Anda di halaman 1dari 10

FILSAFAT DAKWAH

AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER INSPIRASI FILSAFAT


DAKWAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas pada Mata Filsafat Dakwah

Dosen Pengampu : Aizzatun Nisak, M.Ag.

Disusun oleh :

Asih Darojat 2240410027

Dito Finoriyanto 2240410039

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI ISLAM

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan
karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Islam dan
Budaya Lokal yang dibimbing oleh Aizzatun Nisak, M. Ag. Makalah yang kami
tulis mengambil dari berbagai sumber baik dari buku maupun dari internet dan
membuat gagasan dari beberapa sumber yang ada tersebut.

Kami berterima kasih kepada beberapa pihak yang telah membantu penulis
dalam menyelesaikan makalah ini hingga tersusun dengan rapi. Penulis juga
menyadari bahwa makalah yang tulis kami ini masih banyak kekurangan , karena
itu sangat diharapkan untuk menyampaikan saran dan kritik yang membangun demi
tercapainya makalah yang lebih baik lagi.

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagaimana dimaklumi bahwa filsafat pada umumnya bersumber pada
akal secara utuh. Sedangkan filsafat dakwah, yang menjadi sumber Utamanya
adalah al-Qur’an. Al-Qur’an adalah buku pedoman umat Islam yang tidak
pernah surut, usang dan ketinggalan zaman. Al-Qur’an bukan hanya
diperuntukkan bagi umat Islam saja tetapi juga dijadikan petunjuk bagi seluruh
umat manusia. Kemanfaatan Al-Qur’an bagi kehidupan manusia sangat
ditentukan oleh manusia itu sendiri. Alquran perlu dipahami maksudnya dan
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.
Al-Qur’an adalah kitab dakwah juga merupakan pesan dakwah Allah
kepada Nabi Muhammad Saw, dan umat manusia, sekaligus merupakan sumber
utama yang menjelaskan mengenai dakwah itu sendiri. Sebab Allah
mengenalkan kemaujudan-Nya melalui dakwah.
Pada dasarnya Al-Qur’an merupakan dakwah bagi pengembangan Islam
karena Alquran mencakup cerita-cerita orang terdahulu dan syariat-syariatnya
serta hukum-hukumnya. Al-Qur’an juga mencakup antropologi yang berisi
tentang kajian alam semesta, dan sebagian yang lain membahas tentang
keimanan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Kedudukan dan peran Al-Quran?
2. Bagaimana wacana Al-Qur'an tentang Filsafat dan Tuhan ?
3. Bagaimana diskursus Al-Qur’an tentang manusia dan alam semesta?
C. Tujuan
1. Mengetahui Kedudukan dan Peran Al-Quran
2. Mengetahui wacana Al-Qur’an tentang Filsafat dan Tuhan
3. Mengetahui diskursus Al-Qur’an tentang manusia dan alam semesta

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kedudukan dan Peran Al-Quran


Alquran bukan hanya dijadikan sebagai sumber materi tetapi juga
dijadikan sebagai sumber inspirasi dalam mengembangkan ilmu dakwah.
Banyak hal yang dapat dikembangkan dari Al-Qur’an berkaitan dengan
pengembangan dakwah seperti misi materi strategi kegiatan figur Dai
karakteristik dakwah dan sebagainya. Kehadiran Al-Qur’an bukan untuk Tuhan
itu sendiri atau hanya untuk utusannya melainkan diperuntukkan untuk seluruh
umat manusia. Al-Qur’an hendaknya dijadikan sebagai pedoman untuk kita
melangkah dalam berbagai aktivitas kehidupan. Ketika manusia mengalami
kesulitan dalam menjalani hidup maka Al-Qur’an dapat dijadikan pilihan
manusia untuk mengatasi kesulitan tersebut.
Ada empat hal utama yang diajarkan Alquran untuk mengubah
kehidupan masyarakat dan negara. Perubahan yang pertama adalah perubahan
mental manusia. Dengan menghadirkan Tuhan dalam diri manusia maka secara
mental manusia lebih optimistis dalam menjalani hidup. Perubahan yang kedua
adalah perubahan sistem kemasyarakatan. Dalam mengubah sistem
kemasyarakatan dapat belajar melalui perjuangan Rasulullah akan
mendapatkan pelajaran dalam menguasai struktur masyarakat. Perubahan yang
ketiga adalah perubahan budaya masyarakat. Dengan menuntut ilmu sebagai
bekal manusia dalam mengembangkan pola pikir dan sikapnya manusia akan
menjalankan kehidupannya sebagai hamba Allah dan khalifatullah dengan baik.
Perubahan yang keempat adalah misi perdamaian Alquran tidak membenarkan
adanya tindakan terorisme dan bunuh diri yang mengatasnamakan agama.
Tugas sebagai seorang muslim selain membaca Alquran adalah meneliti
dan mendalami. Meneliti dan mendalami Alquran bukanlah perkara yang
mudah karena Al-Qur’an diturunkan dalam berbahasa Arab. Upaya yang bisa
dilakukan adalah mendatangi majelis-majelis ilmu membaca karya ulama atau

4
bacaan yang membahas Alquran dan juga mendengarkan atau menonton kajian-
kajian Alquran melalui media elektronik. 1
B. Wacana Al-Qur’an tentang Filsafat dan Tuhan
Istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani. Filsafat artinya makna cinta
pada kebijaksanaan, dalam Alquran istilah filsafat dikenal dengan kata Al
Hikmah kata tersebut menjadi ciri khusus dari filsafat Islam dan berakar sama
dengan sifat Allah Al Hakim atau Maha bijaksana. Al-Qur'an telah
mengisyaratkan keberadaan filsafat dakwah yang diturunkan dari kata "al-
hikmah" yang mengandung 5 unsur: (1) universal;(2) pandangan yang luas;
(3)cerdik; (4)pandangan secara meditative (merenung); (5) pengetahuan yang
disertai dengan tindakan. Filsafat dakwah Islam adalah filsafat al-Qur'an dan,
filsafat al-Qur'an adalah filsafat dakwah. Oleh karena itu, segala persoalan
filsafat tidak dapat dirumuskan tanpa bersumber pada al-Qur'an.2
Selain kata Al Hikmah Al-Qur’an juga banyak memberikan dorongan
kepada manusia untuk senantiasa mengembangkan pikiran dan hatinya. Al-
Qur’an mendorong manusia untuk memikirkan penciptaan langit, bumi,
manusia, tumbuh-tumbuhan, binatang, dan sebagainya. Al-Qur’an sangat
mencela orang-orang yang bersikap taqlid dan jumud.
Berbagai motivasi dan dukungan yang kuat dari Alquran terhadap
pengguna segala potensi yang dimiliki oleh manusia, kehadiran Alquran telah
mengubah pola berfilsafat dalam konteks dunia Islam secara radikal sehingga
lahirlah “filsafat profetik”. Filsafat profetik adalah pemikiran filosofis yang
didasarkan pada nilai-nilai kenabian dalam Al-Qur’an dan Sunnah.
Pada konteks kehidupan manusia dalam pencariannya terhadap Tuhan
dakwah Islam memberikan penjelasan tentang konsepsi Tuhan yang diyakini
oleh Islam. Tuhan diyakini bukan hanya sebagai objek kajian dari pemikiran
manusia saja melainkan Tuhan yang senantiasa dirasakan kehadirannya dalam

1Abdul Basit, Filsafat Dakwah, Jakarta:Rajawali pers, 2013,hal 72-78.


2 Muhammad Rahmat Effendi, Kajian Tentang Prinsip Dasar Dan Metode Berfikir Dalam
Filsafat Dakwah Yang Diturunkan Dari Al-Qur’an, UNISBA. hal 33.

5
diri manusia Tuhan yang aktif Tuhan yang penuh kasih sayang dan Tuhan yang
menjadi tujuan manusia untuk bertemu.
Para ulama memperkenalkan dan memberikan pemahaman tentang
Tuhan melalui ilmu tauhid. Namun ilmu tauhid yang ada cenderung pada
pemahaman yang bersifat intelektual dengan memperkenalkan hukum akal
menjadi sifat wajib mustahil dan jaiz padahal inti pembahasan tauhid adalah
pembahasan Allah dengan demikian Tauhid berperan sebagai pembangunan
kesadaran manusia dalam menjalani kehidupan bahkan tauhid oleh Allah
diibaratkan seperti pohon Jika tauhidnya kuat maka unsur lainnya ibadah dan
muamalah akan kuat
“Tidakkah kamu perhatikan Bagaimana Allah telah membuat
perumpamaan kalimat yang baik (tauhid) seperti pohon yang baik, akarnya
teguh dan cabangnya menjulang ke langit. Pohon itu memberikan buahnya
pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-
perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat” (Qs. Al Ibrahim
: 24-25).
Jadi, pemahaman yang perlu dikembangkan dalam diri umat Islam
tentang Allah yakni secara individual kita perlu menghadirkan Tuhan dalam
kehidupan sehari-hari dengan cara mengingat Allah terus-menerus. Kemudian
mengaktualisasikan sifat-sifat Tuhan dalam perilaku kita sehari-hari dan perlu
diwujudkan dengan cara itu berpartisipasi dalam memecahkan persoalan-
persoalan kemanusiaan dan persoalan-persoalan sosial yang ada di masyarakat.
C. Diskursus Alquran tentang Manusia dan Alam Semesta
Manusia merupakan salah satu makhluk Tuhan yang ada di muka bumi
ini dan keberadaannya menempati posisi sebagai khalifah. Posisi manusia yang
istimewa ini hendaknya dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Manusia
di dalam Alquran digambarkan sebagai makhluk yang memiliki dua unsur
utama yaitu fisik dan jiwa (mental). Dua unsur yang berbeda ini ternyata dalam
diri manusia terdapat dua sifat yang saling tarik-menarik. Satu sisi manusia
yang berasal dari tanah di mana tanah merupakan unsur rendah berada di bawah
kaki manusia dan menjadi tempat kotoran yang artinya memiliki sifat-sifat jelek

6
atau tercela. Satu sisi yang lain di dalam diri manusia ada roh yang suci
keberadaannya karena, itu di dalam diri manusia ada sifat-sifat terpuji.
Dalam melakukan amal di dunia manusia membutuhkan petunjuk atau
arah agar amal yang dikerjakan tidak sia-sia. Manusia dapat memanfaatkan akal
yang diberikan oleh Tuhan untuk menuntut dan mengembangkan ilmu
pengetahuan. Namun, ilmu yang dimiliki manusia bisa saja dipergunakan untuk
mengerjakan amal yang jelek yaitu, untuk merusak manusia dan alam semesta.
Untuk mencegah terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh manusia
terhadap ilmu, maka manusia perlu dibimbing dengan iman agar manusia
memiliki sikap optimisme dalam menjalani hidup.
Jadi, ilmu menjadi bermanfaat atau membawa kemudharatan lebih
bergantung kepada manusia itu sendiri. Dan manusia diciptakan oleh Tuhan
bertujuan untuk menjalankan misi sebagai hamba allah dan khalifatullah di
muka bumi.
Alam semesta diciptakan oleh Allah dengan haq, dan tidak diciptakan
Tuhan, secara main-main serta tidak pula secara palsu. Alam semesta menjadi
objek pemahaman sekaligus sumber pelajaran bagi mereka yang mau berpikir.
Dengan potensi akal yang diberikan oleh Allah dan alam semesta diciptakan
dengan ukuran dan ketentuan yang pasti maka alam semesta dapat diprediksi
dan dipelajari lebih jauh lagi manusia dapat belajar dari kehidupan alam yang
penuh harmonis dan penuh hikmah hakikat alam yang penuh hikmah harmonis
dan baik itu mencerminkan hakikat Tuhan, Maha pencipta, yang Maha kasih
dan sayang (Qs. Al-Mulk : 3)
Alam semesta adalah milik Allah. Dia dapat menghancurkan dan
membangun kembali alami semesta beserta segala isinya sesuai dengan
kehendaknya. Allah mengamanahkan alam semesta kepada manusia yang saleh
untuk terus dibangun dan dikembangkan. Meskipun Manusia adalah makhluk
tertinggi dan khalifah di bumi, namun hubungan manusia terhadap alam harus
disertai sikap rendah hati yang sewajarnya, dengan melihat alam sebagai
sumber ajaran dan pelajaran untuk menerapkan sikap tunduk kepada allah.
Manusia harus menyertai alam sekitarnya dalam bertasbih memuji Allah (Qs.

7
Al-Isra: 44) dengan memelihara alam itu dan dan menumbuhkan nya ke arah
yang lebih baik.

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Kedudukan al-Qur’an bukan hanya dijadikan sebagai
sumber materi tetapi juga dijadikan sebagai sumber inspirasi dalam
mengembangkan ilmu dakwah. Kehadiran Al-Qur’an bukan untuk
Tuhan itu sendiri atau hanya untuk utusannya melainkan
diperuntukkan untuk seluruh umat manusia. Al-Qur’an hendaknya
dijadikan sebagai pedoman untuk kita melangkah dalam berbagai
aktivitas kehidupan.
Dalam Alquran istilah filsafat dikenal dengan kata Al
Hikmah kata tersebut menjadi ciri khusus dari filsafat Islam dan
berakar sama dengan sifat Allah Al Hakim atau Maha bijaksana.
Kehadiran Alquran telah mengubah pola berfilsafat dalam konteks
dunia Islam secara radikal sehingga lahirlah “filsafat profetik”.
Filsafat profetik adalah pemikiran filosofis yang didasarkan pada
nilai-nilai kenabian dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Pemahaman yang
perlu dikembangkan dalam diri umat Islam tentang Allah yakni
secara individual kita perlu menghadirkan Tuhan dalam kehidupan
sehari-hari dengan cara mengingat Allah terus-menerus.
Manusia di dalam Alquran digambarkan sebagai makhluk
yang memiliki dua unsur utama yaitu fisik dan jiwa (mental). Dalam
melakukan amal di dunia manusia membutuhkan petunjuk atau arah
agar amal yang dikerjakan tidak sia-sia. Alam semesta adalah milik
Allah. Dia dapat menghancurkan dan membangun kembali alami
semesta beserta segala isinya sesuai dengan kehendaknya. Allah

8
mengamanahkan alam semesta kepada manusia yang saleh untuk
terus dibangun dan dikembangkan. Manusia harus menyertai alam
sekitarnya dalam bertasbih memuji Allah.

9
DAFTAR PUSTAKA

Basit, Abdul. Filsafat Dakwah. Jakarta:Rajawali pers; 2013.

Effendi, Muhammad Rahmat. Kajian Tentang Prinsip Dasar Dan Metode


Berpikir Dalam Filsafat Dakwah Yang Diturunkan Dari Al-Qur’an:
Jurnal sosial dan pembangunan. UNISBA; 2000.

10

Anda mungkin juga menyukai