Anda di halaman 1dari 23

Psikologi Klinis

“ Konsep dasar, kriteria perilaku normal abnormal & perilaku


abnormal dalam pandangan psikoanalisa “
(Dosen Pengampu : Amherstia Pasca Rina, S.Psi.,M.Psi)

(Dosen Pengampu : Amherstia Pasca Rina, S.Psi.,M.Psi)

Disusun oleh :

Indria Puteri Firdauza ( 1511700019 )

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Secara umum Sebenarnya agak sulit merumuskan secara tepat apa yang dimaksud
dengan normal dan abnormal tentang perilaku. Penyebabnya antara lain : pertama sulit
menemukan model manusia yang ideal atau sempurna. Kedua dalam banyak kasus tak ada
batas tegas antara perilaku normal dan abnormal. Dalam arti orang yang secara umum
dipandang normal-sehat pun suatu saat dapat melakukan perbuatan yang tergolong
abnormal, mungkin diluar kesadarannya. Sebaliknya, tidak jarang orang yang secara
umum jelas-jelas abnormal melakukan perrbuatan atau mengucapkan kata-kata yang
sungguh-sungguh normal-waras. Diperlukan sejumlah patokan atau ukuran untuk
membedakan antara normal dan abnormal. Selain itu kami menjelaskan tentang perilaku
abnormal dalam pandangan psikoanalisa.

1.1 Rumusan Masalah


Masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai
berikut.

1. Apa konsep dasar perilaku normal


2. Apa konsep dasar perilaku abnormal
3. Kriteria perilaku abnormal
4. Perilaku abnormal dalam pandangan psikoanalisa

1.2 Tujuan Penelitian


Tujuan dalam rumusan masalah diatas adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui konsep dasar perilaku normal
2. Untuk mengetahui konsep dasar perilaku abnormal
3. Untuk mengetahui kriteria perilaku abnormal
4. Untuk mengetahui perilaku abnormal dalam pandangan psikoanalisa

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Definisi Perilaku Normal

Dalam perilaku, normal adalah istilah yang dikenal untuk setiap makhluk hidup
bahwa tidak ada perbedaan signifikan dengan kelompoknya, meskipun dalam derajat yang
bervariasi, setiap hidup yang memiliki perbedaan apa pun biasanya tidak diperhitungkan,
dimana penggunaan Kata yang normal hanya bisa subjektif. Namun istilah ini seringkali
bukan yang paling tepat untuk mendefinisikan apa-apa, karena semuanya berbeda satu
sama lain dan tidak ada titik acuan untuk berbicara sebagai "normal".

Terdapat berbagai pendapat mengenai definisi normal, di antaranya:

1. Oxford English Dictionary mendefinisikan "normal" sebagai "sesuai dengan


standar". Definisi lain yang mungkin adalah bahwa "normal" adalah seseorang
yang sesuai dengan perilaku dominan dalam masyarakat. Hal ini dapat disebabkan
oleh berbagai alasan seperti perilaku imitatif yang sederhana, penerimaan sengaja
atau tidak konsisten dengan standar masyarakat, takut penghinaan atau penolakan,
dll

2. Sosiolog Prancis Émile Durkheim yang ditunjukkan dalam Aturan Metode


Sosiologi bahwa perilaku yang paling umum dalam masyarakat dianggap normal.
Orang yang tidak sejalan, melanggar norma sosial dan akan mengundang hukuman
dari orang lain dalam masyarakat.

3. Menurut Kartono dalam Darwis mengemukakan bahwa ada dua jenis perilaku
manusia, yakni perilaku normal dan perilaku abnormal. Perilaku normal adalah
perilaku yang dapat diterima oleh masyarakat pada umumnya, sedangkan parilaku
abnormal adalah perilaku yang tidak bisa diterima oleh masyarakat pada
umumnya, dan tidak sesuai dengan norma-norma sosial yang ada. Perilaku
abnormal ini juga biasa disebut perilaku menyimpang atau perilaku bermasalah.

4. Menurut WHO, normal adalah keadaan dimana seseorang yang sempurna fisik,
mental dan sosialnya, tidak mengidap penyakit dan kelemahan-kelemahan tertentu.

5. Karl Meninger mengatakan bahwa normal adalah adanya penyesuaian timbal


balik dari nilai-nilai manusia terhadap alam/lingkungannya secara maksimal,
efisien dan menyenangkan baik bagi manusia itu sendiri maupun alam
lingkungannya, yang bukan semata-mata agar efisien, puas atau taat pada
lingkungan, tetapi secara menyeluruh, mampu mengelola integrasi social dan
kebahagiaan hidup, perasaan inteligensi.

6. Menurut Wb Boehm, normal adalah kondisi dan taraf pemfungsian social yang
oleh lingkungan social dapat diterima dan secara individu dirasa menyenangkan.

Beberapa Ciri Orang yang mempunyai perilaku Sehat-Normal


Secara agak rinci, orang yang sehat-normal menunjukkan ciri-ciri perilaku tertentu pada
beberapa aspek atau bidang penyesuaian diri yang penting seperti dibawah ini
Tabel 1 : Beberapa Ciri Pribadi Sehat-Normal

Aspek Penyesuaian Diri Ciri perilaku

Sikap terhadap diri sendiri Menunjukan penerimaan diri:


memiliki jati diri yang memadai
(positif): memiliki penilaian yang
realistik terhadap berbagai
kelebihan dan kekurangan.

Persepsi terhadap realitas Memiliki pandangan yang realistic


terhadap diri dan terhadap dunia,
orang maupun benda
disekelilingnya.

Integrasi Berkepribadian utuh, bebas dari


konflik-konflik batin yang
melumpuhkan, memiliki toleransi
yang baik terhadap stress.

Kompetensi Memiliki kompetensi-kompetensi


fisik, intelektual, emosional dan
social yang memadai untuk
mengatasi berbagai problem hidup.

Otonomi Memiliki kemandirian, tanggung


jawab dan penentuan diri ( self-
determination; self-direrection)
yang memadai disertai
kemampuancukup untuk
membebaskan diri dari aneka
pengaruh social

Pertumbuhan aktualisasi diri Menunjukan kecenderungan kearah


semakin matang, semakin
berkembang kemampuan-
kemampuannya dan mencapai
pemenuhan diri sebagai pribadi.
Beberapa rumusan diatas menekankan normalitas sebagai keadaan sehat, yang
secara umum ditandai dengan keefektifan dalam menyesuaikan diri, yakni
menjalankan tuntunan hidup sehari-hari sehingga menimbulkan perasaan puas dan
bahagia.

2.2 Pengertian Psikologi Abnormal

Psikologi abnormal adalah salah satu cabang psikologi dalam bidang klinis dimana ia
mempelajari pola perilaku abnormal dan menggunakan cara tertentu untuk membantu
orang yang mengalami abnormalitas.

Pengertian psikologi abnormal menurut para ahli:

Menurut Singgih Dirgagunarsa, psikologi abnormal disebut juga psikopatologi


merupakan bidang psikologi yang kaitannya dengan hambatan atau kelainan kepribadian,
dimana ini menyangkut isi dan proses kejiwaan.

Pengertian Perilaku Abnormal

Perilaku abnormal adalah kondisi emosional seperti kecemasan dan depresi yang tidak
sesuai dengan situasinya.

Perilaku abnormal terdiri dari dua kata yaitu, perilaku dan abnormal. Perilaku adalah
tingkah laku seorang manusia. Sedangkan abnormal adalah hal yang jarang terjadi atau
menyimpang dari kondisi rata-rata. Jadi perilaku abnormal adalah suatu tingkah laku
manusia yang menyimpang dari kondisi rata-rata.

Macam – macam Perilaku yang Abnormal

Ada beberapa perilaku yang dianggap abnormal, yang bisa kita golongkan sebagai berikut:
1 Psikopat

Secara harfiah, psikopat artinya sakit jiwa. Seseorang yang menderita kelainan ini sangat
pandai berpura-pura dan membuat kamuflase yang rumit demi keuntungan dirinya sendiri.

Contohnya, menyebar fitnah, mengadu domba, memutar balik fakta, dan


berbohong demi mendapatkan tujuannya. Disebut juga sebagai sosiopat, psikopat
sulit disembuhkan dan dideteksi karena banyak dari penderitanya yang berada di
tengah masyarakat daripada yang mendapatkan pengobatan.

Menurut penelitian, sekitar 15-20 persen psikopat merupakan seorang pembunuh,


pemerkosa dan perampok. Selebihnya adalah seseorang yang penampilannya
sempurna, menyenangkan, dan mempunyai daya tarik yang luar biasa serta pandai
bertutur kata.

2 Penyimpangan Seksual

Penyimpangan seksual dapat diartikan sebagai dorongan seksual yang ditujukan


kepada objek yang tidak lazim, atau pemenuhan kebutuhan seksual dengan cara
yang tidak lazim pula dan tidak wajar. Ada dua macam kelainan dari tingkah laku
ini yaitu:

A. Kelainan pada Obyek

Ini terjadi apabila cara seseorang untuk memuaskan dorongan seksualnya


masih termasuk normal, akan tetapi obyek yang digunakan tidak wajar atau
lain dari biasanya:
1. Homoseksual: Yaitu kelainan untuk melakukan hubungan seks
dengan sesama jenis kelamin pria.
2. Lesbian: Ketertarikan untuk melakukan hubungan seks kepada
sesama jenis kelamin wanita.
3. Biseksual: Ketertarikan untuk melakukan hubungan seks terhadap
dua jenis kelamin.
4. Pedofilia: Orang yang menjadikan anak – anak yang belum akil
baligh sebagai obyek seksualnya.
5. Fetisisme: Apabila objek pemuasan seksualnya adalah benda mati,
seperti pakaian dalam, rambut, sepatu, dan benda – benda tertentu
lainnya.
6. Nekrofilia: Menggunakan mayat sebagai obyek pemuasan
seksualnya.
7. Bestiality: Tertarik pada binatang sebagai objek untuk memuaskan
kebutuhan seksualnya, disebut juga zoophilia.
8. Geronto seksualitas: Tertarik pada orang berusia lanjut sebagai
objek pemenuhan kebutuhan seksualnya.
9. Incest: Berpusat pada saudara kandung atau keluarga yang tidak
diperbolehkan melakukan pernikahan sebagai objek pemuasan
seksualnya.

B. Kelainan Pada Cara

Pada kriteria ini, yang menjadi objek pemuasan seksual adalah lawan jenis
namun dengan cara yang tidak lazim.

1. Eksibisionisme: Kelainan seksual yang mendapat kepuasan dari


memperlihatkan organ kelamin kepada orang lain yang berlawanan
jenis yang tidak ingin melihatnya, biasanya dilakukan di tempat
umum atau memuaskan diri sendiri (masturbasi) sambil disaksikan
orang lain.
2. Voyeurism: Perilaku seksual yang mendapatkan kepuasan dari
menyaksikan secara diam – diam lawan jenis lain yang telanjang,
atau mengintip orang sedang berganti baju, atau melakukan
hubungan seksual, objeknya adalah orang asing. Orang yang
mengidap voyeurisme biasanya membayangkan melakukan
hubungan seksual dengan objeknya, namun jarang sekali melakukan
kontak fisik.
3. Masokisme: Masokisme adalah perbuatan yang menyakiti diri
sendiri untuk mencapai kepuasan seksual tersebut, baik dilakukan
oleh diri sendiri atau orang lain. Ini adalah satu – satunya kelainan
seksual yang diderita oleh wanita.
4. Sadisme: Ini merupakan pemuasan seksual yang dicapai dengan
menyakiti orang lain atau pasangan seksualnya secara fisik atau
psikologis. Pada prakteknya ada orang yang menggabungkan
keduanya, menjadi sadomasokisme.
5. Transvetic Fetisisme: Kelainan berupa seseorang laki – laki yang
heteroseksual yang harus menggunakan pakaian wanita untuk
mencapai respons seksual. Biasanya gangguan ini dimulai saat
remaja dan sebagian kecil pria yang mengalami gangguan ini juga
memiliki dysphoria atau ketidak bahagiaan dengan jenis
kelaminnya.
6. Frotteurisme: Kelainan seksual dimana penderitanya mendapatkan
kepuasan dengan menyentuh orang lain yang tidak
menginginkannya dengan menggosokkan kelaminnya, atau meraba
orang lain tanpa diketahui oleh korban.
3 Psikoneurosis

Juga dikenal dengan nama neurosis, ini adalah suatu kondisi gangguan mental
yang hanya mempengaruhi sebagian kepribadian sehingga penderitanya masih
dapat melakukan aktivitas seperti biasa. Biasanya diekspresikan secara tidak sadar
dalam bentuk mekanisme pertahanan diri atau self defense mechanism. Bentuk
neurosis seperti :

1. Fugue
Asal katanya dari bahasa Latin Fugere yang berarti melarikan diri. Individu
yang mengalami fugue bisa saja secara mendadak meninggalkan rumah dan
semua yang dikenalnya lalu mengambil identitas baru. Hal ini biasanya
terjadi karena seseorang berusaha lari dari kenyataan setelah mengalami
tekanan berat. Fugue berbeda dengan amnesia, dan bukan merupakan
gangguan kepribadian ganda karena identitas baru tersebut tidak selengkap
identitas dalam kepribadian ganda.
2. Somnabulisme
Berasal dari kata somnus yang berarti tidur dan ambulare yang berarti
berjalan, definisi dari somnabulisme adalah tidur berjalan. Seperti dalam
keadaan trance, penderita tidur sambil berjalan dan melakukan sesuatu hal.
Walaupun sekilas hal ini tidak terlihat serius, nyatanya berjalan dalam tidur
kerap mendatangkan bahaya bagi penderitanya.
3. Multiple Personality
Sekarang disebut gangguan identitas disosiatif , merupakan kasus psikologi
yang lebih rumit dimana penderitanya bisa memiliki dua atau lebih
kepribadian di dalam dirinya. Gangguan ini biasanya muncul jika di masa
kecil telah mengalami suatu trauma atau tekanan hebat.

4. Fobia
Rasa takut yang berlebihan terhadap objek atau terhadap sesuatu tanpa bisa
dijelaskan, dan tidak jarang menyebabkan stres atau depresi, cemas dan
panik yang ekstrem.
5. Obsesi
Yang dimaksud obsesi adalah ketika seseorang mengalami kecemasan
berlebihan terhadap sesuatu dan menunjukkan usaha berlebihan untuk
menghilangkan kecemasan tersebut.
6. Histeria
Suatu bentuk gangguan mental yang timbul dari kecemasan yang intens.
Histeria ditandai dengankejadian dimana ada kurangnya kontrol atas
kesadaran dan emosi seseorang, lalu tiba – tiba mengalami ledakan
emosional.
7. Hipokondria
Hipokondria adalah gangguan psikologi dimana penderitanya merasa
mengalami penyakit tertentu walaupun secara medis tidak ada gejala
penyakit sama sekali. Penderita hipokondria selalu merasa takut akan
terkena penyakit tertentu.
4 Psikosis
Psikosis disebut dengan kelainan kepribadian besar karena mempengaruhi seluruh
kepribadian seseorang sehingga tidak lagi bisa menjalani kehidupan sehari – hari
dengan normal, mengarah kepada keadaan mental yang terganggu oleh delusi atau
mengalami halusinasi. Delusi yaitu kesalah pahaman terhadap suatu hal,
sedangkan halusinasi adalah melihat atau mendengar suatu peristiwa yang
sebenarnya tidak ada.
Jenis – jenis psikosis berdasarkan faktor penyebab yaitu:

a. Psikologi fungsional artinya yaitu yang ditandai dengan disitegrasi


kepribadian serta tidak mampu melakukan kegiatan sosial. Beberapa jenis
psikosis fungsional yaitu:
1. Skizophrenia: Gangguan psikologi berupa kepribadian yang
terbelah (split personality) yaitu terjadi ketidak harmonisan antara
pikiran, perasaan dan perbuatan.
2. Paranoid: Mengalami banyak delusi dan ide – ide yang salah
tentang berbagai hal dan bersifat menetap.
3. Manic Depresif: Gangguan emosi yang ekstrim, ditandai dengan
berubahnya kegembiraan yang berlebihan (mania) menjadi
kesedihan mendalam (depresi) dalam waktu sangat singkat dan juga
sebaliknya.

b. Psikologi organik artinya penyakit kejiwaan yang penyebabnya meruakan


faktor fisik atau organik yaitu:
1. Psikosis Alkoholik: psikosis yang terjadi karena terlalu banyak
minuman keras.
2. Psikosis Obat-obatan: terjadi karena akibat dari kebiasaan
mengonsumsi barang terlarang
3. Psikosis traumatik: erjadi karena luka pada kepala seperti kena
pukul, tembakan, dan lain
4. Dementia Paralytica: psikosis yang terjadi karena kerusakan otak
yang disebabkan oleh usia tua, penyakit sifilis, dan lain-lain.

Mencegah Perilaku Abnormal


Perilaku abnormal dapat dicegah dengan cara yang tepat, misalnya:
1. Menghindari konflik batin dari diri sendiri atau juga dari lingkungan.
2. Selalu berusaha memelihara kebersihan jiwa dengan selalu berpikir positif.

3. Usahakan untuk selalu bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan norma yang berlaku di
masyarakat.

4. Latihan untuk menerapkan disiplin dalam segala hal.


5. Melatih diri sendiri untuk tidak selalu berfikir negatif dan menggunakan pertahanan diri
dalam menghadapi masalah.

6. Mencoba mengatasi setiap kesulitan yang dihadapi dengan usaha yang konkrit dan
rasional

Penyembuhan Perilaku Abnormal


Pendekatan biologis dalam penyembuhan perilaku abnormal berpendapat bahwa gangguan mental,
seperti penyakit fisik disebabkan oleh disfungsi biokimiawi atau fisiologis otak. Terapi
fisiologis dalam upaya penyembuhan perilaku abnormal meliputi kemoterapi,
elektrokonvulsif dan prosedur pembedahan.
1. Kemoterapi(Chemotherapy). Chemotherapy atau Kemoterapi dalam kamus J.P.
Chaplin diartikan sebagai penggunaan obat bius dalam penyembuhan gangguan
atau penyakit-penyakit mental.Adapun penemuan obat-obat ini dimulai pada awal
tahun 1950-an, yaitu ditemukannya obat yang menghilangkan sebagian gejala
Schizophrenia. Beberapa tahun kemudian ditemukan obat yang dapat meredakan
depresi dan sejumlah obat-obatan dikembangkan untuk menyembuhkan
kecemasan.
2. Electroconvulsive. Terapi elektrokonvulsif (electroconvulsive therapy) dijelaskan
oleh psikiater asal Itali Ugo Carletti pada tahun 1939. Pada terapi ini dikenal
electroschot therapy, yaitu adanya penggunaan arus listrik kecil yang dialirkan ke
otak untuk menghasilkan kejang yang mirip dengan kejang epileptik. Pada saat ini
ECT diberikan pada pasien yang mengalami depresi yang parah dimana pasien
tidak merespon pada terapi otak.
3. Psychosurgery. Pada terapi ini, tindakan yang dilakukan adalah adanya
pemotongan serabut saraf dengan penyinaran ultrasonik. Psychosurgery
merupakan metode yang digunakan untuk pasien yang menunjukan tingkah laku
abnormal, diantaranya pasien yang mengalamai gangguan emosi yang berat dan
kerusakan pada bagian otaknya. Pada pasien yang mengalami gangguan berat,
pembedahan dilakukan terhadap serabut yang menghubungkan frontal lobe dengan
sistim limbik atau dengan area hipotalamus tertentu. Terapi ini digunakan untuk
mengurangi simptom psikotis, seperti disorganisasi proses pikiran, gangguan
emosionalitas, disorientasi waktu ruang dan lingkungan, serta halusinasi dan
delusi.

2.3 Karakteristik Perilaku Abnormal

Dalam pandangan Psikologi, ada beberapa karakteristik yang dapat menunjukan apakah
individu menunjukan perilaku abnormal.

Berdasar Statistik ( Statistical Infrequency)

Perspektif ini melihat dari data statistik. Dimana semua variabel yang dilihat
didistribusikan ke dalam suatu kurva normal atau kurva dengan bentuk lonceng.
Kebanyakan (rata-rata) orang berada pada bagian tengah kurva, sebaliknya abnormalitas
ditunjukkan pada distribusi di kedua ujung kurva (kurang/sangat baik).

Tidak Seharusnya (Unexpectedness) Perilaku abnormal merupakan suatu bentuk respon


yang tidak diharapkan terjadi. Contohnya seseorang tiba-tiba menjadi cemas (misalnya
ditunjukkan dengan berkeringat dan gemetar) ketika berada di tengah-tengah suasana yang
berbahagia. Respon yang ditunjukkan adalah tidak diharapkan dan tidak seharusnya
terjadi.

Melanggar Norma (Violation of Norms) Perilaku abnormal ditentukan dengan


mempertimbangkan konteks sosial dimana perilaku tersebut terjadi. Jika perilaku sesuai
dengan norma masyarakat, berarti normal. Sebaliknya jika bertentangan dengan norma
yang berlaku, berarti abnormal. Tetapi baru bisa disebut perilaku abnormal apabila
perilaku tersebut melanggar norma sosial, atau mengancam, atau mengakibatkan
kecemasan.

Mengganggu individu (Personal Distress) Perilaku dianggap abnormal jika hal itu
menimbulkan penderitaan atau distres dan gangguan bagi individu yang mengalami.
Contoh, apabila seseorang memiliki keunikan tersendiri tidak seperti rata-rata orang, misal
sangat suka mencuci tangan lebih dari oranglain, tetapi yang bersangkutan tidak
terganggu, maka perilakunya masih bisa dikatakan normal.

Disabilitas (Disability) Disabilitas merupakan kekurangan pada beberapa penting dalam


kehidupan. Individu mengalami ketidakmampuan (kesulitan) untuk mencapai tujuan
karena abnormalitas yang dideritanya.Misal: disabilitas dalam hubungan perkawinan,
disabilitas dalam hubungan sosial, disabilitas dalam pekerjaan, dsb.

1.4 Abnormal menurut Psikoanalisis

Freud membagi struktur tiga bagian utama :


Id adalah energy paling dasar pada diri manusia yang seluruhnya tidak disadari, energy
ini disebut juga dengan istilah libido.id mencari kepuasan langsung yang disebut oleh
freud sebagai prinsip kenikmatan.

Ego berada pada kesadaran dan bekerja menggunakan prinsip realitas.

Superego ini berisi tentang nilai-nilai yang diterima atau tidak oleh lingkungan.

Kaitan konsep psikoanalisis dengan psikopatologi pendapat Freud bahwa berbagai


bentuk psikopatologi diakibatkan oleh dorongan yang kuat atau insting id, yang
mengawali tahap perkembangan konflik-konflik yang tidak disadari dan terkait dengan
tahap psikoseksual tertentu. Paradigma ini fokus pada represi dan proses bawah sadar
lainnya yang dapat ditelusuri melalui konflik-konflik masa kecil dan individu.

A. Penyimpangan kepribadian

Kegagalan ego untuk mengharmonisasi dorongan Id dengan tuntutan Superego dibagi


menjadi dua bentuk gangguan yaitu neurosis dan psikosis. Psikosis merupakan suatu
bentuk gangguan perilaku yang ditandai oleh kendala dalam menginterpretasi realitas dan
kesulitan memenuhi tuntutan kehidupan sehari-hari. Gangguan ini terjadi apabila Id lebih
dominan dimana perilaku yang muncul didasarkan pada proses primer dalam berfikir.
Simtom psikosis misalnya halusinasi, delusi, dll. Sedangkan, neurosis merupakan bentuk
gangguan perilaku non-psikotik yang ditandai oleh masalah-masalah yang melibatkan
kecemasan. Neurosis adalah keadaan dimana superego menjadi dominan. Neurosis
merupakan kesalahan persepsi terhadap realita. Simtom neurosis misalnya fobia, anxiety,
obsesif kompulsif.

B. Tahap perkembangan psikoseksual

Tahap-tahapan perkembangan manusia merupakan psikoseksual secara alamiah, karena


berhubungan dengan penyaluran energi libidinal dari satu daerah erogen ke daerah erogen
lainnya.

1. Tahap Oral (0 sampai 1 atau 2 tahun). Sumber kenikmatan yang terletak di mulut
seperti aktivitas oral berupa menghisap, menelan dan menggigit. Konflik selama
tahap oral berpusat pada masalah tentang apakah bayi menerima kepuasan oral
yang cukup atau tidak. Terlalu banyak kepuasan dapat menyebabkan bayi berharap
bahwa segala sesuatu dalam hidup dapat diberi dengan sedikit atau tanpa usaha
dari diri mereka. Tetapi jika terlelu dini penyepihan / tidak terpenuhi akan
berakibat pada dua hal yaitu: Oral Passive personality merupakan bentuk
kepribadian yang kurang terbuka, tidak asertif; Oral Aggressive personality
merupakan kepribadian yang suka mendebat, sarkatis, mencaci maki. Bentuk dari
gangguan kepribadian berupa misalnya, berkata jorok, bohong, merokok,
penyalahgunaan alkohol, makan secara berlebihan, dan menggigit kuku (fiksasi
dari masa oral). Orang dewasa yang terfiksasi secara oral mungkin juga menjadi
tergantung dan tidak mandiri dalam hubungan interpersonal mereka.
2. Tahap Anal (2 sampai 3 atau 4 tahun). Sumber kenikmatan ada di anus, melalu
aktivitas pengeluaran kotoran tubuh (BAK dan BAB) karena dapat menghilangkan
ketidaknyamanan dan menimbulkan rasa lega. Penekanan pada aktivitas toilet
training. Fiksasi anal berhubungan dengan dua jenis perangai yaitu: Anal Retentif
merupakan akibat dari toilet training yang terlalu ketat yang diantaranya adalah
kebutuhan self control yang terlalu berlebihan seperti perfeksionisme, dan
kebutuhan yang ekstrem akan keteraturan, kebersihan, dan kerapian; Anal
Ekspulsif diakibatkan kelonggaran yang berlebihan selama masa anal, yang
mencakup kecerobohan dan ketidakteraturan.
3. Tahap Phalik. Sumber kenikmatan terdapat pada alat kelamin. Pusat dinamika
perasaan seksual dan agresif berkaitan dengan berfungsinya alat genital. Anak
mengembangkan harapan inses yang tidak disadari terhadap orang tua yang
berjenis kelamin sama sebagai lawan. Oedipus Complex ialah konflik dimana anak
laki-laki memiliki hasrat terhadap ibu dan mempersepsikan ayah sebagai lawan.
Electra Complex ialah konflik dimana anak perempuan menginginkan ayahnya dan
mempersepsikan ibunya sebagai lawan. Dapat menyebabkan gangguan seperti
withdrawl (menarik diri dari hubungan heteroseksual), sangat feminim dan
cenderung tidak tertarik pada lawan jenis.
4. Tahap Latensi (latency), (6 samapai 12 atau 13 tahun). Lebih menekankan pada
apa yang menjadi dorongan yang sesungguhnya, anak lebih memfokuskan pada
diri sendiri. Dimana perilaku / dorongan seks dapat ditekan atau bisa disebut masa
tenang. Minat menjadi lebih diarahkan pada sekolah dan aktivitas bermain.
5. Tahap Genital (13 tahun ke atas). Sudah masuk ke masa remaja dimana terjadi
kematangan alat genital sehingga dorongan ketertarikan pada lawan jenis sudah
mulai diamati (dorongan seksual timbul secara nyata). Individu mulai mencintai
lawan jenis, baik dari daya tarik seksual, sosialisasi, kegiatan, perencanaan karir,
menentukan pasangan dan persiapan untuk menikah. Penyesuaian yang berhasil
selama tahap genital melibatkan pencapaian kepuasan seksual melalui hubungan
seksual dengan seseorang yang berbeda jenis kelamin, kemungkinan dalam
konteks pernikahan. Bentuk-bentuk lain dari ekspresi seksual, seperti stimulasi oral
atau anal, mastrubasi, dan aktivitas homoseksual, dianggap sebagai fiksasi
pragenital, atau bentuk yang tidak matang dari perilaku seksual.
C. Mekanisme Pertahanan Diri
 Mekanisme pertahanan diri adalah cara yang ditempuh alam bawah sadar
untuk melindungi ego dari kecemasan.
 Ada dua ciri umum yaitu :
a. Mereka menyangkal memalsukan dan mendistorsikan kenyataan.
b. Mereka bekerja secara tidak sadar sehingga kadang orangnya tidak
mengetahui yang terjadi.
10.Macamnya :
 REPRESI: menekan kemunculan dorongan dan pikiran-pikiran yang
tidak diterima ego kealam bawah sadar. Biasanya berhubungan dengan
suatu objek atau pengalaman yang menimbulkan ketidaknyamanan.
Secara tidak sadar melupakan pengalaman yang tidak menyenangkan
untuk dingat.
 PROYEKSI: menganggap orang lain memiliki perasaan terhadap
dirinya yang sebenarnya mepresentasikan dari perasaan sesungguhnya
yang dia miliki terhadap orang tersebut. Misalnya untuk mengatakan
“saya membenci dia” diubah menjadi “dia membenci saya”
 REAKSI FORMASI: menganggap memiliki perasaan terhadap orang
lain yang sebaliknya dari perasaan dirinya terhadap orang
tersebut.misalnya untuk mengatakan “saya suka dia” merubah menjadi
“saya benci dia”
 RASIONALISASI: mencoba mengungkapkan alasaan rasional yang
dapat diterima secara sosial dan menjadi percaya bahwa suatu kondisi
yang bertentangan dengan apa yang diinginkan sesungguhnya adalah
hal yang memang diinginkan. Misalnya karena tidak berhasil
mendapatkan tiket nonton sepakbola, lalu mengatakan bahwa
sebenarnya dia tidak tertarik untuk pergi.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam perilaku, normal adalah istilah yang dikenal untuk setiap makhluk
hidup bahwa tidak ada perbedaan signifikan dengan kelompoknya, meskipun
dalam derajat yang bervariasi, setiap hidup yang memiliki perbedaan apa pun
biasanya tidak diperhitungkan, dimana penggunaan Kata yang normal hanya bisa
subjektif. Namun istilah ini seringkali bukan yang paling tepat untuk
mendefinisikan apa-apa, karena semuanya berbeda satu sama lain dan tidak ada
titik acuan untuk berbicara sebagai "normal". Normalitas sebagai keadaan sehat,
yang secara umum ditandai dengan keefektifan dalam menyesuaikan diri, yakni
menjalankan tuntunan hidup sehari-hari sehingga menimbulkan perasaan puas dan
bahagia.

Perilaku abnormal adalah kondisi emosional seperti kecemasan dan depresi


yang tidak sesuai dengan situasinya. Perilaku abnormal terdiri dari dua kata yaitu,
perilaku dan abnormal. Perilaku adalah tingkah laku seorang manusia.
Sedangkan abnormal adalah hal yang jarang terjadi atau menyimpang dari kondisi
rata-rata. Jadi perilaku abnormal adalah suatu tingkah laku manusia yang
menyimpang dari kondisi rata-rata.

Perilaku abnormal menurut psikoanalisa yaitu perilaku yang ditunjukan


oleh suatu individu disebabkan oleh faktor intern (dirinya sendiri). Faktor
psikologis seorang individu sangat berpengaruh pada pembentukan karakteristik
seseorang. Dalam teori psikodinamik ini sangat mengacu pada 3 aspek penting
yaitu ego, id dan super ego. Setiap manusia berkembang melalui serangkaian
interaksi tenaga-tenaga herediter (keturunan) dengan keadaan
lingkungannya.kekuatan interaksi yang berbeda dari sartu orang dengan orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Supraktiknya, Dr. A Mengenal perilaku Abnormal , ( Yogyakarta : Kanisius)


http://blogpsikologi.blogspot.com/2015/10/pengertian-normal-dan-abnormal-dalam.html?
m=1
https://dosenpsikologi.com/perilaku-abnormal
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Abnormalitas
https://dosenpsikologi.com/psikologi-abnormal
Davison, G. C., Neale, J. M., & Kring, A. M. (2006). Psikologi Abnormal. Jakarta :
PT.Raja Grafindo Persada.

Duran, V. M., & Barlow, D. H. (2006). Psikologi Abnormal. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Nevid, J. S., Rathus, S. A., & Green, E. B. (2005). Psikologi Abnormal (Terjemahan).
Jakarta : Erlangga.
Nevid, Jeffry S, dkk. 2003. Psikologi Abnormal/Edisi Kellima/Jilid I. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Reber, Arthur S& Emily S Reber. 2010. Kamus Psikologi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Schultz, D. (1991). Psikologi Pertumbuhan : Model-model Kepribadian Sehat. Alih
bahasa: Yustinus. Yogya : Kanisius
Suryabrata, S. (2005). Psikologi Kepribadian. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
https://psikologiprogresif.wordpress.com/2017/10/01/kesehatan-dan-abnormalitas-mental-
perspektif-psikodinamika/

5. Proses Personal adjustment

Proses Personal adjustment menurut Schneiders (dalam Chairunnisa,

2015) setidaknya melibatkan tiga unsur, yaitu:

1. Motivasi dan Personal Adjustment

Faktor motivasi dapat dikatakan sebagai kunci untuk memahami


proses personal Adjustment. Motivasi sama halnya dengan

kebutuhan, perasaan, dan emosi merupakan kekuatan internal yang

menyebabkan ketegangan dan ketidakseimbangan dalam organisme.

Kualitas respon, apakah sehat, efisien, merusak atau patologis

ditentukan terutama oleh kualitas motivasi, selain juga hubungan

individu dengan lingkungan.

2. Sikap Terhadap realitas dan Proses Personal Adjustment

Berbagai aspek personal adjustment ditentukan oleh sikap dan cara

individu bereaksi terhadap manusia disekitarnya, benda-benda, dan

hubungan-hubungan yang membentuk realitas. Secara umum, dapat

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

30

dikatakan bahwa sikap yang sehat terhadap realitas dan kontak yang

baik terhadap realitas itu sangat diperlukan bagi proses personal

adjustment yang sehat. Beberapa perilaku seperti sikap antisosial,

kurang berminat terhadap hiburan, sikap bermusuhan, kenakalan,

dan semaunya sendiri, semuanya itu sangat mengganggu hubungan

antara personal adjustment dengan realitas.

6. Pola dasar Personal Adjustment

Dalam Personal Adjustment sehari-hari terdapat suatu pola dasar


Personal adjustment.

Sesuai dengan konsep dan prinsip-prinsip personal adjustment

yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungannya

maka proses personal adjustment menurut Sunarto (1998) dapat

ditujukan sebagai berikut:

1. Mula-mula individu disatu sisi merupakan dorongan keinginan

untuk memperoleh makna dan eksistensi dalam kehidupannya dan

disisi lain mendapat peluang atau tuntutan dari luar dirinya sendiri

2. Kemampuan menerima dan menilai kenyataan lingkungan di luar

dirinya secara objektif sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan

rasional dan perasaan.

3. Kemampuan bertindak sesuai dengan potensi kemampuan yang

ada pada dirinya dan kenyataan objektif di luar dirinya.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

31

4. Kemampuan bertindak secara dinamis, luwes dan tidak kaku

sehingga menimbulkan rasa aman tidak dihantui oleh kecemasan

atau ketakutan

5. Dapat bertindak sesuai dengan potensi positif yang layak

dikembangkan sehingga dapat menerima dan diterima lingkungan,


tidak disingkirkan oleh lingkungan maupun menentang dinamika

lingkungan.

6. Rasa hormat pada sesama manusia dan mampu bertindak toleran,

selalu menunjukkan perilaku hormat sesuai dengan harkat dan

martabat manusia, serta dapat mengerti dan menerima keadaan

orang lain meskipun sebenarnya kurang serius dengan keadaan

dirinya.

7. Kesanggupan merespon frustasi, konflik, dan stress secara wajar,

sehat dan professional, dapat mengontrol dan mengendalikannya

sehingga dapat memperoleh manfaat tanpa harus menerima

kesedihan yang mendalam.

8. Kesanggupan bertindak secara terbuka dan sanggup menerima

kritik dan tindakannya dapat bersifat murni sehingga sanggup

memperbaiki tindakan-tindakan yang sudah tidak sesuai lagi.

9. Dapat bertindak sesuai dengan norma yang dianut oleh

lingkungannya serta selaras dengan hak dan kewajiban.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

32

10. Secara positif ditandai oleh kepercayaan terhadap diri sendiri,

orang lain dan segala sesuatu diluar dirinya sehingga tidak pernah
merasa tersisih dan kesepian.

Proses Personal Adjustment


Menurut Sunarto (1998), proses atau tahapan personal adjustment pada individu adalah
sebagai berikut:

1. Mula-mula individu di satu sisi merupakan dorongan keinginan untuk memperoleh


makna dan eksistensi dalam kehidupannya dan di sisi lain mendapat peluang
atau tuntutan dari luar dirinya sendiri.
2. Kemampuan menerima dan menilai kenyataan lingkungan di luar dirinya secara
objektif sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan rasional dan perasaan.
3. Kemampuan bertindak sesuai dengan potensi kemampuan yang ada pada dirinya
dan kenyataan objektif di luar dirinya.
4. Kemampuan bertindak secara dinamis, luwes dan tidak kaku sehingga
menimbulkan rasa aman tidak dihantui oleh kecemasan atau ketakutan.
5. Dapat bertindak sesuai dengan potensi positif yang layak dikembangkan sehingga
dapat menerima dan diterima lingkungan, tidak disingkirkan oleh lingkungan
maupun menentang dinamika lingkungan.
6. Rasa hormat pada sesama manusia dan mampu bertindak toleran, selalu
menunjukkan perilaku hormat sesuai dengan harkat dan martabat manusia, serta
dapat mengerti dan menerima keadaan orang lain meskipun sebenarnya kurang
serius dengan keadaan dirinya.
7. Kesanggupan merespon frustasi, konflik, dan stress secara wajar, sehat dan
profesional, dapat mengontrol dan mengendalikannya sehingga dapat
memperoleh manfaat tanpa harus menerima kesedihan yang mendalam.
8. Kesanggupan bertindak secara terbuka dan sanggup menerima kritik dan
tindakannya dapat bersifat murni sehingga sanggup memperbaiki tindakan-
tindakan yang sudah tidak sesuai lagi.
9. Dapat bertindak sesuai dengan norma yang dianut oleh lingkungannya serta
selaras dengan hak dan kewajiban.
10. Secara positif ditandai oleh kepercayaan terhadap diri sendiri, orang lain dan
segala sesuatu di luar dirinya sehingga tidak pernah merasa tersisih dan
kesepian.

Proses Penyesuaian Diri Proses penyesuaian diri menurut Scheneider (dalam Ali, 2006)
setidaknya melibatkan tiga unsur yaitu: Motivasi Faktor motivasi dapat dikatakan sebagai
kunci untuk memahami proses penyesuaian diri. Motivasi sama halnya dengan
kebutuhan, perasaan, dan emosi merupakan kekuatan internal yang menyebabkan
ketegangan dan ketidakseimbangan dalan organisme. Respon penyesuaian diri, baik
atau buruk, secara sederhana dapat dipandang sebagai suatu upaya organisme untuk
mereduksi atau menjauhi ketegangan dan untuk memelihara keseimbangan yang lebih
wajar. Kualitas respons, apakah itu sehat, efisien, merusak atau patologis ditentukan
terutama oleh kualitas motivasi selain juga hubungan individu dengan lingkungan. Sikap
Terhadap Realitas Berbagai aspek penyesuaian diri ditentukan oleh sikap dan cara
individu bereaksi terhadap manusia sekitarnya, benda-benda, dan hubungan-hubungan
yang membentuk realitas. Secara umum, dapat dikatakan bahwa sikap yang sehat
terhadap realitas itu sangat diperlukan bagi proses penyesuaian diri yang sehat.
Beberapa perilaku seperti sikap antisosial, kurang berminat terhadap hiburan, sikap
bermusuhan, kenakalan dan semaunya sendiri, semuanya itu sangat mengganggu
hubungan antara penyesuaian diri dengan realitas. Berbagai tuntutan realitas, adanya
pembatasan, aturan, norma-norma menuntut individu untuk terus belajar menghadapi
dan mengatur suatu proses ke arah hubungan yang harmonis antara tuntutan internal
yang dimanifestasikan dalam bentuk sikap dengan tuntutan eksternal dan realitas. Jika
individu tidak tahan terhadap tuntutan-tuntutan itu, akan muncul situasi konflik, tekanan,
dan frustasi. Dalam situasi seperti ini, organisme didorong untuk mencari perbedaan
perilaku yang memungkinkan untuk membebaskan diri dari ketegangan. Pola Dasar
Penyesuaian Diri. Pola dasar penyesuaian diri ini berhubungan dengan bagaimana cara
individu untuk mengatasi berbagai ketegangan ataupun frustasi yang dialaminya karena
adanya suatu kebutuhan yang tidak terpenuhi. Sesuai dengan konsep dan prinsip-prinsip
penyesuaian diri yang diajukan kepada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungannya
maka proses penyesuaian diri menurut Sunarto (dalam Ali, 2006), sebagai berikut: 1.
Mula-mula individu, di satu sisi, memiliki dorongan keinginan untuk memperoleh makna
dan eksistensi dalam kehidupannya dan di sisi lain mendapat peluang atau tuntutan dai
luar dirinya sendiri. 2. Kemampuan menerima dan menilai kenyataan lingkungan di luar
dirinya secara objektif sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan rasional dan
perasaan. 3. Kemampuan bertindak sesuai dengan potensi kemampuan yang ada pada
dirinya dan kenyataan objektif di luar dirinya. 4. Kemampuan bertindak secara dinamis,
luwes, dan tidak kaku sehingga menimbulkan rasa aman, tidak dihantui oleh kecemasan
atau ketakutan. 5. Dapat bertindak sesuai dengan potensi-potensi positif yang layak
dikembangkan sehingga dapat menerima dan diterima lingkungan, tidak disingkirkan oleh
lingkungan maupun menentang dinamika lingkungan. 6. Rasa hormat pada sesama
manusia dan mampu bertindak toleran, selalu menunjukkan perilaku hormat sesuai
dengan harkat dan martabat manusia, serta dapat mengerti dan menerima keadaan
orang lain meskipun sebenarnya kurang serius dengan keadaan dirinya. 7. Kesanggupan
merespon frustasi, konflik, dan stres secara wajar, sehat, dan manfaat tanpa harus
menerima kesedihan yang mendalam. 8. Kesanggupan bertindak secara terbuka dan
sanggup menerima kritik dan tindakannya dapat bersifat murni sehingga sanggup
memperbaiki tindakan-tindakan yang sudah tidak sesuai lagi. 9. Dapat bertindak sesuai
dengan norma yang dianut oleh lingkungannya serta selaras dengan hak dan
kewajibannya. 10. Secara positif ditandai oleh kepercayaan terhadap diri sediri, orang
lain, dan segala sesuatu di luar dirinya sehingga tidak pernah merasa tersisih dan
kesepian

(Warning! Copyright 2018 by Universitas Psikologi) Sumber


Artikel: https://www.universitaspsikologi.com/2018/08/penyesuaian-diri-teori-faktor-
bentuk-jenis-baik-dan-buruk.html

2.2 Proses Penyesuaian Diri Menurut Sariyanta, Made (2012) diunduh pada tanggal 15 November
2013 (online). (http://www.sariyanta.com/kuliah/proses-penyesuaian-diri/) Penyesuaian diri
adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri untuk memenuhi kebutuhan
sesuai dengan lingkungan. Seperti kita ketahui penyesuaian diri yang sempurna tidak akan pernah
tercapai. Penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses psikologis sepanjang hayat (live long
procces) dan manusia terus menerus akan berupaya menemukan dan mengatasi tekanan dan
tantangan hidup, guna mencapai pribadi yang sehat. Orang akan dikatakan sukses dalam
melakukan penyesuaian diri jika ia akan mamenuhi kebutuhanya dengan cara-cara yang wajar
atau dapat diterima 13 oleh lingkungan tanpa merugikan atau mengganggu orang lain.
Penyesuaian diri yang baik, yang selalu ingin diraih oleh seorang tidak akan dicapai, kecuali
kehidupan orang tersebut benar-benar terhindar dari tekanan, goncangan dan ketegangan jiwa.
Proses penyesuaian diri menurut Schneiders (Ali & Asrori, 2012: 181) setidaknya melibatkan tiga
unsur yaitu : a. Motivasi. Motifasi dapat dikatakan sebagai kunci untuk memahami proses
penyesuaian diri. Motivasi sama halnya dengan kebutuhan, perasaan, dan emosi merupakan
kekuatan internal yang menyebabkan ketegangan dan ketidak seimbangan dalam organisme. b.
Sikap terhadap realitas. Aspek penyesuaian diri di tentukan oleh sikap dan cara individu bereaksi
terhadap manusia di sekitarnya, benda-benda dan hubungan-hubungan yang membentuk
realitas. c. Pola dasar penyesuaian diri. Dalam penyesuaian diri sehari-hari terdapat suatu pola
dasar tersendiri yaitu akan mengalami ketegangan dan frustasi karena terhambatnya keinginan
memperoleh kasih sayang, meraih prestasi untuk itu individu akan berusaha mencari kegiatan
yang dapat mengurangi ketegangan yang ditimbulkan sebagai akibat tidak terpenuhi
kebutuhannya. Tiga unsur diatas akan mewarnai kualitas proses penyesuaian diri individu.

Anda mungkin juga menyukai