Anda di halaman 1dari 21

Music, Culture, and Education

TEORI PERKEMBANGAN
PSIKOANALISIS (SIGMUND FREUD)
Iklan

Oleh: Desyandri

Pandangan Teori Perkembangan Psikoanalisis menurut Freuds

Sigmund Freud mengemukakan bahwa kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran,
yakni sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tak-
sadar (unconscious). Topografi atau peta kesadaran ini dipakai untuk mendiskripsi unsur
cermati (awareness) dalan setiap event mental seperti berfikir dan berfantasi. Sampai
dengan tahun 1920an, teori tentang konflik kejiwaan hanya melibatkan ketiga unsur
kesadaran itu. Baru pada tahun 1923 Freud mengenalkan tiga model struktural yang lain,
yakni id, ego, dan superego. Struktur baru ini tidak mengganti struktur lama, tetapi
melengkapi/menyempurnakan gambaran mental terutama dalam fungsi atau tujuannya
(lihat representasi grafik struktur kepribadian pada Gambar 1. Enam elemen pendukung
struktur kepribadian itu adalah sebagai berikut:

a) Sadar (Conscious)

Tingkat kesadaran yang berisi semua hal yang kita cermati pada saat tertentu. Menurut
Freud, hanya sebagian kecil saja Bari kehidupan mental (fikiran, persepsi, perasaan dan
ingatan) yang masuk kekesadaran (consciousness). Isi daerah sadar itu merupakan basil
proses penyaringan yang diatur oleh stimulus atau cue-eksternal. Isi-isi kesadaran itu
hanya bertahan dalam waktu yang singkat di daerah conscious, dan segera tertekan
ke daerah perconscious atau unconscious, begitu orang memindah perhatiannya
ke we yang lain.

b) Prasadar (Preconscious)

Disebut juga ingatan siap (available memory), yakni tingkat kesadaran yang menjadi
jembatan antara sadar dan taksadar. Isi preconscious berasal dari conscious dan
clan unconscious. Pengalaman yang ditinggal oleh perhatian, semula disadari tetapi
kemudian tidak lagi dicermati, akan ditekan pindah ke daerah prasadar. Di sisi lain, isi-
materi daerah taksadar dapat muncul ke daerah prasadar. Kalau sensor sadar menangkap
bahaya yang bisa timbul akibat kemunculan materi tak sadar materi itu akan ditekan
kembali ke ketidaksadaran. Materi taksadar yang sudah berada di daerah prasadar itu bisa
muncul kesadaran dalam bentuk simbolik, seperti mimpi, lamunan, salah ucap, dan
mekanisme pertahanan diri.

c) Tak Sadar (Unconscious)

Tak sadar adalah bagian yang paling dalam dari struktur kesadaran dan menurut Freud
merupakan bagian terpenting dari jiwa manusia. Secara khusus Freud membuktikan
bahwa ketidaksadaran bukanlah abstraksi hipotetik tetapi itu adalah kenyataan empirik.
Ketidaksadaran itu berisi insting, impuls dan drives yang dibawa dari lahir, dan
pengalaman-pengalaman traumatik (biasanya pada masa anak-anak) yang ditekan oleh
kesadaran dipindah ke daerah taksadar. Isi atau materi ketidaksadaran itu memiliki
kecenderungan kuat untuk bertahan terus dalam ketidaksadaran, pengaruhnya dalam
mengatur tingkahlaku sangat kuat namun tetap tidak disadari.

Model perkembangan psikoanalisis dasar, yang terus-menerus dimodifikasi oleh Freud


selama 50 tahun terakhir hidupnya, terdiri atas tiga komponen pokok; (1) satu komponen
dinamik atau ekonomik yang menggambarkan pikiran manusia sebagai sistem energi yang
cair; (2) satu komponen struktural atau topografik berupa sebuah sistem yang memiliki
tiga struktur psikologis berbeda tetapi saling berhubungan dalam menghasilkan perilaku;
dan (3) satu komponen sekuensial (urutan) atau tahapan yang memastikan langkah maju
dari satu tahap perkembangan menuju tahap lainnya, yang terpusat pada daerah-daerah
tubuh yang sensitif, tugas-tugas perkembangan, dan konflik-konflik psikologis tertentu.

Komponen Dinamik (Energi Psikis)

Semangat (atau arah) perkembangan ilmiah dan intelektual pada akhir abad ke-19 terpusat
di sekitar kajian tentang energi, dan Freud menerapkan konsep energi tersebut terhadap
perilaku manusia. Ia menyebut energi ini sebagai energi psikis (psychic energy atau
energy yang mengoperasikan berbagai komponen sistem psikologis.

Freud berpendapat bahwa insting (instincts) atau dorongan-dorongan psikologis yang


muncul tanpa dipelajari adalah sumber utama energy psikis. Insting memiliki dua ciri
khas yang sangat penting, yakni: ciri konservatif (pelestarian) dan ciri repetitif
(perulangan). Maksudnya, insting selalu menggunakan sesedikit mungkin jumlah energi
yang di perlukan untuk melaksanakan aktivitas tertentu dan kemudian mengembalikan
organisme kepada keadaannya yang semula, dan hal itu terjadi secara berulang-ulang.
Dalam sistem Freud, insting bertindak sebagai perangsang pikiran mendorong individu
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu. Insting juga bisa dipandang sebagai
gambaran psikologis dari proses biologis yang berlangsung.

Komponen Struktural

a) Id (Das Es)

Id adalah sistem kepribadian yang asli, dibawa sejak lahir. Dari id ini kemudian akan
muncul ego dan superego. Saat dilahirkan, id berisi semua aspek psikologik yang
diturunkan, seperti insting, impuls dan drives. Id berada dan beroperasi dalam
daerah unansdous, mewakili subjektivitas yang tidak pemah disadari sepanjang usia. Id
berhubungan erat dengan proses fisik untuk mendapatkan enerji psikis yang digunakan
untuk mengoperasikan sistem dari struktur kepribadian lainnya.

Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasunprinciple), yaitu: berusaha


memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit. Bagi Id, kenikmatan
adalah keadaan yang relatif inaktif atau tingkat enerji yang rendah, dan rasa sakit adalah
tegangan atau peningkatan enerji yang mendambakan kepuasan. Jadi ketika ada stimuli
yang memicu enerji untuk bekerja – timbul tegangan enerji – id beroperasi dengan prinsip
kenikmatan; berusaha mengurangi atau menghilangkan tegangan itu; mengembalikan din
ke tingkat enerji yang rendah. Pleasure principle diproses dengan dua Cara, tindak
refleks (reflex actions) dan proses primer (primaryprocess). Tindak refleks adalah
reaksi otomatis yang dibawa sejak lahir seperti mengejapkan mata – dipakai untuk
menangani pemuasan rangsang sederhana dan biasanya segera dapat dilakukan. Proses
primer adalah reaksi membayangkan/mengkhayal sesuatu yang dapat mengurangi atau
menghilangkan tegangan – dipakai untuk menangani stimulus kompleks, seperti bayi
yang lapar membayangkan makanan atau puting ibunya. Proses membentuk gambaran
objek yang dapat mengurangi tegangan, disebut pemenuhan hasrat (nosh
fullment), misalnya mimpi, lamunan, dan halusinasi psikotik.

Id hanya mampu membayangkan sesuatu, tanpa mampu membedakan khayalan itu


dengan kenyataan yang benar-benar memuaskan kebutuhan. Id tidak mampu menilai atau
membedaka benar-salah, tidak tabu moral. Jadi hams dikembangkan jalan memperoleh
khayalan itu secara nyata, yang memberi kepuasan tanpa menimbulkan ketegangan baru
khususnya masalah moral. Alasan inilah yang kemudian membuat Id memunculkan ego.

b) Ego (Das Ich)

Ego berkembang dari id agar orang mampu menangani realita; sehingga ego beroperasi
mengikuti prinsip realita (realityprinciple); usaha memperoleh kepuasan yang dituntut Id
dengan mencegah terjadinya tegangan barn atau menunda kenikmatan sampai ditemukan
objek yang nyata-nyata dapat memuaskan kebutuhan. Prinsip realita itu dikerjakan
metalui proses sekunder (secondaryprocess), yakni berfikir realistik menyusun rencana
dan menguji apakah rencana itu menghasilkan objek yang dimaksud. Proses pengujian itu
disebut uji realita (reality testin ; melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana yang
telah difikirkan secara realistik. Dari cara kerjanya dapat difahami sebagian besar daerah
operasi ego berada di kesadaran, namun ada sebagian kecil ego beroperasi di daerah
prasadar dan daerah taksadar.

Ego adalah eksekutif (pelaksana) dari kepribadian, yang memiliki dua tugas utama;
pertama, memilih stimuli mana yang hendak direspon dan atau insting mana yang akan
dipuaskan sesuai dengan prioritas kebutuhan. Kedua, menentukan kapan dan bagaimana
kebutuhan itu dipuaskan sesuai dengan tersedianya peluang yang.
resikonya minimal. Dengan kata lain, ego sebagai eksekutif kepribadian berusaha
memenuhi kebutuhan Id sekaligus juga memenuhi kebutuhan moral dan kebutuhan
berkembang-mencapai-kesempurnaan dan superego. Ego sesungguhnya bekerja untuk
memuaskan Id, karena itu ego yang tidak memiliki enerji sendiri akan memperoleh enegi
dari Id.

c) Superego (Das Ueber Ich)

Superego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi memakai
prinsip idealistik (idealisticprinciple) sebagai lawan dari prinsip kepuasan Id dan prinsip
realistik dad Ego. Superego berkembang dari ego, dan seperti ego dia tidak mempunyai
energi sendiri. Sama dengan ego, superego beroperasi di tiga daerah kesadaran. Namun
berbeda dengan ego, dia tidak mempunyai kontak dengan dunia luar (sama dengan Id)
sehingga kebutuhan kesempurnaan yang diperjuangkannya tidak realistik (Id tidak
realistik dalam memperjuangkan kenikmatan).

Prinsip idealistik mempunyai dua subprinsip, yakni conscience dan ego-ideal. Super-ego
pada hakekatnya merupakan elemen yang mewakili nilai-nilai orang tua atau interpretasi
orang tua mengenai standar sosial, yang diajarkan kepada anak melalui berbagai larangan
dan perintah. Apapun tingkahlaku yang dilarang, dianggap salah, dan dihukum oleh orang
tua, akan diterima anak menjadi suara hati (conscience), yang berisi apa saja yang tidak
boleh dilakukan. Apapun yang disetujui, dihadiahi dan dipuji orang tua akan diterima
menjadi standar kesempurnaan atau ego ideal, yang berisi apa saja yang seharusnya
dilakukan. Proses mengembangkan konsensia dan ego ideal, yang berarti menerima
standar salah dan benar itu disebut introyeksi (introjection). Sesudah terjadi introyeksi,
kontrol pribadi akan mengganti kontrol orang tua.

Superego bersifat nonrasional dalam menuntut kesempurnaan, menghukum dengan keras


kesalahan ego, baik yang telah dilakukan maupun baru dalam fikiran. Super-ego juga
seperti ego dalam hal mengontrol id, bukan hanya menunda pemuasan tetapi merintangi
pemenuhannya. Paling tidak, ada 3 fungsi superego; (1) mendorong ego menggantikan
tujuan-tujuan realistik dengan tujuan-tujuan moralistik, (2) merintangi impuls id, terutama
impuls seksual dan agresif yang bertentangan dengan standar nilai masyarakat, dan (3)
mengejar kesempurnaan.

Struktur kepribadian id-ego-superego itu bukan bagian-bagian yang menjalankan


kepribadian, tetapi itu adalah nama dalam sistem struktur dan proses psikologik yang
mengikuti prinsip-prinsip tertentu. Biasanya sistem-sistem itu bekerja bersama sebagai
team, di bawah arahan ego. Baru kalau timbul konflik diantara ketiga struktur itu,
mungkin sekali muncul tingkahlaku abnormal.

Komponen Sekuensial (Tahapan)

Bagian ketiga dan terakhir dari model Freud adalah komponen tahapan atau komponen
sekuensial (sequential or stage component). Bagian ini menekankan pola atau gerak maju
organisme melalui tahapan-tahapan perkembangan yang berbeda dan semakin lama
semakin adaptif. Menurut Freud, pintu pertama menuju kematangan adalah tahapan
perkembangan genital, dimana terbentuk hubungan yang berarti berlangsung terus
menerus.

Teori Freuds disebut Teori Psikoseksual

Menurut Freud, para bayi terlahir dengan kemampuan untuk merasakan kenikmatan
apabila terjadi kontak kulit, dan para bayi itu memiliki semacam ketegangan di permukaan
kulit mereka yang perlu diredakan melalui kontak kulit secara langsung dengan orang lain.
Freud menyerupakan kenikmatan ini dengan rangsangan seksual tetapi ia memberi catatan
bahwa hal ini berbeda secara kualitatif dari tipe rangsangan seksual yang dialami oleh
orang dewasa karena kejadian yang dialami bayi ini lebih bersifat umum dan belum
terdiferensiasi. Freud (790511959) menyebut kemampuan untuk mengalami kenikmatan
ini dan kebutuhan untuk meredakannya dengan nama seksualitas bayi, yang berbeda dari
seksualitas orang dewasa.

Pandangan mengenai seksualitas bayi dan anak-anak ini memicu protes luas orang-orang
menentang Freud pada masa-masa akhir era Victorian dan awal abad ke-20. Tetapi Freud
dan para pengikutnya, yang mendasarkan pendirian mereka pada pengalaman-
pengalaman klinis, bersikukuh pada teori tersebut” Mereka tetap berpegang pada
pandangan bahwa kornponen-komponen psikologis-eksperiensial saling terkait dengan
disertai pergantian zona-zona erogen secara biologis melalui urutan (sekuen) tertentu.
Dengan demikian tahapan-tahapan perkembangan ini disebut sebagai tahapan-tahapan
psikoseksual (Psychosexual stages). Teori Freud. memandang bahwa tahapan-tahapan ini
bersifat urniversal, berlaku pada sernua anak-anak dimana saja.
Menurut Freud, kemunculan setiap tahapan psikoseksual dan sebagian bentuk perilaku
yang terjadi di setiap tahapan dikendalikan oleh faktor-faktor genetik atau kematangan
sedangkan isi tahapan-tahapan tersebut berbeda-beda bergantung pada kultur tempat
terjadinya perkembangan. Sekali lagi ini memperlihatkan contoh mengenai pentingnya
interaksi antara kekuatan keturunan dan kekuatan lingkungan bagi proses perkembangan.

Freud berpendapat bahwa dalam perkembangan manusia terdapat dua hal pokok yaitu: (1)
bahwa tahun-tahun awal kehidupan memegang peranan penting bagi pembentukan
kepribadian; dan (2) bahwa perkembangan manusia meliputi tahap-tahap psikoseksual:

a) Tahap oral ( sejak lahir hingga 1tahun )

Sumber kenikmatan pokok yang berasal dari mulut adalah makan. Dua macam aktivitas
oral ini, yaitu menelan makanan dan mengigit, merupakan prototipe bagi banyak ciri
karakter yang berkembang di kemudian hari. Karena tahap oral ini berlangsung pada saat
bayi sama sekali tergantung pada ibunya untuk memdapatkan makanan, pada saat dibuai,
dirawat dan dilindungi dari perasaan yang tidak menyenangkan, maka timbul perasaan-
perasaan tergantung pada masa ini. Frued berpendapat bahwa simtom ketergantungan
yang paling ekstrem adalah keinginan kembali ke dalam rahim.

b) Tahap anal ( usia 1-3 tahun )

Setelah makanan dicernakan, maka sisa makanan menumpuk di ujung bawah dari usus
dan secara reflex akan dilepaskan keluar apabila tekanan pada otot lingkar dubur
mencapai taraf tertentu. Pada umur dua tahun anak mendapatkan pengalaman pertama
yang menentukan tentang pengaturan atas suatu impuls instingtual oleh pihak luar.
Pembiasaan akan kebersihan ini dapat mempunyai pengaruh yang sangat luas terhadap
pembentukan sifat-sifat dan nilai-nilai khusus. Sifat-sifat kepribadian lain yang tak
terbilang jumlahnya konon sumber akarnya terbentuk dalam tahap anal.

c) Tahap phalik ( usia 3-5 tahun)

Selama tahap perkembangan kepribadian ini yang menjadi pusat dinamika adalah
perasaan-perasaan seksual dan agresif berkaitan dengan mulai berfungsinya organ-organ
genetikal. Kenikmatan masturbasi serta kehidupan fantasi anak yang menyertai aktivitas
auto-erotik membuka jalan bagi timbulnya kompleks Oedipus. Freud memandang
keberhasilan mengidentifikasikan kompleks Oedipus sebagai salah satu temuan besarnya.

Freud mengasumsikan bahwa setiap orang secara inheren adalah biseksual, setiap jenis
tertarik pada anggota sejenis maupun pada anggota lawan jenis. Asumsi tentang
biseksualitas ini disokong oleh penelitian terhadap kelenjar-kelenjar endokrin yang secara
agak konklusif menunjukkan bahwa baik hormon seks perempuan terdapat pada masing-
masing jenis. Timbul dan berkembangnya kompleks Oedipus dan kompleks kastrasi
merupakan peristiwa-peristiwa pokok selama masa phalik dan meninggalkan serangkaian
bekas dalam kepribadian.

d) Tahap laten ( usia 5 – awal pubertas)

Masa ini adlah periode tertahannya dorongan-dorongan seks agresif. Selama masa ini
anak mengembangkan kemampuannya bersublimasi ( seperti mengerjakan tugas-tugas
sekolah, bermain olah raga, dan kegiatan lainya). Tahapan latensi ini antara usia 6-12
tahun (masa sekolah dasar)

e) Tahap genital/kelamin ( masa remaja)

Kateksis-kateksis dari masa-masa pragenital bersifat narsisistik. Hal ini berarti bahwa
individu mendapatkan kepuasan dari stimulasi dan manipulasi tubuhnya sendiri
sedangkan orang-orang lain dikateksis hanya karena membantu memberikan bentuk-
bentuk tambahan kenikmatan tubuh bagi anak. Selama masa adolesen, sebagian dari cinta
diri atau narsisisme ini disalurkan ke pilihan-pilihan objek yang sebenarnya.

Kateksis-kateksis pada tahap-tahap oral, anal, dan phalik lebur dan di sistensiskan dengan
impuls-impuls genital. Fungsi biologis pokok dari tahap genital tujuan ini dengan
memberikan stabilitas dan keamanan sampai batas tertentu.

Implementasi teori Freud dalam Praktik Pendidikan

Berdasarkan konsep kunci dari teori kepribadian freud, berikut ini akan dijelaskan
beberapa teorinya yang dapat diimplemetasikan dalam pendidikan, yaitu: Pertama,
konsep kunci bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki kebutuhan dan keinginan.
Dengan demikian, implementasi pandangan Freud dalam pendidikan sangat memberikan
kontribusi yang signifikan, terutama memberikan panduan atau acuan pada guru dalam
melakukan pembelajaran dan memberikan bimbingan, sehingga bimbingan benar-benar
efektif dan sesuai dengan tingkat perkembangan mereka. Adapun fungsi-fungsi
bimbingan yang dilakukan oleh guru antara lain:

1) Memahami Individual Siswa

Seorang guru dan pembimbing dapat memberikan bantuan yang efektif jika mereka dapat
memahami dan mengerti persoalan, sifat, kebutuhan, minat, dan kemampuan siswa.
Karena itu, bimbingan yang efektif menuntut secara mutlak pemahaman diri anak secara
menyeluruh. Karena tujuan bimbingan dan pendidikan dapat dicapai jika programnya
didasarkan atas pemahaman diri anak didiknya.

2) Preventif dan Pengembangan Individual Siswa

Preventif dan pengembangan merupakan dua sisi dari satu mata uang. Preventive berusaha
mencegah kemerosotan perkembangan seseorang dan minimal dapat memelihara apa
yang telah dicapai dalam perkembangannya melalui pemberian pengaruh-pengaruh yang
positif, memberikan bantuan untuk mengembangkan sikap dan pola perilaku yang dapat
membantu setiap individu untuk mengembangkan dirinya secara optimal.

Membantu individu untuk menyempurnakan setiap siswa pada saat tertentu ketika
membutuhkan pertolongan dalam menghadapi dan menjalani keseharian mereka dan
beradaptasi dengan lingkungannya. Bimbingan dapat memberikan bantuan pada siswa
untuk penanganan dan pemibimbingan dalam kepgiatan pembelajaran dan membantu
memberikan pilihan yang sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimilikinya.

Kedua, konsep teori tentang kecemasan yang dimiliki seseorang dapat digunakan sebagai
wahana pencapaian tujuan bimbingan oleh guru, yaitu membantu individu supaya
mengerti diri dan lingkungannya, mampu memilih, memutuskan dan merencanakan hidup
secara bijaksana mampu mengembangkan kemampuan dan kesanggupan, memecahkan
masalah yang dihadapi dalam kehidupannya, mampu mengelola aktivitas sehari-hari
dengan baik dan bijaksana, mampu memahami dan bertindak sesuai dengan norma agama,
sosial dalam masyarakatnya.

Ketiga, konsep teori psikoanalisis yang menekankan pengaruh masa lalu (masa kecil)
terhadap perjalanan manusia. Dalam system pembinaan akhlak individual, islam
menganjurkan agar keluarga dapat melatih dan membiasakan anak-anknya agar dapat
tumbuh kembang sesuai dengan norma agama dan sosial. Bila sebuah keluarga mampu
memberikan bimbingan yang baik, maka kelak anak itu diharapkan akan tumbuh menjadi
manusia yang baik.

Keempat, teori freud tentang tahapan perkembangan kepribadian individu dapat


digunakan dalam proses bimbingan, baik sebagai materi maupun pendekatan. Konsep ini
memberikan arti bahwa, materi, metode, dan pola bimbingan harus disesuaikan dengan
tahapan perkembangan kepribadian individu, karena pada setiap tahapan itu memiliki
karakteristik dan sifat yang berbeda.

Kelima, konsep freud tentang ketidaksadaran dapat digunakan dalam proses bimbingan
yang dilakukan oleh guru pada individu dengan harapan dapat mengurangi impuls-impuls
dorongan Id yang bersifat irrasional sehingga berubah menjadi rasional.

Diterjemahkan dan di-resume dari:

Salkind, Neil J. (2004). An Introduction to Theories of Human Development. Thousand


Oaks, London, New Delhi: Sage Publications. International Education and Publisher
Iklan

Music, Culture, and Education

TEORI PERKEMBANGAN
PSIKOSOSIAL (ERIK ERIKSON)
Oleh: Desyandri

Perkembangan Psikososial menurut pandangan Erik Erikson

Teori Erik Erikson membahas tentang perkembangan manusia dikenal dengan teori
perkembangan psiko-sosial. Teori perkembangan psikososial ini adalah salah satu teori
kepribadian terbaik dalam psikologi. Seperti Sigmund Freud, Erikson percaya bahwa
kepribadian berkembang dalam beberapa tingkatan. Salah satu elemen penting dari teori
tingkatan psikososial Erikson adalah perkembangan persamaan ego. Persamaan ego
adalah perasaan sadar yang kita kembangkan melalui interaksi sosial. Menurut Erikson,
perkembangan ego selalu berubah berdasarkan pengalaman dan informasi baru yang kita
dapatkan dalam berinteraksi dengan orang lain. Erikson juga percaya bahwa kemampuan
memotivasi sikap dan perbuatan dapat membantu perkembangan menjadi positif, inilah
alasan mengapa teori Erikson disebut sebagai teori perkembangan psikososial.

Menurut Erikson perkembangan psikologis dihasilkan dari interaksi antara proses-proses


maturasional atau kebutuhan biologis dengan tuntutan masyarakat dan kekuatan-kekuatan
sosial yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Dari sudut pandang seperti ini, teori
Erikson menempatkan titik tekan yang lebih besar pada dimensi sosialisasi dibandingkan
teori Freud. Selain perbedaan ini, teori Erikson membahas perkembangan psikologis di
sepanjang usia manusia, dan bukan hanya tahun-tahun antara masa bayi dan masa remaja.
Seperti Freud, Erikson juga meneliti akibat yang dihasilkan oleh pengalaman-pengalaman
usia dini terhadap masa-masa berikutnya, akan tetapi ia melangkah lebih jauh lagi dengan
menyelidiki perubahan kualitatif yang terjadi selama pertengahan umur dan tahun-tahun
akhir kehiduaan.

Teori perkembangan kepribadian yang dikemukakan Erikson merupakan salah satu teori
yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Bersama dengan Sigmund Freud, Erikson
mendapat posisi penting dalam psikologi. Hal ini dikarenakan ia menjelaskan tahap
perkembangan manusia mulai dari lahir hingga lanjut usia, satu hal yang tidak dilakukan
oleh Freud. Selain itu karena Freud lebih banyak berbicara dalam wilayah ketidaksadaran
manusia, teori Erikson yang membawa aspek kehidupan sosial dan fungsi budaya
dianggap lebih realistis.

Erikson dalam membentuk teorinya secara baik, sangat berkaitan erat dengan kehidupan
pribadinya dalam hal ini mengenai pertumbuhan egonya. Erikson berpendapat bahwa
pandangan-pandangannya sesuai dengan ajaran dasar psikoanalisis yang diletakkan oleh
Freud. Jadi dapat dikatakan bahwa Erikson adalah seorang post-freudian atau neofreudian.
Akan tetapi, teori Erikson lebih tertuju pada masyarakat dan kebudayaan. Hal ini terjadi
karena dia adalah seorang ilmuwan yang punya ketertarikan terhadap antropologis yang
sangat besar, bahkan dia sering meminggirkan masalah insting dan alam bawah sadar.
Oleh sebab itu, maka di satu pihak ia menerima konsep struktur mental Freud, dan di lain
pihak menambahkan dimensi sosial-psikologis pada konsep dinamika dan perkembangan
kepribadian yang diajukan oleh Freud.

Bagi Erikson, dinamika kepribadian selalu diwujudkan sebagai hasil interaksi antara
kebutuhan dasar biologis dan pengungkapannya sebagai tindakan-tindakan sosial. Pusat
dari teori Erikson mengenai perkembangan ego ialah sebuah asumsi mengenai
perkembangan setiap manusia yang merupakan suatu tahap yang telah ditetapkan secara
universal dalam kehidupan setiap manusia.

Erikson memberi jiwa baru ke dalam teori psikoanalisis, dengan memberi perhatian yang
lebih kepada ego dari pada id dan superego. Dia masih tetap menghargai teori Freud,
namun mengembangkan ide-ide khususnya dalam hubungannya dengan tahap
perkembangan dan peran sosial terhadap pembentukan ego. Ego berkembang melalui
respon terhadap kekuatan dalam dan kekuatan lingkungan sosial. Ego bersifat adaptif dan
kreatif, berjuang aktif (otonomi) membantu diri menangani dunianya. Erikson masih
mengakui adanya kualitas dan inisiatif sebagai bentuk dasar pada tahap awal, namun hal
itu hanya bisa berkembang dan masak melalui pengalaman sosial dan lingkungan. Dia
juga mengakui sifat rentan ego, defense yang irasional, efek trauma-anxieO-guilt yang
langgeng, dan dampak lingkungan yang membatasi dan tidak peduli terhadap individu.
Namun menurutnya ego memiliki sifat adaptif, kreatif, dan otonom (adaptable, creative,
dan autonomy). Dia memandang lingkungan bukan semata-mata menghambat dan
menghukum (Freud), tetapi juga mendorong dan membantu individu. Ego menjadi
mampu – terkadang dengan sedikit bantuan dari terapis – menangani masalah secara
efektif.
Erikson menggambarkan adanya sejumlah kualitas yang dimiliki ego, yang tidak ada pada
psikoanalisis Freud, yakni kepercayaan dan penghargaan, otonomi dan kemauan,
kerajinan dan kompetensi, identitas dan kesetiaan, keakraban dan cinta, generativitas dan
pemeliharaan, serta integritas. Ego semacam itu disebut juga ego-kreatif, ego yang dapat
menemukan pemecahan kreatif atas masalah baru pada setiap tahap kehidupan. Apabila
menemui hambatan atau konflik, ego tidak menyerah tetapi bereaksi dengan
menggunakan kombinasi antara kesiapan batin dan kesempatan yang disediakan
lingkungan. Ego bukan budak tetapi justru menjadi tuan/pengatur id, superego dan dunia
luar. Jadi, ego di samping basil proses faktor-faktor genetik, fisiologik, dan anatomis, juga
dibentuk oleh konteks kultural dan historik. Ego yang sempurna, digambarkan Erikson
memiliki tiga dimensi, faktualitas, universalitas, dan aktualitas:

 Faktualitas adalah kumpulan fakta, data, dan metoda yang dapat diverifikasi dengan
metoda kerja yang sedang berlaku. Ego berisi kumpulan fakta dan data basil interaksi
dengan lingkungan.
 Universalitas berkaitan dengan kesadaran akan kenyataan (sells of reality) yang
menggabungkan hal yang praktis dan kongkrit dengan pandangan semesta, mirip
dengan prinsip realita dari Freud.
 Aktualitas adalah cara baru dalam berhubungan satu dengan yang lain, memperkuat
hubungan untuk mencapai tujuan bersama. Ego adalah realitas kekinian, terus
mengembangkan cara baru dalam memecahkan masalah kehidupan, yang lebih
efektif, prospektif, dan progresif.

Menurut Erikson, ego sebagian bersifat taksadar, mengorganisir dan mensintesa


pengalaman sekarang dengan pengalaman diri masa lalu dan dengan diri masa yang akan
datang. Dia menemukan tiga aspek ego yang saling behubungan, yakni body
ego (mengacu ke pangalaman orang dengan tubuh/fisiknya sendiri), ego ideal (gambaran
mengenai bagaimana seharusnya diri, sesuatu yang bersifat ideal), dan ego
identity (gambaran mengenai diri dalam berbagai peran sosial). Ketiga aspek itu
umumnya berkembang sangat cepat pada masa dewasa, namun sesungguhnya perubahan
ketiga elemen itu terjadi pada semua tahap kehidupan.

Teori Ego dari Erikson yang dapat dipandang sebagai pengembangan dari teori
perkembangan seksual-infantil dari Freud, mendapat pengakuan yang luas sebagai teori
yang khas, berkat pandangannya bahwa perkembangan kepribadian mengikuti prinsip
epigenetik. Bagi organisme, untuk mencapai perkembangan penuh dari struktur biologis
potensialnya, lingkungan harus memberi stimulasi yang khusus. Menurut Erikson, fungsi
psikoseksual dari Freud yang bersifat biologis juga bersifat epigenesis, artinya
psikoseksual untuk berkembang membutuhkan stimulasi khusus dari lingkungan, dalam
hal ini yang terpenting adalah lingkungan sosial.

Sama seperti Freud, Erikson menganggap hubungan ibu-anak menjadi bagian penting dari
perkembangan kepribadian. Tetapi Erikson tidak membatasi teori hubungan id-ego dalam
bentuk usaha memuaskan kebutuhan id oleh ego. Menurutnya, situasi memberi makan
merupakan model interaksi sosial antara bayi dengan dunia luar. Lapar jelas manifestasi
biologis, tetapi konsekuensi dari pemuasan id (oleh ibu) itu akan menimbulkan kesan bagi
bayi tentang dunia luar. Dari pengalaman makannya, bayi belajar untuk mengantisipasi
interaksinya dalam bentuk kepercayaan dasar (basic trust), yakni mereka memandang
kontak dengan manusia sangat menyenangkan karena pada masa lalu hubungan semacam
itu menimbulkan rasa aman dan menyenangkan. Sebaliknya, tanpa basic trust bayi akan
mengantisipasi interaksi interpersonal dengan kecemasan, karena masa lalu hubungan
interpersonalnya menimbulkan frustrasi dan rasa sakit

Kepercaayaan dasar berkembang menjadi karakteristik ego yang mandiri, bebas dari
dorongan drives darimana dia berasal. Hal yang sama terjadi pada fungsi ego seperti
persepsi, pemecahan masalah, dan identias ego, beroperasi independen dari drive yang
melahirkan mereka. Ciri khas psikologi ego dari Erikson dapat diringkas sebagai berikut:

 Erikson menekankan kesadaran individu untuk menyesuaikan diri dengan pengaruh


sosial. Pusat perhatian psikologi ego adalah kemasakan ego yang sehat, alih-alih
konflik salah suai yang neurotik.
 Erikson berusaha mengembangkan teori insting dari Freud dengan menambahkan
konsep epigenetik kepribadian.
 Erikson secara eksplisit mengemukakan bahwa motif mungkin berasal dari impuls
id yang taksadar, namun motif itu bisa membebaskan diri dari id seperti individu
meninggalkan peran sosial di masa lalunya. Fungsi ego dalam pemecahan masalah,
persepsi, identitas ego, dan dasar kepercayaan bebas dari Id, membangun sistem
kerja sendiri yang terlepas dari sitem kerja id.
 Erikson menganggap ego sebagai sumber kesadaran diri seseorang. Selama
menyesuaikan diri dengan realita, ego mengembangkan perasaan keberlanjutan diri
dengan masa lalu dan masa yang akan datang.

Perkembangan berlangsung melalui penyelesaian krisis-krisis yang ada pada tahapan


perkembangan yang terjadi berurutan. Erikson pertama kali memaparkan kedelapan
tahapan ini dalam bukunya yang termasyhur, Childhood and Society (1950a). Tabel
Delapan Tahapan Perkembangan Psikososial menyajikan daftar tahapan dan
menunjukkan krisis atau tugas psikososial apa yang terkait dengan masing-masing
tahapan tersebut, kondisi-kondisi sosial yang mungkin membantu atau mengganggu
penyelesaian tahapan itu, dan hasil-hasil perilaku yang muncul dari penyelesaian tahapan
tersebut entah itu berhasil maupun gagal.

TABEL Delapan Tahapan Perkembangan Psikososial Menurut Erikson


Tahapan Tahapan Tugas Kondisi-kondisi Sosial Hasil
Psikososial Psikososial

Tahapan 1
(lahir s.d 1 tahun)Oral-SensoriBisakah aku memercayai dunia?Dukungan, penyediaan
kebutuhan-kebutuhan dasar, kesinambungan

Ketiadaan dukungan, kebutuhan yang tidak terpenuhi, inkonsistensiRasa percaya

Rasa tidak percayaTahapan 2

(2 s.d 3 tahun)Muskular-AnalBisakah aku mengendalikan perilakuku?Dukungan, sikap


membolehkan dengan pertimbangan

Perlindungan yang berlebihan, kekurangan dukungan, kekurangan rasa percaya


diriOtonomi

KeraguanTahapan 3
(4 s.d 5 tahun)Lokomotor-GenitalBisakah aku mandiri dari orang tuaku dan menjelajahi
batas-batas kemampuanku?Dorongan, kesempatan

Kekurangan kesempatan, perasaan-perasaan negatifInisiatif

Rasa bersalahTahapan 4

(6 s.d 11 tahun)LatensiBisakah aku menguasai keahlian untuk hidup dan


beradaptasi?Pelatihan yang memadai, pendidikan yang bagus, model-model yang baik.

Pendidikan atau palatihan yang buruk, kurangnya pengarahan dan dukunganRasa


mantap

Rasa rendah diriTahapan 5

(12 s.d 18 tahun)Pubertas dan Masa RemajaSiapa saya? Seperti apa keyakinanku,
perasaanku, dan sikap-sikapku?Stabilitas internal dan kesinambungan, model-model
seks yang tepat, dan umpan balik yang positif

Kekacauan tujuan, umpan balik yang tidak jelas, harapan-harapan yang tidak
tepatIdentitas

Kekacauan atau kebingungan peranTahapan 6

(awal masa dewasa)Awal Masa DewasaBisakah aku memberikan diriku sepenuhnya


bagi orang lain?Sikap hangat, pemahaman, rasa percaya

Kesepian, perasaan terasingKedekatan

KeterkucilanTahapan 7

(masa dewasa)Masa DewasaApa yang kutawarkan pada generasi selanjutnya?Kepastian


tujuan, produktivitas

Kurang menghasilkan, kemunduran

Generativitas

KemandekanTahapan 8

(masa kematangan)Masa KematanganSudahkah kutemukan kepauasan dan kelegaan


dalam segala kegiatan hidupku?Perasaan aman, utuh, dan terarah

Rasa kurang, rasa tidak puasIntegritas ego

Rasa putus asaSumber: Diadaptasi dari Erikson (1950a)

Konflik-konflik ini tidak berlangsung dalam situasi “sekali untuk selamanya” melainkan
berlangsung sebagai proses di sepanjang rangkaian (kontinum) psikologis. Titik-titik
ekstrem dalam kontinum ini tidak ada dalam kenyataan, namun bagian-bagian dari setiap
titik ekstrem itu seringkali bisa ditemukan pada semua individu dalam tahapan mana pun.
Sebagai contoh, tidak ada anak yang tumbuh dengan rasa percaya (trust) sepenuhnya atau
rasa tidak percaya (distrust) sepenuhnya – masing-masing individu beradaptasi sesuai
dengan apa yang digariskan oleh tuntutan-tuntutan sosial.

Perbandingan Tahapan Erik Erikson dengan Sigmund Freud

Seperti dijelaskan pada jawaban di atas bahwa, Erikson adalah murid dari Freud sehingga
Erikson adalah pengembang teori Freud dan mendasarkan kunstruk teori psikososialnya
dari psiko-analisas Freud. Kalau Freud memapar teori perkembangan manusia hanya
sampai masa remaja, maka para penganut teori psiko-analisa (freud) akan menemukan
kelengkapan penjelasan dari Erikson, walaupun demikian ada perbedaan antara
psikoseksual Freud dengan psikososial Erikson. Beberapa aspek perbedan tersebut dapat
dilihat di bawah ini:

Erik Erikson Sigmund Freud

Peran/fungsi ego lebih ditonjolkan, yang Peranan/fungsi id dan ketidaksadaran sangat


berhubungan dengan tingkah laku yang penting
nyata.
Hubungan-hubungan yang penting lebih Hubungan segitiga antara anak, ibu dan ayah
luas, karena mengikutsertakan pribadi- menjadi landasan yang terpenting dalam
pribadi lain yang ada dalam lingkungan perkembangan kepribadian.
hidup yang langsung pada anak. Hubungan
antara anak dan orang tua melalui pola
pengaturan bersama (mutual regulation).
Orientasinya optimistik, kerena kondisi- Orientasi patologik, mistik karena ber-
kondisi dari pengaruh lingkungan sosial hubungan dengan berbagai hambatan pada
yang ikut mempengaruhi perkembang struktur kepribadian dalam perkembangan
kepribadian anak bisa diatur. kepribadian.
Konflik timbul antara ego dengan Timbulnya berbagai hambatan dalam ke-
lingkungan sosial yang disebut: konflik hidupan psikisnya karena konflik internal,
sosial. antara id dan super ego.
“Menempatkan titik tekan yang lebih “Menempatkan titik tekan yang lebih
besar pada dimensi sosialisasi” besar pada dimensi psikologi”

Kesimpulan pandangan Freud dan Erik Erikson

Padangan teori perkembangan kepribadian yang dikemukakan Erik Erikson merupakan


salah satu teori yang memiliki pengaruh kuat dalam psikologi. Bersama dengan Sigmund
Freud, Erikson mendapat posisi penting dalam psikologi. Hal ini dikarenakan ia
menjelaskan tahap perkembangan manusia mulai dari lahir hingga lanjut usia; satu hal
yang tidak dilakukan oleh Freud. Selain itu karena Freud lebih banyak berbicara dalam
wilayah ketidaksadaran manusia, sementara teori Erikson yang membawa aspek
kehidupan sosial dan fungsi budaya dianggap lebih realistis.

Seperfi teori Freud, teori Erikson juga membagi proses-proses perkembangan ke dalam
serangkaian tahapan yang diatur oleh kekuatan-kekuatan maturasional dan ditandai oleh
adanya konflik. Teori Erikson terdiri atas delapan tahapan semacam itu, yang masing-
masingnya terkait dengan krisis yang harus diselesaikan oleh individu untuk bisa
berpindah ke tahapan berikutnya. Dalam pandangan Erikson, proses pematangan
(maturational) bisa jadi merupakan faktor pendorong munculnya tahapan baru; adapun
tuntutan sosial, yang telah ada sejak manusia dalam kandungan hingga kematian,
bertindak sebagai kekuatan penengah dan pembentuk.

Apabila teori Freud bertumpu pada hubungan antara energi kehidupan (libido) dengan
fungsi-fungsi psikologis individu, teori Erikson menekankan pentingnya kedudukan ego.
Bagi Erikson, ego merupakan struktur penyatu, dan kekuatan ego merupakan lem yang
merekatkan berbagai aspek atau dimensi fungsi-fungsi psikologis. Pandangan Erikson
mengenai ego ini serupa dengan yang ada pada Freud: ego adalah pelaksana tindakan
pencapaian-tujuan realistis dan menjadi penengah antara dorongan biologis id dan batasan
masyarakat berupa superego. Namun sifat perkembangan yang ada dalam teori Erikson
menjadikan ego sebagai struktur yang paling penting. Melalui ego, manusia mengalami
dan menyelesaikan krisis-krisis perkembangan tertentu. Ketika ego goyah dan tidak bisa
menangani suatu krisis, maka perkembangan pun menjadi terancam.

Seperti Freud, Erikson yakin bahwa meskipun dorongan biologis memiliki arti yang amat
penting, namun tekanan sosial dan kekuatan lingkungan memiliki dampak yang lebih
besar. Pengamatan terperinci atas kekuatan-kekuatan seperti ini dalam kehidupan individu
akan memperlihatkan apa yang oleh Erikson disebut sebagai psikohistori (psychohistory)
-yakni riwayat kejadian-kejadian sosial yang berinteraksi dengan proses-proses biologis
sehingga menghasilkan perilaku. Teknik yang banyak digunakan Erikson adalah
menghubungkan antara pengalaman masa lalu individu dengan perilaku mereka sekarang
sebagai upaya untuk memahami faktor-faktor motivasi, hasil-hasil perilaku, dan
kebutuhan-kebutuhan individu pada masa berikutnya. Apabila tahapan-tahapan
perkembangan dalam teori Freud mengandung ciri psikoseksual, maka tahapan-tahapan
Erikson mengandung ciri psikososial, lantaran pengamatannya yang serius terhadap
faktor-faktor tersebut.

Diterjemahkan dan di-resume dari:

Salkind, Neil J. (2004). An Introduction to Theories of Human Development. Thousand


Oaks, London, New Delhi: Sage Publications. International Education and Publisher
Iklan

RedCheek Words~

TEORI HUMANISTIK [MASLOW &


ROGER]

TEORI HUMANISTIK

Humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Pendekatan ini
melihat kejadian yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal
yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan
para pendidik yang beraliran humanism biasanya memfokuskan pengajarannya pada
pembangunan kemampuan positif ini.

Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang
terdapat dalam domain afektif. Emosi adalah karakterisitik yang sangat kuat yang
nampak dari para pendidik beraliran humanisme. Humanistik tertuju pada masalah
bagaimana tiap individu dipengaruhi dan dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi
yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Teori
humanisme ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat
pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena
sosial.

Tokoh pencetus aliran humanisme adalah Arthur Combs, Abraham Maslow, Carl
Rogers, Erich Fromm daan Viktor Frankl.

1. A. Abraham Maslow

Abraham Harold Maslow dilahirkan di Brooklyn, New York, pada tanggal 1 April 1908.
Maslow dibesarkan dalam keluarga Yahudi Rusia dengan orangtua yang tidak
mengenyam pendidikan tinggi. Pada masa kecilnya, ia dikenal sebagai anak yang kurang
berkembang dibanding anak lain sebayanya. Ia mengatakan bahwa dirinya adalah
seorang anak Yahudi yang tumbuh dalam lingkungan yang mayoritas dihuni oleh non
Yahudi.

Ia merasa terisolasi dan tidak bahagia pada masa itu. Ia tumbuh di perpustakaan diantara
buku-buku. Ia awalnya berkuliah umum, namun pada akhirnya, ia memilih untuk
mempelajari psikologi dan lulus dari Universitas Wisconsin. Pada saat ia berkuliah, ia
menikah dengan sepupunya yang bernama Bertha pada bulan Desember 1928 dan
bertemu dengan mentor utamanya yaitu Profesor Harry Harlow. Ia memperoleh
gelar bachelor pada 1930, master pada 1931, dan Ph.D pada 1934. Maslow kemudian
memperdalam riset dan studinya di Universitas Columbia dan masih mendalami subjek
yang sama. Di sana ia bertemu dengan mentornya yang lain yaitu Alfred Adler, salah
satu kolega awal dari Sigmund Freud.

Pada tahun 1937-1951, Maslow memperdalam ilmunya di Brooklyn College. Di New


York, ia bertemu dengan dua mentor lainnya yaitu Ruth Benedict seorang antropologis,
dan Max Wertheimer seorang Gestalt psikolog, yang ia kagumi secara profesional
maupun personal. Kedua orang inilah yang kemudian menjadi perhatian Maslow dalam
mendalami perilaku manusia. Maslow menjadi pelopor aliran humanistik psikologi yang
terbentuk pada sekitar tahun 1950 hingga 1960-an. Ia menghabiskan masa pensiunnya di
California, sampai akhirnya ia meninggal karena serangan jantung pada 8 Juni 1970.
Kemudian ia dianugerahkan gelar Humanist of the Year oleh Asosiasi Humanis
Amerika pada tahun 1967.

Asumsi dan Prinsip Dasar Teori

Ahli-ahli teori humanistik menunjukkan bahwa (1) tingkah laku individu pada mulanya
ditentukan oleh bagaimana mereka merasakan dirinya sendiri dan dunia sekitarnya, dan
(2) individu bukanlah satu-satunya hasil dari lingkungan mereka seperti yang dikatakan
oleh ahli teori tingkah laku, melainkan langsung dari dalam (internal), bebas memilih,
dimotivasi oleh keinginan untuk aktualisasi diri (self-actualization) atau memenuhi
potensi keunikan mereka sebagai manusia.

Abraham Maslow mengatakan bahwa di dalam diri individu ada dua hal:

1. Suatu usaha yang positif untuk berkembang


2. Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu

Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi


kebutuhan yang bersifat hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan
pertama, seperti kebutuhan psikologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang
terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan rasa aman dan seterusnya.

Maslow Berfokus pada individu secara keseluruhan, bukan hanya satu aspek individu,
dan menekankan kesehatan daripada sekedar penyakit dan masalah.

Detail Teori

Teori yang terkenal dari Maslow yang merupakan salah satu tokoh humanistik adalah
teori tentang Hirarki Kebutuhan. Adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah sebagai
berikut:

1. Kebutuhan fisiologis atau dasar


2. Kebutuhan akan rasa aman
1. Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi
2. Kebutuhan untuk dihargai
3. Kebutuhan untuk aktualisasi diri

Maslow (1968) berpendapat bahwa ada hierarki kebutuhan manusia. Kebutuhan untuk
tingkat yang paling rendah yaitu tingkat untuk bisa survive atau mempertahankan hidup
dan rasa aman, dan ini adalah kebutuhan yang paling penting. Tetapi jika manusia secara
fisik terpenuhi kebutuhannya dan merasa aman, mereka akan distimuli untuk memenuhi
kebutuhan yang lebih tinggi, yaitu kebutuhan untuk memiliki dan dicintai dan kebutuhan
akan harga diri dalam kelompok mereka sendiri. Jika kebutuhan ini terpenuhi orang
akan kembali mencari kebutuhan yang lebih tinggi lagi, prestasi intelektual,
penghargaan estetis dan akhirnya self-actualization.

Maslow (1954) menyusun hirerarki kebutuhan. Di dalam hirarki ini, ia menggunakan


suatu susunan piramida untuk menjelaskan dorongan atau kebutuhan dasar yang
memotivasi individu. Kebutuhan yang paling dasar, yakni kebutuhan fisiologis akan
makanan, air, tidur, tempat tinggal, ekspresi seksual, dan bebas dari rasa nyeri, harus
dipenuhi pertama kali. Tingkat kedua adalah kebutuhan akan keselamatan, keamanan,
dan bebas dari bahaya atau ancaman kerugian. Tingkat ketiga ialah kebutuhan akan
mencintai dan memiliki, yang mencakup membina keintiman, persahabatan, dan
dukungan. Tingkat keempat ialah kebutuhan harga diri, yang mencakup kebutuhan
untuk dihormati dan diargai orang lain. Tingkat yang paling tinggi ialah aktualisasi diri,
kebutuhan akan kecantikan, kebenaran, dan keadilan.
Maslow mengajikan hipotesis bahwa kebutuhan dasar di tingkat paling bawah piramida
akan mendominasi perilaku individu sampai kebutuhan tersebut dipenuhi, kemudian
kebutuhan tingkat selanjutnya menjadi dominan.

Maslow menggunakan istilah aktualisasi diri untuk menjelaskan individu yang telah
mencapai semua kebutuhan hirarki dan mengembangkan potensinya secara keseluruhan
dalam hidup.

Teori Maslow menjelaskan bahwa perbedaan individu terletak pada motivasinya, yang
tidak selalu stabil seanjang kehidupan. Lingkungan hidup yang traumatic atau kesehatan
yang terganggu dapat menyebabkan individu mundur ke tingkat motivasi yang lebih
rendah.

Kedudukan Pengasuhan dalam Teori

Dalam pendekatan humanistik, orang tua diajarkan untuk mencerminkan perasaan anak-
anak mereka dan membantu mereka tumbuh dalam kesadaran diri dan pemahaman, serta
memfasilitasi kematangan psikologis anak-anak mereka.

Abraham Maslow melengkapi pemikiran tersebut dengan teori motivasi. Menurutnya,


potensi-potensi unik seorang anak akan muncul apabila diberi motivasi dengan cara
penyampaian wawasan, contoh orang tua, pergaulan dengan teman lain, maupun
pengalaman langsung.

Dalam praktik pengasuhan, orang tua dianggap sebagai fasilitator yaitu menyediakan
lingkungan dan sarana belajar anak untuk mengembangkan potensinya. Semakin
dipenuhinya fasilitas yang dibutuhkan anak, akan semakin berkembang potensi-potensi
yang dimiliki seorang anak.

Selain itu, orang tua harus berperan sebagai motivator. Peran ini dilakukan dengan
memberikan dorongan dan dukungan bagi berbagai hal yang menjadi minat seorang
anak. Apabila anak melakukan kekeliruan tidak disalahkan atau disudutkan tetapi diberi
berikan bimbingan dengan kalimat-kalimat yang membangkitkan semangat. Sehingga
anak terpacu untuk melakukan tugasnya dan semakin tinggi tingkat
pengaktualisasiannya.

1. B. Carl Roger

Carl Ransom Rogers lahir pada tanggal 8 Januari 1902 di Oak Park, Illinios, Chicago.
Rogers meninggal dunia pada tanggal 4 Februari 1987 karena serangan jantung. Latar
belakang: Rogers adalah putra keempat dari enam bersaudara. Rogers dibesarkan dalam
keluarga yang berkecukupan dan menganut aliran protestan fundamentalis yang terkenal
keras, dan kaku dalam hal agama, moral dan etika. Rogers terkenal sebagai seorang
tokoh psikologi humanis, aliran fenomenologis-eksistensial, psikolog klinis dan terapis,
ide – ide dan konsep teorinya banyak didapatkan dalam pengalaman -pengalaman
terapeutiknya.(Schultz 1991)

Carl Rogers adalah seorang psikolog yang terkenal dengan pendekatan terapi klinis yang
berpusat pada klien (client centered) (Clifford 1986). Rogers kemudian menyusun
teorinya dengan pengalamannya sebagai terapis selama bertahun-tahun. Teori Rogers
mirip dengan pendekatan Freud, Namun pada hakikatnya Rogers berbeda dengan Freud
karena Rogers menganggap bahwa manusia pada dasarnya baik atau sehat. Dengan kata
lain, Rogers memandang kesehatan mental sebagai proses perkembangan hidup alamiah,
sementara , kejahatan, dan persoalan kemanusiaan lain dipandang sebagai
penyimpangan dari kecenderungan alamiah. Teori Rogers didasarkan pada suatu “daya
hidup” yang disebut kecenderungan aktualisasi. Kecenderungan aktualisasi tersebut
diartikan sebagai motivasi yang menyatu dalam setiap diri makhluk hidup dan bertujuan
mengembangkan seluruh potensinya semaksimal mungkin. Jadi, makhluk hidup bukan
hanya bertujuan bertahan hidup saja, tetapi ingin memperoleh apa yang terbaik bagi
keberadaannya.Dari dorongan tunggal inilah, muncul keinginan-keinginan atau
dorongan-dorongan lain yang disebutkan oleh psikolog lain, seperti kebutuhan untuk
udara, air, dan makanan, kebutuhan akan rasa aman dan rasa cinta, dan
sebagainya.(George 2008)

Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:

1. Kognitif (kebermaknaan)

2. experiential ( pengalaman atau signifikansi)

Meskipun teori yang dikemukan Rogers adalah salah satu dari teori holistik, namun
keunikan teori adalah sifat humanis yang terkandung didalamnya. Teori humanistik
Rogers pun menpunyai berbagai nama antara lain : teori yang berpusat pada pribadi
(person centered), non-directive, klien (client-centered), teori yang berpusat pada murid
(student-centered), teori yang berpusat pada kelompok (group centered), dan person to
person). Namun istilah person centered yang sering digunakan untuk teori Rogers.

Asumsi dan Prinsip Dasar Teori

1. Kecenderungan formatif : Segala hal di dunia baik organik maupun non-organik


tersusun dari hal-hal yang lebih kecil.
2. Kecenderungan aktualisasi: Kecenderungan setiap makhluk hidup untuk bergerak
menuju ke kesempurnaan atau pemenuhan potensial dirinya. Tiap individual
mempunyai kekuatan yang kreatif untuk menyelesaikan masalahnya.

Ide pokok dari teori-teori Rogers yaitu individu memiliki kemampuan dalam diri
sendiri untuk mengerti diri, menentukan hidup, dan menangani masalah-masalah
psikisnya asalkan konselor menciptakan kondisi yang dapat mempermudah
perkembangan individu untuk aktualisasi diri. (Schultz 1991)

Carl Rogers mengembangkan teorinya dari penelitiannya bersama pasien dan klien di
klinik. Rogers merasa terkesan dengan apa yang ia lihat saat kecenderungan bawaan
individu yang bergerak ke arah pertumbuhan, maturitas, dan perubahan positif. Ia
menjadi yakin bahwa kekuatan dasar yang memotivasi organisme manusia adalah
kecenderungan beraktualisasi – suatu kecenderungan ke arah pemenuhan atau
aktualisasi semua kapasitas organisme. Organisme yang tumbuh mencari cara untuk
memenuhi potensinya di dalam batas-batas hereditasnya. Seseorang mungkin tidak
selalu dengan jelas merasakan tindakan mana yang menyebabkan pertumbuhan dan
tindakan mana yang regresif. Tetapi jika jalan itu jelas, individu memilih untuk tumbuh
ketimbang regresi. Rogers tidak menyangkal bahwa terdapat kebutuhan lain, sebagian
darinya adalah biologis., tetapi ia memandang semuanya itu sebagai patuh kepada
motivasi organisme untuk meningkatkan dirinya. Keyakinan Rogers akan keunggulan
aktualisasi membentuk dasar terapi terpusat klien yang bersifat nondirektif. Metoda
psikoterapi ini berpendapat bahwa semua individu memiliki motivasi dan kemampuan
untuk berubah dan individu adalah orang yang paling berkualifikasi untuk menentukan
arah perubahan tersebut. Peran ahli terapi adalah sebagai papan pantul sementara
individu mengeksplorasi dan menganalisis masalahnya. Pendekatan ini berbeda dari tipe
psikoanalitik, di mana ahli terapi menganalisis pengalaman pasien untuk menentukan
masalah dan menyarankan suatu tindakan pengobatan. Inti dari konsep dalam teori
kepribadian Rogers adalah diri (self). Diri, atau konsep-diri (Rogers menggunakan
keduanya), menjadi inti teotinya. Diri terdiri dari semua ide, persepsi, dan nilai-nilai
yang mengkarakterisasi “saya” atau “aku” ; ia mencakup kesadaran “apa saya” dan “ apa
yang dapat saya lakukan.” Selanjutnya diri yang dihayati ini mempengaruhi persepsi
seseorang tentang dunia dan perilakunya. Sebagai contohnya, wanita yang merasa
dirinya kuat dan kompeten akan menghayati dan bertindak di dunia dengan cara yang
sangat berbeda dari wanita yang menganggap dirinya lemah dan tidak berguna. Konsep
diri tidak selalu mencerminkan realita : seseorang mungkin sangat berhasil dan
terhormat tetapi masih memandang dirinya sendiri sebagai orang yang gagal.

Detail Teori

Menurut Rogers, individu menilai setiap pengalaman berkaitan dengan konsep diri.
Orang ingin bertindak dalam cara yang konsisten dengan citra-dirinya ; pengalaman dan
perasaan yang tidak konsisten adalah mengancam dirinya dan tidak diterima oleh
kesadaran. Ini pada dasarnya adalah konsep represi freud, walaupun Rogers
menganggap represi tersebut tidak diperlukan atau permanen. (Freud mengatakan bahwa
represi tidak dapat dihindari dan sebagian aspek pengalaman individu selalu tetap berada
dibawah sadar.

Semakin banyak pengalaman yang disangkal oleh seseorang karena tidak konsisten
dengan konsep dirinya, semakin lebar jurang antara dirinya dan realita dan semakin
besar kemungkinan timbulnya ketidakmampuan menyesuaikan diri. Seorang individu
yang konsep dirinya tidak sejalan dengan perasaan dan pengalaman pribadi harus
melindungi dirinya sendiri dari kebenaran karena kebenaran akan menyebabkan
kecemasan. Jika ketidaksesuaian itu menjadi terlalu besar, pertahanan mungkin runtuh,
menyebabkan kecemasan yang berat atau gangguan emosional lain.

Sebaliknya, orang yang mampu menyesuaikan diri memiliki konsep diri yang konsisten
dengan pikiran, pengalaman, dan perilaku ; diri tidak kaku tetapi fleksibel, dan dapat
berubah saat ia mengasimilasi pengalaman dan ide baru.

Diri lain dalam teori Rogers adalah diri yang ideal. Kita semua memiliki konsepsi jenis
orang yang diri kita inginkan menjadi sepertinya. Semakin dekat diri ideal dengan diri
nyata, semakin penuh dan gembira individu yang bersangkutan. Ketidaksesuaian yang
besar antara diri ideal dan diri nyata menghasilkan orang yang tidak puas dan tidak
gembira.

Konsep diri menurut Rogers adalah kesadaran batin yang tetap, mengenai
pengalaman yang berhubungan dengan aku dan membedakan aku dari yang
bukan aku. Konsep diri ini terbagi menjadi 2 yaitu konsep diri real dan konsep diri
ideal. Untuk menunjukkan apakah kedua konsep diri tersebut sesuai atau tidak, Rogers
mengenalkan 2 konsep lagi, yaitu Incongruence dan Congruence. Incongruence
adalah ketidakcocokan antara self yang dirasakan dalam pengalaman aktual
disertai pertentangan dan kekacauan batin. Sedangkan Congruence berarti situasi
di mana pengalaman diri diungkapkan dengan seksama dalam sebuah konsep diri
yang utuh, integral, dan sejati. Setiap manusia memiliki kebutuhan dasar akan
kehangatan, penghargaan, penerimaan, pengagungan, dan cinta dari orang lain.
Kebutuhan ini disebut need for positive regard, yang terbagi lagi menjadi 2
yaitu conditional positive regard (bersyarat) dan unconditional positive regard (tak
bersyarat). (Schultz 1991)

Jadi dua jenis ketidaksesuaian dapat terjadi : satu, antara diri dan pengalaman realita ;
dan yang lain antara diri dan diri ideal. Rogers memiliki beberapa hipotesis tentang
bagaimana ketidaksesuaian itu dapat berkembang.

Rogers menggambarkan pribadi yang berfungsi sepenuhnya adalah pribadi yang


mengalami penghargaan positip tanpa syarat. Ini berarti dia dihargai, dicintai karena
nilai adanya diri sendiri sebagai person sehingga ia tidak bersifat defensif namun
cenderung untuk menerima diri dengan penuh kepercayaan.

Lima sifat khas orang yang berfungsi sepenuhnya (fully human being):

1.Keterbukaan pada pengalaman

Orang yang berfungsi sepenuhnya adalah orang yang menerima semua pengalaman
dengan fleksibel sehingga selalu timbul persepsi baru. Dengan demikian ia akan
mengalami banyak emosi (emosional) baik yang positip maupun negatip.

2. Kehidupan Eksistensial

Kualitas dari kehidupan eksistensial dimana orang terbuka terhadap pengalamannya


sehingga ia selalu menemukan sesuatu yang baru, dan selalu berubah dan cenderung
menyesuaikan diri sebagai respons atas pengalaman selanjutnya.

3. Kepercayaan terhadap organisme orang sendiri

Pengalaman akan menjadi hidup ketika seseorang membuka diri terhadap pengalaman
itu sendiri. Dengan begitu ia akan bertingkah laku menurut apa yang dirasanya benar
(timbul seketika dan intuitif) sehingga ia dapat mempertimbangkan setiap segi dari suatu
situasi dengan sangat baik.

4. Perasaan Bebas
Orang yang sehat secara psikologis dapat membuat suatu pilihan tanpa adanya paksaan –
paksaan atau rintangan – rintangan antara alternatif pikiran dan tindakan. Orang yang
bebas memiliki suatu perasaan berkuasa secara pribadi mengenai kehidupan dan percaya
bahwa masa depan tergantung pada dirinya sendiri, tidak pada peristiwa di masa lampau
sehingga ia dapat meilhat sangat banyak pilihan dalam kehidupannya dan merasa
mampu melakukan apa saja yang ingin dilakukannya.

5. Kreativitas

Keterbukaan diri terhadap pengalaman dan kepercayaan kepada organisme mereka


sendiri akan mendorong seseorang untuk memiliki kreativitas dengan ciri – ciri
bertingkah laku spontan, tidak defensif, berubah, bertumbuh, dan berkembang sebagai
respons atas stimulus-stimulus kehidupan yang beraneka ragam di sekitarnya. (Schultz
1991)

Kedudukan Pengasuhan dalam Teori

Rogers mengatakan bahwa orang-konsep diri sering tidak sama persis dengan
kenyataan. Sebagai contoh, seseorang mungkin menganggap dirinya sangat jujur tetapi
sering berbohong kepada atasannya tentang mengapa ia terlambat untuk bekerja. Rogers
menggunakan istilah ketidaksesuaian untuk mengacu pada kesenjangan antara konsep
diri dan realitas. Kesesuaian, di sisi lain, adalah pertandingan yang cukup akurat antara
konsep diri dan realitas. Menurut Rogers, orangtua mempromosikan ketidaksesuaian
jika mereka memberi anak-anak mereka cinta bersyarat. Jika orang tua menerima anak
hanya bila anak berperilaku dengan cara tertentu, anak kemungkinan untuk memblokir
pengalaman yang dianggap tidak dapat diterima. Di sisi lain, jika orang tua
menunjukkan kasih tanpa syarat, anak dapat mengembangkan kongruensi. Orang
dewasa yang orang tuanya dalam pengasuhan memberikan cinta bersyarat, di masa
dewasa akan terus mengubah pengalaman mereka dalam rangka agar merasa diterima.

Pengasuhan sangat penting kedudukannya dimana orangtua yang memberikan


pengasuhan yang baik dapat memberikan kebutuhan penghargaan positif tanpa
syarat dimana dengan terpenuhinya kebutuhan tersebut anak akan menjadi fungsional.
Ini berarti mereka merasa dirinya dihargai oleh orangtua dan orang lain walaupun
perasaan, sikap, dan perilakunya kurang dari ideal. Jika orangtua hanya memberikan
penghargaan positif tanpa syarat, menilai anak hanya jika ia bertindak, berpikir, atau
berperasaan dengan benar, anak kemungkinan mengalami distorsi konsep dirinya.
Sebagai contohnya, perasaan kompetisi dan permusuhan kepada adik bayi dan biasanya
menghukum tindakan tersebut. Anak agaknya harus mengintegrasikan pengalaman ini
ke dalam konsep diri mereka. Mereka mungkin memutuskan bahwa orangtua tidak
menyukai mereka dan demikian merasa ditolak. Atau mereka mungkin menyangkal
perasaan mereka dan memutuskan mereka tidak ingin memukul adik. Tiap sikap itu
mengandung distorsi kebenaran. Alternatif ketiga adalah yang paling mungkin diterima
oleh anak-anak, tetapi dalam melakukannya, mereka menyangkal perasaan yang
sesungguhnya diri mereka, yang kemudian menjadi tidak disadari. Semakin orang
didorong untuk menyangkal perasaannya sendiri dan menerima nilai-nilai orang lain,
semakin tidak nyaman perasaan mereka tentang dirinya sendiri. Rogers menyatakan
bahwa pendekatan terbaik bagi orangtua adalah mengenali perasaan anak sebagai
sesuatu yang nyata sambil menjelaskan alasan mengapa perbuatan memukul tidak dapat
diterima.

Anda mungkin juga menyukai