Anda di halaman 1dari 26

PSIKOLOGI QURBAN DAN AQIQAH

Mata Kuliah
Psikologi Ibadah

Dosen Pengampu
Dra. Hj. Faridah, M.Ag
Oleh:

Nor Azizah (170104040033)


Halimatus Sa‟diyah (170104040252)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
PSIKOLOGI ISLAM
BANJARMASIN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena atas segala rahmat dan karunia-Nya lah
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini kami susun dengan maksimal
semata-mata untuk memahami tentang psikologi qurban dan aqiqah meliputi defisini, hakikat,
dalil, ruang lingkup, macam-macam, nilai-nilai, aspek psikologis, manfaat, dan hal lain yang
terkait.

Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan memiliki banyak
kekurangan diberbagai hal, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Terakhir, kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bagi
kami pribadi.

Banjarmasin, Maret 2020

Pemakalah

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR . ........................................................................................ 1


DAFTAR ISI ........................................................................................................ 2

BAB I . PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 3
C. Tujuan Makalah................................................................................... 3

BAB II .PEMBAHASAN
Pembahasan............................................................................................. 5

BAB III . PENUTUP


A. Kesimpulan ......................................................................................... 23
B. Saran ................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 24

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Qurban merupakan salah satu ibadah yang diperintahkan oleh Allah. Ibadah
qurban merupakan bentuk rasa syukur atas nikmat yang sudah diberikan oleh Allah.
Ibdadan qurban sendiri diwajibkan bagi orang yang mampu. Ibadan qurban sendiri
dilakukan hanya 4 hari yaitu pada hari Raya Idul Adha pada tanggal 10 dzulhijjah dan
Hari Tasyrik yaitu tanggal 11, 12, dan 13 dzulhijjah. Ibadah qurban merupakan ibadan
yang memiliki banyak manfaat untuk sekalian manusia dan hal ini akan disampaikan
pada bagian pembahasan.
Aqiqah merupakan salah satu penyembelihan hewan hari ke 7 , dan 14 saat anak
dilahirkan, akan tetapi aqiqah sendiri bisa dilakukan saat anak sudah dewasa. Hukum
menyembelih aqiqah sendiri ada yang menyatakan sunnah dan ada yang menyatakan
wajib. Aqiqah adalah salah satu tradisi yang dilakukan oleh orang jahiliyah yang
kemudian dilestarikan oleh umat Isalam, aqiqah sendiri pada jaman Nabi Muhammad
SAW, pertama kali di lakukan kepada cucu Nabi yakni 2 orang saudara kembarnya yaitu
Hasan dan Husein. Untuk lebih lanjut mengenai aqiqah akan kami jelaskan pada bagian
pembahasan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi Qurban dan Aqiqah, beserta hakikat dan dalilnya?


2. Apa saja ruang lingkup, macam-macam, dan kedudukan Qurban dan Aqiqah?
3. Apa saja nilai filosofis, spiritual, dan sosiologis dari Qurban dan Aqiqah?
4. Apa saja aspek psikologis dari Qurban dan Aqiqah?
5. Apa saja manfaat Qurban dan Aqiqah?
6. Bagaimana gambaran manusia yang melaksanakan Qurban dan Aqiqah?
7. Bagaimana Qurban dan Aqiqah sebagai psikoterapi
8. Bagaimana bentuk kepribadian yang rela berqurban?

C. Tujuan

1. Mengetahui definisi Qurban dan Aqiqah, beserta hakikat dan dalilnya


2. Mengetahui ruang lingkup, macam-macam, dan kedudukan Qurban dan Aqiqah
3. Mengetahui nilai filosofis, spiritual, dan sosiologis dari Qurban dan Aqiqah

3
4. Mengetahui aspek psikologis dari Qurban dan Aqiqah
5. Mengetahui saja manfaat Qurban dan Aqiqah
6. Mengetahui gambaran manusia yang melaksanakan Qurban dan Aqiqah
7. Mengetahui Qurban dan Aqiqah sebagai psikoterapi
8. Mengetahui bentuk kepribadian yang rela berqurban

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Qurban

A. Pengertian Qurban, hakikat dan dalil


Qurban berasal dari bahasa arab “Qurban” yang artinya dekat, atau dalam ajaran
islam disebut al-udhhiyyah yang artinya binatang sembelihan, biasanya hewan yang
disebembelih antara lain, Unta, Kambing, Sapi, atau Kerbau yang disembelih pada hari
raya idul adha atau hari-hari tasyriq sebagai bentuk mendekatkan diri pada Allah. Sebagai
salah satu bentuk ibadah kepada Allah SWT, tentu ada hukum serta pelaksanaan yang
dilakukan baik dan benar sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW.
Dalam perspektif syariat, qurban memiliki makna ritual, yaitu dengan
menyembelih hewan ternak yang memiliki kriteria tertentu dan diwaktu tertentu, pada
hari nahar (10 Dzulhijjah), dan hari tasyrik (tanggal 11-13 Dzulhijjah). Ibadah qurban ini
harus dengan hewan ternak, tidak boleh diganti dengan uang atau beras.1
Pada hakikatnya, manusia hanyalah hamba Allah yang akan selalu beribadah
pada-Nya. Adapun hakikat qurban yaitu, mendekatkan diri kepada Allah melalui salah
satu ibadah, yaitu ibadah qurban yang dilakukan dengan rasa ikhlas dan hanya
mengharapkan keridhoan Allah SWT. Selain itu, hakikat qurban ialah merelakan
sebagian harta kita yang sebetulnya milik Allah untuk orang lain. Ini menjadi bagian dari
ketaatan kita kepada Allah. Syaratnya, dalam qurban kita harus benar-benar untuk
mencari ridha Allah, bukan untuk yang lain.2
Dengan begitu berqurban sama halnya merelakan harta manusia dari Allah untuk
orang lain. Ini menjadi salah satu bentuk ketaatan manusia pada Allah SWT. Syaratnya
dalam ibadah qurban harus benar-benar mencari keridhoan Allah SWT, bukan yang lain.
Adapula beberapa dalil tentang qurban:
1. Surah Al-Kautsar (1-2)

1
Mulyana Abdullah, “Qurban: Wujud Kedekatan Seorang Hamba dengan Tuhannya,” Jurnal Pendidikan
Agama Islam-ta‟lim 14, no. 1 (2016).
2
Prabu Jayanegara, Arti, Makna dan Hakikat Idul Adha Qurban, dalam
https://www.islamcendekia.com/2014/10/arti-makna-dan-hakikat-idul-adha-qurban.html diakses pada 28-03-2020

5
       

1. Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.


2. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah (Yang dimaksud
berkorban di sini ialah menyembelih hewan Qurban dan mensyukuri nikmat Allah.)
2. Surah Al-Hajj (36-37)

                 

             

               

     

36. Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar Allah,
kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, Maka sebutlah olehmu nama Allah
ketika kamu menyembelihnya dalam Keadaan berdiri (dan telah terikat). kemudian
apabila telah roboh (mati), Maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang
rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.
Demikianlah Kami telah menundukkan untua-unta itu kepada kamu, Mudah-mudahan
kamu bersyukur.
37. Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai
(keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah
Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap
hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat
baik.
3. Surah Al-An‟am (162-163)

6
                

  

162. Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku


hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.
163. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku
dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)".

B. Ruang lingkup, macam-macam dan kedudukannya


Qurban merupakan salah satu pelaksanaan ibadah kaum muslimin, dalam rangka
melaksanakan perintah Allah SWT. Pelaksanaan ibadah kurban itu dilakukan pada bulan
Dzulhijjah, yang dalam penanggalan Islam, adalah tanggal 10 (hari nahar) dan 11,12 dan
13 (hari tasyrik) bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha. Seorang mukmin sejati, selalu
mendambakan keridhaan dan kasih sayang Allah sepanjang hidupnya. Karenanya, kaum
muslimin selalu ingin berkorban dan berjuang di jalan Allah SWT dengan seluruh harta,
waktu, dan segenap pontensi yang dimilikinya, meskipun jiwa taruhannya. Mukmin sejati
tahu benar makna psikologis dari peristiwa qurban yang dilakukan Nabi Ibrahim AS,
ketika beliau diperintah Allah SWT untuk menyembelih putra kesayangannya, Nabi
Ismail.3

Dalam Islam ibadah kurban mengandung dua dimensi, yaitu:


 Dimensi spiritual-transendental
Yaitu konskuensi dari kepatuhan kepada Allah. Sehingga, melakukan kurban
(dalam arti yang lebih luas) semestinya tidak hanya pada saat Idul Adha. Melainkan di
setiap saat kita harus dapat mengurbankan apa yang kita miliki sebagai upaya taqarrub
kita kepada Allah. Sifat demikian secara konkrit mempunyai dampak positif horisontal
yakni terpenuhinya kesejahteraan sosial.
 Dimensi sosial humanis

3
Safuwan dan Subhani, Pemberdayaan Kepribadian Muslim Melalui Psikologi Qurban, dalam Jurnal
SUWA Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Malikussaleh Vol.XI No.1 April 2013 Hlm. 77-82

7
Dimensi ini tampak dalam pola pendistribusian hewan kurban yang secara khusus
diperuntukkan bagi mereka yang berhak (mustahiq). Namun, demensi ini akan bernilai
manakala disertai dengan refleksi ketakwaan kepada Allah. Artinya melalui melakukan
kurban dalam bingkai niat karena Allah mampu mengaplikasikan solidaritas sosial.4
Ada kerancuan dalam membahas ibadah penyembelihan ternak karena pengertian
qurban di berbagai referensi fikih sering tidak dibedakan. Padahal ibadah penyembelihan
ternak dalam perspektif hadits setidaknya ada 4 macam:

1. Udhiyah, yaitu penyembelihan terkait dengan merayakan hari raya Idul


Adha.Mukalafnya adalah atas nama keluarga (kolektif), bukan individu, walaupun juga
boleh dilakukan secara individu. Hukumnya sunah. Bagi yang mewajibkan akan
terkendala pada siapa mukalafnya, apa batasan kemampuan, apakah setiap tahun atau
seumur hidup hanya sekali dan problem lainnya. Padahal ditemukan hadits shahih, ada
tiga perkara bagi Nabi hukumnya wajib, namun bagi umatnya hukumnya sunah, di
antaranya adalah Udhiyah. Maka dalil-dalil yang dipergunakan mewajibkannya perlu
ditinjau kembali dan masih multitafsir. Distribusinya bebas, boleh kepada yang kaya dan
miskin.
2. Hadyu, adalah penyembelihan ternak qurban terkait mensyukuri suksesnya ibadah haji,
terlebih bagi mereka yang melaksanakan haji tamattu‟ sehingga pelaksanaannya seusai
mereka wukuf di Arafah. Mukalafnya, adalah individu pelaksana haji. Jika sekeluarga
tujuh orang, maka qurbannya sebanyak tujuh ekor kambing, atau berserikat seekor sapi.
Jika ada yang tidak mampu, maka solusinya diganti dengan puasa 10 hari, 3 hari sewaktu
haji dan tujuh hari sepulang haji. Hukumnya, wajib atas individu pelaku haji.
Distribusinya, hanya untuk orang miskin, walaupun sebagai wujud syukuran yang
bersangkutan juga diijinkan ikut menikmati sebagian daging qurbannya. Itulah sebabnya
aturannya sangat ketat, sehingga Nabi sewaktu haji menyuruh Ali untuk menyembelih
qurbannya, tidak boleh dijual kulitnya, tidak boleh dijual bulunya, tidak boleh dijual
sepatu ternaknya, tidak boleh dijual pakaian (tanda) ternaknya, bahkan penyembelihnya
tidak boleh diberi upah. Semuanya disedekahkan, maka konotasinya adalah untuk orang
miskin, bukan untuk orang kaya. Hukumnya, untuk haji tamattu‟ disepakati wajib.

4
Sholehudin A Aziz, Qurban dan Jiwa-jiwa Sosial, dalam https://news.detik.com/opini/d-1249745/qurban-
dan-jiwa-jiwa-sosial diakses pada 27-03-2020

8
3. Dam, adalah penyembelihan ternak qurban terkait dengan pelanggaran seseorang dalam
manasik hajinya. Memang dendanya bervariasi berghantung pada jenis manasiknya.
Mukalafnya, adalah individu pelaksana haji yang melanggar manasik hajinya. Hukumnya
wajib atas pelanggar manasik haji. Distribusinya hanya untuk orang miskin.
4. Aqiqah, yaitu penyembalihan ternak qurban terkait syukuran atas kelahiran anak. Jika
laki-laki dua ekor, jika perempuan satu ekor bagi yang mampu, Nabi saw. sendiri
mengaqiqahi Hasan dan Husain masing-masing hanya seekor kambing. Mukalafnya,
boleh orang tuanya atau kakeknya. Distribusinya, bebas bagi orang kaya atau miskin.
Hukumnya, ada yang menghukumi wajib, ada yang menghukumi sunah. Padahal
ditemukan hadits shahih bahwa aqiqah tidak harus hari ke-tujuh.5

C. Nilai filosofis, spiritual dan sosiologis


1. Nilai Filosofis
Menurut Quraish Shihab, filosofi dari peristiwa penyembelihan Ismail putra Nabi
Ibrahim, adalah kepatuhan seorang hamba kepada Tuhannya. Ada dua hikmah
dari peristiwa tersebut, pertama, jangan pernah menganggap sesuatu itu mahal
untuk mempertahankan dan menyemarakkan nilai-nilai Ilahi, dan kedua, di sisi
lain jangan sekali-kali melecehkan manusia, megambil hak-hak manusia karena
manusia itu makhluk agung yang dikasihi Allah. Karena kasih Allah kepada
manusia, maka digantilah Ismail dengan seekor binatang.
2. Nilai Spiritual
Menyembelih hewan qurban atau al-hadyu mengandung nilai-nilai ketakwaan,
kesabaran dan penuh dengan keikhlasan dalam melaksanakan ketaatan kepada
Allah SWT. 6 melalui kurban manusia akan dapat menjalin hubungan vertikal
dengan Allah SWT sebagai pengabdian dan ibadah kepada-Nya sekaligus
sebagai bentuk ungkapan rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan.7
3. Nilai Sosiologis

5
Zainuddin MZ, Jenis dan Macam Penyembelihan Qurban dalam Islam, dalam https://ydsf.org/berita/jenis-
macam-penyembelihan-qurban-dalam-islam-WshT.html diakses pada 28-03-2020
6
Abdurrahman, Hukum Qurban, „Aqiqah dan Sembelihan, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2007),Hlm.6.
7
Ali Ardianto, Konsep Qurban dalam Perspektif Agama Islam dan Hindu, dalam: Skiripsi, Fakultas Agama
Islam , Universitas Muhamadiyah Surakarta, 6

9
Menyelenggarakan qurban dimaksudkan agar kegembiraan dirasakan semua
kalangan sehingga merasakan suasana kegembiraan hari raya itu. Oleh
karena itu, dengan memberikan daging qurban tersebut, diharapkan
8
mencapai makna dan hikmah dari berqurban. Dengan berqurban seseorang
dapat membangun mentalitas kepedulian sosial tinggi terhadap sesama
terutama dengan memberi kelapangan kepada fakir miskin, memberi manfaat
kepada keluarga, menyambung silaturahmi, berbuat baik kepada para
tetangga, serta menebar kebahagiaan pada hari raya. 9 kurban juga memiliki
dimensi hubungan horisontal antar sesama manusia sebagai perwujudan nilai-
nilai sosial melalui pembagian daging kurban kepada para fakir miskin dan
orang yang kurang mampu.10

D. Aspek psikologis
1. Aspek kognitif
Sisi kognisi merupakan salah satu aspek kepribadian yang menekankan kepada pikiran-
pikiran sadar pada manusia. Proses kognisi ini berkembang dalam beberapa tahap, yang
dimulai dari sejak bayi hingga dewasa. Jika aspek kognisi ini dikaitkan dengan peristiwa
qurban, maka segala tindakan yang dilakukan oleh seorang muslim berawal dari
penalaran, cernaan pikiran dan penilain yang mendalam hingga menemukan kesimpulan
bahwa qurban memiliki nilai-nilai yang esensial untuk diimplementasikan sebagai wujud
pengalaman ajaran agama.
2. Aspek afeksi
Dalam aspek afeksi ini menyebutkan bahwa kepribadian merupakan bagian dari perasaan
atau emosi pada diri individu. Oleh sebab itu, hasil pemahaman yang mendalam ini
diinternalisasikan dan dikaitkan dengan berbagai gambaran ganjaran yang akan diterima
seorang muslim, akan menenangkan batin dan merasakan gejala mampu dalam dirinya
sehingga rela melakukan qurban semata-mata mengharap ridha dari Allah SWT.
3. Aspek konatif

8
Ali Ghufron, Tuntunan Berkurban & Menyembelih Hewan, (Jakarta: Amzah, 2011), 26.
9
Ali Ghufron, Tuntunan Berkurban & Menyembelih Hewan, 23.
10
Ali Ardianto, “Konsep Qurban dalam Perspektif Agama Islam dan Hindu”, dalam: Skiripsi, Fakultas
Agama Islam , Universitas Muhamadiyah Surakarta, 6.

10
Berangkat dari internalisasi kedua aspek tersebut, baru kemudian seorang muslim
bergegas untuk melakukan tindakan nyata dengan berqurban. Hal ini juga didasarkan
pada reward yang akan diperoleh dari peristiwa qurban, yaitu balasan kebajikan yang
melimpah dari Allah kelak di akhirat.11

E. Manfaaat Qurban terhadap fisik dan psikis


1) Menempatkan cinta kepada Tuhan sebagai cinta tertinggi/teragung.
Sejak diperintahkan, apa yang diminta dikorbankan adalah barang/sesuatu yang sangat
dicintai/disukai, yang menunjukkan bahwa Allah sedang menguji apakah seorang hamba
itu benar/sungguh-sungguh mencintai Allah diatas segalanya, mau mengorbankan apa
saja untuk yang dicintainya, sekaligus menegaskan bahwa Allah adalah pemilik
semuanya termasuk apa-apa yang ada/dititipkan pada manusia.
2) Mendapatkan bekal taqwa
Manusia hidup di dunia harus mencari bekal taqwa untuk keselamatan di akhiratnya,
dengan menjalankan perintah Tuhan, dan menjauhi larangan-Nya. Manusia yang
bertaqwa akan tumbuh perasaannya bahwa ia adalah hamba/abdi dari Tuhannya.
Berkurban merupakan bentuk ketaatan dan tunduk atas perintah Tuhan.
3) Sarana mendekatkan diri pada Tuhan
Kurban mempunyai akar kata qaruba, yang membentuk kata: qurb (dekat), taqarrub
(mendekatkan diri), aqriba‟ (kerabat). Seiring bertambahnya usia akan bertambah dekat
pula dengan kematian, artinya makin dekat perjumpaan dengan Tuhan, dengan qurban
minimal menjadikan ingat dan insaf, yang pada akhirnya berjumpa dengan-Nya dalam
kebaikan.
4) Mengharapkan kesucian diri dan hartanya
Setiap kebaikan adalah sedekah, yang berfungsi untuk mensucikan diri dan harta. Ibadah
Kurban adalah amal kebaikan yang amat disukai Allah di Hari Raya Iedul Adha (HR.
Tirmidzi)
5) Sebagai penebus dosa, untuk mendapatkan pengampunan (HR. Al-Bazzar dan Ibnu
Hibban)

11
Safuwan dan Subhani, Pemberdayaan Kepribadian Muslim Melalui Psikologi Qurban, dalam Jurnal
SUWA Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Malikussaleh Vol.XI No.1 April 2013 Hlm. 77-82

11
“Hai Fatimah,berdirilah di sisi korbanmu dan saksikanlah ia, sesungguhnya titisan
darahnya yang pertama itu pengampunan bagimu atas dosa-dosamu yang telah lalu”
6) Memupuk sifat mahmudah dan memupuskan sifat mazmumah
Melaksanakan kurban dengan penuh penghayatan dapat memupuk sifat mahmudah yang
berupa ketaatan, ketundukan atas perintah-Nya, pemurah terhadap sesama, bertaubat,
menambah rasa syukur, dan lainnya. Di samping itu juga memupuskan sifat mazmumah
seperti cinta dunia, kikir, pelit, sombong, dendam, hasad dengki, dan lainnya.
7) Meningkatkan kasih sayang
Tidak dipungkiri bahwa Kurban bermanfaat bagi sesama, menumbuhkan dan
meningkatkan kasih sayang, utamanya antara yang kaya dan miskin, merekatkan
hubungan yang renggang, wujud kebersamaan dan kerukunan, karena masyarakat saling
bersilaturahim.
8) Syiar Islam, sunnah Nabi Ibrahim AS
Ibadah kurban adalah syiar Islam yang melestarikan millah atau sunnah Nabi Ibrahim as,
Nabi yang berjuluk Khalilullah (orang yang sangat dekat dengan Tuhan).
9) Pahala dan kemudahan meniti di atas shirat.
“Tiada suatu amalan yang dilakukan oleh manusia pada Hari Raya Kurban, yang lebih
dicintai Allah selain daripada menyembelih haiwan Kurban. Sesungguhnya hewan
kurban itu pada hari kiamat kelak akan datang berserta dengan tanduk-tanduknya, bulu-
bulunya dan kuku-kukunya, dan sesungguhnya sebelum darah kurban itu menyentuh
tanah, ia (pahalanya) telah diterima disisi Allah, maka beruntunglah kamu semua
dengan (pahala) kurban itu.” (HR.Al-Tarmuzi, Ibnu Majah dan Al-Hakim), dalam
riwayat lain “Muliakanlah kurban kamu karena ia menjadi tunggangan kamu di titian
(shirat) pada hari kiamat.”12
F. Gambaran manusia yang melaksanakan Qurban
Berqurban secara psikologi adalah untuk mengasah keperdulian kita terhadap
sesama yaitu dengan berbagi hewan kurban. Lebih dari itu, pembagian daging qurban
kepada mereka yang berhak merupakan upaya pendekatan psikologis atas kesenjangan
sosial antara si miskin dan si kaya. Ibadah qurban adalah wahana hubungan kemanusiaan

12
Hamzah, Tujuan dan Manfaat Berkurban, dalam
https://www.gomuslim.co.id/read/qurban/2019/08/01/13750/-p-tujuan-dan-manfaat-berkurban-p-.html diakses pada
28-03-2020

12
yang dilandasi oleh semangat sense of belonging dan sense of responsibility yang bisa
menyuburkan kasih sayang antar sesama dalam rangka untuk mendekatkan diri kepada
Allah., s.w.t, (taqarrub ilallah). Dengan adanya ibadah qurban, dimaksudkan pula untuk
menjembatani hubungan antara si kaya dan si miskin agar tetap harmonis. Si kaya tidak
menyombongkan dirinya dan si miskin pun merasa bahwa ia tidak sendiri memikul hidup
yang berat ini. Ternyata, masih banyak saudaranya (para aghniya') yang senantiasa ikhlas
memberikan bantuan kepada mereka yang lemah (para dhu'afa).13
G. Qurban sebagai psikoterapi
Hewan qurban yang disembelih merupakan simbol dari sifat kehewanan kita,
dengan ibadah qurban harus musnah juga segala keangkuhan, kebohongan, keserakahan,
kedengkian, kedzaliman, kemunafikan, kefasikan, kejahilan, kekikiran, dan semua sifat
dan sikap yang bisa saja menjadikan kita lebih sesat dari hewa. Menjadikan kita
senantiasa menumbuhkan kepribadian yang ikhlas, ridho, rela berbagi, dan memiliki
kepedulian yang tinggi.14
H. Bentuk kepribadian yang rela berqurban
Individu dengan kepribadian yang rela berquban merupakan individu yang
menerima hakikat dari dirinya, yaitu beribadah kepada Allah, sehingga dirinya merasa
bahwa tujuan hidup didunia ini hanya untuk beribadah kepada Allah. Setelah dirinya
menerima hakikat dari dirinya tadi, kemudian dia akan mudah untuk berbagi dengan
orang lain, ikhlas ketika berbagi, sehingga jiwa sosialnya pun tinggi. Jadi orang yang rela
berqurban tidak hanya tentang hubungan hamba dengan Tuhannya, tetapi juga dilihat
bagaimana hubungannya dengan sesama manusia.

B. Aqiqah

A. Pengertian Aqiqah, hakikat dan dalilnya


1. Pengertian aqiqah

13
Choirul Mahfud, Tafsir Sosial Kontekstual Ibadah Kurban dalam Islam, dalam Humanika: Kajian Ilmiah
Mata Kuliah Umum Vol.14 No.1 2014
14
Istihori Tagor, Reportase Madani Tebar Qurban “Tepat Sasaran”, dalam
http://madanionline.org/reportase-madani-tebar-qurban-tepat-sasaran/ diakses pada 29-03-2020

13
Dalam kamus bahasa Arab, kata “‟Aqqa-ya‟uqqu-„aqqon” berarti menyembelih
kambing, sedangkan “‟Aqiqin” bermakna rambut bayi yang baru lahir. Aqiqah adalah hewan
ternak yang disembelih pada saat mencukur rambut sang bayi. Hukum mengaqiqahi anak adalah
sunah mu‟akkad bagi orang tua (atau orang yang wajib memberi nafkah pada sang bayi) yang
mampu dalam waktu 60 hari. Yang dimaksud mampu disini adalah memiliki kelebihan harta
seperti halnya dalam hari raya idul fitri.
Kalau kita telusuri makna kata aqiqah secara bahasa, akan menemukan cukup banyak
pengertian kata ini secara bahasa. Al-Imam Ahmad bin Hanbal menyebutkan bahwa kata itu
berasal dari kata „aqqa( ‫ ( عق‬yang artinya memotong atau membelah. Pengertian seperti ini
dirajihkan oleh Ibnu Abdil Barr.
Sedangkan secara istilah syari‟ah, makna istilah aqiqah Ibnu Arafah sebagaimana disebutkan Al-
Kharasyi, mendefenisikan aqiqah dengan cukup panjang dan lengkap, yaitu:
“Hewan yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan cara
menyembelihkan, baik berupa kambing atau lainnya, sejumlah dua ekor yang selamat dari aib
yang disyaratkan, pada siang hari pada hari ketujuh kelahiran anak Adam yang hidup.”
Definisi ini jauh lebih lengkap karena sudah memasukkan beberapa ketentuan hukum
aqiqah didalamnya, seperti tujuan, jenis jumlah dan persyaratan hewan yang disembelih, waktu
penyembelihan serta kriteria orang yang disembelihkan aqiqah.15
Selanjutnya menurut Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, dalam kitab Sabilal Muhtain
yang disalin oleh H. M. Asywadie Syukur, bahwa aqiqah menurut bahasa ialah rambut yang ada
di atas kepala anak-anak yang pada saat dilahirkan dan menurut istilah syara' ialah binatang yang
disembelih di kala mencukur rambut kepala anak-anak. Seperti sabda Rasulullah Saw :"Setiap
anak yang diahirkan tergadai dengan aqiqahnya disembelih pada hari ketuiuh dan dicukur
rambutnya dan diberi nama" (HR.Ahmad,Tirmizi, Abu Daud, Ibnu majah, Nasai dan Daruqutni
dari Samurah)16
2. Hakikat aqiqah
Aqiqah merupakan wujud dari rasa syukur kehadirat Allah ta‟ala atas karunia yang telah
diberikan-Nya yaitu berupa anak. Aqiqah adalah amalan yang disunnahkan dan melaksanakan

15
Asmita, Taarud Al-Adillah Dalam Kasus Aqiqah (Perspektif Mazhab Maliki Dan Syafi‟i), Skripsi,
Fakultas Syari‟ah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2018
16
Suroso, Walimatul Tasmiyah.Aqiqaii (Suatu Kajian Hakekat Dan Manfaat Ditinjau Dari Aspek Al-Qur'ai
& Sunnah Rasul Saw), Volume Ix No. 2, 2017

14
sunnah merupakan suatu amalan yang paling utama untuk mendekatkan diri kepada Allah
Ta‟ala. Aqiqah merupakan suatu bentuk praktek ibadah yang sebagian besar dilaksanakan oleh
umat Islam. Dalam pelaksanaan aqiqah terdapat rahasia yang sangat menakjubkan warisan dari
al-fida‟(digantinya) Ismail dengan seekor domba sehingga menjadi amalan sunnah bagi anak
cucunya. Disis lain, penyembelihan domba untuk aqiqah in merupakan pelindung diri dari
godaan setan setelah kelahiran anak. Dan perlu diingat, bahwa berbagai rahasia yang terkandung
didalam syari‟at itu lebih agung.17
3. Dalil-dalil aqiqah

mayoritas para ulama berpendapat bahwa bagi seorang ayah atau orang yang kewajiban
memberikan nafkah disunahkan menyembelih hewan aqiqah untuk bayi yang baru lahir. Karena
ada sebuah riwayat dari Ibnu Abas:
‫عق عن احلسن واحلسني عليهما السالم كبشا كبشا‬

Artinya:
Rasulullah telah melakukan ibadah ritual aqiqah dengan menyembelih kambing untuk masing-
masing Hasan dan Husain a.s.
Dan sabda Rasulullah:
‫كل غالم رهينة بعقيقته تنبه عنه يوم سابعه ويسم فيه وحيلق راسه‬

Artinya:

“Setiap anak itu digadaikan dengan aqiqahnya, yang disembelih untuknya pada hari ketujuh
kelahiran, dengan memberikannya sebuah nama, dan mencukur rambut kepalanya”.

Serta sabda Rasulullah yang juga menganjurkan Aqiqah ialah:

‫من ولد له ولد فا حب اينسك عنهفل يفعل‬

Artinya:

Barang siapa yang dikaruniai seorang anak, lalu ia menyukai untuk mem-baktikannya
(mengAqiqahinya), maka hendaklah ia melakukaknnya.
17
Asmita, Taarud Al-Adillah Dalam Kasus Aqiqah (Perspektif Mazhab Maliki Dan Syafi‟i), Skripsi,
Fakultas Syari‟ah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2018

15
Pendapat beberapa ulama bahwa hukum aqiqah adalah sunnah muakkad. Aqiqah bagi
anak laki-laki dengan dua ekor kambing, sedangkan bagi wanita dengan seekor kambing.
Apabila mencukupkan diri dengan seekor kambing bagi anak laki-laki, itu juga diperbolehkan.
Anjuran aqiqah ini menjadikan kewajiban ayah (yang menang-gung nafkan anak).

Berikut ini dikemukakan hadis riwayat Samurah yang mukharrijnya Abu Daud yaitu:

Meriwayatkan Ibnu al-Mutsanna kepada kita, meriwayatkan Ibnu Abi‗Atiy kepada kita, dari
Qatadah, dari hasan, dari Samurah bin Jundab, Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:
Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, yang disembelih atas namanya pada hari ke tujuh dari
hari kelahirannya, dicukur rambut kepalanya dan diberi nama. (H.R Abu Daud).18

B. Ruang lingkup, macam-macam dan kedudukan aqiqah

1. Ruang lingkup aqiqah

Dalam Kitab Rawdhah al-Thālibin wa Umdah al-Muftīn dijelaskan bahwa aqiqah


hukumnya adalah sunnat dan mustahab. Menurut pendapat yang paling sahih pelaksanaan
aqiqah dilakukan pada hari ketujuh dari kelahiran anak yang diaqiqahi. Apabila seorang
anak lahir pada malam hari, maka dihitung sejak keesokan harinya. Apabila pelaksanaan
penyembelihan aqiqah sebelum berakhirnya hari ketujuh, maka sah aqiqah tersebut. Tetapi,
jika aqiqah dilaksanakan sebelum kelahiran anak yang diaqiqahi, maka penyembelihan itu
tidak dapat disebut sebagai aqiqah tapi akan dihitung sebagai sedekah daging biasa. Tidak
akan berakhir sunnat melaksanakan aqiqah dengan berakhirnya hari ketujuh tersebut; tapi
sebaiknya jangan sampai pada usia baligh anak yang akan diaqiqahi. Jadi pelaksanaan
aqiqah adalah pada hari ketujuh atau setiap berulang tujuh hari. Jika sudah sampai usia
baligh maka pelaksana aqiqah berpindah dari orang tua atau wali kepada orang yang
bersangkutan.19

2. Macam-macam hewan aqiqah

18
Nafilatul Ilmiyyah, PEMAHAMAN DAN IMPLEMENTASI HADITS-HADITS AQIQAH PADA
MASYARAKAT DESA KAUMAN KOTA KUDUS, skripsi FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG, 2016
19
Cholidi Zainuddin, dkk, POLEMIK USIA HEWAN AQIQAH: STUDI KOMPARASI PENDAPAT IMAM
MADZHAB HUKUM ISLAM, Vol XVI, No. 2 Desember 2017

16
a. Jenis hewan aqiqah,

Syarat hewan yang digunakan untuk aqiqah adalah dari jenis kambing atau domba. Jenis
kelaminnya jantan atau betina tidak masalah yang penting sehat tidak cacat dan sudah
dewasa. Sebaiknya memang mencari hewan aqiqah yang sempurna seperti yang
dicontohkan Nabi besar Muhammad SAW saat melakukan aqiqah yaitu kambing jantan
yang sehat dan tidak cacat. Berikut adalah jenis kambing yang sebaiknya digunakan untuk
aqiqah

1) Jenis hewan yang digunakan untuk aqiqah adalahdari jenis hewan mamalia kecil seperti
kambing, domba dan biri-biri.

2) Jenis kelamin kambing untuk aqiqah dapat berjenis kelamin jantan atau betinan sama saja
dan tidak ada masalah.

3) Umur kambing untuk aqiqah itu sendiri diqiyaskan dengan kambing kurban, yaitu, untuk
domba atau biri-biri cukup satu tahun atau kurang sedikit sedangkan untuk kambing biasa
umumnya cukup dua tahun dan masuk tahun ketiga.

4) Sifat dan penampakan kambing untuk aqiqah sebaiknya tidak jauh berbeda kambing
qurban yaitu kambing yang sehat dan bagus, bukan kambing cacat dan sakit.

b. Aqiqah Dengan Selain Kambing


Kalau yang dimaksud dengan „selain kambing‟ adalah sapi, kerbau atau unta, para ulama
kebanyakan membolehkannya, walaupun bebeda pendapat. Tetapi maksudnya aqiqah diganti
dengan sedekah atau uang dengan membagi-bagikan makanan kepada fakir miskin, seluruh
ulama sepakat menolak kalau masih mau disebut aqiqah.40 Sebab yang dimaksud dengan
aqiqah pada hakikatnya adalah menyembelih hewan. Sudah menjadi ketentuan bahwa aqiqah
hanya boleh dengan caar menyembelih hewan saja, tidak boleh dalam bentuk yang lain,
seperti beli daging mentah lalu dimasak dan dihidangkan dalam jamuan makan, dengan niat
aqiqah. Bila caranya seperti itu namanya bukan aqiqah dan tentu saja tidak sah hukumnya.
Walaupun secara pahala sedekah tetap bermanfaat, tetapi cara seperti itu bukan ritual ibadah
aqiqah.

17
Kalau menurut nash aslinya, sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW ketika
menyembelih hewan aqiqah untuk kedua cucunya, memang yang beliau sembelih itu
kambing. Para ulama berbeda pendapat tentang kebolehan mengganti kambing dengan
kambing dengan hewan lain. Hal itu mengingat bahwa contoh yang diberikan Rasulullah Saw
memang dengan menyembelih kambing. Akan tetapi apakah contoh dari Nabi SAW itu
merupakan syarat dan ketentuan, ataukah menjadi batas minimal, dalam hal ini para ulama
berbeda pendapat. Umunya para ulama membolehkan penyembelihan aiqah dengan selain
kambing, asalkan dari jenis hewan sebagaiman kurban yaitu an‟na‟am seperti unta, sapi, atau
kerbau. Namun ada sebagian ulama yang membatasi hanya dibenarkan dengan
penyembelihan kambing saja.20

C. Nilai filosofis, spiritual dan sosial pada aqiqah

1. Nilai filosofis aqiqah

Tujuan aqiqah juga seperti tujuan ibadah qurban, yakni melakukan tebusan atau yang
disebut istilah fida‟ artinya yang semestinya Nabi Ismail as mati karena Nabi Ibrahim
mendapatkan perintah Allah untuk menyembelihnya namun kematian itu ditebusi
oleh Allah dengan kematian seekor binatang kurban. Seperti itulah tujuan aqiqah
yang dilakukan orang tua terhadap anaknnya. Yakni melakukan penebusan,
sekiranyya disaat kedua orang tua tersebut melaksanakan kewajiban nafkah badan ada
kehilafan. Maksudnya bagi kehidupan anak yang sudah terlanjur tergadaikan kepada
setan jin atas kesalahan yang diperbuat, orang tua itu dianjurkan melaksanakan
tebusan dengan melaksanakan aqiqah.

Jadi salah satu hikmah aqiqah adalah selain unruk melaksanakan sunnah Rasul, juga
dapat dijadikan media atau sarana bagi uasaha penyembuhan orang yang telah
terlanjur jiwannya tergadaikan kapada setan jin sehingga badannya dihinggpi
berbagai penyakit. Aqiqah yang dilaksanakan itu bukan dalam arti kambing yang
disembelih lalu dipersembahkan kepada jin yang sedang memperdaya orang sakit

20
Asmita, Taarud Al-Adillah Dalam Kasus Aqiqah (Perspektif Mazhab Maliki Dan Syafi‟i), Skripsi,
Fakultas Syari‟ah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2018, Hal 35-36

18
sehingga hukumnnya menjadi syirik. Namun semata-mata melaksanakan syariat
agama dengan asumsi bahwa ibadah yang dilakukan bukan nuntuk kepentingan
Allah, tetapi pasti ada manfaat bagi orang yang melakukuannya.

2. Nilai spiritual aqiqah

Aqiqah adalah bentuk rasa bersyukur atas nikmat yang telah diberikan Allah kepada
hambanya dalam bentuk rezki seorang anak. Dengan mendapatkan nikmat tersebut
seorang yang melaksanakan ibadah aqiqah diharapkan dapat berbagi kesena-ngan
kepada para kerabat, tetangga dan teman dekat sehingga menumbuhkan ikatan rasa
cinta kasih di hati mereka. Aqiqah merupakan suatu pengorbanan yang akan
mendekatkan anak kepada Allah pada awal menghirup udara kehidupan.

Dalam aqiqah ini mengandung unsur perlindungan dari syaitan yang dapat
mengganggu anak yang terlahir itu, dan ini sesuai dengan makna hadis, ytnE artinya:
"Setiap anak itu tergadai dengan akikahnya. Sehingga Anak yang telah ditunaikan
akikahnya insya Allah lebih terlindung dari gangguan syaithan yang sering
mengganggu anak-anak. Hal inilah yang dimaksud oleh A1- Imam Ibnul Qayyim Al-
Jauziyah "bahwa lepasnya dia dari syaithan tergadai oleh aqiqahnya".
Aqiqah juga merupakan bentuk taqamrb (pendekatan diri) kepada Allah Subhanahu
wa Ta'ala sekaligus sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang dianugerahkan
Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan lahirnya sang anak. Akikah sebagai sarana
menampakkan rasa gembira dalam melaksanakan syari'at Islam & bertambahnya
keturunan mukmin yang akan memperbanyak umat Rasulullah SAW pada hari
kiamat.21
3. Nilai sosial aqiqah

Aqiqah memperkuat ukhuwah (persaudaraan) di antara masyarakat. Aqiqah juga dapat


mempererat hubungan kasih sayang dianatara anggota masyarakat, dimana mereka
berkumpul disatu tempat untuk menyambut kelahiran sang bayi. Allah telah

21
Suroso, WALIMATUL TASMIYAH.AQIQAII (SUATU KAJIAN HAKEKAT DAN MANFAAT
DITINJAU DARI ASPEK AL-QUR'AI & SUNNAH RASUL SAW), Volume IX No. 2, 2017

19
menjadikan hari ketujuh sebagai hari pelaksanaan aqiqah bgi mreka untuk
menunjukkan rasa syukur dan dalam rangka berdzikir kepadaNya.22
D. Aspek-aspek psikologis aqiqah

Terdapat dua aspek dalam pembahasan ini yaitu antara nilai-nilai dan pendidikan Islam.
Nilai adalah suatu ide atau konsep tentang sesuatu yang dianggap penting oleh seseorang
dalam hidupnya.36 Nilai juga dapat dikatakan sebagai segala sesuatu ketentuan yang
telah disepakati oleh manusia menyangkut kualitas suatu obyek. Sedangkan pendidikan
Islam adalah sebuah proses membimbing, mengarahkan, dan mengembangkan potensi
dalam diri manusia yang terencana dalam rangka mempersiapkan diri menjalani
kehidupan dunia dan akhirat dengan menggunakan seluruh potensi, sehingga mampu
menjadikan manusia sebagai individu yang kreatif dan terampil atas dasar nilai-nilai
ajaran Islam.

E. Manfaat terhadap fisik dan psikis

1. Manfaat fisik

Memupuk rasa keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, kedermawanan dan
menekan sikap pelit. Sebagai bentuk amal kebaikan dan investasi di akhirat. Mensyiarkan
ajaran Islam dan sebagai media mengajak pada kebaikan. Seorang anak itu mendapat
manfaat sebesar-besarnya, seperti halnya dia mendapat manfaat dari do‟a yang
dipanjatkan untuknya.

Dengan demikian, dapat dilihat dengan jelas bahwa aqiqah merupakan bentuk
pendekatan kepada Allah swt. untuk si anak semenjak awal mula kehidupannya di dunia
ini, dan ia akan merasakan manfaat yang amat besar dari aqiqahnya kelak. Dalam
implementasi aqiqah secara tidak langsung merupakan dasar pemahaman pendidikan
keimanan yang pertama dan utama yag harus dilakukan orang tua terhadap anaknya
dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah swt. supaya anak mengenal Islam sebagai
agamanya, Al-Qur‟an sebagai kitabnya, dan Rasulullah saw. sebagai pemimpin dan
panutan.

22
Nurnaningsih, KAJIAN FILOSOFI AQIQAH DAN UDHIYAH (PERSPEKIF ALQUR'AN DAN
SUNNAH), Volume 11, Nomor 1, Januari 2013,

20
2. Manfaat psikis

Menurut Muhaimin terciptanya insan yang memiliki dimensi religius, budaya, dan
ilmiah. Dan membentuk nilai aqidah, yaitu jiwa menjadi tenang sehingga jiwa menjadi
mantap tidak dipengaruhi keraguan dan juga tidak dihantui oleh buruk sangka, yang
menjadikan kepercayaan bersih dari kebimbangan dan keraguan, sebagai wujud untuk
menunjukkan rasa syukur atas karunia dan dalam rangka berdzikir kepada-Nya.
Membentuk pribadi berakhlak karimah kepada sesama manusia, ini dapat dilihat dengan
jelas dari daging aqiqah yang wajib diberikan kepada para tetangga atau sanak family.
harapan agar kelak jika anak tersebut tumbuh dewasa dapat menjadi insan yang pandai
bergaul dan selalu menyenangkan orang lain.

F. Gambaran manusia yang melaksanakan aqiqah

Pembentukan kepribadian muslim yaitu mencakup pendidikan keimanan kepada Allah


SWT., pendidikan Akhlakul Karimah, dan pendidikan ibadah.40 Menurut Ramayulis, bentuk
nilai yang perlu diinternalisasikan kepada peserta didik dalam pendidikan Islam paling tidak
meliputi: nilai etika (akhlak), estetika, sosial, ekonomis, politik, pengetahuan, pragmatis, dan
nilai Ilahiyah.

Pribadi tolong menolong, apalagi kita sebagai bangsa timur dimana terkenal sebagai
bangsa yang santun, toleransi, dan selalu gotong-royong dalam masyarakat selain akan rukun
juga menjadi masyarakat yang bermartabat, mengapa demikian, karena menjunjung nilai-nilai
Islam dan menegakkan perintah Allah swt. Sikap saling tolong-menolong bisa saja menarik
perhatian non-muslim yang berkenan hadir dalam implementasi aqiqah untuk tertarik memeluk
Islam tentunya jika Allah menghendaki orang tersebut mendapat hidayah.

Selain itu, implementasi aqiqah adalah salah satu momentum yang bisa merajut tali
silaturrahim dengan sesama, implementasi aqiqah membuat sanak kerabat, sahabat, tetangga, dan
kolega berkumpul untuk mendo‟akan sang bayi. Aqiqah juga menjadi lambang bahwa sebagai
manusia, anak dan orang tua adalah bagian dari masyarakat yang terikat dengan norma dan tata

21
nilai kemasyarakatan. Tak heran, nuansa budaya sangat mewarnai implementasi aqiqah disetiap
tempat.23

23
Nasruddin, Implementasi Aqiqah Menumbuhkan Nilai-Nilai Pendidikan Islam, Tesis, Program
Pascasarjana Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung 1439 H / 2019

22
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Qurban merupakan suatu ibadah yang dilakukan dengan menyembelih hewa ternak.
Dalam pelaksanaa ibadah qurban, terdapat nilai spiritual, filosofis, dan sosiologis didalamnya.
Selain itu ketika seseorang melaksanakan ibadah qurban, maka manfaat-manfaatnya pun akan
ikut menyertai, sehingga akan membentuk kepribadian yang menunjukkan orang tersebut rela
berqurban.

Aqiqah merupakan syariat Islam yang mengandung empat nilai, yaitu nilai pendidikan
keimanan, ibadah, akhlak, dan sosial. Dengan melaksanakan aqiqah seseorang telah
menunjukkan bukti perwujudan bentuk pendekatan kepada Allah swt. sebagai bukti
keimanannya, untuk si anak semenjak awal mula kehidupannya di dunia ini, dan ia akan
merasakan manfaat yang amat besar dari aqiqahnya kelak.

B. Saran

Kami sangat menyadari bahwasanya tulisan kami masih jauh dari kata sempurna,
kedepannya kami akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan
sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat dipertanggung jawabkan.. Sekian tulisan makalah
kami apabila ada kritik mohon diiringi dengan saran yang membangun.

23
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Mulyana. Qurban: Wujud Kedekatan Seorang Hamba dengan Tuhannya,


Jurnal Pendidikan Agama Islam-ta‟lim 14, no. 1 (2016).
Jayanegara,Prabu. Arti, Makna dan Hakikat Idul Adha Qurban, dalam
https://www.islamcendekia.com/2014/10/arti-makna-dan-hakikat-idul-adha-qurban.html diakses
pada 28-03-2020
Safuwan dan Subhani, Pemberdayaan Kepribadian Muslim Melalui Psikologi Qurban,
dalam Jurnal SUWA Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Malikussaleh Vol.XI
No.1 April 2013 Hlm. 77-82
A Aziz,Sholehudin. Qurban dan Jiwa-jiwa Sosial, dalam https://news.detik.com/opini/d-
1249745/qurban-dan-jiwa-jiwa-sosial diakses pada 27-03-2020
MZ,Zainuddin. Jenis dan Macam Penyembelihan Qurban dalam Islam, dalam
https://ydsf.org/berita/jenis-macam-penyembelihan-qurban-dalam-islam-WshT.html diakses
pada 28-03-2020
Abdurrahman, Hukum Qurban, „Aqiqah dan Sembelihan, (Bandung: Sinar Baru
Algesindo, 2007),Hlm.6.
Ardianto,Ali. Konsep Qurban dalam Perspektif Agama Islam dan Hindu, dalam: Skiripsi,
Fakultas Agama Islam , Universitas Muhamadiyah Surakarta, 6
Ghufron,Ali. Tuntunan Berkurban & Menyembelih Hewan, (Jakarta: Amzah, 2011), 26.
Hamzah, Tujuan dan Manfaat Berkurban, dalam
https://www.gomuslim.co.id/read/qurban/2019/08/01/13750/-p-tujuan-dan-manfaat-berkurban-p-
.html diakses pada 28-03-2020
Mahfud,Choirul. Tafsir Sosial Kontekstual Ibadah Kurban dalam Islam, dalam
Humanika: Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum Vol.14 No.1 2014
Tagor,Istihori. Reportase Madani Tebar Qurban “Tepat Sasaran”, dalam
http://madanionline.org/reportase-madani-tebar-qurban-tepat-sasaran/ diakses pada 29-03-2020
Asmita, Taarud Al-Adillah Dalam Kasus Aqiqah (Perspektif Mazhab Maliki Dan Syafi‟i),
Skripsi, Fakultas Syari‟ah Dan Hukum Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 2018
Suroso, Walimatul Tasmiyah.Aqiqaii (Suatu Kajian Hakekat Dan Manfaat Ditinjau Dari
Aspek Al-Qur'ai & Sunnah Rasul Saw), Volume Ix No. 2, 2017

24
Ilmiyyah,Nafilatul. PEMAHAMAN DAN IMPLEMENTASI HADITS-HADITS AQIQAH
PADA MASYARAKAT DESA KAUMAN KOTA KUDUS, skripsi FAKULTAS USHULUDDIN
DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG, 2016
Zainuddin,Cholidi. dkk, POLEMIK USIA HEWAN AQIQAH: STUDI KOMPARASI
PENDAPAT IMAM MADZHAB HUKUM ISLAM, Vol XVI, No. 2 Desember 2017
Nurnaningsih, KAJIAN FILOSOFI AQIQAH DAN UDHIYAH (PERSPEKIF
ALQUR'AN DAN SUNNAH), Volume 11, Nomor 1, Januari 2013,
Nasruddin, Implementasi Aqiqah Menumbuhkan Nilai-Nilai Pendidikan Islam, Tesis,
Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung 1439 H / 2019

25

Anda mungkin juga menyukai