Banyak sekali makna fitrah yang telah diterangkan dan tidak sedikit
pula adanya perbedaan pendapat di kalangan mufassir mengenai makna fitrah
sebenarnya, hal demikian bisa kita lihat dalam ayat-ayat al-Quran
sebagaimana yang telah penulis kemukakan pada pembahasan
sebelumnya.
Dari beberapa uraian mengenai makna fitrah yang telah diungkapkan oleh
para pakar, penulis menyimpulkan bahwa pada hakikatnya fitrah manusia
bukan hanya terbatas pada peng-Esa-an terhadap Allah (tauhid) semata, akan
tetapi fitrah merupakan segenap potensi dasar manusai yang dianugerahkan
Allah kepada umat manusia sebagai bekal kekhalifahannya di dunia.
Mengenai perbedaan penafsiran makna fitrah, al-Jurjani berasumsi bahwa
pada dasarnya perbedaan itu bukan karena substansi akan tetapi lebih bersifat
teknis dan kondisional. Boleh jadi, perbedaan itu dilatarbelakangi oleh
paradigma keilmuan dari masing-masing mufassir, model-model
interpretasinya, serta kondisi ruang dan waktu yang melingkupinya. Namun
yang jelas dan terpenting untuk diperhatikan adalah bahwa fitrah itu harus
tetap dibimbing dan diarahkan agar tumbuh dan berkembang menjadi fitrah
sebagaimana yang dimaksudkan dalam al-Quran.
Dengan pemahaman demikian, agar fitrah itu bisa berkembang, maka fitrah
itu harus berinteraksi dan berdialog dengan lingkungan eksternal. Untuk
mampu berdialog dengan baik, fitrah memerlukan lembaga yang lebih
kondusif untuk pertumbuhan dan perkembangan fitrah tersebut, oleh karena
itu pendidikan merupakan lembaga yang paling strategis untuk mengarahkan
fitrah tersebut.