Disusun oleh :
JAKARTA
2022
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
Kecerdasaan Emosi”. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dan memberikan dukungan kepada kami dalam menulis makalah ini.
Terutama kepada dosen pengampu mata kuliah, Dr. Hj. Mumun Mulyati, M.Pd, serta keluarga
yang kami sayangi dan juga teman-teman seperjuangan yang sangat kami cintai.
Penulis menyadari bahwa, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya nantinya
penulis dapat menyusun makalah dengan lebih baik lagi. Akhir kata semoga makalah ini
Penulis
ii
DAFTAR ISI
JUDUL …………………………………………………………………………………….... i
BAB I. PENDAHULUAN
A. Kesimpulan ……………………………………………………………… 12
B. Saran …………………………………………………………………….. 12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
membawa kebaikan bagi kehidupan manusia, kehidupan yang semakin kompleks dengan
tingkat stressor yang semakin tinggi mengakibatkan individu semakin rentan mengalami
berbagai gangguan, baik fisik maupun psikologis. Gangguan psikologis seperti kecemasan,
stress, frustasi, agresivitas, perilaku anarkis, dan gangguan emosi lain semakin meningkat.
Rasa kecewa, malu, amarah, dan perasaan-perasaan negative lain yang bersifat
destruktif bersumber pada ketidakmampuan anak mengenali dan mengelola emosi, serta
dan social tidak hanya terjadi pada negara atau daerah tertentu tetapi telah menjadi
Masalah tersebut perlu ditangani secara serius, karena anak sebagai generasi penerus
perlu dibekali kemampuan untuk mengoptimalkan seluruh potensi yang dimiliki dan
meminimalkan kelemahan-kelemahan yang ada. Guru dan orang tua sebagai orang dewasa
di sekitar anak, baik fisik, kognitif, spiritual, maupun emosional. Perhatian terhadap
pentingnya periode usia dini sebagai masa kritis bagi tumbuh kembang anak khususya
Hal ini dapat diamati dari rendahnya stimulasi emosi yang diberikan pada anak usia
dini, keterbatasan kemampuan pendidik anak usia dini dan orang tua dalam memberi
rangsangan emosi bagi anak, dan keterbatasan sumber referensi tentang stimulasi emosi,
merupakan salah satu kendala kurang optimalnya pemberian rangsangan emosi pada anak,
1
2
Aspek emosi sebagai sentral bagi keghidupan individu perlu mendapatkan perhatian
penting oleh para pendidik dan orang tua, sehingga perlu pemahaman yang komprehensif
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan
kecerdasan emosi.
BAB II
PEMBAHASAN
3
4
1
Seniawan dan Conny R. Landasan Pembelajaran dalam Perkembangan Manusia, (Jakarta: CHCD,
2007), h. 55
2
Papalia Olds Feldman, Human Development (Perkembangan Manusia), (Jakarta: Salemba Humanika,
2008), h. 262
3
Sobur dan Alex. Psikologi Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), h. 399
4
Veryawan, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, (Sumatra Barat: Insan Cendekia Mandiri, 2022), h.
104
5
Rianan Mashar, Emosi Anak Usia Dini dan Strategi Pengembangannya, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 16
Perkembangan emosi merupakan proses yang terjadi secara bertahap, emosi yang
kompleks sepertinya berkembang dari emosi yang lebih sederhana. Emosi berkaitan erat
dengan berbagai aspek perkembangan. Para ahli psikologi sering menyebutkan bahwa
dari semua aspek perkembangan, yang paling sulit untuk diklasifikasi adalah
perkembangan emosional. Reaksi terhadap emosi pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh
lingkungan, pengalaman, kebudayaan, dll sehingga untiuk mengukur emosi sepertinya
hampir tidak mungkin.
Menurut Jersild, perkembangan emosi selama masa kanak-kanak terjalin sangat erat
dengan aspek-aspek perkembangan lainnya. Setelah alat-alat indra anak menjadi lebih
tajam, kecakapan anak untuk mengenal pengamatan menjadi lebih tajam. Kecakapan
anak untuk mengenal perbedaan-perbedaan dan untuk pengematanpun menjadi lebih
dewasa, dan setelah melangkah ke depan dalam segala aspek perkembangannya, jumlah
peristiwa yang dapat membangkitkan emosinya juga semakin bertambah dan lebih
banyak reaksi.6
Kecerdasan emosi (EQ) adalah kemampuan untuk menata perasaan dan kemampuan
diri serta memotivasi diri dalam belajar dan berkarya agar sukses dan berprestasi.
Kemampuan ini membantu kita untuk tidak mudah terpengaruh oleh tekanan luar tetapi
dengan kemampuan diri dapat menjadi pribadi menyenangkan dalam kehadirannya karena
selalu memberi nilai posiif bagi orang lain.7
Adapun pendapat lain menurut Suparno, Koesoemo, Titisari & Kartono kecerdasan
emosional (Emotional Quotient) adalah gabungan kemampuan emosional dan social.
Seseorang yang memiliki kecerdasan emosional akan mampu menghadapi masalah
yang terjadi dalam kehidupan, mampu menumbuhkan motivasi dalam dirinya karena
selalu tergerak melakukan aktivitas dengan baik dan ingin mencapai tujuan yang
diinginkannya, dapat mengungkapkan perasaan secara baik dan kontrol dirinya sangat
kuat.
Sementara itu, menurut Goleman kecerdasan emosional yaitu kemampuan yang
dimiliki sessorang sehingga orang tersebut dapat mengenali emosi diri, dapat mengelola
emosi, dapat memotivasi diri sendiri, dapat mengenali emosi orang lain, dan dapat
membina hubungan. Kecerdasan emosional adalah kemampuan yang korelatif, tetapi
terarah ke dalam diri, kemampuan tersebut adalah kemampuan membentuk suatu model
6
Sobur dan Alex. Op.cit., h. 406
7
diri sendiri yang teliti dan mengacu pada diri serta kemampuan untuk menggunakan model
tadi sebagai alat untuk menempuh kehidupan secara efektif.
5
Peter Salovey dan John Mayer memberikan definisi, kecerdasan emosi adalah
emotional intelligence is the ability to perceive emotions, to access and generate emotions
so as to assist thought.8 Melihat definisi tersebut, agar seseorang dapat dikatakan memiliki
kecerdasan emosi yang baik, orang itu harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Mampu memahami emosi-emosi
2. Mampu memasuki emosi-emosi
3. Mampu menarik emosi-emosi
4. Mampu menggunakan emosi-emosi itu untuk membantu pikirannya.
Ada berbagai macam metode untuk mengukur kecerdasan emosi. Tentu saja semua
metode tersebut mempunyai landasan pemikiran masing-masing. Landasan pemikiran
tersebut tidak diragukan lagi dan mengandung hal-hal ilmiah yang mempunyai bukti
pendukung sesuai masing-masing perspektif. Namun, jika ingin mengukur kecerdasan
emosi, dapatmenggunakan definisi di atas sebagai parameter kecerdasan emosi.
Dengan demikian kecerdasan emosional adalah kemampuan yang dimiliki seseorang
sehingga orang tersebut dapat mengenali emosi sendiri, dapat mengelola emosi, dapat
memotivasi diri sendiri, dapat mengenali emosi orang lain, dan dapat membina hubungan.
Kemapuan ini membantu kita untuk tidak mudah terpengaruh oleh tekanan luar dengan
kemampuan diri dapat menjalani kehidupan secara efektif.
Goleman menggolongkan emosi dalam beberapa bentuk emosi, yaitu sebagai berikut:9
1. Amarah, yaitu merupakan reaksi terhadap sesuatu hambatan yang menyebabkan
gagalnya suatu usaha atau perbuatan, biasanya bersamaan dengan berbagai ekspresi
perilaku. Amarah dikelompokkan sebagai benci, jengkel, tersinggung, bermusuhan,
kesal hati, dan yang paling hebat adalah tindak kekerasan.
2. Cinta atau kasih saying, yaitu merupakan sesuatu yang mengalir di antara manusia,
diterima, dan diberikan. Bentuk cinta atau kasih saying ini adalah seperti
persahabatan, penerimaan, bakti, hormat serta kebaikan hati.
8
Yacinta Senduk, Mengasah Kecerdasan Emosi Orang Tua Untuk Mendidik Anak, (Jakarta: PT Elex
Media Komputindo, 2007), h. 8
9
Michael Recard, et al., Perkembangan Peserta Didik: Konsepdan Permasalahan, (Medan: Yayasan Kita
Menulis, 2021), h.92
6
3. Gembira, yaitu merupakan emosi yang memberikan gambaran mengenai rasa senang
yang dialami oleh seseorang. Hal ini terjadi dari bermacam-macam jenis perasaan
gembira, yaitu bahagia, puas, terhibur, manis, dan terpesona.
4. Ketakutan, yaitu merupakan emosi yang menggambarkan mengenai perasaan yang
tidak senang yang berasal dari dalam atau luar individu dalam menghadapi suatu
kondisi tertentu. Emosi takut dari dalam individu seperti takut tidak naik kelas,
mencoba tantangan, dll. Emosi takut dari luar individu yaitu misalnya takut dirampok,
takut berjalan sendiri di kegelapan, takut pada hewan buas, dll.
Dalam bentuknya, emosi juga memiliki suatu karakteristik. Adapun karakteristik
emosi tersebut antara lain:10
1. Tempramen atau kepribadian, evolusi budaya merupakan hal-hal yang dapat
mempengaruhi emosi.
2. Proses bio-evolusi merupakan asal muasal dari emosi.
3. Awalnya emosi diaktifkan oleh sebuah rangkaian dari proses persepsi yang sederhana.
4. Apabila emosi merupakan urutan yang pertama, maka emosi memiliki regulasi yang
khas untuk memandu tindakan dan kognisi.
5. Fase dari proses neurobiologis merupakan komponen dari motivasi dan komponen
perasaan yang unik dank has.
6. Emosi pada dasarnya menyiapkan sumber untuk terus menerus memotivasi dan
memberikan informasi yang menjadi panduan dalam kognisi dan tindakan bekerja.
Menurut Goleman, kecerdasan emosi adalah menunjuk pada suatu kemampuan untuk
mengatur dan mengelola dorongan-dorongan emosi yang terdapat dalam diri individu.11
Terdapat 5 aspek utama dalam kecerdasan emosional yaitu:
1. Kesadaran diri (self-awareness) yaitu kemampuan individu untuk menyadari dan
memahami keseluruhan proses yang terjadi di dalam dirinya, perasaannya,
pikirannya,dan latar belakang tindakannya.
2. Kemampuan mengelola emosi (managing emotions) yaitu kemampuan individu untuk
mengelola dan menyeimbangkan emosi-emosi yang dialaminya baik yang berupa
emosi positif maupun emosi negatif.
10
Ibid., h.93
11
Wiwik Suciati, Kiat Sukses Melalui Kecerdasan Emosional dan Kemandirian Belajar, (Jakarta:
Kencana, 2010), h. 3
7
C. Mekanisme Emosi
Emosi yang dialami setiap individu terjadi melalui beberapa tahap. Lewis dan
Rosenblum mengutarakan proses terjadinya emosi melalui lima tahapan sebagai berikut:12
1. Elicitors, yaitu adanya dorongan berupa situasi atau peristiwa.
2. Receptors, yaitu aktivitas di pusat system saraf, setelah indera menerima rangsangan
dari luar.
3. State, yaitu perubahan spesifik yang terjadi dalam aspek fisiologis.
4. Expression, yaitu terjadinya perubahan pada daerah yang dapat diamati, seperti wajah,
tubuh, suara atau tindakan yang terdorong oleh perubahan fisiologis.
5. Experience, yaitu persepsi dan interpretasi individu pada kondisi emosionalnya.
Syamsuddin, mengutarakan mekanisme emosi dalam rumusan yang lebih ringkas.
Kelima komponen tadi digambarkan ke dalam tiga variable. Adapun ketiga variable ini
sebagai berikut:13
1. Variabel Stimulus, yaitu rangsangan yang menimbulkan emosi. Terdapat peristiwa
sebagai rangsangan bermakna untuk individu yang diterima melalui pancainderanya.
2. Variabel Organismik, yaitu perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi saat
mengalami emosi disebut sebagai variable organic. Setelah individu menerima
rangsangan, proses selanjutnya adalah meneruskan rangsangan yang telah diolah ke
seluuh tubuh sehingga mengakibatkan terjadinya proses reseptors dan state.
3. Variabel Respons, yaitu pola sambutan ekspresif atas terjadinya pengalaman emosi.
Individu merespons stimulus yang diterima dengan cara mengeskpresikan melalui
12
Veryawan, op. cit., h. 108
13
Rianan Mashar, op. cit., h. 18
8
perilaku ataupun bahasa tubuhnya. Variabel respons ini memiliki kesamaan dengan
proses expression.
14
Ibid, h. 27
perasaan harga diri yang menuntut pengakuan dari lingkungannya. Jika lingkungannya
(terutama
orang tuanya) tidak mengakui harga diri anak, seperti memperlakukan anak secara
keras atau kurang menyayangi maka pada diri anak akan muncul sikap keras kepala
atau menentang, menyerah jadi penurut yang diliputi rasa percaya diri kurang dengan
sifat pemalu.
3. Fase Anak Sekolah (SD 6-12 Tahun)
Masa remaja adalah masa puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi yang
tinggi. Pada masa remaja awal, perkembangan emosinya menunjukkan sifat yang
sensitif dan reaktif yang sangat kuat terhadap berbagai peristiwa atau situasi sosial.
Emosinya bersifat negatif dan temperamental (mudah tersinggung/marah atau mudah
sedih atau murung).
4. Fase Dewasa
Fase ini adalah fase di mana seseorang sudah harus mampu mengenali perasaan yang
ada pada dirinya, dan tahu bagaimana harus melampiaskan.
Dari berbagai uraian di atas tentang pola dan variasi perkembangan emosi pada anak
usia dini dapat disimpulkan bahwa perkembangan emosi pada anak usia dini dapat
ditentukan proses perkembangannya. Adapun cara dan usaha yang dapat dilakukan untuk
mengembangkan emosi peserta didik adalah sebagai berikut:15
1. Adanya model dari orang tua dan guru serta orang dewasa lainnya dalam melahirkan
emosi-emosi positif.
2. Adanya latihan beremosi secara terprogram di keluarga dan di sekolah.
3. Mempelajari secara mendalam kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan emosi
negatif remaja muncul dan menghindari kondisi kondisi itu,
4. Membantu remaja mengatasi berbagai masalah pribadinya dengan mendorongnya
membicarakan masalah pribadi itu kepada orang orang yang dipercayainya.
5. Melatih dan menyibukkan remaja dengan berbagai kegiatan fisik sehingga menguras
energi yang banyak agar gejolak emosi tersalurkan.
6. Menciptakan berbagai kesempatan yang memungkinkan remaja berprestasi dan
mendapatkan harga diri.
15
Michael Recard, et al., op. cit., h.104
10
Anak-anak cenderung lebih cepat menyerap apa saja yang diajarkan kepada mereka.
Oleh karena itu, penting bagi setiap orang tua untuk mulai menanamkan kecerdasan
emosional anak sejak dini. Berikut ini adalah beberapa cara yang bisa Anda lakukan untuk
mengembangkan kecerdasan anak:16
1. Memberikan contoh yang baik dalam berperilaku
Membiasakan anak untuk berperilaku baik terhadap orang lain merupakan salah satu
hal penting dalam melatih kecerdasan emosionalnya. Untuk melatih dan membiasakan
anak berperilaku baik, Anda dapat memberikan contoh melalui kebiasaan sehari-hari
ketika hendak meminta bantuan kepada orang lain. Misalnya, ketika hendak meminta
bantuan kepada orang lain, biasakan anak untuk mengucapkan kata “tolong” dan
jangan lupa mengingatkan anak untuk mengucapkan “terima kasih” setelah
mendapatkan bantuan. Dengan demikian, anak secara bertahap akan menerapkan
kebiasaan tersebut saat berinteraksi dengan orang lain.
2. Membantu anak mengenali emosi
Untuk menumbuhkan kecerdasan emosionalnya, anak perlu dilatih dan dididik untuk
mengenal dan mengendalikan emosi. Anda dapat membimbing anak mengungkapkan
emosinya, misalnya saat menonton film atau setelah mendengarkan cerita atau
dongeng. Komunikasi dan kasih sayang merupakan kunci utama untuk melatih anak
mengenal emosi dan mengendalikannya. Oleh karena itu, penting bagi setiap orang tua
untuk sering menanyakan apa yang sedang dirasakan anak serta melatih anak untuk
mengungkapkan emosinya dengan jujur dan terbuka. Ketika anak berperilaku kasar
atau tantrum karena merasakan emosi negatif, seperti marah, kesal, atau kecewa, ajari
ia untuk meredakan atau mengalihkan emosinya dengan hal yang positif, misalnya
mengajak anak bermain atau memeluknya.
3. Membangun empati anak
Empati membantu anak peduli terhadap orang lain dan membangun hubungan baik
dengan lingkungan mereka nantinya. Anda dapat membangun rasa empati anak
dengan
16
https://www.alodokter.com/6-tips-menumbuhkan-kecerdasan-emosional-eq-anak
11
mendidiknya untuk lebih peka terhadap perasaan orang lain. Misalnya, ketika ia
bercerita tentang temannya yang kehilangan mainan, coba tanyakan “Bagaimana
perasaanmu kalau kamu yang kehilangan mainan?” Jika ia menjawab “sedih”, coba
tanyakan lagi, “Apakah kamu mau meminjamkan mainanmu?” lalu perhatikan
responsnya. Anak yang memiliki empati tentu akan bersedia meminjamkan mainan
kepada temannya. Dengan melatih anak terbiasa untuk memikirkan perasaan orang
lain, ia akan lebih empati dan peka terhadap orang dan lingkungan di sekitarnya. Hal
ini juga bisa membuat mereka lebih bijak dan berperilaku baik terhadap orang lain.
4. Membiasakan anak bekerja sama
Kerja sama dan gotong royong merupakan keterampilan yang dapat diajarkan melalui
pengalaman langsung. Hal ini bisa dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya dengan meminta anak membantu mengerjakan pekerjaan rumah yang
sederhana, seperti membersihkan meja dan mencuci buah atau sayuran. Setelah ia
mengerjakan hal tersebut, ucapkan terima kasih kepada anak karena telah membantu
Anda. Hal sederhana ini bisa memberikan anak motivasi untuk lebih empati dan
senang membantu orang lain.
5. Mengembangkan keterampilan memecahkan masalah
Bagian lain dalam keterampilan emosional adalah mampu menyelesaikan
permasalahannya sendiri. Saat anak sedang bertengkar dengan saudara atau temannya,
Anda dapat memanfaatkan situasi ini untuk mengembangkan kecerdasan
emosionalnya. Misalnya, ketika anak mulai kesal karena selalu diganggu saudaranya
saat bermain, Anda dapat membimbingnya untuk mencari solusi dengan cara
memberikannya beberapa pilihan tindakan yang bisa dilakukannya. Dengan demikian,
anak dapat belajar cara memutuskan dan menyelesaikan masalah secara tepat.
6. Mengembangkan rasa percaya diri
Anda dapat mengajarkan anak untuk membangun rasa percaya diri dan memberinya
motivasi agar bisa meraih keinginan atau cita-cita mereka. Namun, sebagai orang tua,
Anda juga perlu mengingatkan bahwa hal tersebut membutuhkan kerja keras, usaha,
dan waktu yang tidak sebentar. Selain itu, dari setiap usaha yang mereka kerjakan
tentu tidak selalu berjalan dengan baik dan pasti ada kegagalan di dalamnya. Namun,
kegagalan tidak selalu dimaknai sebagai hal negatif. Anak-anak dapat belajar untuk
menghindari kesalahan yang sama di masa datang.
Dukungan dan bimbingan dari Anda dapat membantu anak mengembangkan
kecerdasan emosionalnya dengan baik. Dengan EQ yang baik, anak akan tumbuh dan
berkembang menjadi pribadi yang pintar dan sehat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk secara sah alasan dengan emosi
dan menggunakan emosi untuk meningkatkan pemikiran. EI (Emotional Intelegent)
sebagai kapasitas untuk alasan tentang emosi, dan emosi untuk meningkatkan pemikiran.
Ini termasuk kemampuan untuk secara akurat memahami emosi, untuk mengakses dan
menghasilkan emosi sehingga dapat membantu pikiran, memahami emosi dan pengetahuan
emosional, dan reflektif mengatur emosi sehingga untuk mempromosikan pertumbuhan
emosional dan intelektual.
Menurut Goleman terdapat dua faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional,
yaitu: Faktor internal, yakni faktor yang timbul dari dalam diri individu yang dipengaruhi
oleh keadaan otak emosional seseorang. Amarah, Kesedihan, Rasa takut, Kenikmatan,
Cinta, Jengkel, Malu. Kecerdasan emosi dapat ditinggkatkan. Ada beberapa aspek penting
yang perlu diperhatikan sebagai langkah awal guna meningkatkan kecerdasan emosi.
12
DAFTAR PUSTAKA
Veryawan, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Sumatra Barat: Insan Cendekia
Mandiri, 2022
Rianan Mashar, Emosi Anak Usia Dini dan Strategi Pengembangannya, Jakarta: Kencana,
2011
Yacinta Senduk, Mengasah Kecerdasan Emosi Orang Tua Untuk Mendidik Anak, Jakarta:
PT Elex Media Komputindo, 2007
Wiwik Suciati, Kiat Sukses Melalui Kecerdasan Emosional dan Kemandirian Belajar,
Jakarta: Kencana, 2010
https://www.alodokter.com/6-tips-menumbuhkan-kecerdasan-emosional-eq-anak
13