Anda di halaman 1dari 12

II.

Aliran Filsafat Pendidikan Esensialisme


a. Konsep Dasar dan Definisi Filsafat esensialisme
Esensialisme merupakan salah satu aliran filsafat yang memberikan konstribusi
terhadap dunia pendidikan. Secara etimologi, esensialisme berasal dari bahasa inggris,
yakni essential (inti atau pokok dari sesuatu), dan isme berarti aliran, mazhab atau paham.
Dengan demikian, esensialisme dapat diartikan paham atau aliran yang memiliki
karakteristik mendasar, yang perlu, mengenai hakikatnya sebagai manusia. Bahawa yang
dimaksut dengan sifat mendasar manusia adalah fitrah manusia itu sendiri. Aliran ini
memihak dan menghargai nilai nilai kemanusiaan. Esensialisme merupakan salah satu
cabang atau alira filsafat yang sangat menekankan sikap humanisme. Esensialisme adalah
sebuah paham didasari atas pandangan humanism yang merupakan reaksi terhadap hidup
yang mengarah pada keduniawia, serba ilmiah, dan materialistic. Selain itu juga diwarnai
oleh pandangan pandangan dari paham penganut aliran idealism dan realism. Idealisme
memandang bahwa realita terdiri dari gagasan-gagasan yang bermuara pada Sang
Pencipta/Tuhan, bersifat spiritual, sehingga tugas manusia untuk mempelajari gagasan
gagasan tersebut sehingga mencapai kebenaran. Sedangkan realism memandang bahwa
realita adalah nyata pada dirinya sendiri, bersifat mental, sehingga keberadaannya perlu
dipelajari. Baik idealism maupun realisme sama sama menunjukan konsepsi bahwa
realita/dunia tersusun berdasarkan tata yang jelas, yang bias diamati, diteliti, untuk
kemudian disimpulkan.
Aliran esensialisme merupakan aliran pendidikan yang didasarkan pada nilai nilai
kebudayaan yang telah ada sejaka awal peadaban umat manusia. Esensialisme
memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai nilai yang memiliki kejelasan
dan tahan lama sehingga memberikan kestabilan dan nilai nilai terpilih yang mempunyai
tata yang jelas.
b. Sejarah dan Tujuan Perkembangan Filsafat Esensialisme

Aliran esensialisme lahir dilatar belakangi oleh pendidikan yang bersendikan nilai
nilai yang bersifat fleksibel dapat menjadikan pendidikan kehilangan arah. Sehubungan
dengan itu, pendidikan harus bersendikan atas nilai nilai yang dapat mendatangkan
kestabilan. Agar dapat terpenuhi maksud tersebut, nilai nilai perlu dipilih yang
mempunyai tata yang jelas dan teruji oleh waktu. Esensialisme memandang bahwa
pendidikan yang bertumpu pada dasar pandangan fleksibilitas dalam segala bentuk dapat
menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah ubah, mudah goyah, dan kurang
terarah dan tidak menentu serta kurang stabil. Karenanya pendidikan haruslah diatas
pijakan nilai yang dapat mendatangkan kestabilan dan telah teruji oleh waktu, tahan lama,
dan nilai nilai yang memiliki kejelasan dan terseleksi.

Adapun tokoh-tokoh esensialisme :

1. Tokoh utama esensialisme pada permulaan awal munculnya adalah Georg Wilhelm
Friedrich Hegel (1770-1831), dia mengemukakan adanya sintesa antara ilmu
pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan
spiritual. Hegel mengatakan bahwa tiap tingkat kelanjutan, yang dikuasai oleh
hukum-hukum yang sejenis. Hegel mengemukakan pula bahwa sejarah adalah
manifestasi dari perpikirnya Tuhan. Tuhan berpikir dan mengadakan ekspresi
mengenai pengaturan yang dinamis mengenai dunia dan semuanya nyata dalam arti
spiritual. Oleh karena Tuhan adalah sumber dari gerak, maka ekspresi berpikir juga
merupakan gerak.
2. George santayana, dia memadukan antara aliran idealisme dan aliran realisme dalam
suatu sintesa dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu
konsep tunggal, karena minat, perhatian dan pengalaman seseorang menentukan
orang adanya kualitas tertentu. Walaupun idealisme menjunjung asas otoriter atau
nilai-nilai, namun juga tetap mengakui bahwa pribadi secara aktif bersifat
menentukan nilai-nilai itu atas dirinya sendiri (memilih, melaksanakan).

Pada perkembangan selanjutnya, banyak tokoh yang muncul dan menyebarluaskan


esensialisme diantaranya:

1. Desiderius erasmus, humanis belanda yang hidup pada akhir abad 15 dan permulaan
abad 16, merupakan tokoh pertama yang menolak pandangan hidup yang berpijak
pada dunia lain. Erasmus berusaha agar kurikulum sekolah berdifat humanistis dan
bersifat internasional, sehingga bisa mencakup lapisan menengah, dan kaum
aristokrat.
2. Johann Amos Comeniuc (1592-1670) adalah seseorang yang memiliki pandangan
realis dan dogmatis. Comenius perpendapat bahwa pendidikan mempunyai peranan
membentuk anak sesuai dengan kehendak tuhan karena pada hakikatnya dunia adalah
dinamis dan bertujuan.
3. John Locke (1632-1704), sebagai pemikir dunia berpendapat bahwa pendidikan
hendaknya selalu dekat dengan situasi dan kondisi. Locke mempunyai sekolah kerja
untuk anak-anak miskin.
4. Johann Henrich Pestalozzi (1746-1827), sebagai seorang tokoh yang berpandangan
naturalis Pestalozzi mempunya kepercayaan bahwa sifat-sifat alam itu tercermin
pada manusia, sehingga pada diri manusia terdapat kemampuan-kemampuan
wajarnya. Selain itu ia mempunyai keyakinan bahwa manusia juga mempunya
trasendental langsung dengan Tuhan.\
5. Johann Friederich Ffrobell (1782-1852), sebagai tokoh yang berpandangan kosmis-
sintesis dengan keyakinan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang
merupakan bagian dari alam ini, sehingga manusia tunduk dan mengikuti ketentuan-
ketentuan hukum alam.
6. Johann Friederich Herbert (1776-1841), sebagai salah seorang murid Immanuel kant
yang berpandangan kritis, herbert berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah
menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebajikan dari yang mutlak dalam arti
penyesuaian dengan hukum-hukum kesusilaan dan inilah yang di sebut proses
pencapaian tujuan penndidikan oleh harbert sebagai pengajaran yang mendidik.
7. William T. Harris (1835-1909) tokoh dari Amerika yang pandanganya dipengaruhi
oleh Hegel dengan berusaha menerapkan idealisme obyektif pada pendidikan umum.
Tugas pendidikan baginya adalah mengizinkan terbukanya realita berdasarkan
susunan yang pasti, berdasarkan kesatuan yang memelihara nilai-nilai yang telah
turun-temurun dan menjadi penuntun penyesuaian diri kepada masyarakat.

Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia dunia akhirat.
Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian, dan segala hal yang dapat
menggerakan kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi esensialisme merupakan
semacam miniatur dunia yang bisa dijadikan ukuran kenyataan, kebenaran, dan
kegunaan. Maka dalam sejarah perkembangannya, kurikulum esensialisme menerapkan
berbagai pola kurikulum seperti pola idealism, realism, dan sebagainya. Dalam sumber
lain dikemukakan bahwa tujuan pendidikan adalah menyampaikan warisan budaya dan
sejarah suatu inti pengetahuan yang telah terhimpun dan telah bertahan sepanjang waktu.
Hal demikian berharga untuk diketahui oleh semua orang. Pengetahuan ini diikuti oeh
ketrampilan ketrampilan, sikap sikap, dan nilai nilai yang tepat, membentuk unsur unsur
yang inti (esensial) dari sebuah pendidikan. Pendidikan bertujuan untuk mencapai standar
akademik yang tinggi, pengembangan intelektual atau kecerdasan.

Filsafat ini adalah untuk menanamkan siswa dengan esensi pengetahuan


akademik, memberlakukan pendekatan back-to-basics. Esensialisme memastikan bahwa
kebijaksanaan akumulasi peradaban kita seperti yang diajarkan dalam disiplin akademis
tradisonal diturunkan dari guru ke murid. Disiplin tersebut mungkin termasuk membaca,
menulis, sastra, bahasa asing, sejarah, matematika, sains, seni, dan music. Selain itu,
pendekatan pendekatan tradisional ini dimaksutkan untuk melatih pikiran ,meningkatkan
penalaran, dan memastikan budaya yang sama.

Esensialisme percaya bahwa ada inti umum pengetahuan yang perlu ditularkan
kepada sisa dengan cara yang sistematisdan disiplin. Inti dari kurikulum adalah
pengetahuan yang penting dan ketrampilan serta kekakuan akademis. Esensialisme
menerima gagasan bahwa kurikulum inti dapat berubah.

Bagi aliran ini, pendidikan dipandang sebagai pemelihara nilai nilai lama. Oleh
karena itu, aliran esensialisme dianggap para ahli Conservative Road to Culture, yakni
aliran yang ingin kembali kekebudayaan lama dan warisan sejarah yang sudah
membuktikan kebaikan kebaikannya bagi kehidupan manusia. Dengan demikian
kehidupan manusia menjadi tenang dan bahagia karena sikap dan tingkah lakunya sesuai
dengan nilai nilai budaya yang sudah menjadi pedoman hidup yang kuat.

Esensialisme mengacu pada pendekatan pendidikan tradisonal atau kembali ke


dasar. Hal ini dinamakan demikian karena berusaha untuk menanamkan siswa dengan
esensi pengetahuan akademik dari pengembangan karakter. Istilah esensialisme sebagai
filsafat pendidikan awaknya dipopulerkan pada 1930-an oleh pendidik Amerika, William
Bagley (1874-1946).

Esensialisme dalam pendidikan merupakan gerakan yang dimulai oleh Willian C.


Bagley untuk menekankan otoritas guru didalam kelas. Para pendukung terhadap gerakan
ini mengutuk semua pola pembelajaran yang tidak sejalan dengan esensialisme.
c. Karakteristik Filsafat Pendidikan Esensialisme
Filsafat pendidikan esensialisme memiliki karakteristik sebagai berikut
1) Minat minat yang kuat dan tahan lama sering tumbuh dari upaya upaya belajar
awal yang memikat atau menarik perhatian bukan karena dorongan dari dalam
diri siswa
2) Pengawasan, pengarahan, dan bimbingan orang tua yang belum dewasa
adalah melekat pada masa balita yang panjang atau keharusan ketergantungan
yang khusus pada spesies manusia
3) Oleh karena kemampuan untuk mendisiplinkan diri harus menjadi tujuan
pendidikan, menegakkan disiplin adalah suatu cara yang diperlukan untuk
mencapai tujuan tersebut
4) Esensialisme menawarkan sebuah teori yang kukuh kuat tentang pendidikan,
sedangkan sekolah sekolah pesaingnya (progresivisme) memberikan sebuah
teori yang lemah.
d. Siswa dan Guru
Siswa adalah makhluk rasional dalm kekuasaan fakta dan ketrampilan
ketrampilan pokokyang siap siaga melakukan latihan latihan berpikir. Guru
memounyai peranan yang kuat dalam mempengaruhi dan mengawasi kegiatan
kegiatan dikelas. Guru adalah pemilik kewenangan di bidang keahliannya. Selain itu
guru juga sebagai teladan atau contoh dalam pengawalan nilai nilai dan penguasaan
penguasaan atau gagasan gagasan. Oleh karena itu guru harus menunjukkan kualitas
yang memang sangat pantas menjadi pendidik dan pengelola pembelajaran.
e. Kurikulum
Kurikulum menurut aliran esensialisme sebagai berikut (Jalaludin,2007:101)
1) Kurikulum haruslah bersifat humanistik dan internasional. Karena tujuan dari
pendidikan menurut esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia dunia
akhirat sehingga dalam penyusunan kurikulum haruslah berdasarkan
kepentingan efektivitas pembinaan kepribadian yang mencakup ilmu
pengetahuan yang harus dikuasai dalam kehidupan dan mampu menggerakkan
keinginan manusia. Dengan demikian, dalam hal ini peranan sekolah dalam
menyelenggarakan pendidikan menjadi lebih berfungsi, berhasil guna, dan
berdaya gunasesuai dengan prinsip prinsip dan kenyataan social.
2) Kurikulum menurut esensialisme juga harus lebih fleksibel dan terbuka untuk
perubahan, toleran, dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu.
Maksutnya kurikulum harus disusun berdasarkan pribadi peserta didik
sehingga perlu diadakan perencanaan dengan keseksamaan dan kepastian.
Oleh karena itu setiap sekolah perlu menyusun kurikulumnya sendiri sendiri
yang disesuaikan dengan kemampuan dan perkembangan peserta didiknya.
Karena pada dasarnya sekolah adalah lembaga yang memelihara nilai nilai
yang telah turun menurun dan menjadi penuntun penyesuaian orang pada
masyarakat
3) Menurut esensialisme, kurikulum sekolah diibaratkan semacam miniature
dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran, dan
keagungan.
f. Beberapa Pandangan dalam Esensialisme
1) Pandangan Esensialisme dan Penerapannya di Bidang Pendidikan
a. Pandangan esensialisme Mengenai Belajar Idealis

Sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu


dengan menitik beratkan pada aku. Menurut idealisme, bila seorang itu
belajar pada taraf permulaan adalah memahami akunya sendiri, terus bergerak
keluar untuk memahami dunia obyektif. Dari mikrokosmos menuju ke
makrokosmos. Pandangan Immanuel Kant, bahwa segala pengetahuan yang
dicapai oleh manusia melalui indera merperlukan unsur apriori, yang tidak
didahului oleh pengalaman lebih dahulu. Bila orang berhadapan dengan
benda-benda, tidak berarti bahwa mereka itu sudah mempunyai bentuk, ruang
dan ikatan waktu.

Bentuk, ruang dan waktu sudah ada pada budi manusia sebelum ada
pengalaman atau pengamatan. Jadi, apriori yang terarah bukanlah budi
kepada benda, lelapi benda-benda itu yang terarah kepada budi. Budi
membentuk, mengatur dalam ruang dan waktu. Dengan mengambil landasan
pikir tersebut, belajar dapat didefinisikan sebagai jiwa yang berkembang pada
sendirinya sebagai substansi spiritual. Jiwa membina dan menciptakan diri
sendiri.

Seorang filosuf dan ahli sosiologi yang bernama Roose L. Finney


menerangkan tentang hakikat sosial dari hidup mental. Dikatakan bahwa
mental adalah keadaan rohani yang pasif, yang berarti bahwa manusia pada
umumnya menerima apa saja yang telah tertentu yang diatur oleh alam.
Berarti pula bahwa pendidikan itu adalah sosial. Jadi belajar adalah menerima
dan mengenal secara sungguh-sungguh nilai-nilai sosial angkatan baru yang
timbul untuk ditambah dan dikurangi dan di teruskan kepada angkatan
berikutnya.

Dengan demikian pandangan-pandangan realisme mencerminkan adanya


dua jenis determinasi mutlak dan determinasi terbatas:

1. Determiuisme mutlak, menunjukkan bahwa belajar adalah mengalami hal-


hal yang tidak dapat dihalang-halangi adanya, jadi harus ada, yang
bersama-sama membentuk dunia ini. Pengenalan ini perlu diikuti oleh
penyesuaian supaya dapat tercipta suasana hidup yang harmonis.

2. Determinisme terbatas, memberikan gambaran kurangnya sifat pasif


mengenai belajar. Bahwa meskipun pengenalan terhadap hal-hal yang
kausatif di dunia ini berarti tidak dimungkinkan adanya penguasaan
terhadap mereka, namun kemampuan akan pengawas yang diperlukan.

b. Pandangan Esensialisme Mengenai Kurikulum

Beberapa tokoh idealisme memandang bahwa kurikulum itu hendaklah


berpangkal pada landasan idiil dan organisasi yang kuat. Herman Harrel
Horne dalam bukunya mengatakan bahwa hendaknya kurikulum itu
bersendikan alas fundamen tunggal, yaitu watak manusia yang ideal dan ciri-
ciri masyarakat yang ideal. Kegiatan dalam pendidikan perlu disesuaikan dan
ditujukan kepada yang serba baik. Atas ketentuan ini kegiatan atau keaktifan
anak didik tidak terkekang, asalkan sejalan dengan fundamen-fundamen yang
telah ditentukan.

Bogoslousky mengutarakan di samping menegaskan supaya kurikulum


dapat terhindar dari adanya pemisahan mata pelajaran yang satu dengan yang
lain, kurikulum dapat diumpamakan sebagai sebuah rumah yang mempunyai
empat bagian:
1. Universum: Pengetahuan merupakan latar belakang adanya kekuatan
segala manifestasi hidup manusia. Di antaranya adalah adanya kekuatan-
kekuatan alam, asal usul tata surya dan lain-Iainnya. Basis pengetahuan ini
adalah ilmu pengetahuan alam kodrat yang diperluas.

2. Sivilisasi: Karya yang dihasilkan manusia sebagai akibat hidup masyarakat.


Dengan sivilisasi manusia mampu mengadakan pengawasan tcrhadap
lingkungannya, mengejar kebutuhan, dan hidup aman dan sejahtera .

3. Kebudayaan: Kebudayaan mempakan karya manusia yang mencakup di


antaranya filsafat, kesenian, kesusasteraan, agama, penafsiran dan
penilaian mengenai lingkungan.

4. Kepribadian: Bagian yang bertujuan pembentukan kepribadian dalam arti


riil yang tidak bertentangan dengan kepribadian yang ideal. Dalam
kurikulum hendaklah diusahakan agar faktor-faktor fisik, fisiologi,
emosional dan ientelektual sebagai keseluruhan, dapat berkembang
harmonis dan organis, sesuai dengan kemanusiaan ideal.

Robert Ulich berpendapat bahwa meskipun pada hakikatnya kurikulum


disusun secara fleksibel karena perlu mendasarkan atas pribadi anak,
fleksibilitas tidak tepat diterapkan pada pemahaman mengenai agama dan
alam semesta. Untuk ini perlu diadakan perencanaan dengan keseksamaan
dan kepastian. Butler mengemukakan bahwa sejumlah anak untuk tiap
angkatan baru haruslah dididik untuk mengetahui dan mengagumi Kitab Suci.
Sedangkan Demihkevich menghendaki agar kurikulum berisikan moralitas
yang tinggi .

Realisme mengumpamakan kurikulum sebagai balok-balok yang disusun


dengan teratur satu sama lain yaitu disusun dari paling sederhana sampai
kepada yang paling kompleks. Susunan ini dapat diutarakan ibarat sebagai
susunan dari alam, yang sederhana merupakan fundamen at au dasar dari
susunannya yang paling kompleks. Jadi bila kurikulum disusun atas dasar
pikiran yang demikian akan bersifat harmonis.
2) Pandangan Tentang Aliran Esensialisme dari segi Ontologi, Epistomologi,
dan Aksiologi
a. Pandangan secara Ontologi

Sifat yang menonjol dari ontologi esensialisme adalah suatu konsep


bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela, yang mengatur isinya
dengan tiada ada pula. Pendapat ini berarti bahwa bagaimana bentuk, sifat,
kehendak dan cita-cita manusia haruslah disesuaikan dengan tata alam
yang ada. Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi
bahagia di dunia dan akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu
pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakkan
kehendak manusia.

b. Pandangan secara Epistomologi

Teori kepribadian manusia sebagai refleksi Tuhan adalah jalan untuk


mengerti epistemologi esensialisme. Sebab jika manusia mampu
menyadari realita scbagai mikrokosmos dan makrokosmos, maka manusia
pasti mengetahui dalam tingkat atau kualitas apa rasionya mampu
memikirkan kesemestiannya.Berdasarkan kualitas inilah dia
memperoduksi secara tepat pengetahuannya dalam benda-benda, ilmu
alam, biologi, sosial, dan agama.

1. Pandangan Kontraversi Jasmaniah dan Rohaniah

Perbedaan idealisme dan realisme adalah karena yang pertama


menganggap bahwa rohani adalah kunci kesadaran tentang realita.
Manusia mengetahui sesuatu hanya di dalam dan melalui ide, rohaniah.
Sebaliknya realist berpendapat bahwa kita hanya mengctahui sesuatu
realita di dalam melalui jasmani.

2. Pendekatan (Approach) ldealisme pada Pengetahuan

Kita hanya mengerti rohani kita sendiri, tetapi pengertian ini


memberi kesadaran untuk mengerti realita yang lain. Sebab kesadaran
kita, rasio manusia adalah bagian dari pada rasio Tuhan yang Maha
Sempurna. Menurut T.H Green, approach personalisme itu hanya melalui
introspeksi. Padahal manusia tidak mungkin mengetahui sesuatu hanya
dengan kesadaran jiwa tanpa adanya pengamatan. Karena itu setiap
pengalaman mental pasti melalui refleksi antara macam-macam
pengamalan.

3. Menurut Teori Koneksionisme

Teori ini menyatakan semua makhluk, termasuk manusia terbentuk


(tingkah lakunya) oleh pola-pola connections between (hubungan-
hubungan antara) stimulus dan respon. Dan manusia dalam hidupnya
selalu membentuk tata jawaban dengan jalan memperkuat atau
memperlemah hubungan antara stimulus dan respon.

4. Tipe Epistemologi Realisme

Terdapat beberapa tipe epistemologi realisme. Di Amerika ada dua


tipe yang utama:

a. Neorealisme

Secara psikologi neorealisme lebih erat dengan behaviorisme


Baginya pengetahuan diterima, ditanggap langsung oleh pikirar dunia
realita. ltulah sebabnya neorialisme menafsirkan badan sebagai respon
khusus yang berasal dari luar dengan sedikit atat tanpa adanya proses
intelek

b. Cretical Realisme

Aliran ini menyatakan bahwa media antara inetelek dengan realita


adalah seberkas pengindraaan dan pengamatan.

c. Pandangan secara Aksiologi


Pandangan ontologi dan epistemologi sangat mempengaruhi
pandangan aksiologi. Bagi aliran ini, nilai-nilai berasal, tergantung pada
pandangun-pandangan idealisme dan realism sebab essensialisme terbina
aleh kedua syarat tersebut.

a. Teori Nilai Menurut Idealisme

Penganut idealisme berpegang bahwa hukum-hukum etika adalah


hukum kosmos, karena itu seseorang dikatakan baik jika banyak interaktif
berada di dalam dan melaksanakan hukum-hukum itu. Menurut idealisme
bahwa sikap, tingkah laku dan ekspresi perasaan juga mempunyai
hubungan dengan kualitas baik dan buruk.

George Santayana memadukan antara aliran idealisme dan aliran


realisme dalam suatu sintesa dengan mengatakan bahwa nilai itu tidak
dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan
pengalaman seseorang turut menentukan adanya kualitas tertentu.

b.Teori Nilai Menurut Realisme

Prinsip sederhana realisme tentang etika ialah melalui asas


ontologi bahwa sumber semua pengetahuan manusia terletak pada
keteraturan lingkungan hidupnya. Dapat dikatakan bahwa mengenai
masalah baik-buruk khususnya dan keadaan manusia pada umumnya,
realisme bersandarkan atas keilumuan dan lingkungan. Perbuatan
seseorang adalah hasil perpaduan yang timbul sebagai akibat adanya
saling hubungan antara pembawa-pembawa fisiologis dan pengaruh-
pengaruh dari Iingkungan.
Sumber :

Saidah, UH. 2016. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA.

Ahmadi, Rulam. 20. Pengantar Pendidikan. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media

https://googleweblight.com/i?u=https://arasmunandar.wordpress.com/hakikat-aliran-filsafat-
esensialisme/&hl=en-ID

https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/07/analisis-penerapan-filsafat-esensialisme-
dalam-pembelajaran/amp/

Anda mungkin juga menyukai