Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Ludwing Binswanger, manusia adalah makhluk yang mempunyai


kemampuan untuk mengada, suatu kesadaran bahwa ia ada dan mampu
mempertahankan adanya di dunia.1 Sementara menurut Spinoza, Goethe, Hegel
dan Marx mendefinisikan bahwa manusia adalah makhluk hidup yang harus
produktif, menguasai dunia di luar dirinya dengan tindakan mengekspresikan
kekuasaan manusiawinya secara khusus, dan menguasai dunia dengan
kekuasaannya. Karena manusia yang tidak produktif adalah manusia yang reseptif
dan pasif, dia tidak ada dan mati.2
Manusia merupakan makhluk paling sempurna yang diciptakan oleh Allah
SWT. Konsekuensi dari kesempurnaan tersebut menjadikan manusia seorang
khalifah di muka bumi yang bertanggung jawab atas kelangsungan alam semesta.
Urgensi manusia di muka bumi menjadi sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dari
kesempurnaan manusia itu sendiri.3
Berbicara tentang manusia, tentunya mempunyai berbagai perspektif dalam
memaknainya. Salah satunya melalui perspektif psikologi. Psikologi merupakan
rumpun ilmu yang diakui sejak tahun 1879. Pengakuan tersebut didapatkan saat
Wilhelm Mundt mendirikan laboratorium psikologi yang berada di Jerman. Sejak
saat itu, psikologi berkembang dengan sangat cepat sehingga memunculkan
berbagai aliran. Aliran-aliran tersebut memiliki ciri khas masing-masing terutama
dalam memandang manusia itu sendiri. Melalui psikologi manusia dipandang
dengan berbagai sisi.4

1
Bagus Takwin, Psikologi Naratif Membaca Mansia Sebagai Kisah, Yogyakarta:
2007), h. 4
2
Erich Fromm, Konsep Manusia Menurut Marx, (Yoyakarta: Pustaka Belajar, 2001), h. 33
3
St. Rahmiah, Konsep Manusia Menurut Islam, Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam,
Volume 2, Nomor 1, 2015 : 93
4
Ja’far, Struktur Kepridian Manusia Perspektif Psikologi dan Filsafat Psymathi, Jurnal
Ilmiah Psikolog, Volume 02, Nomor 02, 2015: 209-221

1
Ilmu psikologi sendiri terbagi ke dalam beberapa mazhab. Yaitu
psikoanalisa, behavioristik, kognitif, dan humanistik. Pada prinsipn, setiap aliran
tersebut memiliki perspekif yang berbeda dalam menjelaskan perilaku manusia.
Karena memiliki perspektif yang berbeda tentang manusia, maka masing-masing
mazhab tersebut tentunya memiliki konsep yang lebih spesifik tentang manusia.
Konsep-konsep yang lebih spesifik akan menghadirkan perspektifnya
masing-masing. Salah satunya teori psikoanalisis yang menyebut manusia sebagai
homo volens (makhluk berkeinginan). Menurut aliran ini manusia adalah makhluk
yang memiliki perilaku interaksi antara komponen biologis, psikolgis, dan sosial.
Aliran-aliran seperti yang tentunya akan diperbincangkan menurut perspektifnya
masing-masing guna mengulas bagaimana konsep manusia yang sesungguhnya.
Melalui tulisan ini, penulis berusaha untuk menelah lebih dalam mengenai
konsep manusia menurut aliran psikologi. Sementara aliran yang menjadi fokus
pembahasan adalah aliran psikoanalisis dan behaviorisme. Tulisan ini berusaha
untuk menguraikan lebih lanjut bagaimana pangan kedua aliran tersebut dalam
memaham konsep manusia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, ada beberapa rumusan masalah yang


perlu untuk dijawab yaitu sebagai berikut.
1. Bagaimanakah hakikat manusia?
2. Bagaimanakah konsep manusia menurut aliran psikoanalisis?
3. Bagaimanakah psikoanalisis dalam perspektif Islam?
4. Bagaimanakah konsep manusia menurut aliran behaviorisme?
5. Bagaimanakah behaviorisme dalam perspektif Islam?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Manusia

Manusia adalah makhluk yang selalu berkembang. Struktur-struktur


mutlak yang ditemukan tidak dapat dipandang statis, tetapi harus dapat
dicocokkan dengan dinamika dan pembaharuan yang terjadi terus-menerus.
Perkembangan pada manusia terjadi secara berkesinambungan, di mana yang
lama akan mendasari yang baru.5
Tuhan telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna
di antara makhluk yang lain. Manusia dikarunia akal, pikiran, rasa dan karsa yang
ada dalam dirinya. Berbagai kelebihan tersebut menjadikan manusia raja di muka
bumi ini. Pengertian raja yang dimaksud adalah pihak yang berperan penting
dalam mengendalikan kehidupan di muka bumi ini. Segala sesuatu yang ada di
sekitarnya menjadi obyek kajian manusia itu sendiri yang meliputi alam, hewan,
dan sebagainya.6
Manusia ternyata tidak cukup jika hanya mengkaji alam sekitarnya. Hal ini
menjadikan esensi manusia itu sendiri menjadi sangat sempit. Manusia
selanjutnya berpikir secara mendalam tentang Tuhan, kehidupan sosial, ekonomi,
budaya dan lain sebagainya. Sehingga pada akhirnya manusia berpikir mendalam
tentang dirinya sendiri mengenai siapa, bagaimana, di mana dan untuk apa
manusia diciptakan.7
Persoalan tentang siapa, apa, sejak manusia ada sampai saat ini masih
menjadi sesuatu yang misteri. Secara parsial, banyak hal yang berkaitan dengan
manusia sudah diketahui. Tetapi secara menyeluruh, persoalan yang belum
diketahui justru lebih banyak secara konkret, jelas dan pasti. Para filosof telah

5
Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta:
Kanisius, 2011), h. 103
6
Abdul Khobir, Hakikat Manusia dan Implikasinya dalam Proses Pendidikan (Tinjauan
Filsafat Pendidikan Islam, Jurnal Forum Tarbiyah, Volume 08, Nomor 1, 2010: 1
7
Abdul Khobir, Filsafat Pendidikan Islam (Landasan Teoritis dan Praktis), (Pekalongan:
STAIN Pekalongan, 1997), h. 81

3
berupaya merenungkan tentang hakikat manusia. Hasil perenungan tersebut
kemudian menghasilkan buah pemikiran filsafat tentang manusia.8
Pemikiran tentang hakikat manusia, sejak zaman dahulu sampai zaman
modern sekarang ini nampaknya tidak akan pernah berakhir. Merenungkan dan
membicarakan tentang hakikat manusia membuat orang selalu bertanya-tanya
dalam benaknya tentang apa, darimana, dan ke mana manusia itu. Tentu jika
berbicara tentang tujuan diciptakannya maka akan digali dalam berbagai perspektf
yang berbeda.
Berbicara tentang manusia, menurut Ibnu Maskawaih, manusia merupakan
alam kecil (microcosmos) yang di dalam dirinya terdapat persamaan dengan
semua yang ada di alam besar (macrocosmos). Panca indra yang dimiliki manusia
selain dipandang memiliki daya-daya yang khas, juga mempunyai indra bersama
yang berperan sebagai pengikat sesama indra.9 Menurut Al-Farabi, Al-Ghazali
dan Ibnu Rusyd menyatakan bahwa hakikat manusia terdiri atas dua komponen
yang sangat penting yaitu sebagai berikut.
1. Komponen Jasad
Menurut Al-Farabi, komponen jasad merupakan komponen yang
berasal dari alam ciptaan, yang mempunyai bentuk, rupa, berkualitas,
berkadar, bergerak dan diam, serta berjasad dan terdiri atas berbagai
organ.10
2. Komponen Jiwa
Menurut Al-Farabi, komponen jiwa berasal dari alam perintah (alam
kholiq) yang mempunyai sifat berbeda dengan jasad manusia. Hal ini
dikarenakan jiwa merupakan roh perintah Tuhan walaupun tidak menyamai
Dzat-Nya.11
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manusia merupakan rangkaian
utuh antara komponen jasmaniah dan komponen rohani. Komponen jasmani

8
Ismail Tholib, Wacana Baru Pendidikan Meretas Filsafat Pendidikan Islam,
(Yogyakarta: Genta Press, 2008), h. 3-4
9
Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1989), h. 58-59
10
Ibid.
11
Ibid.

4
adalah komponen yang berasal dari tanah sedangkan komponen rohani adalah
komponen yang ditiupkan oleh Allah SWT. Kedua unsur tersebut selalu
bersamaan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

B. Konsep Manusia Menurut Aliran Psikoanalisis

Psikoanalisis adalah aliran yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dan


para pengikutnya, sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia. Pada
awalnya, istilah psikoanalisis hanya dipergunakan dalam hubungan dengan Freud
saja, sehingga “psikoanalisis” dan “psikoanalisis Freud” sama artinya. Bila
beberapa pengikut Freud dikemudian hari menyimpang dari ajarannya dan
menempuh jalan sendiri-sendiri, secara otomatis mereka juga meninggalkan
istilah psikoanalisis dan memilih suatu nama baru untuk menunjukkan eksistensi
ajaran mereka masing-masing. Contoh yang terkenal adalah Carl Gustav Jung dan
Alfred Adler, yang menciptakan nama “psikologi analitis” dan “psikologi
individual” bagi ajaran masing-masing.
Mazhab psikoanalisis yang menekankan analisis terhadap struktur
kejiwaan manusia yang relatif stabil dan menetap. Aliran ini dipelopori oleh
Sigmund Freud (1856-1939) yang kemudian disempurnakan oleh Carl Gustav
Jung dan Erik H. Erikson. Ciri utama mazhab ini adalah:
1. Menentukan aktivitas manusia berdasarkan dinamika struktur kejiwaan yang
terdiri dari id, ego dan super ego. Lebih lanjut, id merupakan sumber dari
impuls-impuls yang menuntut untuk dipuaskan dan ia tunduk pada
kesenangan (pleasure principle), sementara ego merupakan sistem
kesadaran manusia yang bertugas untuk memuaskan id cara yang disetujui
oleh super ego. Sigmund Freud menggambarkan interaksi ketiga struktur ini
dengan analogi orang berkuda. Id adalah kuda yang bergerak dan menerjang
sesukanya, sementara ego adalah orang yang memegang tali kekang dan
mengendalikan kuda agar berjalan sesuai dengan aturan lalu-lintas dan
aturan itu sendiri adalah super ego.
2. Motif dasar penggerak struktur jiwa manusia adalah libido dan insting yang
terdiri dari eros (insting yang mengarah pada kehidupan – konstruktif –

5
membangun dan memelihara) dan tanatos (insting yang mengarah kepada
kematian – destruktif – merusak dan menghancurkan), motif-motif dasar ini
berkedudukan di dalam id. Selanjutnya Freud lebih konsen membahas libido
seksual, bahkan banyak teori-teorinya dilandaskan pada libido yang satu ini.
3. Alam kesadaran manusia terbagi menjadi tiga tingkatan yaitu; alam pra
sadar (pre-conscious), alam tak sadar (unconscious) dan alam sadar
(conscious). Yang menjadi kedudukan dari masing masing struktur
kepribadian.
4. Memandang bahwa gangguan mental disebabkan oleh ketidakmampuan ego
menyelaraskan pemenuhan id dengan nilai-nilai yang dianut super ego.12
Menurut pendekatan psikoanalisis, perilaku manusia adalah hasil interaksi
dari tiga pilar atau komponen kepribadian, yakni komponen biologis (Das Id),
psikologis (Das Ego), dan sosial (Das Superego); atau unsur hewani, rasional, dan
moral (hewani, akali, dan moral). Dalam rangka melihat bagaimana aliran ini
memandang manusia, penulis mencoba untuk mencontohkan satu kasus perilaku
manusia dan bagaimana aliran ini melihatnya.13
Sebagai contoh adalah ketika ada ibu-ibu yang mencuci pakaian di sungai
dan hal itu dapat membuat pencemaran. Dengan menggunakan pendekatan
psikoanalisis,
Perilaku yang dilakukan ibu-ibu tersebut dikendalikan oleh alam bawah
sadar yaitu Das Id, dorongan biologis, unsur hewani. Das Id bergerak berdasarkan
prinsip kesenangan (pleasure principle), ingin segera memenuhi keinginannya,
bersifat egoistis (ego-enhacement) dan tidak mau tahu dengan kenyataan. Dalam
kaitannya dengan alam bawah sadar dan perilaku menyampah, kiranya tepatlah
untuk mengemukakan tiga sifat dasar manusia yang menonjol.14
Berdasarkan kasus tersebut, menurut aliran psikoanalisis, dapat diamati
bahwa terdapat tiga kecenderungan manusia yaitu sebagai berikut.

12
Ema Yudiani, Komparasi Paradigma Psikologi Kontemporer Versus Psikologi Islam
tentang Manusia, h. 4-6
13
Marselius Sampe Tandok, 13 Juli 2008, Menyampah dari Perspektif Psikologi, Harian
Surabaya, h. 1
14
Ibid.

6
1. Manusia itu mau mencari enak, dan bahkan mencari enaknya sendiri.
Manusia pada dasarnya adalah pecandu kenikmatan dan bersifat egoistis.
Dalam perilaku ibu-ibu mencuci di sungai, sifat egoistis ini muncul dalam
NIMBY syndrome (Not In My Back Yard syndrome: terserah sungai itu
tercemar atau tidak, asal tidak di rumahku). Akan tetapi, sekiranya ada
orang lain yang mencuci pakaian kotor di sumur rumah mereka, mereka
pasti akan marah. Sekiranya hal yang sama terjadi di teritori kita, kita pun
pasti akan peduli, marah. Dalam NIMBY syndrome inilah egoisme.
2. Masih berkaitan dengan ciri manusia yang pertama, manusia itu malas atau
tidak mau repot. Dalam konteks perilaku ibu-ibu mencuci di sungai, pada
kasus di atas mereka enggan mencari tempat yang sesuai tanpa harus
mencemari aliran sungai, mereka bisa mengambil airnya dan mencuci di
tempat yang lain. Menurut prinsip kesenangan dari Das Id, perilaku
mencuci di sungai lebih menyenangkan dibandingkan dengan harus di
tempat lain karena akan membutuhkan waktu yang lebih lama dan
perjuangan yang lebih ekstra. Ini merupakan cerminan kemalasan atau tidak
mau repotnya manusia.
3. Kebanyakan manusia juga pelupa. Meskipun telah berulang kali diingatkan
dan upanya penyadaran sudah dilakukan, tetap saja manusia perlu
diingatkan. Pada kasus di atas misalnya, meskipun ibu-ibu sudah
diperingatkan untuk tidak mencuci di sungai karena akan mencemari
lingkungan, tetapi masih saja dilakukan karena sudah menjadi kebiasaan
manusia bahwa dirinya harus selalu diingatkan berulang kali.15
Menurut Teori Psikoanalisis struktur kejiwaan manusia dapat di bilang
sangat unik yaitu terdiri atas Id, Ego dan Super Ego. Stuktur kejiwaan pada
manusia tersebut oleh freud selanjutnya disebut kepribadian. Teori Psikoanalisis
bermula dari keraguan Freud terhadap kedokteran. Pada saat itu kedokteran
dipercaya bisa menyembuhkan semua penyakit, termasuk histeria yang sangat

15
Ibid., h. 2

7
menggejala.16 Pengaruh Jean-Martin Charcot, neurolog Prancis, yang
menunjukkan adanya faktor psikis yang menyebabkan histeria mendukung pula
keraguan Freud pada kedokteran.17 Sejak itu Freud dan doktor Josef Breuer
menyelidiki penyebab histeria. Pasien yang menjadi subjek penyelidikannya
adalah Anna O. Selama penyelidikan, Freud melihat ketidakruntutan keterangan
yang disampaikan oleh Anna O. Seperti ada yang terbelah dari kepribadian Anna
O. Penyelidikan-penyelidikan itu yang membawa Freud pada kesimpulan struktur
psikis manusia: id, ego, superego dan ketidaksadaran, prasadar, dan kesadaran.
Freud menjadikan prinsip ini untuk menjelaskan segala yang terjadi pada
manusia, antara lain mimpi. Menurut Freud, mimpi adalah bentuk penyaluran
dorongan yang tidak disadari. Dalam keadaan sadar orang sering merepresi
keinginan-keinginannya. Karena tidak bisa tersalurkan pada keadaan sadar, maka
keinginan itu mengaktualisasikan diri pada saat tidur, ketika kontrol ego lemah.
Dalam pandangan Freud, semua perilaku manusia baik yang nampak
(gerakan otot) maupun yang tersembunyi (pikiran) adalah disebabkan oleh
peristiwa mental sebelumnya. Terdapat peristiwa mental yang kita sadari dan
tidak kita sadari namun bisa kita akses (preconscious) dan ada yang sulit kita
bawa ke alam tidak sadar (unconscious). Di alam tidak sadar inilah tinggal dua
struktur mental yang ibarat gunung es dari kepribadian kita, yaitu:
1. Id, adalah berisi energi psikis, yang hanya memikirkan kesenangan semata.
2. Ego, adalah pengawas realitas. Ciri- ciri lapisan ego antara lain sebagai
berikut.
a. Semuanya disadari.
b. Hakikatnya bersifat logis, rasional.
c. Bertugas menghadapi kenyataan dalam lingkungan sekitar dan kondisi
lingkungan yang nyata.
d. Membedakan antara pengalaman subjektif dan hakikat benda- benda
(objek) di dunia luar.

16
Sigmund Freud, Memperkenalkan Psikoanalisa, terj. K. Bertens, (Jakarta: Gramedia,
1979), h. 4
17
Berry Ruth, Seri Siapa Dia? Freud, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2001), h. 15

8
3. Superego, adalah berisi kaidah moral dan nilai-nilai sosial yang diserap
individu dari lingkungannya.
Sebagai contoh adalah berikut ini: Anda adalah seorang bendahara yang
diserahi mengelola uang sebesar 1 miliar Rupiah tunai. Id mengatakan pada Anda:
“Pakai saja uang itu sebagian, toh tak ada yang tahu!”. Sedangkan ego
berkata:”Cek dulu, jangan-jangan nanti ada yang tahu!”. Sementara superego
menegur:”Jangan lakukan!”.18

C. Psikoanalisis dalam Perspektif Islam

Nilai-nilai fundamental Islam tentang kepribadian lebih banyak merujuk


pada substansi manusia yang terdiri dari substansi Jasmani, substansi ruhani dan
substansi nafsani. Ketiga substansi ini secara tegas dapat dibedakan, namun secara
pasti tidak dapat dipisahkan. Substansi jasmani adalah salah satu aspek dalam diri
manusia yang bersifat material. Bentuk dan keberadaannya dapat diindera oleh
manusia, seperti tubuh dan anggota-anggotanya seperti tangan, kaki, mata, telinga
dan lain-lain. Dengan kata lain, ia terdiri dari struktur organisme fisik. Organisme
fisik manusia lebih sempurna dibanding dengan organisme fisik makhluk-
makhluk lain. Setiap makhluk biotik lahiriah memiliki unsur material yang sama,
yakni terbuat dari tanah, air, api, dan udara. Energi kehidupan ini lazimnya
disebut dengan nyawa, karena nyawa manusia hidup. Dengan daya ini, jasad
manusia dapat bernafas, merasakan sakit, panas-dingin, pahit-manis, haus lapar
dan segala rasa fisik bilogis lainnya.19
Sedangkan substansi Ruhani adalah substansi psikis manusia yang menjadi
esensi kehidupan. Ruh berbeda dengan spirit dalam terminologi psikologi, sebab
term ruh lebih kepada subtansi, berbeda dengan spirit yang lebih kepada akibat
atau efek dari ruh. Ruh adalah penggerak bagi keberadaan jasad manusia yang
sifatnya ghaib.

18
http://kangasepweb.blogspot.com/2015/04/konsep-manusia-menurut-teori.html, diakses
pada tanggal 6 Maret 2019 pukul 09.25 WIB
19
Faiqatul Husna, “Aliran Psikoanalisis Dalam Perspektif Islam”, SALAM, Jurnal Sosial &
Budaya Syar-i, Vol. 5 No.2 (2018), ISSN: 2356-1459, h. 104

9
Terakhir, substansi Nafsani. Dalam kebanyakan terjemahan ke dalam
bahasa Indonesia, nafs diartikan dengan jiwa atau diri. Namun dalam konteks ini
nafs yang dimaksud adalah substansi psikofisik (jasadi-ruhani) manusia, dimana
komponen yang bersifat jasadi (jismiyah) bergabung dengan komponen ruh,
sehingga menciptakan potensi-potensi yang potensial, tetapi dapat aktual jika
manusia mengupayakannya. Setiap komponen yang ada memiliki daya-daya laten
yang dapat menggerakkan tingkah laku manusia. Aktualisasi nafs membentuk
kepribadian, yang perkembangannya dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal.20
Di dalam aspek nafsiyah ini terdapat tiga dimensi yang memiliki peranan
yang berbeda satu sama lain, yaitu:

1. Al-Qolb (Super Ego)

Terkait dengan dimensi ini, Al-Ghazali membagi pengertian Kalbu


menjadi dua; yaitu kalbu yang bersifat jasmani dan kalbu yang bersifat ruhani.
Kalbu jasmani adalah salah satu organ yang terdapat di dalam tubuh manusia
berupa segumpal daging yang berbentuk seperti buah sanubar (sanubari) atau
seperti jantung pisang yang terletak di dalam dada sebelah kiri. Kalbu ini
lazimnya disebut jantung. Sedangkan kalbu ruhani adalah sesuatu yang bersifat
halus (lathif), rabbani dan ruhani yang berhubungan dengan kalbu jasmani.
Bagian ini merupakan esensi manusia.21
Kalbu dalam pengertian yang kedua inilah yang merupakan hakikat dari
manusia, karena sifat dan keadaannya yang bisa menerima, berkemauan, berfikir,
mengenal, dan beramal serta menjadi sasaran perintah, hukuman, cela dan
tuntutan Tuhan. Kalbu ruhani inilah yang merupakan esensi dari nafs manusia.
Kalbu ini berfungsi sebagai pemandu, pengontrol, pengendali struktur nafs lain.
Apabila kalbu ini berfungsi secara normal, maka kehidupan manusia menjadi baik
dan sesuai dengan fitrah aslinya, sebab kalbu ini memiliki natur ilahiyyah atau
rabbaniyyah. Natur Ilahiyyah merupakan natur supra kesadaran yang dipancarkan
dari Tuhan. Dengan natur ini, manusia tidak sekedar mengenal lingkungan fisik
20
Ibid., h. 104-105
Abu Hamid Muhammad al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum al-Din, Juz III, (Beirut : Dar al-Fikr, 1980), h. 3.
21

10
dan sosialnya, melainkan juga mampu mengenal lingkungan spiritual, ketuhanan
dan keagamaan.22

2. Akal (Ego)

Akal adalah substansi nafsani yang berkedudukan di otak dan berfungsi


untuk berpikir. Akal merupakan hasil dari kerja otak, dimana akal memiliki
cahaya nurani yang dipersiapkan untuk mampu memperoleh pengetahuan serta
kognisi. Akal merupakan daya berpikir manusia untuk memperoleh pengetahuan
yang bersifat rasional dan dapat menentukan eksistensi manusia. Akal mampu
memperoleh pengetahuan melalui daya argumentatif dan juga menunjukan
substansi berpikir, aku-nya pribadi, mampu berpendapat, mampu memahami,
menggambarkan, menghafal, menemukan dan mengucapkan sesuatu. Karena
itulah maka sifat akal adalah kemanusiaan (insaniyah), sehingga ia disebut juga
fithrah insaniyah. Secara psikologis akal memiliki fungsi kognisi (daya cipta).23
Akal bukanlah kalbu. Ia merupakan dimensi tersendiri dalam aspek
nafsiyah yang berkedudukan di otak yang berfungsi untuk berpikir. Akal memiliki
kesamaan dengan kalbu dalam memperoleh daya kognisi, tetapi cara dan hasilnya
berbeda. Akal mampu mencapai pengetahuan rasional, tetapi tidak mampu mencapai
pengetahuan yang supra-rasional. Akal mampu mengungkap hal-hal yang abstrak tetapi
belum mampu merasakan hakikatnya. Akal mampu menghantarkan eksistensi manusia
pada tingkat kesadaran, tetapi tidak mampu mengahantarkan pada tingkat supra-
kesadaran.24

3. Nafsu (id)

Nafsu dalam terminologi psikologi dekat dengan sebutan konasi (daya


karsa). Konasi (kemauan) adalah bereaksi, berbuat, berusaha, berkemauan, dan
berkehendak. Aspek konasi kepribadian ditandai dengan tingkah laku yang
bertujuan dan impuls untuk berbuat. Nafsu menunjukan struktur di bawah sadar
dari kepribadian manusia. Apabila manusia mengumbar dominasi nafsunya, maka

22
Hasymiyah Rauf, Psikologi Sufi untuk Transformasi: Hati diri, dan Jiwa, (Jakarta: Serambi Ilmu
Semesta, 2002), h. 129.
Faiqatul Husna, “Aliran Psikoanalisis Dalam Perspektif Islam”..., h. 106
23

Imam al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum al-Din..., h. 3


24

11
kepribadiannya tidak akan mampu bereksistensi, baik di dunia apalagi di akhirat.
Manusia yang memiliki sifat ini pada hakikatnya memiliki kedudukan sama
dengan binatang bahkan lebih hina.25
Imam al-Ghazali berpendapat bahwa di dalam diri manusia terdapat empat
potensi (1) potensi nafsu Hayawaniyyah, yaitu kecenderungan pada perilaku hewan
ternak. Nafsu ini identik dengan laku hidup binatang ternak dalam hal mencari kepuasan
lahiriah atau kepuasan seksual, seperti tamak, tidak punya rasa malu dan lain sebagainya.
(2) potensi nafsu Sabu’iyyah, yakni nafsu yang mendorong kepada perilaku binatang
buas. Contohnya adalah seorang yang senang menindas orang lain, senang memakan hak
orang lain, senang untuk menyerang orang lain, dan segala perilaku yang penuh dengan
kebencian, permusuhan, dengki, amarah dan saling hantam (3) potensi nafsu
Syaithaniyyah; nafsu yang mewakili tabiat syaitan yang mengajak manusia ke jalan
kesesatan. Nafsu ini mendorong manusia untuk membenarkan segala kejatahan yang
dilakukan.26

Berdasarkan struktur di atas, kepribadian dalam psikologi Islam adalah “integrasi


sistem qalbu, akal, dan nafsu manusia yang menimbulkan tingkah laku.“ Meskipun
definisi ini amat sederhana, tapi memiliki konsep yang mendalam. Daya-daya yang
terdapat dalam substansi nafs manusia saling berinteraksi satu sama lain dan tidak
mungkin dapat dipisahkan. Kepribadian sesungguhnya merupakan produk dari interaksi
diantara ketiga komponen tersebut, hanya saja ada salah satu di antaranya yang lebih
mendominasi dari komponen yang lain.

D. Konsep Manusia Menurut Aliran Behaviorisme

Behaviorisme yang dipelopori oleh John B. Watson, Ivan P. Pavlov,


Burrhus F. Skinner, Edward L. Thorndike lahir sebagai reaksi terhadap
introspeksionisme (yang menganalisa jiwa manusia berdasarkan laporan- laporan
subyektif) dan juga psikoanalisis (yang berbicara alam bawah sadar yang tidak
tampak). Menurut behaviorisme, perilaku manusia bukan dikendalikan oleh faktor
dalam (alam bawah sadar), tetapi sepenuhnya dipengaruhi oleh faktor eksternal

25
Faiqatul Husna, “Aliran Psikoanalisis Dalam Perspektif Islam”..., h. 107
26
Ibid., h. 107-108

12
yakni lingkungan. Penganut behaviorisme memandang manusia sebagai homo
mechanicus, manusia mesin.27
Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek,
rasional atau emosional. Behaviorisme hanya ingin mengetahui sebagaimana
perilaku individu dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan. Individu bersifat
sangat plastis, bisa dibentuk menjadi apa dan siapa, atau berperilaku apa saja
sesuai dengan lingkungan yang dialami atau yang dipersiapkan untuknya. Dengan
kata lain, respon atau perilaku individu dalam situasi tertentu sangat dipengaruhi
dan ditentukan oleh stimulus atau apa yang diterimanya dari lingkungan. Salah
satu prinsip perilaku menurut pendekatan behavioristik adalah perilaku organisme
terbentuk melalui pembiasaaan atau kondisioning. Prinsip lainnya, perilaku yang
mendapat hadiah (reward) cenderung diulangi. Sebaliknya, perilaku yang
mendatangkan hukuman (punishment) cenderung dihindari.
Aliran ini memandang manusia sebagai mesin (homo mechanicus) yang
dapat dikendalikan perilakunya melalui suatu pelaziman (conditioning). Sikap
yang diinginkan dilatih terus-menerus sehingga menimbulkan maladaptive
behaviour atau perilaku menyimpang. Salah satu contoh adalah ketika Pavlov
melakukan eksperimen terhadap seekor anjing. Di depan anjing eksperimennya
yang lapar, Pavlov menyalakan lampu. Anjing tersebut tidak mengeluarkan air
liurnya. Kemudian sepotong daging ditaruh dihadapannya dan anjing tersebut
terbit air liurnya. Selanjutnya begitu terus setiap kali lampu dinyalakan maka
daging disajikan. Begitu hingga beberapa kali percobaan, sehingga setiap kali
lampu dinyalakan maka anjing tersebut terbit air liurnya meski daging tidak
disajikan. Dalam hal ini air liur anjing menjadi conditioned response dan cahaya
lampu menjadi conditioned stimulus.
Percobaan yang hampir sama dilakukan terhadap seorang anak berumur 11
bulan dengan seekor tikus putih. Setiap kali si anak akan memegang tikus putih
maka dipukullah sebatang besi dengan sangat keras sehingga membuat si anak
kaget. Begitu percobaan ini diulang terus menerus sehingga pada taraf tertentu
maka si anak akan menangis begitu hanya melihat tikus putih tersebut. Bahkan

27
Marselius..., h. 3

13
setelah itu dia menjadi takut dengan segala sesuatu yang berbulu: kelinci, anjing,
baju berbulu dan topeng Sinterklas. Ini yang dinamakan pelaziman dan untuk
mengobatinya kita bisa melakukan apa yang disebut sebagai kontrapelaziman
(counterconditioning).28

E. Behaviorisme dalam Perpektif Islam

Behaviourisme memusatkan perhatiannya pada wilayah objektivitas.


Behaviourisme memandang Psikoanalisa sebagai teori yang sangat spekulatif dan
tidak ilmiah. Penjelajahan terhadap wilayah unconsciousness (ketidaksadaran)
dengan menggunakan metode hipnotis, intropeksi, retropeksi, dan analisis mimpi
merupakan metode yang menggambarkan spekulatif-subjektif. Behaviourisme
yakin dan percaya bahwa seluruh tingkah laku manusia dapat dipahami
(understanding), dirumuskan (formulasi), dan diprediksi (prediction), berdasarkan
pandangan objektif. Maka rumusan tingkah laku bagi behaviourisme merupakan
hubungan stimulus-respond-bond.29
Behaviourisme disebut islami karena ia mengajarkan besarnya pengaruh
lingkungan terhadap manusia sebagaimana ungkapan sebuah hadits berikut:

َ ‫ أ َ ْو يُ َم ِ ِّج‬،‫ص َرانِ ِه‬


‫سانِ ِه‬ ِّ ِ َ‫ فَأَبَ َواهُ يُ َه ِّ ِودَا ِن ِه أ َ ْو يُن‬،‫ع َلى ا ْل ِف ْط َر ِة‬
َ ‫َما ِم ْن َم ْولُو ٍد ِإ اَّل يُولَ ُد‬
Setiap anak lahir (dalam keadaan) Fitrah, kedua orang tuanya (memiliki
andil dalam) menjadikan anak beragama Yahudi, Nasrani, atau bahkan beragama
Majusi.30
Aliran Behaviourisme mempelajari terbentuknya perilaku manusia atas
dasar konsep stimulus respons yang berarti perilaku manusia sangat terkondisi
oleh lingkungan. Lingkungan yang buruk akan menghasilkan manusia yang
buruk, sebaliknya lingkungan yang baik menghasilkan manusia yang baik. Selain
itu aliran behaviourisme memandang bahwa perilaku manusia terbentuk karena
adanya pengaruh dari reinforcement. Dalam hal ini tidak diperbincangkan adanya

28
http://kangasepweb.blogspot.com/2015/04/konsep-manusia-menurut-teori.html, diakses
pada tanggal 6 Maret 2019 pukul 09.30 WIB
29
Baharuddin, Paradigma Psikologi Islami, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 384
30
Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Barri (penjelasan kitab Shahih al-Bukhari). Terj.
Amiruddin, Jilid XXIII, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h. 568

14
makna perilaku baik dan buruk, kecuali hasil dari reinforcement sebagai penguat
positif atau negatif. Konsep benar dan salah tidak diperhitungkan dalam kajian
tentang perilaku manusia.
Perilaku manusia mengikuti hukum sebab-akibat, di mana sebab-sebab itu
sendiri dapat dikontrol dan diciptakan. Para ahli aliran behaviouristik berhasil
menemukan kaidah-kaidah belajar yang melandasi perubahan perilaku. Hal ini
dapat dijadikan acuan dalam kegiatan pendidikan, psikoterapi, dan lain-lain.
Kaidah dan hukum belajar ini dapat dianggap sebagai keunggulan dari aliran
behavioristik dalam menelaah konsep manusia dikaitkan dengan salah satu
fenomena sunnatulah, yaitu bahwa manusia manusia dapat mengubah nasib
dirinya. Petun juk Tuhan bagi mereka yang ingin mengubah nasib dirinya
tentunya dapat menggunakan metode dan teknik belajar dengan memanfaatkan
temuan-temuan aliran behavioristik.31

31
Rifaat Syauqi Nawawi, Metodologi Psikologi Islami, (Pustaka Pelajar: Yogyakarta,
2000), h. 61-62

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Manusia merupakan mahkluk dinamis yang selalu berkambang dari waktu


kewaktu. Perubahan sering terjadi dalam zaman peradabannya sehingga
menyebabkan manusia berada pada tatanan kehidupan tertinggi di alam ini.
Manusia terdiri dari dua komponen yaitu jasmaniah dan rohaniah. Kedua
komponen ini tidak dapat dipisahkan dan akan selalu berhubungan satu sama
lainnya. Manusia merupakan makhluk mulia di dunia ini di antara makhluk-
makhluk yang lain. Namun meski begitu, hakikat tentang manusia itu sendiri
masih menjadi tanda tanya besar dan perlu digali secara mendalam.
Manusia dipandang dalam berbagai perspektif, salah satunya menurut
aliran psikoanalisis. Aliran psikoanalisis adalah aliran yang dikembangkan oleh
Sigmund Freud dan para pengikutnya, sebagai studi fungsi dan perilaku
psikologis manusia. Menurut aliran ini, perilaku manusia adalah hasil interaksi
dari tiga pilar atau komponen kepribadian, yakni komponen biologis (Das Id),
psikologis (Das Ego), dan sosial (Das Superego); atau unsur hewani, rasional, dan
moral (hewani, akali, dan moral). Menurut perspektif aliran ini, ada beberapa sifat
manusia yaitu pertama, manusia itu mau mencari enak, dan bahkan mencari
enaknya sendiri. Kedua, manusia itu malas atau tidak mau repot. Ketiga,
Kebanyakan manusia juga pelupa.
Sementara dalam perspektif yang lain, manusia juga dipandang melalui
perspektif behaviorisme. Behaviorisme yang dipelopori oleh John B. Watson,
Ivan P. Pavlov, Burrhus F. Skinner, Edward L. Thorndike. Menurut aliran ini
manusia dipandang sebagai mesin (homo mechanicus) yang dapat dikendalikan
perilakunya melalui suatu pelaziman (conditioning). Sikap yang diinginkan dilatih
terus-menerus sehingga menimbulkan maladaptive behaviour atau perilaku
menyimpang

16

Anda mungkin juga menyukai