Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH DOKUMENTASI KEPERAWATAN

ASPEK LEGAL KEPERAWATAN


TRANSPLANTASI

Dosen Pembimbing:

Disusun oleh :

1. Olya Agustin (P17320317051)


2. Kendyta Aprilia P (P17320317061)
3. Rachmasari Iskandar (P17320317076)
4. Putri Dhea O P (P17320317077)
5. Siti Nurmala (P17320317080)
6. Syafira Amatur R (P17320317086)

TK. II B

POLITEKNIK KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN BANDUNG


JURUSAN KEPERAWATAN BOGOR
2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat, taufik, dan
hidayah-Nya, penulis telah menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini
berjudul “Aspek Legal Keperawatan Bayi Tabung”. Dalam penyusunan makalah ini, penulis
banyak mendapat tantangan dan hambatan, akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak
tantangan itu bisa teratasi. Karenanya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga bantuan dari semua
pihak mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.

Penulis telah berusaha semaksimal mungkin, namun penulis menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Untuk itu
penulis harapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah yang akan
datang. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian. Atas
perhatiannya penulis mengucapkan terima kasih.

Bogor, 18 Oktober 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................i


DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 3
1.3 Tujuan............................................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4
2.1 Aspek Legal Keperawatan ............................................................................. 4
2.1.1 Legal Profesi Keperawatan ...................................................................4
2.1.2 Etika Profesi Keperawatan ...................................................................4
2.2 Transplantasi Organ ....................................................................................... 6
2.3 Tujuan Transplantasi ...................................................................................... 8
2.4 Jenis – Jenis Transplantasi ............................................................................. 8
2.4.1 Transplantasi dengan Donor Hidup ....................................................... 9
2.4.2 Transplantasi dengan Donor Mati atau Jenazah ..................................10
2.5 Peraturan Perundang-Undangan dan Etika Transplantasi Organ ................... 8
2.5.1 Aspek Hukum Transplantasi Organ ...................................................... 9
2.5.2 Aspek Etis Transplantasi Organ .......................................................... 10
2.5.3 Tenaga Kesehatan yang Berwenang ...................................................... 9
2.5.4 Syarat Pelaksanaan Transplantasi........................................................ 10
2.5.5 Masalah Etik dan Moral dalam Transplantasi .......................................9
2.6 Larangan dan Sanksi Hukum ......................................................................... 8
BAB III STUDI KASUS ...................................................................................... 13
3.1 Kasus ............................................................................................................ 13
BAB IV KESIMPULAN ...................................................................................... 17
4.1 Kesimpulan...................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan dan kemajuan jaman yang sangat pesat saat ini memberikan dampak
secara global di berbagai bidang, salah satunya adalah kemajuan dibidang kedokteran
dan kesehatan yaitu teknik tranplantasi organ.
Transplantasi organ adalah tindakan medis berupa pendonoran atau pemindahan
seluruh maupun sebagian organ dari satu tubuh ke tubuh lainnya atau dari suatu tempat
ke tempat yang lain pada tubuh yang sama. Transplantasi ini ditunjukan untuk
menggantikan organ yang rusak atau tak berfungsi pada penerima dengan organ lain
yang masih berfungsi dari donor. Donor organ dapat berasal dari seseorang yang masih
hidup ataupun meninggal.
Ketika tingkat keberhasilan transplantasi organ semakin meningkat maka permintaan
atas organ dan jaringan tubuh manusia yang dijadikan donor juga meningkat. Pada awal
mula perkembangan teknologi transplantasi jaringan tubuh manusia, sumber donor
berasal dari pihak keluarga semata seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan
yang pesat WHO mencatat setiap tahun terjadi 21.000 pencangkokan hati. Padahal
berdasarkan pakar medis, jumlah permintaan sebenarnya paling sedikit 90.000. Selain itu
permintaan akan ginjal juga melebihi persediaan yang ada. Hasilnya, harga organ tubuh
melonjak tajam. Ini menjadi salah satu factor pendukung maraknya perdagangan organ
tubuh manusia dipasar gelap. Di Mesir sebuah ginjal berharga USDS.300, sementara di
Instanbul harganya bisa mencapai USD.30.700, di Cina harga liver menembus
USD.34.380, saat ini di Indonesia transplantasi organ ataupun jaringan diatur dalam
Undang-Undang No 23 Tahun 1992 tentang kesehatan.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa definisi dari legal dan etik keperawatan?


1.2.2. Apa yang dimaksud dengan transplantasi?
1.2.3. Apa yang tujuan dari transplantasi?

1
1.2.4. Apa saja jenis jenis transplantasi?
1.2.5. Bagaimana peraturan perundang-undangan dan etika transplantasi organ?
1.2.6. Apa saja larangan dan sanksi hukum untuk transplantasi organ?

1.3 Tujuan

1.3.1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian legal dan etik keperawatan


1.3.2. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian transplantasi
1.3.3. Mahasiswa dapat mengetahui tujuan dan transplantasi
1.3.4. Mahasiswa dapat mengetahui jenis jenis transplantasi
1.3.5. Mahasiswa dapat mengetahui peraturan perundang undangan dan etika hukum
transplantasi organ
1.3.6. Mahasiswa dapat mengetahui larangan dan sanksi hukum untuk transplantasi

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aspek Legal Keperawatan

2.1.1 Legal Profesi Keperawatan.

Legal adalah sesuatu yang dianggap sah oleh hukum dan undang-undang
(Kamus Basar Bahasa Indonesia). Perawat harus tahu tentang hukum yang
mengatur praktiknya untuk memberikan kepastian bahwa keputusan dan tindakan
yang dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum:
a) Kontrak dalam Praktek, kontrak mengandung arti ikatan persetujuan atau
perjanjian resmi antara 2 atau lebih orang untuk mengerjakan atau tidak
mengerjakan
b) Askep tidak akan terwujud tanpa adanya pertemuan & kerja sama antara
perawat, pihak yang mengerjakan perawat & pasien.
c) 2 jenis kontrak yang paling banyak dilakukan dalam keperawatan adalah
kontrak antara perawat & institusi yang memperkerjakan perawat & kontrak
antara perawat dengan klien.
d) UU yang mengatur hubungan kerja ini adl UU RI No 13 thn 2003.
e) Dalam konteks hukum kontrak sering disebut perikatan atau perjanjian.

2.1.2 Etika Profesi Keperawatan.

Etika atau ethics berasal dari bahasa yunani, yaitu “ethos”. Dalam Kamus
Lengkap Bahasa Indonesia karangan Poerwadarminta, ethos diartikan adat,
kebiasaan, akhlak, watak perasaan, sikap atau cara berpikir. Dari pengertian di
atas, dapat dikatakan bahwa etika adalah ilmu tentang kesusilaan yang
menentukan bagaimana sepatutnya manusia hidup di dalam masyarakat yang
menyangkut aturan-aturan atau prinsip-prinsip yang menentukan tingkah laku
yang benar. Jadi dalam pengertian aslinya, apa yang disebutkan dengan baik itu
adalah yang sesuai dengan kebiasaan masyarakat. Etika memberi keputusan
tentang tindakan yang diharapkan benar-tepat atau bermoral, terlebih dalam

3
profesi keperawatan. Dimana pelayanan kepada umat manusia merupakan fungsi
utama perawat dan dasar adanya profesi keperawatan, oleh karena itu etika dalam
penjalanan pelayanan keperawatan sangat diperlukan. Etika keperawatan
merupakan alat untuk mengukur perilaku moral dalam keperawatan., atau dengan
kata lain merupakan suatu ungkapan tentang bagaimana perawat wajib bertingkah
laku. Etika keperawatan merujuk pada standar etik yang menentukan dan
menuntun perawat dalam praktek sehari-hari.
Prinsip-prinsip Etika Keperawatan
a. Otonomi
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu
berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap
kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki
berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip
otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai
persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan
hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri.
b. Beneficience (Berbuat Baik)
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan,
memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan
kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain.
Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip
ini dengan otonomi.
c. Justice (Keadilan)
Keadilan merupakan prinsip moral berlaku adil untuk semua individu.
Tindakan yang dilakukan untuk semua orang adalah sama. Tindakan yang
sama tidak selalu identik, tetapi dalam hal ini persamaan berarti mempunyai
kontribusi yang relatif sama untuk kebaikan kehidupan seseorang. Dokter dan
perawat harus berlaku adil dan tidak berberat sebelah.
d. Non Maleficience
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis
pada klien. Johnson (1989) menyatakan bahwa prinsip tidak melukai orang
lain berbeda dan lebih keras daripada prinsip untuk berlaku baik.
e. Moral Right

4
Moralitas menyangkut apa yang benar dan salah pada perbuatan, sikap, dan
sifat. Tanda utama adanya masalah moral, adalah bisikan hati nurani atau
timbulnya perasaan bersalah, malu, tidak tenang, dan tidak damai dihati.
Standar moral dipengaruhi oleh ajaran, agama, tradisi, norma kelompok, atau
masyarakat dimana ia dibesarkan.
f. Nilai dan Norma Masyarakat
Nilai-nilai (values) adalah suatu keyakinan seseorang tentang penghargaan
terhadap suatu standar atau pegangan yang mengarah pada sikap/perilaku
seseorang. Sistem nilai dalam suatu organisasi adalah rentang nilai-nilai yang
dianggap penting dan sering diartikan sebagai perilaku personal. Values (nilai-
nilai) yang idealsatau idaman, konsep yang sangat berharga bagi seseorang
yang dapat memberikan arti dalam hidupnya.avlues merupakan sesuatu yang
berharga bagi seseorang, dan bisa mempengaruhi persepsi,motivasi,pilihan dan
keputusannya. Salary dan McDonnel (1989),values yang di sadari menjadi
pengendali internal seseorang adn bertingkah, membuat pilihan dan keputusan.

2.2 Transplantasi Organ.

Transplantasi organ adalah pemindahan organ dari satu tubuh ke tubuh yang lainnya
atau pemindahan organ dari donor ke resipien yang organnya mengalami
kerusakan. Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia merupakan tindakan medik
yang sangat bermanfaat bagi pasien dengan ganguan fungsi organ tubuh yang berat. Ini
adalah terapi pengganti (alternatif) yang merupakan upaya terbaik untuk menolong
pasien dengan kegagalan organnya,karena hasilnya lebih memuaskan dibandingkan
dengan yang lain dan hingga dewasa ini terus berkembang dalam dunia kedokteran.
Namun tindakan medik ini tidak dapat dilakukan begitu saja,karena masih harus
dipertimbangkan dari segi non medik, yaitu dari segi agama, hukum, budaya, etika dan
moral. Kendala lain yang dihadapi Indonesia dewasa ini dalam menetapkan terapi
transplatasi,adalah terbatasnya jumlah donor keluarga (Living Related Donor, LRD) dan
donasi organ jenazah, karena itu diperlukan kerjasama yang saling mendukung antara
para pakar terkait (hulum, kedokteran, sosiologi, pemuka agama, pemuka masyarakat,
pemerintah dan swata).

5
Transplantasi Organ adalah rangkaian tindakan medis untuk memindahkan organ dan
atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain atau tubuh sendiri dalam
rangka pengobatan untuk menggantikan organ atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi
dengan baik (pasal 1 butir 5 UUK).
Transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari
suatu tempat ke tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan
persyaratan dan kondisi tertentu. Transplantasi organ dapat dikategorikan sebagai ‘life
saving’ sedangkan transplantasi jaringan dikategorikan sebagai ‘life enhancing’. Organ
dan jaringan yang dapat di transplantasi ditransplantasi adalah: jantung, paru-paru, ginjal,
hati, pankeas, usus, lambung, tangan, kornea, kulit, pulau langerhans (sel pancreas),
sumsum tulang, transfuse darah, pembuluh darah, katup jantung, tulang.

2.3 Tujuan Tranplantasi Organ

Transplantasi organ merupakan suatu tindakan medis memindahkan sebagian tubuh


atau organ yang sehat untuk menggantikan fungsi organ sejenis yang tidak dapat
berfungsi lagi. Transplantasi dapat dilakukan pada diri orang yang sama (auto
transplantasi), pada orang yang berbeda (homotransplantasi) ataupun antar spesies yang
berbeda (xeno-transplantasi). Transplantasi organ biasanya dilakukan pada stadium
terminal suatu penyakit, dimana organ yang ada tidak dapat lagi menanggung beban
karena fungsinya yang nyaris hilang karena suatu penyakit. Pasal 33 UU No 23/1992
menyatakan bahwa transplantasi merupakan salah satu pengobatan yang dapat dilakukan
untuk penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Secara legal transplantasi hanya boleh dilakukan untuk tujuan kemanusiaan dan tidak
boleh dilakukan untuk tujuan komersial (pasal 33 ayat 2 UU 23/ 1992). Penjelasan pasal
tersebut menyatakan bahwa organ atau jaringan tubuh merupaka anugerah Tuhan YME
sehingga dilarang untuk dijadikan obyek untuk mencari keuntungan atau komersial.

2.4 Jenis – Jenis Transplantasi

Berdasarkan sudut penyumbang, atau donor alat dan atau jaringan tubuh maka
transplantasi dapat dibedakan menjadi

6
2.4.1 Transplantasi dengan Donor Hidup

Transplantasi dengan donor hidup adalah pemindahan jaringan atau organ


tubuh seseorang ke orang lain atau ke bagian lain dari tubuhnya sendiri tanpa
mengancam kesehatan. Donor hidup ini dilakukan pada jaringan atau organ yang
bersifat regeneratif, misalnya kulit, darah dan sumsum tulang, serta organ-organ
yang berpasangan misalnya ginjal. Sebelum memutuskan menjadi donor,
seseorang harus mengetahui dan mengerti resiko yang dihadapi baik resiko di
bidang medis, pembedahan maupun resiko untuk kehidupannya lebih lanjut
sebagai kekurangan jaringan atau organ yang telah dipindahkan. Jika dilakukan
pada orang yang sama dimana donor dan resipien adalah orang yang sama, maka
tindakan ini tidak mempunyai implikasi hukum. Namun akan berbeda jika donor
dan resipien adalah orang yang berbeda, karena tindakan ini melibatkan orang lain
yang juga memiliki hak.
Transplantasi organ dari donor hidup mendatangkan lebih banyak permasalahan
dari segi etika dan moral. Keberhasilan transplantasi ginjal yang pertama kali pada
tahun 1954 telah menimbulkan perdebatan sengit di kalangan para teolog. Debat
tersebut berfokus pada prinsip totalitas, yang menyatakan bahwa dalam keadaan
tertentu seseorang diperkenankan mengorbankan salah satu bagian atau salah satu
fungsi tubuhnya demi kepentingan seluruh tubuh.
Transplantasi organ dari donor hidup wajib memenuhi 4 persyaratan:
1. Resiko yang dihadapi oleh donor harus proporsional dengan manfaat yang
didatangkan oleh tindakan tersebut atas diri penerima.
2. Pengangkatan organ tubuh tidak boleh mengganggu secara serius kesehatan
donor atau fungsi tubuhnya.
3. Perkiraan penerimaan organ tersebut oleh penerima
4. Donor wajib memutuskan dengan penuh kesadaram dan bebas, dengan
mengetahui resiko yang mungkin terjadi

2.4.2 Transplantasi dengan Donor Mati atau Jenazah

Transplantasi dengan donor mati atau jenazah adalah pemindahan organ atau
jaringan dari tubuh jenazah ke tubuh orang lain yang masih hidup. Jenis organ
yang biasanya didonorkan adalah organ yang tidak memiliki kemampuan untuk
regenerasi misalnya jantung, kornea, ginjal dan pankreas. Seperti halnya dengan

7
transplantasi dengan donor hidup yang melibatkan dua orang yang berbeda,
tindakan ini juga berimplikasi hukum. Biasanya organ terbaik donor jenazah
berasal dari jenazah orang yang masih berusia muda dan tidak mengidap penyakit,
maka donor jenazah terbaik biasanya merupakan korban dari kecelakaan, bunuh
diri, maupun pembunuhan. Yang pada beberapa negara secara hukum berada pada
kekuasaan dokter forensik untuk penyidikan. Di negara tersebut mulai
dikembangkan pengambilan organ atau jaringan tubuh dari donor jenazah di ruang
autopsi dilakukan oleh dokter forensik dengan prosedur aseptik sehingga lebih
praktis dan menghemat biaya. Untuk pengambilan organ atau jaringan tubuh ini
dokter forensik bisa dibantu atau diawasi oleh dokter dari bidang lain sesuai
dengan organ yang akan diambil. Sebelum pengambilan organ dilakukan informed
consent pada jenazah-jenazah tersebut, jika jenazah diketahui identitasnya maka
informed consent. Dari segi etika, transplantasi dari donor jenazah tidak
mempunyai masalah dari segi etika dan moral.
Pada dasarnya berbagai organ tubuh dari seorang yang meninggal dunia dapat
digunakan untuk menolong menyelamatkan atau memperbaiki hidup orang lainnya
yang masih hidup. Dengan demikian transplantasi adalah baik secara moral dan
bahkan patut dipuji. Donor wajib memberikan persetujuannya dengan bebas dan
penuh kesadaran sebelum wafatnya atau keluarga terdekat wajib melakukannya
pada saat kematiannya. Transplantasi organ tidak dapat diterima secara moral kalau
pemberi atau yang bertanggungjawab untuk dia TIDAK memberikan persetujuan
dengan penuh kesadaran.
Dalam hal pengambilan organ dari jenazah dikenal ada 2 sistem yang diberlakukan
secara nasional.
1. Sistem izin (toestemming system): sistem ini menyatakan bahwa transplantasi
baru dapat dilakukan jika ada persetujuan dari donor sebelum pengambilan
organ. Indonesia menganut sistem ini.
2. Sistem tidak berkeberatan (geen bezwaar system): dalam sistem ini transplantasi
organ dapat dilakukan sejauh tidak ada penolakan dari pihak donor. Tidak
adanya penolakan dari donor, dalam sistem ini, ditafsirkan sebagai ”donor tidak
keberatan dilakukan pengambilan organ”.

Penentuan saat kematian

8
Pada transplantasi organ dari jenazah, penentuan saat kematian merupakan isyu
yang sangat penting. Keberhasilan transplantasi jenis ini sangat tergantung pada
kesegaran organ, artinya operasi harus dilakukan sesegera mungkin setelah donor
meninggal. Namun demikian, donor tidak boleh dinyatakan meninggal secara dini
atau kematiannya dipercepat agar organ tubuhnya dapat segera dipergunakan.
Kriteria moral menuntut bahwa donor harus sudah meninggal dunia sebelum
organ-organ tubuhnya dipergunakan untuk transplantasi. Untuk menghindari
terjadinya konflik kepentingan, saat kematian hendaknya ditetapkan oleh dokter
yang mendampingi donor pada saat kematiannya, atau jika tidak ada, dokter yang
menyatakan kematiannya. Dokter tersebut tidak diperkenankan ikut ambil bagian
dalam prosedur pengambilan atau transplantasi organ.
Dalam kaitan dengan hal tersebut diatas, maka definisi mati menjadi penting.

2.5 Peraturan Perundang – Undangan dan Etika Transplantasi Organ

2.5.1 Aspek Hukum Transplantasi Organ

Dari segi hukum, transplantasi organ,jaringan dan sel tubuh dipandang sebagai
suatu hal yang mulia dalam upaya menyehatkan dan mensejahterakan
manusia,walaupun ini adalah suatu perbuatan yang melawan hukum pdana yaitu
tindak pidana penganiayaan, tetapi mendapat pengecualian hukuman, maka
perbuatan tersebut tidak lagi diancam pidana, dan dapat dibenarkan.
Peraturan tranplantasi organ termuat dalam :
1. Pasal 33 dan 34 UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
a. Pasal 33
1) Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan
transplantasi organ dan atau jaringan tubuh , transfusi darah , implant obat dan
atau alat kesehatan, serta bedah pastik dan rekonstruksi.
2) Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh serta transfusi darah
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan
dan dilarang untuk tujuan komersial.

9
b. Pasal 34
1) Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan
dilakukan di sarana kesehatan tertentu.
2) Pengambilan organ dan atau jaringan tubuh dari seorang donor harus
memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan dan ada persetujuan ahli
waris atau keluarganya.
3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
2. PP No. 18 Tahun 1981
Dalam PP No.18 tahun 1981 tentana bedah mayat klinis, bedah mayat anatomis
dan transplantasi alat serta jaringan tubuh manusia tercantum pasal tentang
transplantasi sebagai berikut:

Pasal 1
a) Alat tubuh manusia adalah kumpulan jaringan-jaringa tubuh yang dibentuk
oleh beberapa jenis sel dan mempunyai bentuk serta faal (fungsi) tertentu untuk
tubuh tersebut.
b) Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mmempunyai bentuk dan faal (fungsi)
yang sama dan tertentu.
c) Transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan dan
atau jaringan tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain dalam rangka
pengobatan untuk menggantikan alat dan atau jaringan tubuh ynag tidak
berfungsi dengan baik.
d) Donor adalah orang yang menyumbangkan alat atau jaringan tubuhnya
kepada orang lain untuk keperluan kesehatan.
e) Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran
yang berwenang bahwa fungsi otak, pernafasan, dan atau denyut jantung
seseorang telah berhenti. Ayat yang mengenai definisi meninggal dunia kurang
jelas, maka IDI dalam seminar nasionalnya mencetuskan fatwa tentang masalah
mati yaitu bahwa seseorang dikatakan mati bila fungsi spontan pernafasan da

10
jantung telah berhenti secara pasti atau irreversible,atau terbukti telah terjadi
kematian batang otak.
Pasal 10
Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia dilaukan dengan
memperhatikan ketentuan yaitu persetujuan harus tertulis penderita atau
keluarga terdekat setelah penderita meninggal dunia.
Pasal 11
(1) Transplantasi organ dan jaringan tubuh hanya boleh dilakukan oleh dokter
yang ditunjuk oleh mentri kesehatan.
(2) Transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan oleh
dokter yang merawat atau mengobati donor yang bersangkutan.
Pasal 12
Penentuan saat mati ditentukan oleh 2 orang dokter yang tudak ada sangkut
paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi.
Pasal 13
Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksudkan yaitu dibuat diatas kertas
materai dengan 2 (dua) orang saksi.
Pasal 14
Pengambilan alat atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau
bank mata dari korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan
persetujuan tertulis dengan keluarga terdekat.
Pasal 15
1) Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia
diberikan oleh donor hidup, calon donor yang bersangkutan terlebih dahulu
diberitahu oleh dokter yang merawatnya, termasuk dokter konsultan mengenai
operasi, akibat-akibatya, dan kemungkinan - kemungkinan yang terjadi.
2) Dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus yakin benar, bahwa
calon donor yang bersangkutan telah meyadari sepenuhnya arti dari
pemberitahuan tersebut.
Pasal 16
Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak dalam
kompensasi material apapun sebagai imbalan transplantasi.

11
Pasal 17
Dilarang memperjual belikan alat atau jaringan tubuh manusia.
Pasal 18
Dilarang mengirim dan menerima alat dan jaringan tubuh manusia dan
semua bentuk ke dan dari luar negeri.
Tujuan pengaturan :
► melarang transplantasi untuk tujuan komersial
► Transplantasi bukanlah suatu obyek yang dapat diperjual belikan dalam
mencari keuntungan.
► Tindakan transplantasi adalah suatu usaha mulia yang bertujuan menolong
sesama manusia untuk mengurangi penderitaannya.

2.5.2 Aspek Etis Transplantasi Organ

Transplantasi merupakan upaya terakhir untuk menolong seorang pasien dengan kegagalan
fungsi salah satu organ tubuhnya.dari segi etik kedokteran tindakan ini wajib dilakukan jika ada
indikasi, berlandaskan dalam KODEKI, yaitu:

Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi.

Pasal 10
Setiap dokter harus senantiasa mengingat dan kewajibannya melindungi hidup insani.
Pasal 11
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
keterampilannya untuk kepentingan penderita.
Pasal - pasal tentang transplantasi dalam PP No. 18 tahun 1981, pada hakekatnya telah
mencakup aspek etik, mengenai larangan memperjual belikan alat atau jaringan tubuh untuk
tujuan transplantasi atau meminta kompensasi material.
Yang perlu diperhatikan dalam tindakan transplantasi adalah penentuan saat mati seseorang
akan diambil organnya, yang dilakukan oleh (2) orang doter yang tidak ada sangkut paut medik
dengan dokter yang melakukan transplantasi, ini erat kaitannya dengan keberhasilan
transplantasi, karena bertambah segar organ tersebut bertambah baik hasilnya.tetapi jangan
sampai terjadi penyimpangan karena pasien yang akan diambil organnya harus benar-benar
meninggal dan penentuan saat meninggal dilakukan dengan pemeriksaan elektroensefalografi

12
dan dinyatakan meninggal jika terdapat kematian batang otak dan sudah pasti tidak terjadi
pernafasan dan denyut jantung secara spontan. Pemeriksaan dilakukan oleh para dokter lain
bukan dokter transplantasi agar hasilnya lebih objektif.

2.5.3 Tenaga Kesehatan yang Berwenang

Di Indonesia transplantasi hanya boleh dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
kewenangan, yang melakukannya atas dasar adanya persetujuan dari donor maupun ahli
warisnya (pasal 34 ayat 1 UU No. 23/1992). Karena transplantasi organ merupakan tindakan
medis, maka yang berwenang melakukannya adalah dokter. Dalam UU ini sama sekali tidak
dijelaskan kualifikasi dokter apa saja yang berwenang. Dengan demikian, penentuan siapa saja
yang berwenang agaknya diserahkan kepada profesi medis sendiri untuk menentukannya.

Secara logika, transplantasi organ dalam pelaksanaannya akan melibatkan banyak dokter
dari berbagai bidang kedokteran seperti bedah, anestesi, penyakit dalam, dll sesuai dengan
jenis transplantasi organ yang akan dilakukan. Dokter yang melakukan transplantasi adalah
dokter yang bekerja di RS yang ditunjuk oleh Menkes (pasal 11 ayat 1 PP 18/1981). Untuk
menghindari adanya konflik kepentingan, maka dokter yang melakukan transplantasi tidak
boleh dokter yang mengobati pasien (pasal 11 ayat 2 PP 18/1981)

2.5.4 Syarat Pelaksanaan Transplantasi

Pada transplantasi organ yang melibatkan donor organ hidup, pengambilan organ dari donor
harus memperhatikan kesehatan donor yang bersangkutan. Pengambilan organ baru dapat
dilakukan jika donor telah diberitahu tentang resiko operasi, dan atas dasar pemahaman yang
benar tadi donor dan ahli watis atau keluarganya secara sukarela menyatakan persetujuannya
(pasal 32 ayat 2 UU No. 23/1992)
Syarat dilaksanakannya transplantasi adalah:
1. Keamanan: tindakan operasi harus aman bagi donor maupun penerima organ. Secara umum
keamanan tergantung dari keahlian tenaga kesehatan, kelengkapan sarana dan alat kesehatan
2. Voluntarisme: transplantasi dari donor hidup maupun mati hanya bisa dilakukan jika telah
ada persetujuan dari donot dan ahli waris atau keluarganya (pasal 34 ayat 2 UU No. 23/1992).
Sebelum meminta persetujuan dari donor dan ahli waris atau keluarganya, dokter wajib
memberitahu resiko tindakan transplantasi tersebut kepada donor (pasal 15 PP 18/1981).

2.5.5 Masalah Etik dan Moral dalam Transplantasi

13
Beberapa pihak yang ikut terlibat dalam usaha transplantasi adalah

(a) donor hidup

(b) jenazah dan donor mati

(c) keluarga dan ahli waris

(d) resepien

(e) dokter dan pelaksana lain

(f) masyarakat

Hubungan pihak – pihak itu dengan masalah etik dan moral dalam transplantasi akan
dibicarakan dalam uraian dibawah ini.

a. Donor Hidup
Adalah orang yang memberikan jaringan / organnya kepada orang lain ( resepien ).
Sebelum memutuskan untuk menjadi donor, seseorang harus mengetahui dan mengerti resiko
yang dihadapi, baik resiko di bidang medis, pembedahan, maupun resiko untuk kehidupannya
lebih lanjut sebagai kekurangan jaringan / organ yang telah dipindahkan. Disamping itu, untuk
menjadi donor, sesorang tidak boleh mengalami tekanan psikologis. Hubungan psikis dan omosi
harus sudah dipikirkan oleh donor hidup tersebut untuk mencegah timbulnya masalah.

b. Jenazah dan donor mati


Adalah orang yang semasa hidupnya telah mengizinkan atau berniat dengan sungguh –
sungguh untuk memberikan jaringan / organ tubuhnya kepada yang memerlukan apabila ia
telah meninggal kapan seorang donor itu dapat dikatakan meninggal secara wajar, dan apabila
sebelum meninggal, donor itu sakit, sudah sejauh mana pertolongan dari dokter yang
merawatnya. Semua itu untuk mencegah adanya tuduhan dari keluarga donor atau pihak lain
bahwa tim pelaksana transplantasi telah melakukan upaya mempercepat kematian seseorang
hanya untuk mengejar organ yang akan ditransplantasikan

14
c. Keluarga donor dan ahli waris
Kesepakatan keluarga donor dan resipien sangat diperlukan untuk menciptakan saling
pengertian dan menghindari konflik semaksimal mungkin atau pun tekanan psikis dan emosi di
kemudian hari. Dari keluarga resepien sebenarnya hanya dituntut suatu penghargaan kepada
donor dan keluarganya dengan tulus. Alangkah baiknya apabila dibuat suatu ketentuan untuk
mencegah tinmulnya rasa tidak puas kedua belah pihak.

d. Resipien
Adalah orang yang menerima jaringan / organ orang lain. Pada dasarnya, seorang
penderita mempunyai hak untuk mendapatkan perawatan yang dapat memperpanjang hidup
atau meringankan penderitaannya. Seorang resepien harus benar – benar mengerti semua hal
yang dijelaskan oleh tim pelaksana transplantasi. Melalui tindakan transplantasi diharapkan
dapat memberikan nilai yang besar bagi kehidupan resepien. Akan tetapi, ia harus menyadari
bahwa hasil transplantasi terbatas dan ada kemungkinan gagal. Juga perlu didasari bahwa jika ia
menerima untuk transplantasi berarti ia dalam percobaan yang sangat berguna bagi
kepentingan orang banyak di masa yang akan datang.

e. Dokter dan tenaga pelaksana lain

Untuk melakukan suatu transplantasi, tim pelaksana harus mendapat parsetujuan dari
donor, resepien, maupun keluarga kedua belah pihak. Ia wajib menerangkan hal – hal yang
mungkin akan terjadi setelah dilakukan transplantasi sehingga gangguan psikologis dan emosi di
kemudian hari dapat dihindarkan. Tnaggung jawab tim pelaksana adalah menolong pasien dan
mengembangkan ilmu pengetahuan untuk umat manusia. Dengan demikian, dalam
melaksanakan tugas, tim pelaksana hendaknya tidak dipengaruhi oleh pertimbangan -
pertimbangan kepentingan pribadi.

f. Masyarakat

Secara tidak sengaja masyarakat turut menentukan perkembangan transplantasi. Kerjasama


tim pelaksana dengan cara cendekiawan, pemuka masyarakat, atau pemuka agama diperlukan
unutk mendidik masyarakat agar lebih memahami maksud dan tujuan luhur usaha
transplantasi. Dengan adanya pengertian ini kemungkinan penyediaan organ yang segera
diperlikan, atas tujuan luhur, akan dapat diperoleh.

15
2.6 Larangan dan Sanksi Hukum

Pelanggaran terbanyak atas aturan internasional adalah jual beli organ dalam rangka
transplantasi organ. Jual beli organ terjadi akibat tidak seimbangnya kebutuhan (need) dan
penawaran (demand) organ untuk keperluan transplantasi. Dalam kaitan dengan isyu ini,
China dianggap sebagai negara pelanggar terbesar. Sejak beberapa dekade terakhir,
transplantasi organ merupakan penyumbang devisa negara China yang amat besar. Besarnya
suplay organ, yang kebanyakan diperoleh dari narapidana tereksekusi, menyebabkan banyak
orang berbondong-bondong mencari organ di China. Pencarian organ yang bisa memakan
waktu berbelas tahun di negara lain, dapat diperoleh di China hanya dalam waktu beberapa
minggu. Banyaknya suplay, tingginya ketrampilan dokter dan harganya yang relatif
terjangkau membuat China menjadi tujuan pertama pasien-pasien yang memerlukan donor
organ. Ada kecurigaan, sejak tahun 2001 China telah melakukan pelanggaran Hak Azasi
Manusia karena telah mengeksekusi secara sengaja para pengikut Falun Gong yang
dipenjara, untuk diambil organ tubuhnya. Organ-organ ini lalu dijual kepada pasien yang
membutuhkan dengan mengambil keuntungan besar (laporan David Kilgour dan David
Matas, 2007). Dalam beberapa tahun terakhir transplantasi ginljal di China mencapay 41.500
kasus.
Berkaitan dengan hal ini, maka pada Istambul Summit yang diadakan pada pertengahan
tahun 2008, dan dihadiri oleh 150 orang perwakilan ilmiah dan dokter dari 78 negara,
pegawai pemerintah, ilmuwan sosial dan pakar etika, semua menyatakan ikrar untuk
menentang organ trafficking (penjualan organ manusia), komersialisasi transplantasi
(pengobatan organ sebagai komoditas) dan transplant tourisme (turisme dalam rangka
penyediaan organ untuk pasien dari negara lain)
Dalam hukum di Indonesia, pada prinsipnya ada beberapa larangan:
1. Larangan komersialisasi organ atau jaringan tubuh: Pasal 16 PP 18/1981 menyatrakan
bahwa donor dilarang menerima imbalan material dalam bentuk apapun. Pasal 80 ayat 3 UU
No 23/1992 menyatakan bahwa barangsiapa dengan sengaja melakukan perbuatan dengan
tujuan komersial dalam pelaksanaan transplantasi organ tubuh atau jaringan tubuh atau
tranfusi darah dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan pidana denda
paling banyak 300 juta rupiah.
2. Larangan pengiriman dan penerimaan organ jaringan dari dan keluar negeri (pasal 19 PP
No. 18/1981)

16
17
BAB III

STUDI KASUS

3.1 Kasus
Pada tanggal 12 September 2007, surat kabar Yanzhao Metropolis Paper melaporkan
berita tentang keberhasilan pertama kasus transplantasi sepasang paru-paru.
Pada tanggal 11 September, Rumah Sakit Huaxi mengadakan sebuah konferensi pers dan
mengumumkan tentang kesuksesan kasus transplantasi sepasang paru-paru pertama di
Provinsi Sichuan. Laporan Metropolis Yanzhao mengatakan bahwa seorang wartawan
Chengdu Daily mengetahui bahwa setelah enam jam operasi, personil medis pada Rumah
Sakit Huaxi dengan sukses mengadakan transplantasi paru-paru untuk pasien Huang Yisheng,
yang telah didiagnosa mengidap pulmonary fibrosis berat.
Huang Yisheng, 38 tahun asal Kota Bazhong, pernah menjadi seorang pekerja tambang di
Provinsi Shannxi sejak ia berusia 21 tahun. Pada bulan Desember 2006, ia tiba-tiba pingsan
pada saat tengah bekerja di pertambangan tersebut. Hasil diagnosa rumah sakit setempat
menyatakan sepertinya dia mengidap radang paru-paru dan dikatakan paru-parunya telah
terkena pulmonary fibrosis.
Sebagai buruh tambang, Huang Yisheng bertahan hidup dengan pendapatan yang minim,
sehingga dia tidak mampu membiayai perawatan medis yang cukup untuk penyakit paru-paru
atau untuk transplantasi paru-paru. Meskipun demikian, personil medis pada Rumah Sakit
Huaxi memutuskan untuk melakukan transplantasi paru-paru untuknya. Setelah operasi,
rumah sakit berkata bahwa suksesnya operasi "mengindikasikan penyakit paru-paru pasien
dengan pulmonary fibrosis kemungkinan dapat disembuhkan." Kesehatan Huang Yisheng
sampai sekarang belum diketahui.
Satu hal penting yang sering terlewatkan dari kasus ini adalah bahwa rumah sakit tidak
pernah menyebutkan sumber organ yang digunakan untuk operasi Huang Yisheng. Karena
industri transplantasi organ di China tidak diawasi, dan dari bukti-bukti yang berlimpah
tentang pengambilan organ dari para praktisi Falun Gong secara besar-besaran, ada
kemungkinan bahwa organ yang digunakan berasal dari seorang pendonor non-sukarela yang
mungkin masih hidup pada saat pembedahan.

18
3.1.2 Pembahasan

Masalah Etik dan Moral dalam Transplantasi


Beberapa pihak yang ikut terlibat dalam usaha transplantasi adalah (a) donor hidup,
(b) jenazah dan donor mati, (c) keluarga dan ahli waris, (d) resepien, (e) dokter dan pelaksana
lain, dan (f) masyarakat. Hubungan pihak – pihak itu dengan masalah etik dan moral dalam
transplantasi akan dibicarakan dalam uraian dibawah ini.
a. Donor Hidup
Adalah orang yang memberikan jaringan / organnya kepada orang lain ( resepien ).
Sebelum memutuskan untuk menjadi donor, seseorang harus mengetahui dan mengerti resiko
yang dihadapi, baik resiko di bidang medis, pembedahan, maupun resiko untuk kehidupannya
lebih lanjut sebagai kekurangan jaringan / organ yang telah dipindahkan. Disamping itu,
untuk menjadi donor, sesorang tidak boleh mengalami tekanan psikologis. Hubungan psikis
dan omosi harus sudah dipikirkan oleh donor hidup tersebut untuk mencegah timbulnya
masalah.
b. Jenazah dan donor mati
Adalah orang yang semasa hidupnya telah mengizinkan atau berniat dengan sungguh
– sungguh untuk memberikan jaringan / organ tubuhnya kepada yang memerlukan apabila ia
telah meninggal kapan seorang donor itu dapat dikatakan meninggal secara wajar, dan
apabila sebelum meninggal, donor itu sakit, sudah sejauh mana pertolongan dari dokter yang
merawatnya. Semua itu untuk mencegah adanya tuduhan dari keluarga donor atau pihak lain
bahwa tim pelaksana transplantasi telah melakukan upaya mempercepat kematian seseorang
hanya untuk mengejar organ yang akan ditransplantasikan
c. Keluarga donor dan ahli waris
Kesepakatan keluarga donor dan resipien sangat diperlukan untuk menciptakan saling
pengertian dan menghindari konflik semaksimal mungkin atau pun tekanan psikis dan emosi
di kemudian hari. Dari keluarga resepien sebenarnya hanya dituntut suatu penghargaan
kepada donor dan keluarganya dengan tulus. Alangkah baiknya apabila dibuat suatu
ketentuan untuk mencegah tinmulnya rasa tidak puas kedua belah pihak.
d. Resipien
Adalah orang yang menerima jaringan / organ orang lain. Pada dasarnya, seorang
penderita mempunyai hak untuk mendapatkan perawatan yang dapat memperpanjang hidup

19
atau meringankan penderitaannya. Seorang resepien harus benar – benar mengerti semua hal
yang dijelaskan oleh tim pelaksana transplantasi. Melalui tindakan transplantasi diharapkan
dapat memberikan nilai yang besar bagi kehidupan resepien. Akan tetapi, ia harus menyadari
bahwa hasil transplantasi terbatas dan ada kemungkinan gagal. Juga perlu didasari bahwa jika
ia menerima untuk transplantasi berarti ia dalam percobaan yang sangat berguna bagi
kepentingan orang banyak di masa yang akan datang.
e. Dokter dan tenaga pelaksana lain
Untuk melakukan suatu transplantasi, tim pelaksana harus mendapat parsetujuan dari
donor, resepien, maupun keluarga kedua belah pihak. Ia wajib menerangkan hal – hal yang
mungkin akan terjadi setelah dilakukan transplantasi sehingga gangguan psikologis dan
emosi di kemudian hari dapat dihindarkan. Tnaggung jawab tim pelaksana adalah menolong
pasien dan mengembangkan ilmu pengetahuan untuk umat manusia. Dengan demikian, dalam
melaksanakan tugas, tim pelaksana hendaknya tidak dipengaruhi oleh pertimbangan –
pertimbangan kepentingan pribadi.
f. Masyarakat
Secara tidak sengaja masyarakat turut menentukan perkembangan transplantasi.
Kerjasama tim pelaksana dengan cara cendekiawan, pemuka masyarakat, atau pemuka agama
diperlukan unutk mendidik masyarakat agar lebih memahami maksud dan tujuan luhur usaha
transplantasi. Dengan adanya pengertian ini kemungkinan penyediaan organ yang segera
diperlikan, atas tujuan luhur, akan dapat diperoleh.

3.1.3 Aspek Hukum.

Pengaturan mengenai transplantasi organ dan atau jaringan tubuh manusia telah diatur
dalam hukum positif di Indonesia. Dalam peraturan tersebut diatur tentang siapa yang
berwenang melakukan tindakan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh manusia,
bagaimana prosedur pelaksanaan tindakan medis transplantasi organ dan atau jaringan tubuh
manusia, juga tentang sanksi pidana. Dalam UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan bagi
pelaku pelanggaran baik yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan, melakukan
transplantasi organ dan atau jaringan tubuh manusia tanpa persetujuan donor atau ahli waris,
memperjual belikan organ dan atau jaringan tubuh manusia diancam pidana penjara paling
lama 7 (tujuh ) tahun dan denda paling banyak Rp.140.000.000,- (seratus empat puluh juta)
sebagaimana diatur dalam Pasal 81 ayat (1)a, Pasal 81 ayat (2)a, Pasal 80 ayat (3), dan sanksi
administratif terhadap pelaku pelanggaran yang melakukan transplantasi organ dan/atau

20
jaringan tubuh manusia yang diatur dalam Pasal 20 ayat (2) PP No. 81 Tahun 1981 tentang
Bedah Mayat Minis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat dan/atau Jaringan
Tubuh Manusia.
Untuk menanggulangi perdagangan gelap organ dan/atau jaringan tubuh manusia
diatur dalam UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Orang, yang berisi ketentuan mengenai jenis perbuatan dan sanksi pidana bagi pelaku yang
terdapat dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 11, Pasal 13, dan Pasal 17,
dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan
denda paling sedikit Rp. 120.000.000, (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
600.000.000, (enam ratus juta rupiah). Sedangkan sebagai bentuk perlindungan terhadap anak
yang juga rentan terhadap tindakan eksploitasi perdagangan gelap transplantasi organ
dan/atau jaringan tubuh telah diatur dalam Pasal 47 dan Pasal 85 UU NO. 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, serta yang berisi ketentuan mengenai jenis tindak pidana dan
sanksi pidana yang dapat dikenakan terhadap pelakunya.
Dalam melakukan tindakan medis transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh manusia
seorang dokter harus melakukannya berdasarkan standart profesi serta berpegang teguh pads
Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI).

Pada saat ini peraturan perundang – undangan yang ada adalah Peraturan Pemerintah
No. 18 tahun 1981, tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta
Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia. Pokok – poko peraturan tersebut, adalah
Pasal 10
Transplantasi alat unutk jaringna tubuh manusia dilakukan dengan memperhatikan ketentuan
– ketentuan sebagai dimaksud dalam Pasal 2 Huruf a dan Huruf b, yaitu harus dengan
persetujuan tertulis penderita dan / keluarganya yang trdekat setelah penderita meninggal
dunia.
Pasal 14
Pengambilan alat atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau bank mata
dari korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan pernyataan tertulis keluarga
terdekat.
Pasal 15
Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia diberikan oleh
calon donor hidup, calon donor yang bersngkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang
merawatnya, termasuk dokter konsultan mengenai sifat operasi, akibat – akibat dan

21
kemungkinan – kemungkinan yang dapat terjadi. Dokter yang merawatnya harus yakin benar
bahwa calon donor yang bersangkutan telah menyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan
tersebut.
Pasal 16
Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak atas suatu kompensasi
material apapun sebagai imbalan transaplantasi.
Pasal 17
Dilarang memperjual – belikan alat atau jaringan tubuh manusia.
Pasal 18
Dilarang mengirim dan menerima alat dan jaringan tubuh manusia dalam semua bentuk ked
an dari luar negri
Tranplantasi Organ Menurut Hukum Islam
Transplantasi adalah pemindahan organ tubuh dari orang sehat atau mayat yang organ
tubuhnya mempunyai daya hidup dan sehat kepada tubuh orang lain yang memiliki organ
tubuh yang tidak berfungsi lagi sehingga resipien (penerima organ tubuh) dapat bertahan
hidup secara sehat.

Islam memerintahkan agar setiap penyakit diobati. Membiarkan penyakit bersarang dalam
tubuh dapat berakibat fatal, yaitu kematian. Membiarkan diri terjerumus pada kematian
adalah perbuatan terlarang,

َ ُ‫َوالَت َـ ْقـتُـلُ ْوا ا َ ْنـف‬


) 29 : ‫س ُه ْم إِن للاَ َكانَ بِ ُك ْم َر ِح ْي ًما ( النسآء‬

"... dan janganlah kamu membunuh dirimu ! Sesungguhnya Allah Maha Penyayang
kepadamu." (QS. An-Nisa 4: 29)

Maksudnya, apabila sakit, berobatlah secara optimal sesuai dengan kemampuan karena setiap
penyakit sudah ditentukan obatnya. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa seorang Arab
Badui mendatangi Rasulullah saw. seraya bertanya, Apakah kita harus berobat? Rasulullah
menjawab, “Ya hamba Allah, berobatlah kamu, sesungguhnya Allah tidak menurunkan
penyakit melainkan juga )menentukan( obatnya, kecuali untuk satu penyakit.” Para shahabat
bertanya, “Penyakit apa itu ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Penyakit tua.” )HR. Abu
Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

22
Nah, transplantasi termasuk salah satu jenis pengobatan. Dalam kaidah metode pengambilan
hukum disebutkan Al-Ashlu fil mu’amalati al-ibaahah illa ma dalla daliilun ‘ala nahyi. (Pada
prinsipnya, urusan muamalah (duniawi) itu diperbolehkan kecuali kalau ada dalil yang
melarangnya). Maksudnya, urusan duniawi silakan dilakukan selama tidak ada dalil baik Al
Quran ataupun hadits yang melarangnya.

Transplantasi bisa dikategorikan urusan muamal (duniawi). Kalau kita amati, tidak ada dalil
baik dari Al Qur’an ataupun hadits yang melarangnya. Jadi trasplantasi itu urusan duniawi
yang diperbolehkan. Persoalannnya, bagaimana hukum mendonorkan organ tubuh untuk
ditransplantasi? Islam memerintahkan untuk saling menolong dalam kebaikan dan
mengharamkannya dalam dosa dan pelanggaran.

ِ ‫ـاو نُ ْـوا َعلَى ْال ِب ِر َوالت ْق َوى َوالَتَ َع َاونُ ْوا َعلَى اْ ِإلثْ ِم َو ْالعُد َْو‬
) 2 : ‫ان ( المـائـدة‬ َ ‫ت َ َع‬

"Dan tolong menolonglah kamu dalam berbuat kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (QS. Al-Maidah 5 :2)

Menolong orang lain adalah perbuatan mulia. Namun tetap harus memperhatikan kondisi
pribadi. Artinya, tidak dibenarkan menolong orang lain yang berakibat membinasakan diri
sendiri, sebagaimana firman-Nya,

) 195 : ‫َوالَ ت ُ ْـلـقُ ْوا بِأ َ ْي ِد ْي ُك ْم إِلَى الت ْهلُ َك ِة ( البقرة‬


“…dan janganlah kamu menjerumuskan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” )QS. Al-
Baqarah 2: 195)

Jadi, jika menurut perhitungan medis menyumbangkan organ tubuh itu tidak membahayakan
pendonor atau penyumbang, hukumnya boleh, bahkan dikategorikan ibadah kalau dilakukan
secara ikhlas. Namun, bila mencelakakannya, hukumnya haram. Lalu, bagaimana dengan
pemanfaatan organ tubuh manusia yang sudah meninggal? Ada dua pendapat tentang
masalah ini.

Pendapat pertama mengatakan, haram memanfaatkan organ tubuh manusia yang sudah
meninggal, karena sosok mayat manusia harus dihormati sebagaimana ia dihormati semasa

23
hidupnya. Landasannya, sabda Rasulullah saw., “Memotong tulang mayat sama dengan
memotong tulang manusia ketika masih hidup.” )HR. Abu Daud(

Pendapat kedua menyatakan, memanfaatkan organ tubuh manusia sebagai pengobatan


dibolehkan dalam keadaan darurat. Alasannya, hadits riwayat Abu Daud yang melarang
memotong tulang mayat tersebut berlaku jika dilakukan semena-mena tanpa manfaat.
Apabila dilakukan untuk pengobatan, pemanfaatan organ mayat tidak dilarang karena hadits
yang memerintahkan seseorang untuk mengobati penyakitnya lebih banyak dan lebih
meyakinkan daripada hadits Abu Daud tersebut.

Akan tetapi pemanfaatannya harus mendapat izin dari orang tersebut (sebelum ia wafat) atau
dari ahli warisnya (setelah ia wafat). Tanpa mengurangi rasa hormat kepada pendapat
pertama, menurut hemat saya, pendapat kedua lebih logis untuk diterima. Karena itu wajar
kalau sebagian besar ulama madzhab Hanafi, Syafi’i, Maliki, Hanbali, dan ulama Zaidiyyah
membolehkannya. Kesimpulannya, transplantasi merupakan cara pengobatan yang
diperbolehkan Islam.

Menjadi pendonor hukumnya mubah (boleh) bahkan bernilai ibadah kalau dilakukan dengan
ikhlas asal tidak membinasakan pendonor dan menjadi haram bila membinasakannya. Orang
meninggal boleh dimanfaatkan organnya untuk pengobatan dengan catatan sebelum wafat
orang tersebut mengizinkannya. Wallahu A’lam.

3.1.2 Aspek Medis.

Transplantasi organ berkaitan dengan kode etik kedokteran pasal 2 yang berbunyi “
Seorang dokter harus selalu senantiasa melakukan profesinya sesuai dengan standart profesi
yang tertingi” yang di maksud dengan ukuran tertinggi dalam melakukan profesi kedokteran
adalah yang sesuai dengan ilmu kedokteran mutakhir, sarana yang tersedia, kemampuan
pasien, etika umum, etika kedokteran, hukum dan agama.
Ilmu kedokteran yang menyangkut segala ilmu pengetahuan dan keterampilan yang telah di
ajarkan dan dimiliki harus di pelihara dan di pupuk, Sesuai dengan kemampuan dan fitrah
dokter tersebut. Etika umum dan etika kedokteran harus diamalkan dalam melaksanakan
proefesi dengan tulus ikhlas, jujur dan rasa cinta terhadap sesama manusia, serta penampilan

24
tingkah laku, tutur kata dan berbagai sifat lain yang terpuji, seimbang dengan martabat
jabatan dokter.
Dalam pasal itu di sebutkan bahawa seorang dokter profesi kedokteran adalah yang
sesuai dengan ilmu kedokteran mutakhir, sarana yang tersedia, kemampuan pasien, etika
umum, etika kedokteran, hukum dan agama. Bahaw dokter dalam melaksanakan tugasnya
termasuk transplantasi harus berdasarkan etika, hukum dan agama.

25
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari pengetahuan yang didapat diatas dapat disimpulkan bahwa:
1. Bayi tabung dengan sel sperma dan ovum dari suami istri sendiri dan tidak ditransfer
embrionya kedalam rahim wanita lain(ibu titipan) diperbolehkan oleh agama
maupun Undang-undang Kesehatan, jika kondisi suami istri yang bersangkutan
benar-benar memerlukan.Dan status anak hasil inseminasi macam ini sah menurut
agama.
2. Bayi tabung dengan sperma dan ovum donor tidak diperbolehkan oleh agama
maupun Undang-undang Kesehatan. Hukumnya sama dengan zina dan anak yang
lahir dari hasil inseminasi macam ini statusnya sama dengan anak yang lahir diluar
perkawinan yang sah.
3. Hukum di Indonesia hanya mengatur tentang anak hasil dari bayi tabung, sedangkan
permasalahan mengenai bayi tabung dengan bahan inseminasi berasal dari orang lain
atau orang yang sudah meninggal dunia, hingga saat ini belum ada penyelesaiannya
di Indonesia.

4.2 Saran
1. Pemerintah hendaknya melarang berdirinya Bank Nutfah (Sperma) dan Bank Ovum
untuk perbuatan bayi tabung, karena selain bertentangan dengan Pancasila dan UUD
1945, juga bertentangan dengan norma agama dan moral, serta merendahkan harkat
manusia.
2. Pemerintah hendaknya hanya mengizinkan dan melayani permintaan bayi tabung
dengan sel sperma dan ovum suami istri yang bersangkutan tanpa ditransfer kedalam
rahim wanita lain dan seharusnya pemerintah hendaknya juga melarang keras dengan
sanksi-sanksi hukumannya kepada dokter dan siapa saja yang melakukan bayi tabung
pada manusia dengan sperma atau ovum donor.
3. Perlu segera dibentuk UU tentang penerapan teknologi fertilisasi-in-virto transfer
embrio ini pada manusia mengenai hal apa yang dibenarkan dan tidak.

26
DAFTAR PUSTAKA

PR!!!!!
1. Sesuaikan judul didaftar isi
dg halaman
2. Buat daftar pustaka yang
sesuai
3. Buat ppt

Untuk OLYA dan BIBIM


SEMANGATTTTTT

27

Anda mungkin juga menyukai