempat menghebohkan dunia
ini pun kemudian berangsur-angsur menurun. Korban
serangan malware itu dilaporkan tak lagi bertambah.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo)
Rudiantara memastikan bahwa Indonesia kini dapat
dikatakan sudah aman dari serangan WannaCry. "IP yang
terindikasi terjangkit malware itu hanya tersisa satu atau
dua. Jadi, dapat dikatakan Indonesia sudah aman," ujarnya
saat ditemui setelah penandatangan nota kesepahaman
antara joint venture Indosat dan PT Pasifik Satelit
Nusantara di Jakarta, Rabu (17/5/2017). Meskipun kondisi
di Indonesia saat ini sudah kondusif, namun fenomena
teror WannaCry akan mempengaruhi psikologis para
korban. Psikolog Seto Mulyadi mengatakan, kondisi ini
akan memberikan dampak yang cukup serius. Mulai dari
kepanikan masyarakat, bahkan bisa sampai menimbulkan
gangguan jiwa bagi korban teror WannaCry. "Apapun yang
menimbulkan ancaman dan tekanan, bisa memengarungi
gangguan kejiwaan terhadap individu. Gejala ini sama
seperti muncul wabah penyakit menular, orang-orang bisa
panik," ujar pria yang karib disapa Kak Seto, melalui
keterangannya, Kamis (18/5/2017) di Jakarta. Dengan
kondisi data pengguna komputer yang tersandera,
lanjutnya, terlebih data-data yang dienkripsi itu sangat
penting dan penggunanya tak mampu membayar tebusan,
bisa saja gangguan kondisi kejiwaan itu muncul. "Tak
hanya warga biasa, psikolog pun bisa terkena gangguan
jiwa jika tertekan. Maka dari itu, diperlukan peran
pemerintah untuk memberikan informasi yang dapat
dipercaya dan rasa aman terhadap ancaman ini," tutup pria
yang juga berprofesi sebagai Dosen Psikologi di
Universitas Gunadarma itu. Untuk
diketahui, WannaCry (wcry) atau juga dikenal sebagai
Wanna Decryptor adalah program ransomware spesifik
yang mengunci semua data pada sistem komputer dan
membiarkan korban hanya memiliki dua file: instruksi
tentang apa yang harus dilakukan selanjutnya dan program
Wanna Decryptor itu sendiri. Saat program itu dibuka,
komputer akan memberitahukan kepada korban
bahwa file mereka telah di-encrypt, dan memberikan
mereka tenggat waktu untuk membayar, dengan
memperingatkan bahwa file mereka akan dihapus. Pelaku
serangan menuntut pembayaran Bitcoin, memberikan
petunjuk bagaimana cara membelinya, dan memberikan
alamat Bitcoin untuk dikirim. Hingga saat ini,
Kemkominfo dan Kepolisian lewat divisi cyber crime,
terus memantau perkembangan
kasus ransomware WannaCry.

3) Kasus yang terkait dengan Cyberbullying

Jakarta, CNN Indonesia -- Sekitar seperempat dari remaja


pernah mengalami cyberbullying, atau kekerasan dalam
dunia maya, melalui media sosial, berdasarkan sebuah
penelitian yang dilansir dalam jurnal JAMA Pediatrics,
seperti dilansir dari laman Reuters. Sebagian besar
penelitian sebelumnya juga melihat hubungan
antara cyberbullyingdan depresi, kata para peneliti.
“Penggunaan media sosial sangat umum di antara anak-
anak dan remaja,” kata Michele Hamm, peneliti dari
Universitas Alberta di Kanada. “Kami ingin melihat,
apakah ada bahaya yang terdokumentasikan terkait
penggunaannya.” Hamm dan rekan penelitinya mengutip
laporan pada 2012 silam. Disebutkan bahwa sekitar 95
persen remaja di Amerika Serikat menggunakan internet.
Sekitar 81 persen juga dilaporkan menggunakan media
sosial. Media sosial seperti Facebook dan Twitter
memungkinkan seseorang uang memperpanjang waktu
sosialnya. Namun, tampaknya media sosial juga
menyediakan tempat untuk terjadinya pelecehan yang
berulang dan berkelanjutan. Hamm menganalisis data dari
36 penelitian tentang cyberbullying di media sosial. Para
peserta sebagian besar adalah siswa sekolah menengah
pertama dan atas, yang berusia antara 12 sampai 18 tahun.
Rata-rata, sekitar 23 persen dari peserta melaporkan pernah
mengalami cyberbullying, tapi dengan tingkat bervariasi,
dari 11 persen sampai sekitar 43 persen. Hubungan asmara
adalah alasan yang paling sering dilontarkan sebagai
penyebab cyberbullying. Penelitian tersebut juga
menemukan, para remaja perempuan adalah pihak yang
paling sering menerima kekerasan di dunia maya.
“Sebagian besar anak-anak mengatasinya dengan strategi
pasif,” kata Hamm. Strategi tersebut yakni dengan
memblokir si pengganggu, atau tidak melaporkan
intimidasi dan hanya mengabaikan hal tersebut. Kendati
tidak terdapat hubungan yang jelas
antara cyberbullying dan kecemasan, menyakiti diri sendiri,
atau bunuh diri, terdapat hubungan konsisten
antara cyberbullying dengan depresi. Penelitian tersebut
hanya melihat pada satu titik waktu, sehingga kami tidak
tahu apa yang terjadi selama jangka waktu yang lama,”
kata Hamm. Misalnya, mereka tidak tahu,
apakah cyberbullying dan depresi berlangsung hingga
dewasa awal atau bahkan di masa selanjutnya. Hamm
mengatakan, maka penting untuk mendorong komunikasi
terbuka antara remaja dan orang tua mereka. Anak-anak
perlu tahu bahwa ada hal-hal yang dapat dilakukan tentang
cyberbullying, katanya. “Mereka tidak perlu takut.” Hamm
juga mengatakan, alasan remaja mungkin tidak ingin
melaporkan intimidasi di dunia maya karena mereka takut
akses internet mereka diambil.

4) Kasus yang terkait dengan Cybercondria

Jakarta - Laura White (34) percaya bahwa dirinya


mengidap penyakit serius dan akan mati berdasarkan
diagnosis yang ia lakukan dari penelusuran di internet.
Sehari-harinya, ibu empat anak itu bisa menghabiskan
waktu berjam-jam, biasanya tiga jam per hari, hanya untuk
mencari gejala yang ia rasakan di laman Google. Segala hal
akan ia periksakan kepada 'doctor google' mulai dari nyeri
dada hingga pembesaran pupil dan telah menyebabkan dia
mendiagnosa dirinya sendiri dengan berbagai gangguan,
mulai dari tumor otak hingga meningitis. Setiap paginya, ia
terbangun dengan kekhawatiran kematian yang
menghantui. Kondisi seperti yang dialami oleh Laura ini
dikenal dengan cyberchondria. "Setelah saya memeriksa
darah saya, saya mengecek suhu tubuh saya. Jika tinggi,
saya tahu saya berisiko terinfeksi. Jika terlalu rendah,
hipotermia bisa menjadi kemungkinan," katanya seperti
dilaporkan The Sun. Bahkan, ia pernah dirawat di rumah
sakit karena yakin telah mengalami serangan jantung
meskipun dokter pada akhirnya menyebutkan Laura
kemungkinan sedang mengalami 'anxiety attack'. "Pada
kesempatan lain saya menelepon 999 karena saya yakin
beberapa titik di lengan saya meningitis," ungkap Laura.
Laura sadar kalau ia sedang berada dalam cengkraman
cyberchondria tapi ia merasa kesulitan untuk mematahkan
apa yang sedang ia alami. Bahkan, ia tidak pernah berani
untuk makan sendiri karena takut tersedak. Ia juga sudah
melakukan konseling, tapi ketakutannya tidak juga
menghilang. "Baru-baru ini saya terus-menerus kesemutan
di salah satu jari saya. Saya langsung menelusuri internet
dan menemukan itu bisa menjadi tanda awal tumor otak,"
katanya. Cyberchondria adalah seseorang yang secara
komparatif mencari informasi tentang gejala penyakit yang
ia miliki dan berakhir pada ketakutan memiliki penyakit
yang akan membahayakan diri mereka. Untuk mengobati
masalah ini, diperlukan tekad yang kuat dan bantuan dari
tenaga medis. Tetap tenang menghadapi gejala yang Anda
miliki dan konsultasikan kepada ahli mengenai ketakutan-
ketakutan yang Anda hadapi.

5) Kasus yang terkait dengan Nomophobia

Suara.com - Beberapa hari lalu viral di media sosial


seorang pemuda bernama Wawan Gim
mengalami gangguan jiwa  akibat kecanduan bermain
ponsel. Wawan Gim pun harus tinggal di yayasan
rehabilitasi gangguan jiwa, Yayasan Rehabilitasi
Jamrud Biru, Bekasi. Kondisi Wawan yang mengalami
gangguan jiwa akibat kecanduan ponsel  ini diunggah
oleh Instagram @makassar_iinfo yang mengutip dari
YouTube Daai TV. Dalam video yang beredar Wawan
Gim terlihat sama sekali tidak bisa berkomunikasi dan
merespons orang di sekitarnya. Matanya selalu fokus
menatap kedua tangannya yang terus bergerak seolah
sedang bermain gadget. Pendiri Yayasan Jamrud Biru,
Hartono pun mengaku tidak bisa menghentikan
gerakan tangan dan mengalihkan fokus Wawan. Ia
lantas menceritakan pertama kali mengetahui Wawan
gangguan jiwa akibat kecanduan ponsel.
Awalnya, Hartono mencoba memberikan ponsel rusak
ke tangan Wawan. Tetapi, tangan Wawan terus
bergerak dan ketika ponsel diambil pun gerakan tangan
Wawan tetap tidak berhenti. Sebenarnya, kasus
seseorang mengalami gangguan jiwa maupun
mengidap penyakit tertentu akibat kecanduan ponsel
sudah bukan satu atau dua kali ini terjadi. Di era yang
serba digital ini membuat banyak orang bergantung
dengan ponsel, termasuk anak-anak. Bahkan beberapa
orang tua sengaja memberi anak mereka gadget
asalkan bisa lebih diam dan tenang. Nyatanya melansir
dari Forbes, sekitar 48 persen orang yang
menghabiskan waktunya di layar ponsel selama 5 jam
atau lebih berisiko mengalami gangguan mental hingga
ingin bunuh diri akibat depresi. Berbeda dengan anak-
anak yang membatasi diri bermain ponsel dan lebih
sering olahraga dan bersosialisasi dengan orang di
sekitarnya. Mereka justru lebih berisiko rendah
mengalami gangguan mental atau keinginan bunuh
diri. Menurut penelitian dari Duke University Amerika
Serikat dikutip dari hellosehat.com, anak remaja yang
terlalu sering bermain ponsel akan mengalami masalah
perilaku dan gejala dari ADHD atau attention-deficit
hyperactivity disorder. Penelitian ini juga melibat 151
remaja untuk mencari tahu hubungan kesehatan
mental dengan lamanya mereka bermain ponsel.
Hasilnya, mereka yang lebih sering main ponsel
cenderung mudah berbohong, berkelahi dan
berperilaku buruk. Ternyata, tanpa disadari terlalu
sering bermain ponsel membuat seseorang kehilangan
kontrol diri yang baik. Mereka menjadi lebih sulit
mengendalikan perilaku dan emosinya yang akhirnya
berakibat buruk pada kesehatan mentalnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai