Anda di halaman 1dari 14

TUGAS MAKALAH

PSIKOLOGI
KEPRIBADIAN: BANDURA

Disusun oleh:

Risya Farliani Qomary 190110180002

Nur Fitriatush Sholihah 190110180012

R.Satrio Wibowo 190110180121

Muhammad Yusuf Dzaudan Agus 190110180127

Altof Fadilah Abdurrahman Iskandar 190110180129

Lulu Anggraini 190110180156

Fakultas Psikologi

Universitas Padjadjaran
Learning
Salah satu asumsi paling awal dan paling mendasar dari teori kognitif sosial Bandura
adalah bahwa manusia cukup fleksibel dan mampu belajar banyak sikap, keterampilan, dan
perilaku dan bahwa sebagian kecil dari pembelajaran itu adalah hasil pengalaman. Meskipun
orang belajar dari pengalaman langsung, namun banyak dari mereka yang belajar dengan cara
mengamati orang lain. Bandura (1986) menyatakan bahwa “jika pengetahuan dapat diperoleh
hanya melalui efek dari tindakan sendiri, maka proses perkembangan kognitif dan sosial akan
sangat terbelakang dan membosankan ”

• Learning Observation
Bandura percaya bahwa observasi memungkinkan orang untuk belajar tanpa melakukan
apapun. Bandura berbeda dari Skinner, yang berpendapat bahwa perilaku enaktif adalah datum
dasar ilmu psikologi. Ia juga berangkat dari Skinner dalam keyakinannya itu, penguatan tidak
penting untuk belajar. Meskipun penguatan memfasilitasi pembelajaran, Bandura mengatakan
bahwa itu bukan kondisi yang diperlukan untuk itu. Orang bisa belajar, misalnya cukup, dengan
mengamati model yang diperkuat Bandura (1986, 2003) percaya bahwa pembelajaran
observasional jauh lebih efektif  daripada belajar melalui pengalaman langsung. . Anak-anak
mengamati karakter di televisi, misalnya, dan mengulangi apa mereka mendengar atau melihat;
mereka tidak perlu memberlakukan perilaku acak, berharap beberapa dari mereka akan dihargai.

- Modelling
Inti dari pembelajaran observasional adalah pemodelan. Belajar melalui pemodelan
melibatkan proses menambah dan mengurangi perilaku yang diamati dan generalisasi dari satu
pengamatan orang lain. Dengan kata lain, pemodelan melibatkan proses kognitif dan bukan
hanya mimikri atau imitasi. Ini lebih dari mencocokkan tindakan orang lain; Itu melibatkan
informasi yang mewakili secara simbolis dan menyimpannya untuk digunakan di waktu
mendatang (Bandura, 1986, 1994). Beberapa faktor menentukan apakah seseorang akan belajar
dari suatu model di pihak mana pun. Pertama, karakteristik model itu penting. Orang-orang lebih
mungkin untuk memodelkan orang status tinggi daripada orang yang statusnya rendah, kompeten
individu daripada yang tidak terampil atau tidak kompeten, dan orang-orang yang berkuasa dari
yang impoten. Kedua, karakteristik pengamat memengaruhi kemungkinan pemodelan. Orang-
orang yang tidak memiliki status, keterampilan, atau kekuatan cenderung menjadi model. Model
anak-anak lebih dari orang tua, dan pemula lebih mungkin dari model untuk para ahli Ketiga,
konsekuensi dari perilaku yang dimodelkan mungkin berpengaruh pada pengamat. Semakin
besar nilai yang diberikan pengamat pada suatu perilaku, semakin besar kemungkinannya
pengamat akan mendapatkan perilaku itu. 

- Processes Governing Observational Learning


Bandura (1986) mengakui empat proses yang mengatur pembelajaran observasional:
attention, representasi, , behavioral production dan motivasi

Attention.  Sebelum kita bisa meniru orang lain, kita harus memperhatikan orang itu.
Ada beberapa faktor-faktor yang mengatur perhatian. Pertama, karena Kita memiliki lebih
banyak kesempatan untuk melayani individu dengan siapa kita sering bergaul, kita kemungkinan
besar akan melayani orang-orang ini. Kedua, model yang menarik lebih cenderung diamati
daripada tidak kurang.  Selain itu, sifat perilaku yang dimodelkan mempengaruhi perhatian kita,
kita akan mengamati perilaku yang kita anggap penting atau berharga bagi kita.

Representasi. Agar pengamatan mengarah pada pola respons baru, maka ola harus
diwakili secara simbolis dalam memori. Kebutuhan representasi simbolik tidak secara verbal,
karena beberapa pengamatan dipertahankan dalam citra dan dapat disimpulkan tidak ada model
fisik. Proses ini sangat penting dalam masa bayi ketika keterampilan verbal belum
dikembangkan. Namun, pengkodean verbal sangat mempercepat proses pembelajaran observasi.
Dengan bahasa kita dapat mengevaluasi perilaku kita secara verbal dan memutuskan mana yang
kita ingin membuang dan mana yang ingin kita coba. Pengkodean verbal juga membantu kita
untuk mengingat kembali geram perilaku secara simbolis: yaitu, untuk memberitahu diri kita
sendiri berulang kali bagaimana kami akan melakukan perilaku setelah diberi kesempatan.
Latihan juga dapat melibatkan kinerja aktual dari respons yang dimodelkan, dan latihan ini
membantu proses retensi.

Behavioral production.  Setelah mengikuti model dan mempertahankan apa yang kita
miliki  maka Kita dapat menghasilkan perilaku. Dalam mengubah representasi kognitif menjadi
tindakan yang sesuai, kita harus bertanya pada diri sendiri beberapa pertanyaan tentang perilaku
dimodelkan. 

Motivasi. Belajar observasional paling efektif ketika peserta didik termotivasi untuk
melakukan perilaku yang dimodelkan.  Atensi dan representasi dapat menyebabkan quisition of
learning, tetapi kinerja difasilitasi oleh motivasi untuk memberlakukan perilaku khusus. 

• Enactive Learning
Setiap respons yang dilakukan seseorang diikuti oleh beberapa konsekuensi. Beberapa di
antaranya konsekuensinya memuaskan, ada yang tidak memuaskan, dan yang lain tidak. Bandura
percaya bahwa manusia itu kompleks perilaku dapat dipelajari ketika orang memikirkan dan
mengevaluasi konsekuensi dari perilaku mereka. Konsekuensi-Konsekuensi dari respons
melayani setidaknya tiga fungsi. Pertama, respons konsekuensi menginformasikan kepada kita
tentang efek dari tindakan kita. Kami dapat menyimpan informasi ini dan menggunakannya
sebagai panduan untuk tindakan di masa depan. Kedua, konsekuensi dari tanggapan kita
memotivasi perilaku antisipatif kita; yaitu, kita mampu mewakili secara simbolis hasil masa
depan dan bertindak sesuai. Ketiga, urutan respons berfungsi untuk memperkuat perilaku, suatu
fungsi yang telah tegas didokumentasikan oleh Skinner di teori penguatan lainnya. Bandura
(1986),  berpendapat bahwa, meskipun penguatan terkadang tidak disadari dan otomatis, pola
perilaku yang kompleks sangat difasilitasi oleh intervensi kognitif. Dia berpendapat bahwa
pembelajaran terjadi jauh lebih efisien ketika pelajar terlibat secara kognitif dalam situasi belajar
dan memahami apa yang mereka lakukan.. Singkatnya, Bandura percaya bahwa perilaku baru
diperoleh melalui dua jenis pembelajaran utama: pembelajaran observasional dan pembelajaran
enaktif. Elemen inti dari pembelajaran observasional adalah pemodelan, yang difasilitasi dengan
mengamati persetujuan, coding untuk representasi dalam memori, melakukan perilaku, dan
cukup termotivasi. Pembelajaran yang aktif memungkinkan orang untuk memperoleh pola
perilaku kompleks baru melalui pengalaman langsung oleh memikirkan dan mengevaluasi
konsekuensi dari perilaku mereka. Proses pembelajaran memungkinkan orang untuk memiliki
beberapa tingkat kendali atas peristiwa yang membentuk perjalanan hidup mereka. Kontrol,
bagaimanapun, terletak pada interaksi timbal balik tiga arah variabel orang, perilaku, dan
lingkungan.

Triadic Reciprocal Causation


Social cognitive theory Albert Bandura menjelaskan fungsi psikologis dengan istilah
triadic reciprocal causation. Sistem tersebut berasumsi bahwa perilaku manusia adalah hasil dari
interaksi 3 variabel yaitu environment, behavior, dan person. Bandura mengartikan person secara
luas, seperti faktor kognitif  misalnya memori, antisipasi, merencanakan, dan menilai. Karena
manusia memiliki dan menggunakan kapasita kognitifnya, mereka memiliki kapasitas untuk
memilih atau menyusun ulang lingkunganya. Sehingga kognisi dapat menentukan lingkungan
yang ingin diikuti, nilai apa yang diberlakukan untuk suatu kejadian, dan bagaimana mengatur
kegiatan untuk masa depan. Meskipun kognisi memiliki pengaruh besar pada lingkungan dan
perilaku, kognisi tidak memberikan pengaruh secara independen. Bandura mengkritisi para ahli
yang berpendapat bahwa pengaruh perilaku manusia adalah dorongan internal seperti insting,
dorongan, kebutuhan, atau intensi. Kondisi pun menentukan dan terbentuk dari perilaku dan
lingkungan.

Bandura menggunakan istilah reciprocal untuk mengindikasikan tiga dorongan interaksi,


tidak sama atau saling bertentangan. Tiga faktor reciprocal tidak perlu untuk memiliki kekuatan
yang setara atau membuat kontribusi yang sama. Potensi dari ketiganya berbeda tergantung
dengan individu dan situasi.

B : tingkah laku

E : lingkungan luar

P : manusia (jenis kelamin, posisi sosial, ukuran, fisik yang menarik)

An Example of Triadic Reciprocal Causation

Seorang anak meminta brownies kedua pada ayahnya adalah (dalam sudut pandang ayah)
kejadian lingkungan (E). Apabila ayah langsung (tanpa berpikir) memberikan anak bronis
keduanya, maka aya dan anak akan melakukan pengkondisian satu sama lain menurut teori
Skinner. Tingkah laku ayah akan dikontrol oleh lingkungan, tetapi perilaku ayah akan memiliki
efek timbal balik pada lingkungannya (anak yang meminta brownies). Pada teori Bandura,
bagaimanapun ayah memiliki kapasitas untuk berpikir tentang konsekuensi memberikan atau
mengabaikan perilaku anaknya. Ayah dapat berpikir, “Jika saya memberikan dia bronisnya, dia
akan berhenti menangis sementara, namun di kemudian hari dia akan bersikera hingga saya
memberikannya saat itu juga. Oleh karena itu, saya tidak akan memberikan dia brownies
keduanya.” Dapat dikatakan bahwa ayam memiliki pengaruh dari lingkungan (anak) dan
perilakunya (menolak permintaan anak). Perilaku yang dimunculkan anak setelahnya
(lingkungan dari sudut pandang ayah) dapat membentuk kognisi dan perilaku dari ayah. Jika
anak berhenti meminta, ayah mungkin memiliki pikiran lain seperti ayah akan mengevaluasi
tingkah lakunya dengan berpikir, “Saya adalah ayah yang baik, karena saya melakukan hal yang
benar”. Perubahan dari lingkungan juga dapat diikuti dengan perubahan perilaku ayah. Perilaku
ayah setelahnya dapat ditentukan dari interaksi resiprokal dari lingkungan, kognisi, dan
perilakunya.

Contoh tersebut mengilustrasikan interaksi resiprokal dari perilaku, lingkungan, dan


faktor personal dari sudut pandang ayah.

1. Permintaan anak mempengaruhi perilaku ayah (E => B)

2. Permintaan anak mempengaruhi kognisi ayah (E => P)

3. Perilaku ayah membantu membentuk perilaku anak (B => E)

4. Perilaku ayah mempengaruhi pemikirannya (B => P)

5. Pemikiran ayah mempengaruhi perilakunya (P => B)

6. Peran dan status ayah memiliki efek terhadap perilaku anak (P => E)

Chance Encounters and Fortuitous Events

Meskipun manusia dapat melakukan dalam jumlah yang signifikan untuk mengontrol
hidupnya, manusia tidak dapat memprediksi ata mengantisipasi semua kemungkinan perubahan
pada lingkungannya. Bandura adalah satu-satunya ahli kepribadian yang mempertimbangkan
pentingnya kemungkinan chance encounters dan fortuitous events.

Bandura mendefinisikan chance encounters sebagai pertemuan yang tidak direncanakan


antara seseorang yang tidak mengenal satu sama lain. Fortuitous events adalah pengalaman di
lingkungan yang tidak terduga dan tidak terencana.

Fortuity menambahkan dimensi berbeda dari skema yang digunakan untuk memprediksi
perilaku manusia, dan membuat prediksi yang akurat merupakan hal yang mustahil. Chance
encounters mempengaruhi seseorang hanya dengan memasuki paradigma triadic reciprocal
causation pada poin lingkungan (E) dan menambahkan interaksi timbal balik pada manusia,
perilaku, dan lingkungan. Meskipun banyak chance encounters dan kejadian tidak terduga yang
memiliki pengaruh sedikit bahkan tidak ada pada perilaku seseorang, juga terdapat chance
encounters yang memiliki pengaruh dalam jangka waktu yang panjang dan ada pula yang
mendorong seseorang menuju jalan kehidupan yang baru.

Chance encounters dan fortuitous events adalah hal yang tidak dapat dikontrol. Tetapi
seseorang dapat membuat kesempatan terjadi. Sebaliknya, seseorang yang telah mempersiapkan
diri dapat menghindari chance encounters dan fortuitous events dengan mengantisipasi
kesempatan dan melakukan hal yang dapat meminimalisir pengaruh negatif yang mungkin
terjadi pada masa depan.
I. HUMAN AGENCY
Teori kognitif sosial mengambil pandangan yang mewakili tentang kepribadian, yang
berarti bahwa manusia memiliki kapasitas untuk melakukan kontrol atas kehidupan mereka
sendiri (2002b). Sesungguhnya, human agency adalah esensi kemanusiaan. Bandura (2001)
percaya bahwa orang mengatur diri sendiri, proaktif, reflektif diri, dan mengatur diri sendiri dan
bahwa mereka memiliki kekuatan untuk mempengaruhi tindakan mereka sendiri untuk
menghasilkan konsekuensi yang diinginkan. 

a)      Core features of human agency


Bandura membahas 4 fitur dari human agency yaitu : intentionality, forethought, self
reactiveness, dan self-reflectiveness. Intentionality mengacu pada tindakan yang dilakukan
oleh seseorang dengan sengaja. Niat termasuk kedalam perencanaan, tetapi juga melibatkan
tindakan. “hal ini bukan sekadar harapan atau prediksi tindakan di masa depan, tetapi
komitmen proaktif untuk mewujudkannya”. Orang juga memiliki pemikiran (forethought)
untuk menetapkan tujuan mereka, mengantisipasi kemungkinan hasil dari tindakan mereka dan
untuk memilih perilaku yang akan menghasilkan hasil yang diinginkan dan menghindari yang
tidak diinginkan. Kemudian orang melakukan lebih dari sekadar merencanakan dan
merenungkan perilaku masa depan.

Mereka juga memberikan reaksi diri (self-reactiveness) sendiri dalam proses


memotivasi dan mengatur tindakan mereka sendiri. Orang tidak hanya membuat pilihan tetapi
mereka memantau kemajuan mereka dalam memenuhi pilihan itu. Bandura (2001) mengakui
bahwa menetapkan tujuan tidak cukup untuk mencapai konsekuensi yang diinginkan. Tujuan
harus spesifik, berada dalam kemampuan seseorang untuk mencapai, dan mencerminkan
potensi pencapaian yang tidak terlalu jauh di masa depan. Serta, yang terakhir, orang memiliki
refleksi diri (self-reflectiveness) dimana mereka akan menguji diri mereka sendiri; mereka
memikirkan serta mengevaluasi motivasi, nilai-nilai dan makna tujuan hidup mereka juga
mereka memikirkan kecukupan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga dapat mengevaluasi
efek dari tindakan orang lain terhadap mereka. mekanisme refleksi diri individu yang paling
penting adalah self-efficacy; yaitu keyakinan mereka bahwa mereka mampu melakukan
tindakan yang akan menghasilkan efek yang diinginkan.

b)  Self-efficacy
Bagaimana orang bertindak dalam situasi tertentu tergantung pada hubungan timbal
balik dari kondisi perilaku, lingkungan, dan kognitif, terutama faktor-faktor kognitif yang
berhubungan dengan keyakinan mereka bahwa mereka dapat atau tidak dapat melaksanakan
perilaku yang diperlukan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan dalam situasi tertentu.
Keyakinan ini yang disebut sebagai self-efficacy, yaitu kepercayaan yang mempengaruhi
tindakan apa yang mereka pilih untuk dikejar, beberapa banyak usaha yang akan mereka
investasikan dalam kegiatan tersebut, Self- efficacy menggabungkan faktor lingkungan,
perilaku sebelumnya serta variabel pribadi lainnya, terutama hasil yang diharapkan untuk
menghasilkan perilaku. Dalam model triadic timbal balik, yang mengendalikan bahwa
lingkungan, perilaku dan orang memiliki pengaruh interaktif satu sama lain, self-efficacy
mengacu pada faktor P (orang).

●     What is self efficacy

Menurut Bandura (2001) self-efficacy adalah "kepercayaan orang pada kemampuan


mereka untuk melakukan beberapa tindakan terkontrol atas fungsi mereka sendiri dan atas
peristiwa yang terjadi lingkungan". Orang-orang yang  percaya bahwa mereka dapat melakukan
sesuatu yang berpotensi mengubah peristiwa lingkungan lebih mungkin untuk bertindak dan
lebih mungkin untuk berhasil daripada orang-orang dengan self-efficacy yang rendah. Bandura
membedakan efficacy expectation dan juga outcome expectation. Efikasi mengacu pada
kepercayaan orang bahwa mereka memiliki kemampuan untuk melakukan perilaku tertentu,
sedangkan outcome expectation mengacu pada prediksi seseorang tentang kemungkinan
konsekuensi dari perilaku itu. Contohnya, seorang pelamar kerja mungkin memiliki keyakinan
bahwa dia akan menampilkan perilaku yang baik selama interview pekerjaan, memiliki
kemampuan untuk menjawab semua pertanyaan yang mungkin muncul, bisa tenang dan
terkontrol dan menampilkan perilaku yang ramah. Karenanya, dia memiliki self-efficacy yang
tinggi yang berkaitan dengan interview pekerjaan. Tetapi, meski memiliki ekspektasi efikasi
yang tinggi, dia mungkin memiliki ekspektasi hasil yang rendah. Hal ini mungkin terjadi jika
dia percaya bahwa dia memiliki kesempatan yang kecil untuk ditawari posisi tersebut. Penilaian
ini mungkin bisa terjadi karena adanya ketidakpastian kondisi lingkungan, seperti tingginya
pengangguran, ekonomi yang rendah, atau kompetisi yang tinggi.  Tambahan lainnya, faktor
pribadi lain seperti umur, gender, tinggi, berat ataupun kesehatan fisik mungkin berpengaruh
secara negatif terhadap outcome expectancies.

Self-efficacy juga berbeda dari beberapa konsep lainnya. Pertama, efikasi  tidak merujuk
pada kemampuan untuk menghasilkan skill motorik dasar, seperti berjalan, meraih ataupun
menggenggam. Efikasi juga tidak mempengaruhi bahwa kita bisa menampilkan perilaku yang
ditentukan tanpa adanya kecemasan, stress ataupun rasa takut. Yang terakhir, penilaian dari
efikasi tidak sama dengan tingkat cita-cita. Misalnya pecandu heroin, seringkali bercita-cita
untuk bebas dari obat-obatan tapi mungkin memiliki kepercayaan yang kecil terkait kemampuan
mereka untuk benar-benar berhenti dari perilaku tersebut (Bandura, 1997).

Self-efficacy bukanlah konsep yang global ataupun umum, seperti self-esteem ataupun
self-confidence. orang dapat memiliki self-efficacy yang tinggi dalam satu situasi dan memiliki
self-efficacy yang rendah di situasi lainnya. Efikasi yang tinggi dan rendah yang
dikombinasikan dengan lingkungan yang responsive dan tidak, akan menghasilkan empat
prediksi variabel (Bandura, 1997). Ketika efikasinya tinggi dan lingkungan responsive, hasilnya
akan lebih mungkin sukses. Ketika efikasi yang rendah dikombinasikan dengan lingkungan
yang responsive, orang mungkin akan depresi karena mereka mengamati bahwa orang lain bisa
sukses dalam tugas yang terlihat terlalu sulit untuk mereka. ketika orang dengan efikasi yang
tinggi bertemu dengan lingkungan yang tidak responsive, mereka biasanya menguatkan upaya
mereka untuk mengubah lingkungan. lalu yang terakhir, ketika self-efficacy yang rendah
digabungkan dengan lingkungan yang tidak responsive, orang biasanya akan merasa apatis,
mengundurkan diri dan tidak berdaya.
 
●     What contribute to self efficacy

Personal efficacy atau self-efficacy yang dimiliki oleh seorang individu bergantung
pada hal-hal berikut :

a.   Mastery Experiences

Pengalaman pada masa lampau adalah faktor yang paling mempengaruhi tingkat self-
efficacy seseorang. Secara umum, pengalaman yang baik dan menghasilkan kesuksesan akan
meningkatkan self-efficacy, sementara kegagalan akan menurunkannya. Terdapat beberapa
pernyataan yang dihasilkan dari adanya fakta ini, yaitu :
-          Self-efficacy seseorang akan meningkat apabila tugas yang dikerjakan lebih sulit.
Seseorang yang mempunyai kemampuan tinggi dalam mengerjakan sesuatu tidak akan puas
ketika mengerjakan sesuatu yang jelas-jelas sangat mudah.
-          Self-efficacy seseorang akan meningkat apabila berhasil mengerjakan tugas seorang diri
daripada berkelompok. Hal inilah yang menyebabkan pencapaian tim tidak menimbulkan self-
efficacy yang lebih tinggi daripada pencapaian pribadi
-          Kegagalan akan semakin menurunkan self-efficacy seseorang ketika seseorang tersebut
berpikir bahwa ia sudah mengeluarkan usahanya yang paling maksimal
-          Kegagalan yang terjadi ketika emosi seseorang sedang tidak stabil atau sedang mengalami
stress tidak akan terasa lebih buruk dari kegagalan yang dialami oleh seseorang yang merasa
sedang dalam kondisi yang maksimal
-          Kegagalan yang terjadi sebelum kita berusaha untuk menguasai sesuatu akan terasa lebih
menyakitkan daripada kegagalan yang terjadi dikemudian hari ketika kita sudah menguasai
suatu hal
-          Kegagalan yang hanya terjadi sesekali hanya akan menurunkan sedikit self-efficacy,
apalagi pada orang orang yang secara umum mempunyai ekspektasi yang tinggi terhadap
kesuksesan

b.  Social modeling

Self-efficacy seseorang dapat meningkat karena adanya proses pembelajaran. Salah satu
jenis pembelajaran adalah vicarious learning atau modelling. Ketika mengobservasi dan melihat
keberhasilan seseorang yang mempunyai kompetensi setara dengan kita, maka tingkat self-
efficacy akan meningkat sementara kegagalan orang tersebut akan menjatuhkan self-efficacy
kita.
Social learning hanya berdampak pada seseorang yang mirip dengan kita. Ketika ada
seseorang yang berbeda dengan kita, maka social modelling hanya memberi efek yang sedikit
terhadap self-efficacy.

c.   Social persuasion

Social persuasion atau bujukan sosial dapat menurunkan atau menaikkan self-efficacy.
Hal ini dapat terjadi apabila seseorang tersebut mempercayai pembujuk. Dipercaya bisa berarti
karena ia merupakan sumber yang kredibel maupun mempunyai status dan otoritas. Adanya
self-persuasion ini  hanya akan menjadi efektif apabila aktivitas yang ingin dimunculkan pada
orang lain berada pada perilaku, kebiasaan sehari-hari atau hal yang biasanya terjadi dalam
hidupnya. Adanya kesuksesan juga dapat membuat faktor social persuasion semakin
berpengaruh.

d.  Physical and emotional states

Seseorang yang sedang memiliki performa yang rendah dapat menurunkan ekspektasi,
yang pada akhirnya akan menurunkan self-efficacy. Oleh karena itu, keadaan manusia secara
emosi dan fisik juga berpengaruh terhadap tinggi atau rendahnya self-efficacy. Banyak
psikoterapis yang menyadari bahwa kurangnya rasa cemas dan adanya relaksasi secara fisik
dapat memfasilitasi kinerja seseorang.

c)  Proxy Agency


Proxy melibatkan kontrol secara tidak langsung atas kondisi sosial yang memengaruhi
kehidupan sehari-hari. Manusia akan jadi hampir tidak berdaya jika sepenuhnya bergantung
pada diri sendiri. Dengan proxy agency, manusia dapat mencapai tujuannya dengan bergantung
pada orang lain untuk membantu melakukan hal yang tidak dapat mereka lakukan sendiri.
Kekurangan dari proxy adalah rasa personal dan collective efficacy dapat menurun jika terlalu
banyak bergantung pada orang lain.

d)  Collective Efficacy


Collective efficacy adalah kepercayaan bersama dalam kekuatan kolektif untuk
membuat hasil yang diinginkan (Bandura, 2000). Atau disebut juga usaha bersama untuk
mencapai tujuan grup. Untuk mengukur collective efficacy, dapat dilakukan dengan
menggabungkan evaluasi individu terhadap kemampuan masing-masing untuk mencapai
keberhasilan kelompok, atau dengan mengukur kepercayaan setiap individu terhadap
kemampuan kelompok untuk berhasil.

Collective efficacy bergantung pada kemampuan setiap individu dan juga kepercayaan
bahwa mereka mampu bekerja sama dengan terkoordinasi dan interaktif. Selain itu, budaya pun
memengaruhi tingkat collective efficacy. Dalam budaya yang lebih individualis, orang akan
memiliki self-efficacy yang lebih tinggi, dan dalam budaya kolektivis, orang akan memiliki
collective efficacy yang lebih tinggi.

Ada beberapa faktor yang dapat menurunkan collective efficacy. Yang pertama, apa
yang terjadi di suatu belahan dunia dapat memengaruhi orang di belahan dunia lain, membuat
mereka merasa tidak berdaya. Kedua, dikarenakan teknologi terkini yang menurut mereka tidak
dapat mereka pahami atau mereka atur. Ketiga, kompleksitas ‘mesin’ sosial dengan birokrasi
yang menyulitkan adanya perubahan sosial. Keempat, cakupan dan skala yang sangat besar dari
masalah-masalah manusia seperti perang, kelaparan, kriminalitas, dan lainnya akan membuat
manusia merasa tidak memiliki kekuatan.

Self-Regulation
Saat seseorang memiliki self-efficacy tinggi, yakin akan ketergantungannya dengan
proxy, dan mempunyai collective efficacy yang kuat, mereka memiliki kemampuan cukup untuk
meregulasi perilaku mereka. Dalam Regulasi diri, manusia menggunakan cara reaktif dan
proaktif. Mereka secara reaktif mencoba menutup kesenjangan antara tujuan dan performa, lalu
secara proaktif mencari tujuan baru setelah tujuan sebelumnya telah dicapai. Bandura
berpendapat bahwa manusia selalu mencari keadaan disekuilibrium ini.
 Dalam meregulasi diri sendiri, terdapat dua faktor. Faktor eksternal yang bisa
dimanipulasi, serta faktor internal dengan diri sendiri mengatur tujuan dan memperkirakan jarak
antara keadaan sendiri dengan tujuannya. intinya, perilaku berasal dari hubungan timbal-balik
antara faktor eksternal dan internal.

External Factor in Self-Regulation


Faktor eksternal mempengaruhi regulasi melalui setidaknya dua cara. Pertama, faktor
eksternal memberikan standar untuk menilai perilaku diri sendiri melalui interaksi diri dengan
faktor lingkungan. Contohnya, kita mempelajari nilai kejujuran melalui orang tua, kita
mempelajari mana saja tempat yang enak ditinggali melalui pengalaman dengan lingkungan, kita
juga mempelajari berbagai standar mengenai performa diri yang ada di dunia melalui interaksi
dengan orang lain. faktor personal mempengaruhi standar yang kita pelajari dan tentu saja faktor
lingkungan memainkan peran.
Kedua, faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dengan memberikan suatu dorongan
pada diri sendiri. hadiah intrinsik tidaklah selalu cukup, dibutuhkan juga insentif yang berasal
dari faktor eksternal. Seorang artis tidaklah membuat suatu karya hanya cara memuaskan diri.
mereka juga melakukan itu untuk mencari pujian atau uang. kadang dalam proyek yang panjang,
insentif datang dari lingkungan dan berwujud hadiah akan penyelesaian suatu tujuan kecil.
seorang artis bisa saja beristirahat atau minum teh saat menyelesaikan bagian tangan dari
gambarnya. tetapi, hal seperti ini jika diikuti dengan hasil yang tidak memuaskan akan
memunculkan sanksi dari lingkungan, seperti dicemooh oleh orang. jika performa tidak sama
dengan standar yang ditentukan diri sendiri, kita lebih sering menahan hadiah yang diberikan
oleh diri sendiri.

Internal Factors in Self-Regulation


Bandura menyadari bahwa terdapat 3 syarat dalam melatih pengaruh diri, yaitu:
1. Self-Observation
Kita harus selalu mengamati performa diri sendiri, walaupun kadang perhatian kita tidak
terlalu lengkap atau akurat. Kita memilih aspek kepribadian yang ingin dilihat dan
mengabaikan yang lain. apa yang kita amati tergantung dengan ketertarikan dan konsep
diri yang telah ada sebelumnya. Contohnya dalam prestasi, kita melihat kualitas,
kuantitas, kecepatan, dan orisinalitas dari hasil kerja. Dalam hubungan interpersonal, kita
melihat sikap dan sopan santun kita sendiri.
2. Judgemental Process
Setelah melakukan self-observation, yang selanjutnya dilakukan adalah menilai performa
kita. proses ini dapat membantu kita meregulasi perilaku melalui proses mediasi kognitif.
Kita mampu untuk memberikan penilaian terhadap aksi kita dengan dasar tujuan yang
kita telah tetapkan. Proses penilaian ini tergantung pada standar personal standard,
referential performances, valuation of activity, dan performance attribution
a. Personal Standard
Membuat kita dapat menilai performa tanpa membandingkannya dengan standar
orang lain. 
b. Referential Performances
Membandingkan performa diri dengan suatu hal lain. misalnya adalah orang lain,
norma, dan performa pada masa lalu.
c. Valuation of Activity
Pemberian tinggi atau rendahnya suatu nilai terhadap suatu aktivitas atau
performa yang dilakukan.
d. Performance Attribution
Bagaimana kita menilai sebab dari performa yang dilakukan

3. Self-Reaction
Orang-orang merespon positif atau negatif terhadap perilaku mereka tergantung
bagaimana perilaku tersebut cocok dengan standar diri mereka. Orang-orang membuat insentif
melalui aksi dari diri mereka sendiri, seperti memberikan hadiah ke diri sendiri atau menghukum
diri sendiri. Kedua hal tersebut tidaklah muncul setelah respon, melainkan melalui kinerja
kognitif dalam menengahi akibat dari perilaku. Jika suatu perilaku sesuai dengan ekspektasi,
mereka akan hadiah pada diri sendiri seperti rasa bangga, jika sebaliknya, mereka akan tidak
puas atau mengkritik diri sendiri.

Self-Regulation Through Moral Agency


Orang-orang juga meregulasi aksi mereka melalui suatu standar moral perilaku. Bandura
melihat moral agency mempunyai 2 aspek, yaitu tidak menyakiti orang lain dan menolong orang
secara proaktif. mekanisme regulasi diri tidak akan mempengaruhi orang lain sampai kita
melakukannya. Bandura menyatakan bahwa aturan moral hanya akan memprediksi perilaku
moral jika aturan tersebut dijadikan suatu aksi. Dengan kata lain, pengaruh regulasi diri tidaklah
otomatis melainkan hanya terjadi jika mereka diaktivasi, konsep yang Bandura sebut sebagai
selective activation.
Bandura berpendapat bahwa orang yang memiliki moral yang kuat tetapi melakukan
suatu hal yang tidak manusiawi pada orang lain dikarenakan manusia tidak akan melakukan hal
yang tidak terpuji sampai mereka membenarkan moralitas dari aksi yang mereka sendiri lakukan.
Dengan begitu, mereka bisa memisahkan atau tidak melibatkan dari akibat perilaku mereka,
konsep yang Bandura sebut sebagai disengagement of internal control.
Selective activation dan disengagement of internal control membuat orang-orang dengan
standar moral yang sama untuk bertindak sangat berbeda, seakan mereka mengizinkan orang lain
bertindak berbeda dalam situasi berbeda.
Terdapat 4 cara untuk seseorang melakukan disengagement atau selection. Pertama, orang-orang
dapat mendefinisikan kembali hakikat dari perilaku tersebut dengan teknik seperti 
membenarkannya secara moral, membuat perbandingan Mengganti label dari aksi mereka.
kedua, mereka bisa meminimalisir, mengabaikan, atau mendistorsi akibat dari perilaku mereka.
Ketiga, mereka bisa menyalahkan korban. Keempat, mereka bisa menghilangkan tanggung
jawab akan suatu tindakan dengan menghilangkan hubungan antara aksi dan efek perilaku.

Redefine the Behaviour


Orang-orang bisa membenarkan suatu perilaku tidak terpuji dengan cognitive
restructuring yang membuat mereka meminimalisir atau bebas dari tanggung jawab. Mereka bisa
bebas dari tanggung jawab perilaku mereka melalui 3 teknik, yaitu:
1. Moral Justification
Suatu tindakan tidak terpuji dapat dikatakan sebagai suatu tindakan yang
dibenarkan atau malah terpuji. Bandura memberikan contoh dari pahlawan Perang
Dunia I, Sersan Alvin York yang percaya bahwa  membunuh merupakan suatu hal
salah secara moral. Tetapi setelah Alvin York diceramahi dengan Bible dan proses
doa, Alvin York menjadi berkeyakinan bahwa membunuh pasukan musuh
merupakan hal yang dibenarkan. Alvin York lalu membunuh pasukan Jerman dan
menangkap 132 dari mereka, sehingga dia menjadi salah satu pahlawan perang
terbaik dalam sejarah Amerika.
2. Palliative Comparisons
Membandingkan suatu tindakan diri sendiri dengan tindakan orang lain yang lebih
buruk.
3. Euphemistic label
Mengganti suatu definisi buruk menjadi suatu judul yang dapat diterima oleh
moral dan masyarakat.

Disregard or Distort the Consequences of Behaviour


Metode dilakukan dengan membuyarkan hubungan antara perilaku dengan akibatnya.
Bandura menyatakan terdapat 3 cara dalam melakukan metode ini, yaitu:
1. Minimize the consequences of their behaviour
Seseorang menganggap remeh akibat dari perilaku yang dilakukannya. Contohnya
adalah sopir yang menabrak pejalan kaki dan melihatnya berdarah. Sopirnya
berkata “Lukanya gak terlalu parah, dia akan baik-baik saja.”
2. Disregard or ignore the consequences of their action
Seseorang tidak melihat akibat dari perilaku yang mereka lakukan. Contohnya
adalah kepala negara dan jenderal yang jarang melihat kehancuran dan kerugian
dikarenakan kebijakan mereka.
3. Distort or miscontrue the consequences of their action
Seseorang membelokkan atau mendistorsi akibat dari perilaku mereka. Contohnya
anak yang diperlakukan kasar sebagai bentuk pembentukan karakter anak.

Dehumanize or Blame the Victims


Orang-orang bisa membuyarkan tanggung jawab dari perilaku mereka dengan
merendahkan korban mereka atau menyalahkan mereka. Contohnya dalam perang, Orang-orang
kadang melihat lawannya sebagai suatu hal yang lebih rendah, sehingga mereka tidak merasa
berdosa. Saat seseorang dianggap lebih rendah, mereka biasanya disalahkan atas suatu kejadian
yang terjadi. Contohnya pemerkosa yang menyalahkan baju korban.

Displace or Diffuse Responsibility


Dengan displacement, orang-orang meminimalisir akibat dari perilaku mereka dengan
menaruh tanggung jawab kepada sumber lain di luar dirinya. Contohnya mahasiswa yang
menyalahkan dosennya karena tidak bisa mengerjakan tes. Prosedur yang terkait adalah
membaurkan tanggung jawab, menyebarkan tanggung jawab sehingga seolah-olah tidak ada
yang bersalah. Contohnya pegawai sipil yang menyalahkan birokrasi dengan komentar seperti
“begitulah adanya birokrasi” atau “Memang seperti itu aturannya” 

Dysfunctional behavior
Menurut konsep bandura perilaku adalah suatu hal yang dipelajari yang merupakan hasil
dari interaksi Antara orang tersebut, termasuk kognisi dan proses physiologic, lingkungan,
termasuk relasi interpersonal dan kondisi sosial dan ekonomis, dan faktor behavioral, termasuk
pengalamannya dengan reinforcement. Dalam teori bandura dysfunctional behavior akan
menghasilkan depressive reaction, phobias, aggressive behaviors

Depression

Ketika seseorang mempunyai standard yang tinggi hal tersebut akan memberikan jalan
untuk kesenangan akan diri dan rasa berprestasi, akan tetapi ketika hal tersebut terlalu tinggi
maka dirinya akan gagal, dan kegagalan berkemungkinan akan mengakibat kan depresi,
seseorang yang depresi akan merendahkan apa yang telah mereka capai. Yang mengakibat kan
rasa bahwa dirinya tidak berharga dan dirinya tak mempunyai tujuan.Bandura mempercayai
bahwa dysfunctional depression dapat terlihat dalam 3 self-regulatory subfunction yaitu self-
observation, judgemental processes dan self-reactions.

Dalam self-observation, seseorang dapat salah menilai performa mereka atau mendistorsi
memori mengenai prestasi sebelumnya. Seseorang yang depresi membesar-besarkan kesalahan
mereka dan merendahkan prestasi mereka

            Seseorang yang depresi cenderung untuk memberi penilaian yang tidak benar. Mereka
mempunyai ekspektasi yang sangat tinggi sehingga untuk mencapainya adalah suatu hal yang
hampir mustahil sehingga kegagalan adalah suatu hal yang pasti, meskipun dalam mata orang
lain hal tersebut yang dianggap kegagalan adalah sebuah prestasi.

Seseorang yang depresi juga tidak hanya menilai diri sendiri terlalu rendah, mereka juga
memperlakukan diri mereka dengan sangat buruk

Phobias

Fobia adalah rasa ketakutan yang parah sehingga rasa takut tersebut memberikan efek
yang menghalangi berjalannya  kehidupan seseorang. Menurut bandura Fobia dan rasa takut,
adalah suatu hal yang dipelajari secara langsung, dengan generalisasi yang tidak tepat, dan oleh
pengalaman observasi.

Setelah mapan, fobia menetap karena hal-hal yang dilakukan karena fobia tersebut,
seperti orang tersebut menghindari situasi yang memberikan rasa takut.

Aggression

Menurut bandura ketika perilaku agresi telah mencapai titik ekstrim hal tersebut menjadi
perilaku yang dysfunctional. Bandura mempercayai bahwa perilaku agresi adalah suatu hal yang
dipelajari melalui observasi orang lain, pengalaman langsung dari reinforcement positif atau
negative, pelatihan, atau instruksi dan kepercayaan yang aneh.

            Ketika mapan, seseorang akan berlanjut untuk beragresi untuk 5 alasan. Mereka suka
memberikan rasa sakit pada korbannya, mereka menghindari konsekuensi  agresi orang lain,
mereka mendapatkan rasa sakit atau cedera karena tidak melakukan tindak agresi, mereka
mengikuti standar mereka untuk dengan perilaku agresi, mereka melihat orang lain mendapatkan
reward untuk perilaku agresinya.

            Bandura mempercayai bahwa aksi agresi akan memberikan jalan untuk lebih banyak
agresi. yang dilakukan oleh bandura untuk membuktikan ini adalah eksperimen bobo doll.

Anda mungkin juga menyukai