Anda di halaman 1dari 12

METODE MEMPELAJARI PSIKOLOGI ISLAM

MAKALAH

Makalah ini disusun untuk menyelesaikan tugas Psikologi Islam

Disusun oleh kelompok 2:

Fat Khiyatul Ahya (J01217019)

Ulfina Aprilia (J71217151)

Dosen Pengampu:

Dr. H. Jainudin, M.Si

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL


SURABAYA

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunianya
yang diberikan kepada penyusun sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan
baik. Tak lupa, penulis ucapkan terima kasih atas dukungan rekan-rekan semua.
Makalah ini disusun untuk membantu di dalam mengetahui psikofarmakologi
yang secara khusus menjelaskan tentang “Metode Mempelajari Psikologi Islam”.

Setelah mempelajari makalah ini, anda akan mengetahui tentang Metode


Mempelajari Psikologi Islam. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada
para pembaca yang senantiasa mendukung, memberikan kritik dan sarannya yang
bisa memperbaiki makalah ini menjadi lebih baik.

Surabaya, April 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

RUMUSAN MASALAH

TUJUAN

MANFAAT

BAB II : PEMBAHASAN

BAB III : PENUTUP

KESIMPULAN

SARAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kajian ini bermula dari usaha Dr. Zakiah Drajat yang mulai mengenalkan
psikologi dari tinjauan agama. Namun baru pada tahun 1994, melalui
simposium nasional, para peminat psikologi Islam akhirnya dikumpulkan dan
muncullah kesepakatan untuk menamakan pengetahuan baru tersebut dengan
nama psikologi Islam, setelah sebelumnya, banyak nama diusulkan, di
antaranya adalah Psikologi Qur’ani, Psikologi Tasawwuf dan lain sebagainya.
Islam adalah konsep yang berada di luar diri pemeluknya; namun sebagai
keyakinan, Islam menjadi bagian dari pemeluknya. Untuk mendalami
kejiwaan kaum muslim, dibutuhkan kajian tersendiri yang selama ini tidak
tersentuh oleh kajian psikologi barat. Kajian inilah yang menjadi fokus kajian
psikologi Islam.

Pendidikan Islam sekarang ini dihadapkan pada tantangan kehidupan


manusia modern. Sehingga pendidikan Islam harus diarahkan pada kebutuhan
masyarakat modern. Dalam menghadapi suatu perubahan diperlukan suatu
desain paradigma baru di dalam menghadapi tuntutan-tuntutan yang baru.
Menurut Thomas Khun, apabila tantangan-tantangan baru tersebut dihadapi
dengan menggunakan paradigma lama, maka segala usaha yang dijalankan
akan memenuhi kegagalan. Karena itu, pendidikan Islam perlu didesain untuk
menjawab tantangan perubahan zaman tersebut, baik pada sisi konsepnya,
paradigmanya, pendekatannya serta mengkonstruksinya agar dapat relevan
dengan perubahan masyarakat.

Fenomena perilaku yang menimpah umat Islam akhir-akhir ini tidak


mungkin dapat dianalisis dengan teori-teori Psikologi Barat. Perilaku
radikalisme beragama, bom bunuh diri yang populer dengan sebutan bom
syahid, maraknya jamaah dzikir dan muhasabah, senyumnya Amrozi saat
divonis mati adalah sederetan perilaku yang unik dan membutuhkan analisis
khusus dari teori-teori Psikologi Islam (Mujib, 2005). Oleh karena itu penulis
ingin membahas terkait pendidikan islam yang dikaitkan dengan ilmu
psikologi, atau yang lebih fokus pada pembahasan metode yang digunakan
untuk mempelajari Psikologi Islam.

1.2 Rumusan Masalah

Apa sajakah metode yang digunakan untuk mempelajari Psikologi Islam?

1.3 Tujuan

1.4 Manfaat
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Psikologi Islam

Para ahli menggunakan berbagai sebutan untuk wacana ini, di antaranya


adalah psikologi Islam, psikologi islami, psikologi modern dalam perspektif
Islam (modern psychology in islamic perspective), psikologi kenabian
(profetik), psikologi sufi, psikologi Al-Qur’an, psikologi qurani, nafsiologi,
dan psikologi motivatif. Namun, sebutan yang paling banyak digunakan
adalah psikologi islami dan psikologi Islam. Keduanya diterjemahkan ke
dalam bahasa Inggris menjadi Islamic Psychology dan ke dalam bahasa Arab
menjadi ‘ilm al-nafs al-islamy. Dua istilah itu dianggap memiliki pengertian
yang sama, namun untuk keperluan pengembangan ilmu para ahli bersepakat
untuk menggunakan istilah psikologi Islam.

Menurut para ahli Psikologi Islam adalah ilmu yang berbicara tentang
manusia, terutama masalah kepribadian manusia, yang bersifat filsafat, teori,
metodologi dan pendekatan problem dengan didasari sumber-sumber formal
islam (Al-Qur’an dan Al-hadits), akal, indra dan intuisi (Jamaluddin Ancok,
1994).

Psikologi Islam juga dimaknai sebagai corak psikologi berlandaskan citra


manusia menurut ajaran Islam, yang mempelajari keunikan dan pola perilaku
manusia sebagai ungkapan pengalaman interaksi dengan diri sendiri,
lingkungan sekitar dan alam kerohanian, dengan tujuan meningkatkan
kesehatan mental dan kualitas keberagamaan (Hanna Djumhanna Bastaman,
1996).

Hal tersebut berbeda dengan Psikologi Barat. Dasar pendidikan psikologi


barat adalah spekulatif filosofis tentang manusia, sedangkan Psikologi Islam
didasarkan atas sumber otentik, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah (Jamaluddin
Ancok dan Fuad Nasori, 1994). Oleh karena itu, dapat disimpulkan Psikologi
Islam adalah kajian islam yang berhubungan dengan aspek-aspek kejiwaan
dan perilaku manusia agar individu secara sadar mampu mencapai kualitas
diri yang lebih sempurna dan mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan di
akherat.

Dapat disimpulkan bahwa psikologi islam adalah ilmu yang mempelajari


gejala-gejala kejiwaan dan proses mental manusia melalui tingkah laku dalam
perspektif islam sebagai agama yang didasarkan pada sumber ajaran Al-
Qur’an dan Al-Hadis.

2.2 Metode Mempelajari Psikologi Islam

Metodologi Psikologi Islam adalah cara cara menyusun pikiran untuk


memahami kehidupan jiwa manusia, sesuai dengan penjelasan Allah.
Beberapa metode yang bisa dijadikan alternatif dalam psikologi Islami.
Diantara metode tersebut adalah:

1. Metode Keyakinan (method of tenacity)


Metode keyakinan adalah suatu metode yang penekanannya pada
kemampuan seseorang untuk meyakini kebenaran sesuatu tanpa keraguan
appun di dalamnya. Dalam metode ini, yang absah dijadikan sebagai
sumber yang diyakini kebenarannya adalah wahyu ilahi (Al-Quran).
Asumsi yang diajukan adalah manusia adalah mahluk ciptaan Allah,
karena itu yang lebih mengetahui tentang manusia adalah Allah, karena
itulah maka sumber kebenaran dan pengetahuan harus berangkat dari
sumbernya yang utama.
2. Metode Rasiosinasi
Berbeda dengan sains yang mengagungkan rasio, maka ilmu
pengetahuan Islam, dalam hal ini psikologi islami berpandangan bahwa
manusia harus mempergunakan rasionya sambil tetap menyadari adanya
keterbatasnnya. Tapi walaupun demikian, Islam tetap menganjurkan
pemeluknya untuk tetap menggunakan rasionya secara optimal. Hal ini
banyak terungkap dari ayat-ayat Al-Quran atau hadits nabi Muhammad
SAW.
Metode ini akan sangat baik ketika digabungkan dengan metode
keyakinan, sehingga yang muncul kepermukaan adalah metode
keyakinan dan rasiosinasi. Contohnya ketika seorang berusaha
memahami suatu fenomena atau realitas, maka sebaiknya ia
mempergunakan rasionya sambil tetap meyakini bahwa ada keterbatasan
rasio dan adanya keyakinan bahwa wahyu Allah diatas segalanya.
Dengan demikian ia tidak akan menjadi seorang rasionalis yang
beranggapan bahwa rasiolah sumber dari kebenaran.
3. Metode Otoritas (method of authority)
Dalam metode otoritas (method of authority) seorang
menyandarkan kepercayaan kepada orang-orang yang memiliki banyak
pengalaman atau pengetahuan dalam suatu bidang tertentu, karena
pengalaman dan pengetahuannya itulah dia mempunyai kewenangan
(otoritas) di bidangnya. Dalam ilmu tafsir, metode semacam ini biasa
digunakan, contohnya ketika menafsirkan suatu ayat maka akan dirujuk
pada penjelasan sumber utamanya yaitu Rasulullah atau para
sahabatnya yang dianggap mampu memahami ayat tersebut.
4. Metode Intuisi
Metode ini sangat tidak populer dikalangan para ahli psikologi
modern, dan ahli-ahli sains modern lainnya, karena dianggap tidak
ilmiah. Mereka beranggapan bahwa ilmiah selalu didasarkan kepada
kebenaran rasio, padahal psikologi islami mengharapkan agar manusia
mempergunakan qolbunya, intuisinya atau nuraninya. Cara untuk
memahami dan mengetahui apa yang terjadi dalam diri manusia dengan
menggunakan hati nurani inilah yang disebut dengan metode intuisi.
Apabila metode ini yang dipakai maka akan terbukalah sesuatu yang
menjadi penghalang (kasyful mahjub), yang tak telihat oleh mata.
Dalam situasi semacam inilah maka seseorang akan mampu memahami
fenomena atau realitas yang tak terjangkau oleh panca indera.
Keberadaan metode-metode tersebut untuk membangun teori psikologi
Islam membutuhkan kesepakatan dari penggagas ilmu psikologi Islam dan
tidak membutuhkan persetujuan dari ilmuwan non Islam. Hal ini juga telah
berlaku untuk pembangunan metode ilmiah bidang psikologi yang senantiasa
memperhatikan aspek objektifitas dan empirik meskipun banyak perilaku
manusia yang mulai tidak dapat didekati hanya pada pendekatan empiris.
Psikologi Islam berarti suatu pendekatan studi keislaman yang
mempelajari aspek-aspek kepribadian, baik mengenai struktur, dinamika,
maupun bentuk-bentuknya dari sudut pandang Islam. sumber Psikologi Islam
terakumulasi dalam dua besaran, yaitu ayat-ayat qawliyah dan ayat-ayat
kawniyah. Ayat-ayat qawliyah (disebut juga qur’aniyah, tadwini dan
dinullah) yaitu ayat-ayat yang tertulis di dalam Al-Qur‘an dan al-Sunnah,
serta berbagai interpretasi yang berasal dari kedua sumber tersebut.

Firman Allah SWT. ―Dan kami turunkan kepadamu al-Kitab (Al-Qur‘an)


untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan akbar
gembira bagi orang-orang yang berserah diri‖ (QS. An-Nahl: 89) dan
―Tiadalah kami alpakan sesuatu apapun di dalam al-Kitab‖ (QS. Al-An‘am:
38). Pengungkapan ayat-ayat ini melalui corak psikologis (al-ilmun al-nafsy)
dalam penafsirannya yang secara operasional menggunakan salah satu dari
keempat metode sebagai berikut:

1. Metode tematik (madhu’i), dengan memilih topik tertentu yang berkaitan


dengan psikologi, kemudian menginventarisasi ayat-ayat atau beberapa hadis
yang terkait dengan topik tersebut, misalnya mengumpulkan ayat-ayat atau
hadis tentang al-qalb. Hasil inventarisasi tersebut kemudian dicarikan
kaitannya agar masing-masing saling menjelaskan, kemudian disistematisasi
menurut disiplin psikologis, sehingga didapatkan konklusi yang bernuansa
psikologis pula.

2. Metode analisis (tahlili), dengan menampilkan ayat-ayat atau hadits yang


berkenaan dengan psikologi, kemudian menganalisisnya secara psikologis
pula, sehingga ditemukan konklusi psikologis. Analisis yang dimaksud baik
berupa lafal, susunan kalimat, aspek kultural yang melatar belakangi turunnya
ayat atau hadis, persesuaian (munasabah) ayat/hadis satu dengan ayat/hadis
yang lain. Misalnya, dalam Q.S al-Baqarah ayat 1-10 maka perlu dijelaskan
secara lebar apa yang dimaksud dengan kepribadian muttaqin, kepribadian
mu‘min, kepribadian kafir dan kepribadian munafiq, serta indakator-indikator
yang menyertainya.

3. Metode perbandingan (muqarin), dengan membandingkan antara ayat satu


dengan ayat yang lain, ayat dengan hadits, hadits dengan ayat, hadits dengan
hadits. Perbandigan itu berkaitan dengan variasi letak kata, jumlah huruf,
keterdahuluan, ma‘rifat dan nakirah, pemilihan huruf, pemilihan kata, dan
variasi-variasi yang lain. Misalnya, perbandingan term nafs dalam Q.S. al-
Syams ayat 7 ―Dan nafs serta penyempurnaannya‖; Q.S. al-Imran ayat 185
―tiap-tiap yang bernafas akan merasakan mati; Q.S. al-Fajr ayat 27 ―Hai
nafs yang tenang‖, dan Q.S. Yusuf ayat 53 ―Sesungguhnya sesungguhnya
nafs itu selalu menyerukan pada perbuatan yang buruk‖; Apakah term itu
memiliki makna jiwa (paduan jasad dan ruh), pribadi yang bernyawa,
kepribadian (totalitas manusia), atau hawa nafsu (bagian jiwa yang primitif
dan impulsif)? Meskipun terminologinya sama, akan tetapi dalam konteks
yang berbeda, boleh jadi memiliki makna yang berbeda. Di sinilah diperlukan
pengkajian makna nasabi (relational meaning), yaitu makna tambahan yang
terjadi karena istilah itu dihubungkan dengan konteks dimana istilah itu
berada.

4. Metode global (Ijmali), dengan mengemukakan penjelasan mengenai ayat-


ayat atau hadis yang berkaitan dengan psikologi secara global, tanpa
menganalisisnya secara luas, apalagi menyajikannya secara tematik atau
perbandingan. Prosedur yang keempat ini jarang digunakan, sebab ia telah
terwakili oleh ketiga prosedur di atas.
2.3
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Mujib. 2005. Pengembangan Psikologi Islam Melalui Pendekatan Studi


Islam. Jurnal Psikologi Islami.

Ahmad. Mashyudi. 2009. Psikologi Islam. Surabaya: PT Revka Petra Media

Ancok, Djamaludin & Suroso, Fuad Nashori. 1994. Psikologi Islami: Solusi Islam
Atas Problem-Problem Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hanna Djumhana Bastaman. 2005. Dari KALAM Sampai Ke API. Jurnal


Psikologi Islami.

Nashori, Fuad. 2016. Psikologi Islam Dari Konsep Hingga Pengukuran.


Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.

Nashori, H. Fuad. 2005.Agenda Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nurhayani. 2016. Telaah Aksiologi Dan Epistimologi Ilmu Terhadap Psikologi


Islam. Jurnal Tarbiyah Vol 23, No 2.

Anda mungkin juga menyukai