Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH PATOFISIOLOGI

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN


ANAK USIA 6 – 12 TAHUN

Disusun oleh :

1. Widya Astuti (P17320317051)


2. Ery Miliya C. W (P17320317058)
3. Kendyta Aprilia P (P17320317061)
4. Mega Yunita (P17320317062)
5. Mita Azani Yulianti (P17320317065)
6. Sarah Roslinda (P17320317084)
7. Wida Siti Nur Lida (P17320317087)
8. Muhammad Yusril M (P17320317089)
9. Ricky Indra Irawan (P17320317093)

TK. 1 B

POLITEKNIK KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN BANDUNG


JURUSAN KEPERAWATAN BOGOR
2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat, taufik, dan
hidayah-Nya, penulis telah menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini
berjudul “Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia 6-12 Tahun”. Dalam penyusunan
makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan, akan tetapi dengan bantuan
dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Karenanya, penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga bantuan
dari semua pihak mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.

Makalah ini berisi penjabaran tentang pertumbuhan serta perkembangan anak pada usia
6 sampai 12 tahun, hingga perkembangan mental anak pada usia 6 sampai 12 tahun. Selain
itu penulis juga menguraikan tentang gangguan perkembangan mental yang terjadi pada anak
usia 6 sampai 12 tahun.

Penulis telah berusaha semaksimal mungkin, namun penulis menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Untuk itu
penulis harapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah yang akan
datang. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian. Atas
perhatiannya penulis mengucapkan terima kasih.

Bogor, 03 April 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................i


DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.1.1 Faktor Herediter .................................................................................... 1
1.1.2 Faktor Lingkungan ................................................................................ 1
1.1.3 Faktor Internal ....................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 4
1.3 Tujuan............................................................................................................. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 5
2.1 Pertumbuhan Anak Usia 6-12 Tahun ............................................................. 5
2.1.1 Tinggi Badan dan Berat Badan Anak Usia 6 – 12 Tahun .................... 5
2.2 Perkembangan Anak Usia 6-12 Tahun........................................................... 6
2.2.1 Perkembangan Psikoseksual .................................................................6
2.2.2 Perkembangan Psikososial ....................................................................7
2.2.3 Perkembangan Kognitif ......................................................................... 8
2.3 Perkembangan Mental Anak 6-12 Tahun....................................................... 8
2.3.1 Perkembangan Kognitif ......................................................................... 8
2.3.2 Perkembangan Intelektual dan Emosi ................................................... 9
2.3.3 Perkembangan Bahasa ......................................................................... 11
2.3.4 Perkembangan Sosial, Moral, dan Sikap ............................................. 13
2.3.5 Perkembangan Kesadaran beragama ................................................... 16
2.4 Gangguan Perkembangan Mental Anak 6-12 Tahun ...................................17
2.2.1 Perkembangan Psikoseksual ............................................................... 17
2.2.2 Perkembangan Psikososial ..................................................................18
2.2.3 Perkembangan Kognitif ....................................................................... 19
BAB III KESIMPULAN...................................................................................... 24
3.1 Kesimpulan...................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara Ilmiah, setiap individu hidup akan melalui tahapan pertumbuhan dan
perkembangan, yaitu sejak masa embrio hingga akhir hayatnya mengalami perubahan ke
arah peningkatan baik secara ukuran maupun secara perkembangan. Kecepatan
pertumbuhan anak akan bervariasi dari satu anak dengan anak lainnya bergantung pada
beberapa hal yang memengaruhinya. Beberapa faktor yang dapat memengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak dibagi dibagi menjadi tiga yaitu faktor herediter,
faktor lingkungan, dan faktor internal (Wong, 2000).
1.1.1 Faktor Herediter
Faktor pertumbuhan yang dapat diturunkan (herediter) adalah jenis kelamin,
ras, dan kebangsaan (Marlow,1988). Anak laki-laki cenderung lebih tinggi dan
berat dari anak perempuan. Ras atau suku bangsa dapat memengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak. Beberapa suku bangsa menunjukan
karakteristik yang khas. Demikian juga kebangsaan tertentu menunjukan
karakteristik tertentu seperti bangsa asia cenderung pendek dan kecil, sedangkan
bangsa Eropa dan Amerika cenderung tinggi dan besar.
1.1.2 Faktor Lingkungan
1. Lingkungan Pranatal.

Lingkungan di dalam uterus sangat besar pengaruhnya terhadap


perkembangan fetus, terutama karna ada selaput yang menyelimuti dan
melindungi fetus dari lingkungan luar. beberapa kondisi lingkungan dalam
uterus yang dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembang janin, apa yang
dialami oleh ibu akan berdampak pada kondisi pertumbuhan dan
perkembangan fetus.

2. Pengaruh Budaya Lingkungan.

Budaya keluarga atau masyarakat akan mempengaruhi bagaimana mereka


memersepsikan dan memahami kesehatan serta berprilaku hidup sehat. Pola

1
perilaku ibu yang sedang hamil mempengaruhi oleh budaya yang dianutnya.
Setelah anak lahir, dia dibesarkan oleh pola asuh keluarga yag dilandasi oleh
nilai budaya yang ada di masyarakat.

3. Status Sosial dan Ekonomi Keluarga.

Anak yang berada dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang sosial
ekonominya rendah, memiliki keterbatasan dalam memenuhi kebutuhannya
hal ini akan mempersulit anak mencapai tingkat pertumbuhan dan
perkembangan anak yang optimal sesuai dengan tahapan usianya. Keluarga
dengan latar belakang pendidikan rendah juga sering kali tidak dapat, tidak
mau, atau tidak meyakini pentingnya penggunaan fasilitas kesehatan yang
dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan anaknya.

4. Nutrisi.

Untuk bertumbuh dan berkembang secra maksimal, anak membutuhkan


zat gizi yang esensial yang harus dikonsumsi secara seimbang, sesuai
kebutuhan pada usianya. Anak dapat mengalami hambatan pertumbuhan dan
perkembangan hanya karena kurang adekuatnya asupan zat gizi tersebut.
Asupan nutrisi yang berlebihan juga dapat menimbulkan dampak yang buruk
pula bagi kesehatan anak.
5. Iklim atau Cuaca.

Iklim tertentu dapat memengaruhi kondisi kesehatan anak, seperti pada


musim penghujan yang dapat menimbulkan bencana banjir pada daerah
tertentu dan menyebabkan timbul berbagai penyakit menular, terlebih pada
bayi dan anak-anak yang sangat rentan terhadap penyakit menular, apabila
daya tahan tubuh sedang menurun yang juga akibat tidak adekuatnya status
nutrisi, mereka akan dengan mudah terjangkit penyakit tersebut.

6. Olahraga atau Latihan Fisik.

Olahraga atau latihan fisik berdampak pada pertumbuhan fisik maupun


perkembangan psikososial anak. Secara fisik, manfaat olahraga atau latihan
yang teratur dapat meningkatkan sirkulasi darah sehingga akan meningkatkan
suplai oksigen ke seluruh tubuh. Selain itu, olahraga akan meningkatkan

2
aktivitas fisik dan menstimulasi perkembangan otot dan pertumbuhan sel. Pada
saat olahraga, anak juga akan berinteraksi dengan teman sepermainan bersama.

7. Posisi Anak Dalam Keluarga.

Posisi anak akan memengaruhi bagaimana pola anak tersebut diasuh dan
dididik dalam keluarga. Anak tunggal cenderung bergantung pada orangtuanya
dan kurang mandiri. Anak pertama cenderung perfektionis dan pencemas
karena orangtua yang belum berpengalaman. Anak tengah cenderung lebih
mandiri, akan tetapi kurang maksimal dalam pencapaian presrasi dibanding
anak pertama karena kurangnya perhatian orangtua. Anak terkecil cenderung
mempunyai kepribadian yang hangat, ramah, dan penuh perhatian kepada
orang lain karena mendapatkan perhatian banyak dari keluarga.
1.1.3 Faktor Internal
1. Kecerdasan.

Kecerdasan dimiliki anak sejak dia dilahirkan. Anak yang dilahirkan


dengan tingkat kecerdasan yang rendah tidak akan mencapai prestasi yang
cemerlang walaupun stimulus yang diberikan lingkungan demikian tinggi.
Sementara anak yang dilahirkan dengan tingkat kecerdasan yang tinggi dapat
didorong oleh stimulus lingkungan untuk berprestasi secara cemerlang.

2. Pengaruh Hormonal.

Ada tiga hormon utama yang memengaruhi pertumbuhan dan


perkembangan anak, yaitu hormon somatotropik, hormon tiroid, dan hormon
gonadotropin. Hormon somatotropik (growth hormone) terutama digunakan
selama masa anak-anak yang memengaruhi pertumbuhan tinggi badan karena
mnstimulasi terjadinya prolifelasi sel kartilago dan sistem skeletal. Apabila
kelebihan, hal ini akan mengakibatkan gigantisme, yaitu anak tumbuh sangat
tinggi dan besar, dan apabila kekurangan menyebabkan dwarfism atau kerdil.
Hormon Toroid menstimulasi metabolisme tubuh, sedangkan hormon
gonadotropik menstimulasi pertumbuhan sel interstisial.

3. Pengaruh Emosi.

Orang tua terutama ibu adalah orang terdekat tempat anak belajar utnutk
bertumbuh dan berkembang. Anak belajar dari orang tua untuk dapat

3
memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri. Anak belajar mengekspresikan
perasaan dan emosinya dengan meniru perilaku orang tuanya. Oleh karena itu,
orang tua harus berhati-hati dalam bersikap karena apabila orangtua bersikap
terlalu keras maka anak juga akan menirunya. Orang tua adalah model peran
bagi anak.

Pendekatan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan sangat bergantung pada tahapan


perkembangan mana yang sedang dilalui anak pada saat itu. Oleh karena itu, Pemahaman
konsep tumbuh-kembang anak sangat penting bagi perawat dan merupakan prinsip dasar
dalam pemberian asuhan keperawatan pada anak.

1.2 Rumusan Masalah


a) Bagaimana pertumbuhan anak usia 6 – 12 tahun?
b) Bagaimana perkembangan anak usia 6 – 12 tahun?
c) Bagaimana perkembangan mental anak usia 6 – 12 tahun?
d) Apa saja ganggu perkembangan mental anak usia 6 – 12 tahun?

1.3 Tujuan

a) Mengetahui seperti apa pertumbuhan anak usia 6 – 12 tahun.


b) Mengetahui seperti apa perkembangan anak usia 6 – 12 tahun.
c) Mengetahui seperti apa perkembangan mental anak usia 6 – 12 tahun.
d) Mengetahui apa saja gangguan perkembangan mental anak usia 6 – 12 tahun.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pertumbuhan Anak Usia 6 – 12 Tahun

Whaley dan wong (2000) mengemukakan pertumbuhan sebagai suatu peningkatan


jumlah dan ukuran. Jadi, perumbuhan berhubungan dengan dengan perubahan pada
kuantitas yang maknanya terjadi perubahan dan jumlah ukuran sel tubuh yang ditunjukan
dengan adanya peningkatan ukuran dan berat seluruh bagian tubuh.
Marlow (1988) mengemukakan perumbuhan sebagai suatu peningkatan ukuran tubuh
yang dapat diukur dengan meter atau sentimeter untuk tinggi badan dan kilogram atau
gram untuk berat badan. Perumbuhan ini dihasilkan oleh adanya pembelahan sel dan
sintesis protein dan setiap anak mempunya potensi gen yang berbeda beda untuk tumbuh.
Dari kedua uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan adalah suatu
proses alamiah yang terjai pada individu, yaitu secara bertahap anak akan semakin
bertambah berat dan tinggi. Jadi, pertumbuhan berkaitan dengan kuantitas fisik individu
anak.

2.1.1 Tinggi Badan dan Berat Badan Anak Usia 6 – 12 Tahun.

Perlu diketahui, berat dan tinggi ideal antara anak laki-laki dan perempuan
berbeda. Menurut CDC (setara dengan Ditjen Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit di Amerika Serikat), berat dan tinggi ideal anak laki-laki dan perempuan
usia 6-12 tahun adalah sebagai berikut:

Usia Anak Laki - Laki Anak Perempuan


Tinggi badan Berat badan Tinggi badan Berat badan
6 tahun 116 cm 21 kg 115 cm 20 kg
7 tahun 122 cm 23 kg 122 cm 23 kg
8 tahun 128 cm 26 kg 128 cm 26 kg
9 tahun 134 cm 29 kg 133 cm 29 kg
10 tahun 139 cm 32 kg 138 cm 33 kg

5
11 tahun 144 cm 36 kg 144 cm 37 kg
12 tahun 149 cm 41 kg 152 cm 42 kg

Namun jika anak tidak memiliki berat badan dan tinggi badan sesuai dengan
tabel di atas, tidak menjadi masalah karena perkembangan fisik atau jasmani
anak sangat berbeda satu sama lain, sekalipun anak-anak tersebut usianya relatif
sama, bahkan dalam kondisi ekonomi yang relatif sama pula. Sedangkan
pertumbuhan anak-anak berbeda ras juga menunjukkan perbedaan yang menyolok.
Hal ini antara lain disebabkan perbedaan gizi, lingkungan, perlakuan orang tua
terhadap anak, kebiasaan hidup dan lainnya. Oleh karena itu, orang tua harus selalu
memperhatikan kebutuhan utama anak, antara lain kebutuhan gizi, kesehatan dan
kebugaran jasmani yang dapat dilakukan setiap hari sekalipun sederhana.

2.2 Perkembangan Anak Usia 6 – 12 Tahun

Whaley dan wong (2000) mengemukakan perkembangan menitikberatkan pada


perubahan yang terjadi secara bertahap dari tingkatan yang paling rendah ke tingkatan
yang paling tinggi dan kompleks melalui maturasi dan pembelajaran. Jadi,
perkembangan berhubungan dengan perubahan secara kalitas, diantaranya terjadinya
peningkatan kapasitas individu untuk berfungsi yang dicapai melalui proses
pertumbuhan, pematangan, dan pembelajaran.
Marlow (1988) mendefinisikan perkembangan sebagai peningkatan keterampilan dan
kapasitas anak untuk berfungsi secara bertahap dan terus-menerus. Jadi, perkembangan
adalah suatu proses untuk menghasilkan peningkatan kemampuan untuk berfungsi pada
tingkat tertentu.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa perkembangan adalah suatu proses yang
terjadi secara stimulan dengan pertumbuhan yang menghasilkan kualitas individu untuk
berfungsi, yang dihasilkan melalui proses pematangan dan proses pembelajaran dari
lingkungannya. Tedapat berbagai pandagan tentang teori perkembangan anak. Berikut ini
akan diuraikan teori perkembangan psikoseksual, psikososial, dan perkembangan konitif
anak usia 6 – 12 tahun.

2.2.1 Perkembangan Psikoseksual (freud).

6
pada anak usia 6 – 12 tahun, perkembangan psikoseksualnya telah mencapai
fase laten. Selama periode laten, anak menggunakan energi fisik dan psikologis
yang merupakan media untuk mengeksplorasi pengetahuan dan pengalaman
melalui aktivitas fisik maupun sosialnya. Pada awal fase laten, anak perempuan
lebih menyukai teman dengan jenis kelamin perempuan, dan anak laki-laki dengan
anak laki-laki. Pertanyaan anak tentang seks semakin banyak, mengarah pada sitem
repoduksi. Dalam hal ini, orangtua harus bijaksana dalam merespons, yaitu
menjawab dengan jujur dan hangat. Luas jawaban disesuaikan dengan maturitas
anak. Sering kali karena begitu penasaran dengan seks, anak mungkin dapat
bertindak coba-coba dengan temen sepermainannya. Oleh karena itu, apabila anak
tidak pernah bertanya tentang seks, sebaiknya orangtua waspada. Peran ibu dan
ayah sangat penting dalam melakukan pendekatan dengan anak, pelajari apa yang
sebenarnya sedang dipikirkan anak berkaitan dengan seks.

2.2.2 Perkembangan Psikososial (Erikson).

Pada anak usia 6 – 12 tahun, perkembangan psikososialnya telah mencapai


fase industry versus inferiority. Pada fase ini, anak akan belajar untuk bekerjasama
dan bersaing dengan anak lainnya melalui kegiatan yang dilakukan baik dalam
kegiatan akademik maupun dalam pergaulan melalui permainan yang dilakukannya
bersama. Otonomi mulai berkembang pada anak di fase ini, teritama awal usia 6
tahun, dengan dukungan keluarga terdekat. Terjadinya perubahan fisik, emosi, dan
sosial pada anak berpengaruh terhadap gambaran terhadap tubuhnya (body image).
Interaksi sosial lebih luas dnegan teman, umpan balik berupa kritik dan evaluasi
dari teman atau lingkungannya, mencerminkan peerimaan dari kelompok akan
membantu anak semakin mempunyai konsep diri yang positif. Perasaan sukses
dicapai anak dengan dilandasi adanya motivasi internal untuk beraktivitas yang
mempunyai tujuan. Kemampuan anak untuk berinteraksi sosial lebih luas degan
teman di lingkungannya dapat memfasilitasi perkembangan perasaan sukses (sense
of industry) tersebut.
Perasaan tidak adekuat dan rasa inferior atau rendah diri akan berkembang
apabila anak mendapatkan tuntukan dari lingkungannya dan anak tidak berhasil
memenuhinya. Selain itu, harga diri yang kurang akan menjadi yang kurang untuk
penguasaan tugas-tugas di fase remaja dan dewasa. Pujian atau penguatan

7
(reinforcement) dari orangtua atau orang dewasa lainnya terhadap prestasi yang
dicapainya menjadi begitu penting untuk menguatkan perasaan berhasil dalam
melakukan sesuatu.

2.2.3 Perkembangan Kognitif ( Piaget).

Pada anak usia sekolah, perkembangan kognitifnya sudah mencapai fase


concrete operational. Pada usia ini, pemikiran meingkat atau bertambah koheren.
Anak mampu mengklasifikasi benda dan perintah dan menyelesaikan masalah
secara konkret dan sistematis berdasarkan apa yang mereka terima dari
lingkungannya. Kemampuan berfikir anak sudah rasional, imajinatif, dan dapat
menggali objek atau situasi lebih banyak untuk memecahkan masalah. Anank
sudah dapat berfikir tentang waktu dan mengingat kejadian yang lalu serta
menyadari kegiatan yang dilakukan berulang ulang, tetapi pemahamannya belum
mendalam, selanjunya akan semakin mendalam dan berkembang di akhir usia
sekolah dan awal usia remaja.

2.3 Perkembangan Mental Anak Usia 6 – 12 Tahun

2.3.1 Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif termasuk ke dalam perkembangan mental. Seperti yang


telah dijelaskan sebelumya, Pada anak usia sekolah perkembangan kognitifnya
sudah mencapai fase concrete operational. Perkembangan kognitif anak pada usia
sekolah memiliki ciri ciri:
1. Spatial thinking. yaitu kemampuan untuk mengenal tempat, mengetahui jarak
melalui peta
2. Mengetahui sebab dan akibat.
3. Pengelompokan, misalnya mawar adalah kelompok dari bunga
4. Membuat urutan dan penyisipan ditengah-tengah urutan suatu objek/benda
secara cepat.
5. Inductive dan deductive reasoning, yaitu kemampuan untuk membuat
kesimpulan berdasarkan hal-hal yang khusus dan hal-hal yang umum
6. konservasi, yaitu kemampuan untuk memahami ukuran walaupun bentuk
objeknya berubah
8
7. Memahami angka dan matematika, yaitu kemampuan untuk berghitung dan
mengoperasikan fungsi matematika.

2.3.2 Perkembangan Intelektual dan Emosi

Istilah intelek berasal dari perkataan ”itelect” (bahasa inggris) yang berarti
Proses kognitif berfikir, daya menghubungkan serta kemampuan menilai dan
mempertimbangkan kemampuan mental atau intelegensi. (CP.Chaplin,1981: 252)
Pada usia dasar (6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual
atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau
kemampuan kognitif (seperti membaca, menulis, dan menghitung).
Dalam rangka mengembangkan kemampuan anak, maka sekolah dalam hal ini
guru seyogyanya memberikan kesempatan kepada anak untuk mengemukakan
pertanyaan, memberikan komentar atau pendapat tentang materi pelajaran yang
dibacanya atau dijelaskan oleh guru, membuat karangan, menyusun laporan
Perkembangan intelektual anak sangat tergantung pada berbagai faktor utama,
antara lain kesehatan gizi, kebugaran jasmani, pergaulan dan pembinaan orang tua.
Akibat terganggunya perkembangan intelektual tersebut anak kurang dapat berpikir
operasional, tidak memiliki kemampuan mental dan kurang aktif dalam pergaulan
maupun dalam berkomunikasi dengan teman-temannya.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan intelek peserta didik
usia SD atau MI, antara lain:

1. Kondisi organ penginderaan sebagai saluran yang dilalui pesan indera dalam
perjalanannya ke otak (kesadaran).
2. Intelegensi mempengaruhi kemampuan anak untuk mengerti dan memahami
sesuatu.
3. Kesempatan belajar yang diperoleh anak.
4. Tipe pengalaman yang didapat anak secara langsung akan berbeda jika anak
mendapat pengalaman secara tidak langsung dari orang lain atau informasi
dari buku.
5. Jenis kelamin karena pembentukan konsep anak laki-laki atau perempuan telah
dilatih sejak kecil dengan cara yang sesuai dengan jenis kelamin.
6. Kepribadian pada anak dalam memandang kehidupan dan menggunakan suatu
kerangka acuan berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan.

9
Emosi dapat dirumuskan sebagai suatu keadaan yang terangsang dari
organisme, mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam
sifatnya ,dan perubahan perilaku,(CP.Chaplin, 1982: 163)
Emosional berbeda satu sama lain karena adanya perbedaan jenis kelamin,
usia, lingkungan, pergaulan dan pembinaan orang tua maupun guru di sekolah.
Perbedaan perkembangan emosional tersebut juga dapat dilihat berdasarkan ras,
budaya, etnik dan bangsa.

Perkembangan emosional juga dapat dipengaruhi oleh adanya gangguan


kecemasan, rasa takut dan faktor-faktor eksternal yang sering kali tidak dikenal
sebelumnya oleh anak yang sedang tumbuh. Namun sering kali juga adanya
tindakan orang tua yang sering kali tidak dapat mempengaruhi perkembangan
emosional anak.

Misalnya sangat dimanjakan, terlalu banyak larangan karena terlalu


mencintai anaknya. Akan tetapi sikap orang tua yang sangat keras, suka menekan
dan selalu menghukum anak sekalipun anak membuat kesalahan sepele juga dapat
mempengaruhi keseimbangan emosional anak.

Perlakuan saudara serumah (kakak-adik), orang lain yang sering kali bertemu
dan bergaul juga memegang peranan penting pada perkembangan emosional anak.
Dalam mengatasi berbagai masalah yang sering kali dihadapi oleh orang tua dan
anak, Biasanya orang tua berkonsultasi dengan para ahli, misalnya dokter anak,
psikiatri, psikolog dan sebagainya. Dengan berkonsultasi tersebut orang tua akan
dapat melakukan pembinaan anak dengan sebaik mungkin dan dapat
menghindarkan segala sesuatu yang dapat merugikan bahkan memperlambat
perkembangan mental dan emosional anak.

Stres juga dapat disebabkan oleh penyakit, frustasi dan ketidak hadiran orang
tua, keadaan ekonomi orang tua, keamanan dan kekacauan yang sering kali timbul.
Sedangkan dari pihak orang tua yang menyebabkan stres pada anak biasanya
kurang perhatian orang tua, sering kali mendapat marah bahkan sampai menderita
siksaan jasmani, anak disuruh melakukan sesuatu di luar kesanggupannya
menyesuaikan diri dengan lingkungan, penerimaan lingkungan serta berbagai
pengalaman yang bersifat positif selama anak melakukan berbagai aktivitas dalam
masyarakat.

10
Kemampuan mengontrol emosi diperoleh anak melalui peniruan dan latihan
(pembiasaan). Dalam proses peniruan, kemampuan orang tua dalam mengndalikan
emosinya sangatlah berpengaruh pada anak.
Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu,
dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Memgingat hal tersebut, maka guru
hendaknya mempunyai kepedulian untuk menciptakan situasi belajar yang
menyenangkan atau kondusif bagi terciptanya proses belajar mengajar yang efektif.
Upaya yang dilakukan antara lain :

1. Mengembangkan iklim kelas yang bebas dari ketegangan.


2. Memperlakukan peserta didik sebagai individu yang mempunyai harga diri.
3. Memberikan nilai secara objektif.
4. Menghargai hasil karya peserta didik.

2.3.3 Perkembangan Bahasa

Anak sejak awal telah menunjukkan kemampuan berbahasa yang terus


berkembang. Ada aspek linguistik dasar yang bersifat universal dalam otak
manusia yang memungkinkan menguasai bahasa tertentu (Tarigan, 1986: 257)

Bahasa adalah sarana berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini
tercakup semua cara berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan
dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau gerak dengan menggunakan kata-
kata,kalimat, bunyi, lambang, gambar, atau lukisan. Dengan bahasa semua manusia
dapat mengenal dirinya, sesama manusia, alam sekitar, ilmu pengetahuan dan nilai-
nilai moral atau agama. Terdapat dua faktor penting yang mempengaruhi
perkembangan bahasa yaitu :

1. Proses jadi matang dengan perkataan lain anak itu menjadi matang (organ-
organ suara/bicara sudah berfungsi) untuk berkata-kata.
2. Proses belajar, yang berarti bahwa anak yang telah matang untuk berbicara
lalu mempelajari bahasa orang lain dengan jalan mengimitasi atau meniru
ucapan/kata-kata yang didengarnya. Kedua proses ini berlangsung sejak masa
bayi dan kanak-kanak
Dengan dibekali pelajaran bahasa di sekolah, diharapkan peserta didik dapat
menguasai dan mempergunakannya sebagai alat untuk :

11
1. Berkomunikasi dengan orang lain.
2. Menyatakan isi hatinya.
3. Memahami keterampilan mengolah informasi yang diterimanya.
4. Berpikir (menyatakan gagasan atau pendapat).
5. Mengambangkan kepribadiannya seperti menyatakan sikap dan keyakinannya.

Bahasa telah berkembang sejak anak berusia 4 - 5 bulan. Orang tua yang bijak
selalu membimbing anaknya untuk belajar berbicara mulai dari yang sederhana
sampai anak memiliki keterampilan berkomunikasi dengan mempergunakan
bahasa.

Oleh karena itu bahasa berkembang setahap demi setahap sesuai dengan
pertumbuhan organ pada anak dan kesediaan orang tua membimbing anaknya.
Fungsi dan tujuan berbicara antara lain:

(a) sebagai pemuas kebutuhan.

(b) sebagai alat untuk menarik orang lain.

(c) sebagai alat untuk membina hubungan social.

(d) sebagai alat untuk mengevaluasi diri sendiri.

(e) untuk dapat mempengaruhi pikiran dan perasaan orang lain.

(f) untuk mempengaruhi perilaku orang lain.

Potensi anak berbicara didukung oleh beberapa hal. Yaitu:

(a) kematangan alat berbicara,

(b) kesiapan mental.

(c) adanya model yang baik untuk dicontoh oleh anak.

(d) kesempatan berlatih.

(e) motivasi untuk belajar dan berlatih dan.

(f) bimbingan dari orang tua.

Di samping adanya berbagai dukungan tersebut juga terdapat gangguan


perkembangan berbicara bagi anak, yaitu:

12
(a) anak cengeng.

(b) anak sulit memahami isi pembicaraan orang lain.

2.3.4 Perkembangan Sosial, Moral, dan Sikap

Sosial

Pada usia ini anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri
(egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau
memperhatikan kepentingan orang lain).
Berkat perkembangan sosial anak dapat menyesuaikan dirinya dengan
kelompok teman sebayanya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitarnya.
Dalam proses belajar di sekolah, kematangan perkembangan sosial ini dapat
dimanfaatkan atau dimaknai dengan memberikan tugas-tugas kelompok, baik yang
membutuhkan tenaga fisik maupun tugas yang membutuhkan pikiran. Hal ini
dilakukan agar peserta didik belajar tentang sikap dan kebiasaan dalam bekerja
sama, saling menghormati dan betanggung jawab.

Moral
Istilah “moral” berasal dari kata “mores”(latin) yang artinya tata cara dalam
kehidupan,adat istiadat,atau kebiasaan (Gunarsa, 1988: 36). Moral adalah baik
buruk yang diterima umum mengenai perbuatan,sikap kewajiban dsb. (KBBI:
1993: 31). Berikut ini beberapa proses pembentukan perilaku moral dan sikap
anak:
1. Imitasi
Pada umunya anak mulai mengadakan imitasi atau peniruan sejak usia 3
tahun, yaitu meniru perilaku orang lain yang ada di sekitarnya. Anak
perempuan meniru perilaku Ibu, kakak perempuan dan orang lain dirumah,
demikian pula anak laki-laki suka meniru perilaku ayah, kakak atau
tetangganya yang sering dijumpai di sekitarnya. Sering kali anak tidak hanya
meniru perilaku misalnya gerak tubuh,rasa senang atau tidak senang,sikap
orang tua terhadap agama, politik, hobi dll

2. Internalisasi

13
Internalisasi adalah suatu proses yang merasuk pada diri seseorang (anak)
Karena pengaruh sosial yang paling mendalam dan paling langgeng dalam
kehidupan orang tersebut.

3. Introvert dan Ekstrovert


Introvert adalah kecenderungan seseorang untuk menarik diri dari
lingkungan sosialnya, minat, sikap atau keputusan-keputusan yang diambil
selalu berasal berdasarkan pada perasaan, pemikiran, dan pengalaman sendiri.
Orang-orang yang berkecenderungan introvert biasanya bersifat pendiam dan
kurang bergaul.
Ekstrovert adalah kencederungan seseorang untuk mengarahkan perhatian
keluar dirinya, sehingga segala minat, sikap dan keputusan-keputusan yang di
ambil lebih banyak di ambil oleh orang lain atau berbagai peristiwa yang
terjadi di luar dirinya.

4. Kemandirian
Kemandirian adalah kemanpuan seseorang untuk berdiri sendiri tanpa
bantuan orang lain baik dalam bentuk material maupun moral. Sedangkan
kemandirian pada anak sering di kaitkan dengan kemampuan anak untuk
melakukan segala sesuatu berdasarkan kekuatan sendiri tanpa bantuan orang
dewasa.

5. Ketergantuangan
Ketergantungan di tandai dengan perilaku anak yang bersifat kekanak
kanakan perilakunya tidak sesuai dengan anak lain yang sebayanya. Dengan
kata lain anak tersebut tidak memiliki kemandirian yang mencakup fisik atau
mental dan perilakunya berlainan dengan anak normal.

6. Bakat
Bakat merupakan potensi dalam diri seseorang yang dengan adanya
rangsangan tertentu memungkinkan orang tersebut dapat mencapai sesuatu
tingkat kecakapan, pengetahuan dan ketrampilan khusus yang sering kali
melebihi orang lain.

14
Anak mulai mengenal konsep moral pertama kali dari lingkungan keluarga.
Pada mulanya, mungkin anak tidak mengerti konsep moral ini, tapi lambat laun
anak akan memahaminya. Pada usia sekolah dasar, anak sudah dapat mengikuti
peraturan atau tuntutan dari orang tua atau lingkungan sosialnya. Pada akhir usia
ini, anak sudah dapat memahami alasan yang mendasari suatu peraturan. Di
samping itu, anak sudah dapat mengasosiasikan setiap bentuk perilaku dengan
konsep benar-salah atau baik-buruk.

Sikap
Sikap merupakan ekspresi atau manifestasi dari pandangan individu terhadap
objek. Sikap merupakan sistem yang bersifat menetap dari komponen kognisi,
afeksi, dan konasi (Krech, 1973: 139).
Kepada orang tua sangat dianjurkan bahwa selain memberikan bimbingan juga
harus mengajarkan bagaimana anak bergaul dalam masyarakat dengan tepat, dan
dituntut menjadi teladan yang baik bagi anak, mengembangkan keterampilan anak
dalam bergaul dan memberikan penguatan melalui pemberian hadiah kepada anak
apabila berbuat atau berperilaku yang positif.
Terdapat bermacam hadiah yang sering kali diberikan kepada anak, yaitu yang
berupa materiil dan non materiil. Hadiah tersebut diberikan dengan maksud agar
pada kemudian hari anak berperilaku lebih positif dan dapat diterima dalam
masyarakat luas.
Fungsi hadiah bagi anak, antara lain:
(a) memiliki nilai pendidikan.
(b) memberikan motivasi kepada anak.
(c) memperkuat perilaku dan.
(d) memberikan dorongan agar anak berbuat lebih baik lagi.

Fungsi hukuman yang diberikan kepada anak adalah:


(a) fungsi restruktif.
(b) fungsi pendidikan.
(c) sebagai penguat motivasi.

Syarat pemberian hukuman adalah:


(a) segera diberikan.

15
(b) konsisten.
(c) konstruktif.
(d) impresional artinya tidak ditujukan kepada pribadi anak melainkan kepada
perbuatannya.
(e) harus disertai alasan.
(f) sebagai alat kontrol diri
(g) diberikan pada tempat dan waktu yang tepat.

2.3.5 Perkembangan Kesadaran Beragama

Agama mengandung dua unsur: keyakinan dan tata cara. Keduanya terpisah
dan berbeda. Akibatnya, minat terhadap satu unsur tidak dengan sendirinya
menjamin minat terhadap unsur lain. Juga tidak berarti bahwa minat terhadap
kedua unsur akan sama. Seorang mungkin terutama berminat mematuhi aturan
agama tetapi menunjukkan sedikit minat terhadap apa yang sering dianggap
sebagai “teologi” atau doktrin atau ajaran agama. Hal sebaliknya mungkin terjadi
pada orang lain. Demikian pula terhadap anak-anak. Beberapa anak terutama
berminat terhadap kepatuhan kepada agama dan yang lain terhadap ajaran agama.
Mana yang lebih menarik perhatian ditentukan sebagian oleh tekanan yang
diberikan pada kedua unsur tersebut pada masa awal pendidikan agama dan
sebagian oleh apa yang berdasarkan pengalaman, mereka anggap lebih memenuhi
kebutuhan mreka. Jadi minat terhadap agama terutama egosentris.

Saat anak bertambah usia dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan
anggota kelompok teman sebaya, teman-teman ini akan mempengaruhi minatnya.
Contohnya, seorang anak yang mempunyai teman-teman yang berbincang-bincang
mengenai agama,dan mematuhi aturan agama akan mempunyai minat yang lebih
besar pada agama dari seorang anak yang temanya tidak, atau hampir tidak,
menunjukkan minat pada agama dan mempunyai sikap negativ terhadap semua
aturan agama.

Pada masa ini, perkembangan penghayatan keagamaannya ditandai dengan


ciri-ciri sebagai berikut.

16
1. Pandangan dan paham ketuhanan diperolehnya secara rasional berdasarkan
kaidah-kaidah logika yang berpedoman pada indikator alam semesta sebagai
manifestasi dari keagungan-Nya.
2. Penghayatan secara rohaniah semakin mendalam, pelaksanaan kegiatan ritual
diterima sebagai keharusan moral.
3. Sikap keagamaan bersifat reseptif disertai dengan pengertian

Periode usia sekolah dasar merupakan masa pembentukan nilai-nilai agama


sebagai kelanjutan periode sebelumnya.

2.4 Gangguan Perkembangan Mental Anak Usia 6 – 12 Tahun

Gangguan mental adalah gangguan yang terjadi dan menyerang pikiran serta kejiwaan
seseorang. Dimana umumnya gangguan ini tidak sepenuhnya menyebabkan anak tidak
sadar atau gila, namun cenderung terlambat dan mengalami beberapa kejadian yang
dianggap “diluar kendali”. Maka gangguan mental anak tentu terjadi pada anak, dan
biasanya gangguan tersebut memang sudah ada sejak lahir.

2.4.1 Faktor yang Memengaruhi Kesehatan Jiwa Anak

Gangguan anak dapat di deteksi melalui tingkah lakunya. Salah satu ciri-ciri
gangguan pada anak yaitu:
1. Pengaruh Guru
Perilaku guru menunjukan suatu pengaruh yang besar dan kuat terhadap
iklim atau suasana sekolah, baik sosial maupun emosional. Kebersihan guru
dalam mengajar dan mendidik, khusunya dalam membantu perkembangan
kepribadian anak

2. Pengaruh Teman Sebaya


Sehari-hari anak bergaul dengan teman sekolah atau teman di luar sekolah.
Orang tua dan guru harus mengetahui kelompok teman bermain anak baik di
sekolah maupun diluar sekolah. Di rumah anak berada dalam “dunia dewasa”,
yang penuh dengan norma dan nilai yang harus dipatuhi, sedangkan di luar
rumah anak dalam “dunia usia sebaya”, yang penuh dengan kebebasan.

17
3. Pengaruh Kondisi Fisik Sekolah
Anak tidak akan tenang belajar, apabila sekolah terletak di dekat pasar,
perkampungan yang padat, dekat pabrik, atau disekitar tempat hiburan.
Keadaan semacam ini sangat berpengaruh terhadap perilaku anak.

4. Pengaruh Kurikulum
Kurikulum sekolah merupakan pedoman proses pembelajaran yang sangat
penting. Undang-undang No. 2 Tahun 1989 dan Peraturan Pemerintah No. 28
Tahun 1990 sudah menggariskan jenis dan muatan kurikulum, khususnya
kurikulum nasional yang cukup fleksibel menampung keperluan khusus
setempat dalam bentuk muatan lokal.

5. Pengaruh Proses Pembelajaran


Suasana sekolah yang menantang dan merangsang belajar, akan
menentukan iklim sekolah. Hal ini tergantung pada kemampuan guru
mengajar, serta tata tertib yang berlaku disekolah. Sekolah terasa nyaman dan
menarik, sehingga anak senang berada di sekolah dan guru pun bergairah
dalam mengajar.

6. Pengaruh Keluarga
Keluarga merupakan faktor pembentuk kepribadian anak secara dini yang
pertama dan utama. Orang tua yang bersifat otoriter, tidak sabar, mudah
marah, selalu mengatakan “tidak”, selalu melarang, sering memukul, akan
sangat berpengaruh buruk terhadap perkembangan kepribadian anak. (Depkes
RI, Jakarta 2001).

2.4.2 Ciri-Ciri Gangguan Mental Anak

Gangguan anak dapat di deteksi melalui tingkah lakunya. Salah satu ciri-ciri
gangguan pada anak yaitu
1. Perubahan mood yang berlangsung lama lebih dari dua minggu adalah
indikator kuat adanya gangguan mental pada anak. Perubahan mood ini bisa
bervariasi mulai dari hiperaktif sampai terlalu melankolis tanpa alasan yang
kuat.

18
2. Cemas dan takut berlebihan yang mengakibatkan aktivitas keseharian anak
menjadi terganggu
3. Perubahan perilaku ekstrem. Salah satu contoh perilaku tersebut adalah
membeli beberapa games tanpa ada minat untuk memainkannya. Gangguan
mental yang erat kaitannya dengan perubahan perilaku adalah ADHD,
kecemasan, depresi, atau gangguan bipolar
4. Perubahan berat badan yang naik atau turun secara drastis yang bisa jadi
disebabkan oleh stress
5. Kurang konsentrasi. Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi pada tugas
sederhana adalah gejala dari ADHD atau depresi. Kurang fokus juga bisa
disebabkan karena pikiran mereka terpusat pada rasa malu, bersalah, atau
kematian.

2.4.3 Gangguan Mental Anak Usia 6 – 12 Tahun

Gangguan anak dapat di deteksi melalui tingkah lakunya. Salah satu ciri-ciri
gangguan pada anak yaitu:
1. Gangguan Cemas
Gangguan cemas merupakan perasaan cemas yang biasa dirasakan atau
dialami anak-anak. Untuk seukuran anak-anak merasa cemas adalah hal wajar,
dimana mereka cenderung mengenal hal-hal yang belum mereka tahu. Untuk
itu, anak yang waspada dan memiliki kecemasan merupakan hal yang baik.
Tetapi bagaimana jika berlebihan dan juga terlalu ekstrim ? hal ini sudah
masuk ke tahapan gangguan mental. Dimana gangguan cemas terjadi bila anak
tersebut mengkhawatirkan hal yang sebenarnya tidak ada atau tidak terjadi.
Gangguan ini biasanya terjadi karena faktor genetik hingga trauma berat akan
hal-hal yang akhirnya membuat mereka takut.

2. Autisme
Autisme merupakan gangguan mental yang sudah cukup dikenal
masyarakat. Cukup banyak anak-anak yang harus mengidap Autisme ini.
Mereka adalah anak-anak yang mengalami kesulitan sosialisasi, tingkah laku,
bahkan berbicara dan sering disebut abnormal. Anak-anak autisme cenderung
memilih untuk sibuk dengan dunianya sendiri. Selain itu pengidap autisme
termasuk anak yang sangat sulit untuk iajak fokus dan juga berinteraksi,
19
mereka hanya menaruh fokus pada hal yang mereka sukai. Faktor yang
menyebabkan autisme terjadi masih belum pasti, namun autisme juga bisa
berasal faktor genetik. Tak jarang, jika diarahkan anak-anak autisme bahkan
bisa berprestasi dalam bidang akademik.

3. Retardasi Mental
Mungkin anda baru mendengar penyakit mental ini, namun beberapa anak
di generasi ini mengalami retardasi mental. Retardasi mental adalah
keterbelakangan mental atau biasa disebut oligofrenia. Retardasi mental terjadi
karena gangguan perkembangan intelejensia disertai mental anak yang tidak
sesuai dengan usia seharusnya. Penyebabnya bisa jadi karena proses patologis
di otak yang disebabkan infeksi, racun, trauma atau gen. Gangguan ini bisa
juga ditentukan oleh sikap sang anak dan juga tes IQ dan namun tidak
dianggap abnormal.

4. Diseleksia
Diseleksia adalah gangguan yang dialami anak-anak dimana mereka tidak
bisa membaca maupun kesulitan untuk menuliskan huruf dengan teratur dan
berurutan. Hal ini bisa terlihat ketika mereka tidak bisa membedakan atau
membaca susunan huruf dengan benar meski usianya sudah beranjak besar.
Ketika menggunakan kata atau membaca, anak diseleksia mengalami
keterlambatan serta seringkali salah dalam membaca. Gangguan ini bukan
berarti mereka menjadi bodoh dan mengalami penyakit fisik, namun karena
informasi yang diterima otak sedikit berbeda.

5. Gangguan Makan
Gangguan makan termasuk satu diantara banyak gangguan mental yang
paling jarang diketahui orang tua. Karena menyepelekan maka tanpa disadari
anak mengalami gangguan makan, bahkan hingga usianya dewasa. Kesulitan
makan biasanya dijumpai pada pola anak yang cenderung tidak mau atau
menolak untuk mengonsumsi makanan. Jika makan porsi yang dihabiskan
tampak lebih sedikit dibandingkan anak-anak lainnya. Perbedaan gangguan
makan dengan anak yang sedang tidak nafsu makan umumnya hanya

20
mempermainkan makanan, sulit mengunyah dan juga membuang makanan
ketika dimasukan kemulut atau disuapi. Hal ini bukan dipengaruhi sosial.

6. ADHD
ADHD atau biasa disebut sebagai Attention Deficit Hyperactivity Disorder
atau ADHD. Jika dalam istilah Indonesia lebih sering disebut GPPH atau
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas. Gangguan ini memiliki
sifat neurobihavioral dimana anak akan terasa sulit diatur, dan terkesan tidak
perduli akan nasihat orang sekitar. Selain itu mereka juga tampak sulit fokus
pada suatu hal. Mereka akan menyelesaikan suatu target yang ditujukan atau
diharapkan dengan sulit.

7. Gangguan Bipolar
Gangguan bipolar merupakan istilah yang tidak asing lagi di masyarakat.
Gangguan ini termasuk dalam penyakit mental baik menyerang anak, remaja
atau orang dewasa. Dimana gangguan bipolar terjadi jika adanya perubahan
mood yang beralngsung drastis tanpa ada adalasan yang sangat kuat.
Anak bisa menjadi terlalu gembira akan suatu hal namun bisa menjadi
terlalu sedih hingga depresi dan ingin bunuh diri tanpa alasan yang pasti.
Tanda ini membahayakan terutama bagi mereka yang tidak tahu bagaimana
pengendalian yang tepat untuk menghindari adanya perubahan mood ekstrim
ini. Mereka yang menderita gangguan bipolar biasanya diredakan dengan
terapis dan berbagai metode lainnya.

8. Skizofrenia
Skizofrenia merupakan gangguan mental yang biasa terjadi pada anak usia
tanggung hingga masa pubertas usia 20 tahun. Skizofrenia merupakan
penyakit mental yang dianggap sudah kronis dimana penyakit ini
menyebabkan anak kehilangan kemampuan untuk mengetahui apakah ia
sedang mengalami hal nyata atau realitas atau tidak. Mereka juga merasa
bahwa dengan hal-hal buruk bisa menyadarkan mereka bahwa yang sedang
dihadapi adalah dunia nyata.

9. Gangguan Somatroform

21
Gangguan somatoform mungkin agak jarang diderita anak-anak namun
kemungkinan untuk bisa diidap oleh anak-anak tetap ada. Gangguan ini terjadi
jika sang penderita merasakan sakit yang amat dibagian tubuhnya namun
sebenarnya ia tidak menderita apapun. Bahkan jika diperiksakan ke dokter
ataupun pengobatan lainnya si pengidap justru sehat-sehat saja. Hal ini terjadi
karena ilusi yang diciptakan oleh mereka sendiri, padahal mereka tidak
mengalami gangguan medis.

10. Gangguan Gender dan Seksual


Gangguan gender dan seksual memang seringkali semakin menjadi ketika
dewasa dan menyebabkan banyak anak remaja justru salah kaprah dan
menyimpang. Namun gangguan gender dan seksual bisa muncul sejak kecil
atau sejak awal anak-anak bersosialisasi. Hal ini cukup membahayakan
dimana ia bisa bertindak diluar batasan baik norma maupun agama dan
perkembangan gangguannya akan semakin parah seiring umur bertambah.

11. Sindrom Respon Stress


Sindrom ini terjadi bagi mereka yang memiliki pribadi sangat emosional
hingga orang disektar yang ingin bersosialisasi tampak tidak bisa toleransi
dengan pengidapnya. Umumnya mereka akan mengalami sindrom ini setelah
mengalami hal yang tidak diinginkan atau tidak bisa diterima dengan baik
seperti perceraian, bencana alam, kematian seseorang dan lainnya. Hal seperti
ini dianggap berbahaya karena bisa menyakiti orang lain terutama pada anak-
anak yang belum tahu dampak atau bahaya dari sifat yang emosi.

12. Gangguan Disosiatif


Gangguan disosiatif bisa terjadi pada anak jika mereka mengalami
gangguan semacam ini yang diakibatkan oleh keadaan tertentu. Hal yang
paling sering terjadi yakni gangguan kesadaran terhadap diri sendiri sehingga
anak sering linglung atau bingung, dan seringnya lupa akan identitas diri atau
bagaimana bentuk diri mereka yang sebenarnya. Gangguan ini berawal dari
trauma yang benar-benar menimpa dan tidak bisa ditoleransi oleh mental.

13. Psikopat

22
Psikopat adalah hal yang paling berbahaya dalam gangguan jiwa atau
gangguan mental. Mereka yang mengalami psikopat biasanya antisosial
karena bisa menimbulkan kerugian dan ketakutan di masyarakat. Orang yang
memiliki gangguan mental ini tidak memiliki rasa empati. Di tengah
masyarakat, psikopat seringkali dianggap pelaku kriminal dan menimbulkan
masalah yang besar. Maka ketika anda mengetahui salah satu anak dari
kerabat atau teman yang terindikasi memiliki penyakit jiwa ini sebaiknya
laporkan dan tangani dengan serius.

14. Antisosial Personality


Antisosial personality adalah gangguan yang terjadi akibat adanya perasaan
cenderung sinis, menghina dan tidak bisa menghargai orang lain. Karena hal
inilah mereka tidak bisa bergaul atau menerima orang lain untuk berteman dan
menjadi bagian hidup. Orang yang memiliki kehidupan anti sosial umumnya
tumbuh atau berasal dari trauma seperti bullying, ataupun asuhan yang
memang sudah sejak kecil diasingkan diantara masyarakat sosialnya. Karena
itulah anda sebaiknya mengetahui hal ini sejak awal agar bisa ditangani,
karena pasalnya manusia adalah makhluk sosial.

15. The Blues


The blues istilah yang biasa digunakan untuk kondisi Depresi. Dimana
penderita mengalami stress dan tekanan berkepanjangan, depresi bisa
berakibat pada mental dan kesadaran seseorang dan bisa berlangsung dengan
waktu yang sangat lama.

Gangguan mental pada anak bisa saja terjadi karena faktor yang mungkin jarang
orang tua ketahui, anak terkadang mengalami trauma, kejadian yang tidak mengenakan,
hal yang bertentangan dengan pengertian mereka ataupun genetik. Hal yang harus
dilakukan orang tua adalah memberikan perhatian penuh hingga menjadikan mereka
anak-anak yang benar-benar mendapat pendidikan dan juga kasih sayang. Dengan begitu
kemungkinan anak mengalami gangguan mental akan berkurang jauh.

23
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah kami paparkan di dalam makalah “Pertumbuhan dan
Perkembangan Anak Usia 6 – 12 Tahun” maka dari itu, kami dapat mengambil
kesimpulan bahwa pertumbuhan adalah suatu proses alamiah yang terjai pada individu,
yaitu secara bertahap anak akan semakin bertambah berat dan tinggi. Jadi, pertumbuhan
berkaitan dengan kuantitas fisik individu anak. Sementara, perkembangan adalah suatu
proses yang terjadi secara stimulan dengan pertumbuhan yang menghasilkan kualitas
individu untuk berfungsi, yang dihasilkan melalui proses pematangan dan proses
pembelajaran dari lingkungannya.

Gangguan mental adalah gangguan yang terjadi dan menyerang pikiran serta kejiwaan
seseorang. Dimana umumnya gangguan ini tidak sepenuhnya menyebabkan anak tidak
sadar atau gila, namun cenderung terlambat dan mengalami beberapa kejadian yang
dianggap “diluar kendali”. Faktor yang dapat memengaruhi kondisi jiwa anak adalah
keluarga, guru, teman sebaya, kondisi fisik sekolah, kurikulum, proses pembelajaran.
Gangguan mental pada anak usia 6 – 12 tahun cukup beragama seperti ADHD, gangguan
kecemasan, retendasi mental, autisme, dan lainnya.

24

Anda mungkin juga menyukai