Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

ALIRAN PSIKOLOGI DALAM PENDIDIKAN

KELOMPOK 7

SAFITRI 2021143547

LIYU SUSILAWATI 2021143536

ALVINA DAMAYANTI 2021143560

DOSEN PENGAMPU : RAMTIA DARMA PUTRI, M. Pd., Kons.

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAR PGRI PALEMBANG

TAHUN AKADEMIK 2022/2023


KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah
pilihan Psikologi SD, dengan judul: "Aliran Psikologi Dalam Pendidikan" .

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan saran dan kritik, sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.

Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata
sempurna dikarenan keterbatasan pengalaman dan pengetahuan kami. Maka dari
itu, kami mengharapkan segala bentuk saran dan masukan serta kritik dari
berbagai pihak. Akhirnya, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Palembang, Oktober 2022

Penullis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………..ii

BAB I PEMBUKAAN ……………………………………...……………………………1

A. Latar Belakang ……………………………………………...……………………1


B. Rumusan Masalah ………………………………………………………………..1
C. Tujuan Pembahasan ………………………………………………………...……1

BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………………….……..2

A. Aliran Nativistik ……………………………………………...……………..……2


B. Aliran empiric ……………………………………………………..……………..5
C. Aliran konvergensi ……………………………………………………………….6
D. Tahapan Perkembangan Berdasarkan Biologia ……………………………...…10
E. Tahapan Perkembangan Berdasarkan Berdasarkan Adiksi Didaktis ………...…11
F. Tahapan Perkembangan Berdasarkan Psikologis ……………………………….12

BAB III PENUTUP …………………………………………………….………………16

A. Kesimpulan ……………………………………………………..………………16
B. Saran ………………………………………………………………...…………..16

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PEMBUKAAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini, manusia sebagai objek material dalam pembelajaran ilmu psikologi
tentu memiliki kepribadian dan tingkah laku yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Manusia memiliki kecerdasan, akal pikiran, tingkah laku yang berbeda dari makhluk
lainnya. Keunggulan manusia yang unik tersebut, menjadi objek pembelajaran ilmu
pengetahuan terutama ilmu psikologi.

Seiring dengan perkembangan zaman dan berkembangnya rasa keingintahuan


dalam memahami manusia, mulailah bermunculan tokoh-tokoh beserta teori-teori dan
aliran psikologi yang mendukung penjelasan mengenai karakter, tingkah laku serta
kejiwaan manusia. Setiap aliran yang muncul memiliki paham dan pengertian yang
berbeda terhadap objek yang sama yaitu manusia. Seperti aliran Gestalt yang
menekankan pada suatu totalitas. Sedangkan aliran Kognitif dan aliran Transpersonal
memiliki paham yang berbeda dengan aliran Gestalt. Berdasarkan perbedaan tersebut,
dalam makalah ini penulis tertarik untuk membahas beberapa aliran psikologi seperti
aliran psikologi Gestalt, aliran psikologi Kognitif, dan aliran psikologi Transpersonal.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Aliran Nativistik?
2. Apa yang dimaksud dengan Aliran Empiric?
3. Apa yang dimaksud dengan Aliran Konvergensi?
4. Jelaskan Tahapan Perkembangan Berdasarkan Biologis?
5. Jelaskan Tahapan Perkembangan Berdasarkan Adiksi Didaktis?
6. Jelaskan Tahapan Perkembangan Berdasarkan Psikologi?

C. Tujuan Pembahasan
1. Supaya dapat mengetahui apa itu Aliran Nativistik.
2. Agar dapat memahami apa itu Aliran Empiric.
3. Supaya mengetahui apa yang dimaksud dengan Aliran Konvergensi.
4. Agar dapat mengetahui Tahapan Perkembangan Berdasarkan Biologis

1
5. Supaya dapat memahami Tahapan Perkembangan Berdasarkan Adiksi
Didaktis
6. Agar dapat mengetahui Tahapan Perkembangan Berdasarkan Psikologi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. ALIRAN NATIVISTIK

Dalam psikologi nativistik terdapat sebuah teori nativisme yang menyatakan


bahwa jiwa manusia terdiri dari berbagai faktor yang sudah dibawanya sejak lahir atau
biasa disebut dengah sebuah bakat atau pembawaan. Dari bakat maupun pembawaan
yang sudah ada sejak lahir yang paling penting adalah perasaan, pikiran dan juga
kehendak dari masing-masing hal tersebut dibagi lagi menjadi beberapa jenis yag lebih
kecil, di dalam sebuah perilaku maupun jiwa telah ditentukan oleh pembawaan nya
sendiri.

Seorang tokoh bernama Franz joseph gall (1785-1828) mencoba untuk melihat
pembawaan-pembawaan tersebut di otak manusia, dengan cara melakukan metode
penelitian menggunakan tengkorak kepala namun sayangnya metode ini tidak betahan
terlalu lama karena dianggap tidak kuat dalam segi dasar ilmiah. Tokoh lain yang
bernama C.G Jung merupakan seorang yang mendukung aliran nativisme yang
mengatakan bahwa manusia bisa dibagi menjadi dua jenis tipe yaitu kepribadian extrovert
dan introvert atau dapat juga dibagi menjadi tipe rasional, emosional, sensitive dan
intuitif (psikologi kepribadian).

Sedangkan menurut Kretschmermanusia bisa dibagi mejadi beberapa


kepribadian dalam postur tubuhnya seperti orang dengan tubuh kurus tinggi biasanya
mempunyai sifat yang tertutup dan kurang bahagia, orang yang membunyai tubuh gemuk
bulat mempunyai karakter yang supel dan juga bahagia, sedangkan orang yang atletis
biasanya lebih serius.

Seorang tokoh lain C. Lombroso yang menganut nativisme kejahatan


mengatakan bahwa setiap orang jahat yang ada di dunia memang sudah memiliki
pembawaan dari sejak lahir dan hal tersebut bisa dilihat dari raut wajah yang dimilikinya.
Dari sekian pendapat yang sudah dikemukan oleh beberapa tokoh dan ahli namun
menurut teori empiris manusia saat dilahirkan dalam keadaan bersih dan putih lalu
karakter yang terbentuk itulah yang diperolehnya dari lingkungan sekitar, bisa jadi juga
melalui pendidikan untuk itu seorang anak bisa tumbuh sesuai dengan keinginan dan
lingkungan yang telah membentuk pribadinya baik orang tua maupun guru nya, teori

3
pendukung ini dikemukakan juga oleh John locke dan J.B. Watson. Dari berbagai jenis
aliran nativistik, kemudian lahirlah sebuah aliran baru yang bernama konveregensi, aliran
ini merupakan penggabungan dari 2 aliran nativisme dan juga empirisme dengan teori
pendukung W.Stern.

Di dalam dunia pendidikan (psikologi pendidikan) memiliki tiga aliran


pendidikan diantaranya :

1. Aliran nativisme
2. Aliran empirisme
3. Aliran konvergensi

Aliran nativisme terdiri dari kata natus yaitu lahir dan nativis yaitu pembawaan
dari ajaran tersebut yang memandang manusia dari sejak lahir potensi dasar yang dimiliki
manusia betolak belakang dengan leibnitzian tradition yang merupakan kemampuan
dalam diri seorang anak yang berasal dari faktor lingkungan.

Termasuk di dalamnya pendidikan yang memiliki pengeruh terhadap


perkembangan anak, psikologi sosial dan kehidupan psikologi keluarga juga bisa menjadi
pengaruh dari terbentuknya karakter seorang anak

Kemudian, para penganut aliran nativistik berpandangan saat bayi baru lahir
memang memiliki pembawaannya masing-masing dari pembawaan yang baik maupun
pembawaan yang buruk, maka dari itu hasil dari pendidikan lah yang nantinya akan
menentukan pembawaan yang sudah dibawanya sejak lahir tersebut, untuk proses belajar
anak, tentu anak haruslah diberikan pendidikan yang baik agar dapat berkembang dengan
baik melalui proses belajar yang benar.

Untuk aliran empirisme sendiri memang bertentangan dengan aliran nativisme


dengan menyatakan bahwa pembawaan maupun potensi manusa tidak ada hubungannya
dengan pembawaan saat dia dilahirkan. Tokoh utama dalam aliran empirisme sendiri
adalah filosof inggris yang bernama john locke (1704-1932) beliau juga mengembangkan
teori “tabula rasa” yaitu saat seorang anak dilahirkan ke dunia fakor lingkungan lah yang
nantinya akan mempengaruhi perkembangannya nanti.

4
Perintis dari aliran konveregensi adalah William Stren (1871-1939) yang
merupakan seorang ali pendidikan dari jerman, beliau berpendapat bahwa saat seorang
anak lahir ke dunia membawa pembawaan baik dan juga pembawaan yang buruk.

Faktor tersebut tidak akan berkembang tanpa adanya dukungan dari lingkungan
yang akan mempengaruhi bakat dan potensinya kelak, untuk itu apabila seorang anak
memiliki otak yang cerdas namun tidak didukung dengan pendidikan yang
mengarahkannya, maka otak yang cerdas tersebut tidak akan berkembang dengan baik.

Sehingga dalam proses belajar dibutuhkan pendidik agar dapat membentuk


keberhasilan dalam belajarnya.

Ciri-ciri dari asosiasi

a. Setiap gejala jiwa merupakan kumpulan dari unsur-unsur elemen


b. Kekuatan asosiasi tergantung dalam banyak kalinya unsur yang masuk ke
dalam kesadaran.
c. Asosiasi hanya sifat luarnya saja, dan tidak mengubah sifat masing-masing
dari elemen

Saat aliran-aliran pendidikan nativistik, empirisme dan konvergensi satu sama


lainnya dikaitkan akan terlihat bahwa dari kedua aliran tersebut (nativistik dan
empirisme) memiliki kelemahan, yang dimaksud disini adalah sifatnya yang ekslusif
dengan ciri ekstrim berat sebelah, dan untuk aliran konvergensi umumnya dapat diterima
secara luas dari pemahaman yang tepat untuk pertumbuhan dan perkembangan peserta
didik dalam proses belajar, sehingga dapat terlihat dari faktor-faktor yang manakah yang
lebih penting untuk melihat tumbuh kembang seorang anak.

Dari keberhasilan teori cara belajar dapat dikaitkan melalui aliran pendidikan
yang satu dengan aliran yang lainnya, dari aliran nativisme dapat terlihat bahwa peserta
didik tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan sosial psikologi sosial(), namun menurut
aliran empirisme justru lingkungan lah yang dapat mempengaruhi pendidikan tersebut.

B. ALIRAN EMPIRIC

5
Istilah teori empirisme diambil dari bahasa Negara Yunani empeiria yang berarti
coba coba atau pelajaran masa lalu. Teori empirisme menjelaskan bahwa psikologi
pendidikan tentang kebenaran yang sempurna tak diperoleh dengan akal, tetapi di peroleh
atau bersumber dari panca indera individu, yakni mata, lidah, telinga, kulit dan hidung.

Atau, kebenaran ialah hal yang sesuai dengan pelajaran masa lalu individu. Teori
empirisme ialah teori psikologi pendidikan yang mementingkan stimulasi eksternal dalam
perkembangan individu. Dan menyatakan bahwa perkembangan individu tergantung dari
keadaan lingkungannya dimana dia berada, sedangkan pembawaan tak berpengaruh.

Perkembangan pemikiran empirisme berlangsung secara pesat di Inggris dan


wilayah di sekitarnya pada masa renaisans selama abad ke-17 hingga abad ke-18.
Empirisme pertama kali dikembangkan di Inggris oleh John Locke (1632–1704), tetapi
lebih mempengaruhi tokoh-tokoh pemikir di Amerika Serikat, khususnya di bidang
pelestarian lingkungan hidup dan psikologi lingkungan. Tokoh-tokoh pendukungnya
berasal dari penganut filsafat Barat, antara lain Francis Bacon, Thomas Hobbes, John
Locke, dan David Hume.

Pemikiran empirisme oleh para tokohnya telah memberikan sumbangsih bagi


pengembangan bidang keilmuan. Para tokoh ini antara lain ialah John Locke (ilmu sosial
dan metode ilmiah), George Berkeley (fisika, matematika, dan teologi), dan David Hume
(ilmu sejarah dan sains). Empirisme juga menjadi dasar bagi pengembangan filsafat
dalam positivisme. Selain itu, empirisme juga menjadi salah satu aliran utama dalam
filsafat pendidikan yang menjadi dasar bagi pengembangan berbagai model pendidikan
yang ada di dunia.

C. ALIRAN KONVERGENSI

Konvergensi berasal dari kata Convergative yang berarti penyatuan hasil atau
kerja sama untuk mencapai suatu hasil. William Stern mengatakan bahwa kemungkinan-
kemungkinan yang dibawa sejak lahir itu merupakan petunjuk-petunjuk nasib manusia
yang akan datang dengan ruang permainan. Dalam ruang permainan itulah terletak
pendidikan dalam arti yang sangat luas. Tenaga-tenaga dari luar dapat menolong tetapi
bukan yang menyebabkan perkembangan itu Karena datangnya dari dalam yang
mengandung dasar keaktifan dan tenaga pendorong. Sebagai contoh; anak dalam tahun

6
pertama belajar mengoceh, baru kemudian becakap-cakap, dorongan dan bakat itu telah
ada, dia meniru suara-suara dari ibunya dan orang disekelilingnya. Ia mendengar dan
meniru kata-kata yang diucapkan kepadanya. Bakat dan dorongan itu tidak akan
berkembang jika tidak ada bantuan dari luar yang merangsangnya. Dengan demikian jika
tidak ada bantuan suara-suara dari luar atau kata-kata yang di dengarnya tidak mungkin
anak tesebut bisa bercakap-cakap.

Aliran ini menggabungkan arti penting hereditas (pembawaan) dengan


lingkungan sebagai faktor-faktor yang berpengaruh dalam perkembangan manusia.
Berdasarkan uraian mengenai aliran-aliran doktrin filosofis yang berhubungan dengan
proses perkembangan diatas, penyusun pandangan bahwa faktor yang memengaruhi
tinggi rendahnya mutu hasil perkembangan siswa pada dasarnya terdiri atas dua macam:

a. Faktor Internal, yaitu faktor yang ada dalam diri siswa itu sendiri yang meliputi
pembawaan dan potensi psikologis tertentu yang turut mengembangkan dirinya
sendiri.
b. Faktor Eksternal, yaitu hal-hal yang datang atau ada diluar diri siswa yang
meliputi lingkungan (khususnya pendidikan) dan pengalaman berinteraksi siswa
tersebut dengan lingkungannya.

Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak, baik
faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranan yang
sangat penting. Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik
tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan bakat itu.
Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan anak yang
optimal kalau memang pada diri anak tidak terdapat bakat yang diperlukan untuk
mengembangkan itu. Sebagai contoh, hakikat kemampuan anak manusia berbahasa
dengan kata-kata, adalah hasil konvergensi.

Pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak


didik untuk mengembangkan potensi yang baik dan mencegah berkembangnya potensi
yang kurang baik. Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan.
Aliran konvergensi pada umumnya diterima secara luas sebagai pandangan yang tepat
dalam memahami tumbuh-kembang manusia. Meskipun demikian, terdapat variasi
pendapat tentang faktor mana yang paling penting dalam menentukan tumbuh-kembang
itu. Dari sisi lain, variasi pendapat itu juga melahirkan berbagai pendapat/gagasan tentang

7
belajar mengajar, seperti peran guru sebagai fasilitator atau informator, teknik penilaian
pencapaian siswa dengan tes objektif atau tes esai, perumusan tujuan pengajaran yang
sangat behavioral, penekanan pada peran teknologi pengajaran The Teaching Machine
(belajar berprogram), dan lain sebagainya.

Pengaruh Aliran Pendidikan Konvergensi Terhadap Pendidikan di Indonesia

1. Masa Revolusi Kemerdekaan


Faham konvergensi bukanlah hal yang baru dalam sistem pendidikan formal di
Indonesia. Pengaruh faham ini sudah terlihat sejak pertama kali dirumuskan
sistem pendidikan nasional di Indonesia oleh Ki Hajar Dewantara. Secara
eksplisit Ki Hajar Dewantara pernah menyatakan dalam tulisannya bahwa segala
alat, usaha, dan cara pendidikan harus sesuai dengan kodratnya keadaan. Selain
itu Ki Hajar Dewantara juga mengatakan, “Pendidikan itu hanya suatu tuntunan
di dalam hidup tumbuhnya anak-anak kita”. Dari pernyataan-pernyataan tersebut
dapat disimpulkan bahwa selain menyadari sangat pentingnya pendidikan bagi
proses tumbuh kembangnya karakter dan kemampuan seseorang, beliau juga
mengakui adanya peran yang cukup penting dari faktor dasar/pembawaan, yang
disebutnya sebagai kekuasaan kodrati.

2. Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)


Walaupun belum begitu meluas penerapannya, Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
sebenarnya sudah mulai diterapkan oleh para pendidik di Indonesia pada akhir
tahun 1970. Secara harfiah, Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dapat diartikan
sebagai suatu sistem belajar mengajar yang menekankan keaktifan siswa secara
fisik, mental, intelektual, dan emosional untuk memperoleh hasil belajar yang
berupa perpaduan antara matra (domain) kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Metode ini dapat dikatakan sebagai ‘pendidikan yang berpusat pada anak’,
karena dalam proses pembelajaran yang berperan sebagai pengolah bahan ajar
adalah siswa sendiri, sedangkan guru hanya berperan sebagai pembimbing dan
pengarah proses belajar-mengajar.

Dalam bukunya yang berjudul “Upaya Pembaharuan Dalam Pendidikan dan


Pengajaran” Cece Wijaya et.al. menyatakan bahwa Belajar mengajar dapat dikatakan
bermakna dan berkadar CBSA bila terdapat ciri-ciri sebagai berikut :

8
a. Adanya keterlibatan siswa dalam menyusun dan membuat perncanaan proses
belajar-mengajar.
b. Adanya keterlibatan intelektual emosional siswa, baik melalui kegiatan
mengalami, manganalisis, berbuat, maupun pembentukan sikap.
c. Adanya keikutsertaan siswa secara kreatif dalam menciptakan situasi yang cocok
untuk berlangsungnya proses belajar-mengajar.
d. Guru bertindak sebagai fasilitator dan koordinator kegiatan belajar siswa.
e. Menggunakan multi metode dan multi media.

Dari paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam sistem (CBSA) pengakuan
dan perhatian terhadap potensi dasar/pembawaan anak sangat penting. Disamping itu,
perhatian juga diarahkan pada pengkondisian lingkungan tempat berlangsungnya proses
belajar-mengajar. Sehingga proses pembelajaran dan pendidikan secara keseluruhan dapat
berlangsung lebih bermakna. Dengan kata lain melalui sistem CBSA belajar itu
dipandang sebagai proses interaksi antara individu dengan lingkungannya. Dengan
demikian, penerapan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) sebenarnya secara prinsip
merupakan implementasi dari paham konvergensi dalam pendidikan.

3. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)

Kurikulum berbasis kompetensi merupakan perangkat rencana dan pengaturan


tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian kegiatan belajar
mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum
sekolah.

Rumusan kompetensi dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan


pernyataan apa yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, atau dilakukan siswa dalam
setiap tingkatan kelas dan sekolah serta menggambarkan kemajuan siswa yang dicapai
secara bertahap dan berkelanjutan untuk menjadi kompeten. Kurikulum Berbasis
Kompetensi berorientasi pada:

1. Hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui
serangkaian pengalaman belajar yang bermakna.
2. Keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya.

9
Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Menekankan pada pencapaian kompetensi siswa baik secara individual


maupun klasikal.
b. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
c. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode
yang bervariasi.
d. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang
memenuhi unsur edukatif.
e. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan
atau pencapaian suatu kompetensi.

Salah satu prinsip dalam pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah


berpusatnya pendidikan pada anak dengan penilaian yang berkelanjutan dan
komperehensif. Ini merupakan upaya memandirikan siswa untuk belajar, bekerjasama,
dan menilai diri sendiri agar siswa mampu membangun pemahaman dan pengetahuannya.

Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan pergeseran penekanan dalam


kurikulum dari isi (APA yang tertuang) ke kompetensi (BAGAIMANA harus berpikir,
belajar, bersikap dan melakukan). Oleh karena itu guru dan siswa diharapkan dapat
mengetahui apa yang harus dicapai dan sejauh mana efektivitas belajar telah dicapai.
Tetapi pada pelaksanaannya, secara prinsip metode yang diterapkan dalam Kurikulum
Berbasis Kompetensi relatif tidak terlalu berbeda dengan metode CBSA, dimana
penekanan proses belajarnya tetap berpusat pada siswa. Dengan demikian melalui metode
KBK pun proses pendidikan di Indonesia tetap mengacu pada pandangan tentang
pentingnya faktor dasar/pembawaan dan peranan lingkungan dalam pembentukkan
pribadi sebagai produk pendidikan. Dengan kata lain jiwa dari KBK sesungguhnya inti
dari faham konvergensi.

D. TAHAPAN PERKEMBANGAN BERDASARKAN BIOLOGIS

Periodisasi atau pembagian masa-masa perkembangan ini didasarkan kepada


keadaan atau proses biologis tertentu. Pembagian Aristoteles didasarkan atas gejala
pertumbuhan jasmani yaitu antara fase satu dan fase kedua dibatasi oleh pergantian gigi,

10
antara fase kedua dengan fase ketiga ditandai dengan mulai bekerjanya kelenjar
kelengkapan kelamin.

Tahap perkembangan berdasarkan analisis biologis Pendapat para ahli tentang


tahap tersebut :

a. Aristoteles menggambarkan perkembangan individu, sejak anak – anak sampai


dewasa menjadi 3 tahapan :
1. Tahap I (0 – 7 tahun) : masa anak kecil atau bermain
2. Tahap II (7 – 14 tahun) : masa anak, masa sekolah rendah
3. Tahap III (14 – 21 tahun) : masa peralihan dari usia anak menjadi dewasa.

b. Kretscmer mengemukakan bahwa dari lahir sampai dewasa individu melewati 4


tahapan :
1. Tahap I (0 – 3 tahun); Fullungs (pengisian) periode I, pada fase ini anak
kelihatan pendek gemuk.
2. Tahap II (3 – 7 tahun); periode I, anak kelihatan langsing (meninggi)
3. Tahap III (7 – 13 tahun); Fullungs periode II, anak kelihatan pendek dan
gemuk kembali.
4. Tahap IV (13 – 20 tahun); Streckungs periode II, anak kembali kelihatan
langsing.

c. Elizabeth Hurlock :
1. Tahap I : Fase Prenatal (sebelum lahir)
2. Tahap II : Infancy (orok)
3. Tahap III : Babyhood (bayi)
4. Tahap IV : Childhood (kanak – kanak)
5. Tahap V : Adolesence/puberty; a.) Pre Adolesence, b.) Eary Adolesenc, c.)
Late Adolesence

E. TAHAPAN PERKEMBANGAN BERDASARKAN ADIKSI DIDAKTIS

Analisis didaktis anak pada usia tertentu.dari segi pendidikan harus diberikan
bahan (bahan pendidikan) yang sesuai dengan perkembangan anak didik,dan harus
dipergunakan metode penyampaian yang sesuai dengan perkembangannya.

11
Fase Perkembangan Berdasarkan Konsep Didaktis Dasar yang digunakan untuk
menentukan pembagian fase ini adalah materi dan cara mendidik anak pada masa-masa
tertentu. Pembagian ini diantaranya dikemukakan oleh Johann Amos Comenius (seorang
ahli pendidikan di Moravia). Pembagian tersebut adalah :

a. 0-6 tahun : sekolah ibu, merupakan masa mengembangkan alat-alat indra dan
memperoleh pengetahuan dasar di bawah asuhan ibu
b. 6-12 tahun : sekolah anak, merupakan masa anak mengembangkan daya
ingatanya dibawah pendidikan sekolah rendah.
c. 12-18 tahun : sekolah bahasa Latin (sekolah remaja), merupakan masa
mengembangkan daya pikirannya dibawah pendidikan sekolah menengah. Pada
masa ini mulai diajarkan bahasa latin sebagai bahasa asing.
d. 18-24 tahun: sekolah tinggi dan pengembaraan, merupakan masa
mengembangkan kemaunnya dan memilih suatu lapangan hidup yang
berlangsung di bawah perguruan tinggi.

Menurut pendapat dari Comenius dan pendapat Rosseau penahapan ini


digolongkan sebagai berikut :

1. Comenius.
Dipandang dari segi pendidikan, pendidikan lengkap bagi seorag ibu berlangsung
dalam 4 jenjang yaitu :
a) Sekolah ibu (scola maternal) anak – anak sampai 6 tahun
b) Sekolah bahasa ibu (scola vernaculan) anak –anak 6 – 12 tahun
c) Sekolah latin (scola latina) usia 12 – 8 tahun
2. Rosseau. Penahapannya :
a) Tahap I (0 – 2 tahun) : usia asuhan
b) Tahap II (2 – 12 tahun) : masa pendidikan jasmani dan latihan panca indera
c) Tahap III (12 – 15 tahun) : periode pendidikan akal
d) Tahap IV (15 – 20 tahun) : periode pendidikan watak dan pendidikan agama

F. TAHAPAN PERKEMBANGAN BERDASARKAN PSIKOLOGIS

Tahap perkembangan berdasarkan psikologis Tahap ini menggunakan aspek


psikologis sebagai landasan dalam menganalisis tahap perkembangan, mencari
pengalaman individu yang digunakan sebagai masa perpindahan dari fase yang satu ke

12
fase yang lain dalam perkembangannya. Berdasarkan masa dimana individu mengalami
goncangan psikis, perkembangan individu dapat digambarkan melewati tiga periode atau
masa, yaitu dari sampai masa kegoncangan pertama (tahun ketiga atau keempat yang
biasa disebut masa kanak – kanak), masa goncangan pertama sampai pada masa
kegoncangan kedua (masa keserasian bersekolah), dari masa kegoncangan kedua sampai
akhir masa remaja yang biasa disebut masa kematangan.

Periodeisasi Perkembangan Berdasarkan Ciri-ciri Psikologis Periodesasi


perkembangan psikologis didasarkan atas ciri-ciri kejiwaan yang menonjol pada manusia.
Periodeisasi ini dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya :

a) Oswald Kroh
Ciri-ciri psikologis yang digunakan sebagai dasar oleh Oswald Kroh adalah
pandangannya terhadap anak-anak yang umumnya memiliki keguncangan jiwa
yang dimanifestasikan dalam bentuk sifat trotz (keras kepala). Atas dasar ini ia
membagi masa perkembangan dalam 3 fase, yaitu:
a. Fase anak awal: Dari lahir (0-3 tahun). Pada akhir fase ini terjadi trotz
pertama, yang ditandai dengan anak serba membantah atau menentang.
b. Fase keserasian sekolah: dari umur 3-13 tahun. Pada akhir masa ini
timbul sifat trotz kedua, dimana anak suka menentang kepada orang lain,
terutama kepada orang tuanya.
c. Fase kematangan: anak berumur 14-19 tahun. Pada fase ini anak mulai
menyadari kekurangannya dan kelebihannya, yang dihadapi dengan sikap
sewajarnya.
b) Kohnstamm
Kohnstamm membagi fase perkembangan manusia menjadi 5 fase, yaitu:
a. Periode vital: umur 0-1,5 tahun, disebut juga fase menyusui.
b. Periode estetis: umur 1,5-7 tahun, disebut juga fase pencoba dan bermain.
c. Periode intelektual (fase sekolah): umur 7-14 tahun.
d. Periode sosial (remaja): umur 14-21 tahun.
e. Periode matang: umur 21 tahun keatas, disebut juga masa tua
c) Erik Erikson
Tahapan perkembangan psikosoial ini menekankan perubahan perkembangan
psikososial sepanjang siklus kehidupan manusia. Berikut delapan tahapan
perkembangan manusia ditinjau dari segi psikososial:

13
a) Percaya versus tidak percaya (0-1 tahun)
Pada tahap ini bayi sudah terbentuk rasa percaya kepada seseorang baik
orang tua maupun orang yang mengasuhnya ataupun perawat yang
merawatnya, kegagalan pada tahap ini apabila terjadi kesalahan dalam
mengasuh atau merawat maka akan timbul rasa tidak percaya.
b) Tahap otonomi versus rasa malu dan ragu (1-3 tahun)
Anak sudah mulai mencoba dan mandiri dalam tugas tumbuh kembang
seperti dalam motorik kasar: anak mampu berjinjit, memanjat,berbicara dan
lain sebagainya, sebaliknya perasaan malu dan ragu akan timbul apabila anak
merasa dirinya terlalu dilindungi atau tidak diberikan atau kebebasan anak
dan menuntut tinggi harapan anak.
c) Tahap inisiatif versus rasa bersalah (3 – 6 tahun )
Anak akan mulai inisiatif dalam belajar mencari pengalaman baru secara
aktif dalam melakukan aktifitasnya melalui kemampuan indranya. Hasil akhir
yang diperoleh adalah kemampuan untuk menghasilkan sesuatu sebagai
prestasinya. Apabila dalam tahap ini anak dilarang atau dicegah maka akan
timbul rasa bersalah pada diri anak.
d) Tekun versus rasa rendah diri (6-12 tahun)
Anak akan belajar untuk bekerjasama dan bersaing dalam kegiatan akademik
maupun dalam pergaulan melalui permainan yang dilakukan bersama. Anak
selalu berusaha untuk mencapai sesuatu yang diinginkan sehingga anak pada
usia ini rajin dalam melakukan sesuatu. Apabila dalam tahap ini anak terlalu
mendapat tuntutan dari lingkunganya dan anak tidak berhasil memenuhinya
maka akan timbul rasa inferiorty ( rendah diri ).
e) Tahap identitas dan kebingungan identitas ( 12-20 tahun)
Pada tahap ini terjadi perubahan dalam diri anak khususnya dalam fisik dan
kematangan usia, perubahan hormonal, akan menunjukkan identitas dirinya
seperti siapa saya kemudian. Apabila kondisi tidak sesuai dengan suasana
hati maka dapat menyebabkan terjadinya kebingungan dalam peran.
f) Keakraban versus keterkucilan (20-30 tahun)
Individu menghadapi tugas perkembangan relasi intim dengan orang lain.
Saat anak muda membentuk persahabatan yang sehat dan relasi akrab dengan
oranglain, maka keintiman akan tercapai, namun bila tidak maka akan terjadi
isolas.

14
g) Generativitas versus stagnasi ( 40-50 tahun )
Pada fase ini, seseorang akan memiliki perhatian terhadap apa yang
dihasilkan, keturunan, serta ide untuk generasi mendatang. Namun, jika
generativitas lemah, maka akan terjadi stagnasi
h) Integritas diri versus keputusasaaan ( 50 tahun keatas)
Pada fase ini, seseorang akan mengevaluasi apa yang telah dilalakukannya
selama ia hidup. Jika manusia usia lanjut mampu memelihara dan
menyesuaikan diri dengan keberhasilan, maka ia akan merasa sukses.
Namun, jika ia menyelesaikan hanya tahap sebelumnya secara negatif, maka
cenderung akan menghasilkan rasa bersalah atau kemurangan yang disebut
Erikson sebagai despair (putus asa).

15
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dalam psikologi nativistik terdapat sebuah teori nativisme yang menyatakan


bahwa jiwa manusia terdiri dari berbagai faktor yang sudah dibawanya sejak lahir atau
biasa disebut dengah sebuah bakat atau pembawaan. Dari bakat maupun pembawaan
yang sudah ada sejak lahir yang paling penting adalah perasaan, pikiran dan juga
kehendak dari masing-masing hal tersebut dibagi lagi menjadi beberapa jenis yag lebih
kecil, di dalam sebuah perilaku maupun jiwa telah ditentukan oleh pembawaan nya
sendiri.

Istilah teori empirisme diambil dari bahasa Negara Yunani empeiria yang berarti
coba coba atau pelajaran masa lalu. Teori empirisme menjelaskan bahwa psikologi
pendidikan tentang kebenaran yang sempurna tak diperoleh dengan akal, tetapi di peroleh
atau bersumber dari panca indera individu, yakni mata, lidah, telinga, kulit dan hidung.

Konvergensi berasal dari kata Convergative yang berarti penyatuan hasil atau
kerja sama untuk mencapai suatu hasil. William Stern mengatakan bahwa kemungkinan-
kemungkinan yang dibawa sejak lahir itu merupakan petunjuk-petunjuk nasib manusia
yang akan datang dengan ruang permainan. Dalam ruang permainan itulah terletak
pendidikan dalam arti yang sangat luas. Tenaga-tenaga dari luar dapat menolong tetapi
bukan yang menyebabkan perkembangan itu Karena datangnya dari dalam yang
mengandung dasar keaktifan dan tenaga pendorong. Sebagai contoh; anak dalam tahun
pertama belajar mengoceh, baru kemudian becakap-cakap, dorongan dan bakat itu telah
ada, dia meniru suara-suara dari ibunya dan orang disekelilingnya. Ia mendengar dan
meniru kata-kata yang diucapkan kepadanya. Bakat dan dorongan itu tidak akan
berkembang jika tidak ada bantuan dari luar yang merangsangnya. Dengan demikian jika
tidak ada bantuan suara-suara dari luar atau kata-kata yang di dengarnya tidak mungkin
anak tesebut bisa bercakap-cakap.

B. SARAN

Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di


atas masih banyak ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya penulis

16
akan segera melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan menggunakan pedoman
dari beberapa sumber dan kritik yang bisa membangun dari para pembaca.

17
DAFTAR PUSTAKA

Klitang maha dewa. 01 Desember 2020. Psikologi Perkembangan: 7 Tahap Yang Perlu
Diketahui. Diakses pada 01 Oktober 2022.
https://kampuspsikologi.com/author/lintang/?amp

Sudrajat Akhmad. 05 Maret 2008. Perkembangan Individu secara Didaktis. Diakses pada
01 Oktober 2022.
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/author/akhmadsudrajat/

Valentini Dewi. 2017. Perkembangan Peserta Didik. Diakses pada 01 Oktober 2022.
http://dewivalentini.blogspot.com/2017/09/perkembangan-peserta-didik.html?m=1

Text-id.123dok.com. 2020. Tahap Perkembangan Berdasarkan Analisis Biologis Tahap


Perkembangan Berdasarkan Didaktis. Diakses pada 01 Oktober 2022. https://text-
id.123dok.com/document/myjox53kz-tahap-perkembangan-berdasarkan-analisis-
biologis-tahap-perkembangan-berdasarkan-didaktis.html

Anda mungkin juga menyukai