Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

JENIS DAN BENTUK KORUPSI MEMAHAMI KONSEP DASAR

"Pendidikan Anti Korupsi"

Dosen Pengampu : Bapak H. Hamzah, MM

Disusun Oleh :

1. Maulidia Rahmah 19.03.00.006


2. Nurlela 19.03.00.009

PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI (PIAUD)


FAKULTAS TARBIYAH ILMU PENDIDIKAN
STAI AL-HIKMAH JAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat
dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad
SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Dalam kesempatan ini penulis membuat makalah sebagai salah satu tugas kelompok
dari mata kuliah Pendidikan Anti Korupsi dengan judul “Jenis dan Bentuk Korupsi
Memahami Konsep Dasar”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dan memberikan dukungan kepada kami dalam menulis makalah ini. Terutama kepada
dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Anti Korupsi Bapak H. Hamzah,MM serta
keluarga yang kami sayangi dan juga teman-teman seperjuangan yang sangat kami cintai.

Penulis menyadari bahwa, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Di dalamnya
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya nantinya penulis dapat menyusun
makalah dengan lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 08 Oktober 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................................... 2

BAB I ................................................................................................................................................................ 4

PENDAHULUAN .......................................................................................................................................... 4

I. Latar Belakang ........................................................................................................................ 4


II. Rumusan Masalah................................................................................................................... 5
III. Tujuan Penulisan................................................................................................................. 5
BAB II .............................................................................................................................................................. 6

PEMBAHASAN ............................................................................................................................................. 6

A. Pengertian Korupsi ................................................................................................................. 6


B. Jenis-jenis Korupsi.................................................................................................................. 7
C. Bentuk-bentuk Korupsi .......................................................................................................... 8
BAB III ........................................................................................................................................................... 12

PENUTUP ..................................................................................................................................................... 12

IV. Kesimpulan ........................................................................................................................ 12


DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................. 13

3
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Transparency International, sebuah organisasi non-pemerintah yang banyak


berusaha untuk mendorong pemberantasan korupsi, menempatkan Indonesia sebagai salah
satu negara paling korup di dunia dengan nilai Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tahun 2005
adalah 2,2 (nilai nol sangat korup dan nilai 10 sangat bersih) yaitu jatuh pada urutan ke-137
dari 159 negara yang disurvei.

IPK merupakan hasil survei tahunan yang persepsi masyarakat internasional maupun
nasional (mayoritas pengusaha) terhadap tingkat korupsi di suatu negara. Tingkat korupsi
tersebut terutama dikaitkan dengan urusan ijin-ijin usaha, pajak, pengadaan barang dan jasa
pemerintah, beacukai, pungutan liar dan proses pembayaran termin-termin proyek. Sebagai
penegasan bahwa Indonesia adalah salah satu negara terkorup di dunia adalah hasil survei
yang dilakukan The Political and Economic Risk Consultancy Ltd (PERC) pada tahun 2005
terhadap 900 ekspatriat di Asia sebagai responden, dimana Indonesia menduduki peringkat
pertama sebagai negara terkorup se-Asia.

Pengadaan barang dan jasa Pemerintah merupakan bagian yang paling banyak
dijangkiti korupsi, kolusi dan nepotisme. Penyakit ini sangat merugikan keuangan negara,
sekaligus dapat berakibat menurunnya kualitas pelayanan publik dan berkurangnya jumlah
pelayanan yang seharusnya diberikan pemerintah kepada masyarakat. Tidak heran kalau
begawan ekonomi, Prof. Sumitro Djojohadikusumo, mengidentifikasi adanya kebocoran 30
– 50 % pada dana pengadaan barang dan jasa pemerintah. Demikian juga hasil kajian Bank
Dunia dan Bank Pembangunan Asia yang tertuang dalam ”Country Procurement Assesment
Report (CPAR)” tahun 2001 menyebutkan kebocoran dalam pengadaan barang dan jasa
pemerintah sebesar 10 hingga 50 persen merupakan jumlah yang besar karena alokasi
anggaran pengadaan barang dan jasa pemerintah pada tahun 2001 adalah senilai Rp 67,229
triliun. Indikasi kebocoran dapat dilihat dari banyaknya proyek pemerintah yang tidak tepat
waktu, tidak tepat sasaran, tidak tepat kualitas, dan tidak efisien.

Akibatnya banyaknya alat yang dibeli tidak bisa dipakai, ambruknya bangunan
gedung dan pendeknya umur konstruksi jalan raya karena banyak proyek pemerintah yang
4
masa pakainya hanya mencapai 30-40 persen dari seharusnya akibat tidak sesuai atau lebih
rendah dengan ketentuan dalam spesifikasi teknis. President Bank Dunia, Paul Wolkofitz,
dalam kunjungan kerja ke KPK pada tanggal 12

April 2006 menyatakan bahwa banyak bantuan Bank Dunia untuk proyek
infrastruktur menjadi bangunan konstruksi biaya tinggi dengan kebocoran besar dan
penyimpangan prosedur, norma dan standar teknik sehingga menghasilkan bangunan
konstruksi berkualitas rendah. Akibatnya pembangunan jalan raya bantuan Bank Dunia yang
katanya untuk masa pakai 10 tahun, ternyata baru enam bulan telah terjadi kerusakan berat.
Karena itu Bank Dunia mendorong dibentuknya Independent Monitoring Unit untuk
mengawasi proyek-proyek infrastruktur dimana para auditor akan diberi pengetahuan
forensic auditing selain kemampuan financial auditing, agar bisa mengungkap
penyimpangan dari segi kualitas dan spesifikasi teknik. Kegagalan Indonesia membangun
infrastruktur yang kuat dan pembangunan konstruksi yang bermartabat disebabkan
melemahnya profesionalitas, terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak
sehat yang berlatar belakang Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang berakibat rendahnya daya
saing global.

II. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Korupsi?


2. Apa saja jenis-jenis korupsi?
3. Dan bentuk apa saja yang ada dalam korupsi?

III. Tujuan Penulisan

1. Dapat mengetahui pengertian korupsi.


2. Dapat mengetahui apa saja jenis-jenis korupsi yang ada.
3. Dapat mengetahui bentuk dari korupsi.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Korupsi

Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruptio memiliki
arti beragam yakni tindakan merusak atau menghancurkan. Corruptio juga diartikan
kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral,
penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.

Kata corruptio masuk dalam bahasa Inggris menjadi kata corruption atau dalam
bahasa Belanda menjadi corruptie. Kata corruptie dalam bahasa Belanda masuk ke dalam
perbendaharaan Indonesia menjadi korupsi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan,
organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Definisi
lainnya dari korupsi disampaikan World Bank pada tahun 2000, yaitu “korupsi adalah
penyalahgunaan kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi". Definisi World Bank ini
menjadi standar internasional dalam merumuskan korupsi.

Pengertian korupsi juga disampaikan oleh Asian Development Bank (ADB), yaitu
kegiatan yang melibatkan perilaku tidak pantas dan melawan hukum dari pegawai sektor
publik dan swasta untuk memperkaya diri sendiri dan orang-orang terdekat mereka. Orang-
orang ini, lanjut pengertian ADB, juga membujuk orang lain untuk melakukan hal-hal
tersebut dengan menyalahgunakan jabatan. Dari berbagai pengertian teersebut, korupsi pada
dasarnya memiliki lima komponen, yaitu:

1. Korupsi adalah suatu perilaku.


2. Ada penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.
3. Dilakukan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok.
4. Melanggar hukum atau menyimpang dari norma dan moral.
5. Terjadi atau dilakukan di lembaga pemerintah atau swasta.

Pengertian Korupsi Menurut Para Ahli


1. Nurdjana (1990), Pengertian korupsi Menurut Nurdjana, korupsi berasal dari bahasa
Yunani yaitu “corruptio” yang berarti perbuatan yang tidak baik, buruk, curang, dapat

6
disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar norma-norma agama
materiil, mental dan hukum.
2. Robert Klitgaard, Pengertian korupsi menurut Robert Klitgaard adalah suatu tingkah
laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi jabatannya dalam negara, di mana untuk
memperoleh keuntungan status atau uang yang menyangkut diri pribadi atau perorangan,
keluarga dekat, kelompok sendiri, atau dengan melanggar aturan pelaksanaan yang
menyangkut tingkah laku pribadi.
3. UU No. 20 Tahun 2001, Pengertian korupsi Menurut UU No. 20 Tahun 2001 adalah
tindakan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau
korupsi yang berakibat merugikan negara atau perekonomian negara.

B. Jenis-jenis Korupsi

1. Korupsi Uang Negara


Jenis-jenis korupsi yang pertama adalah korupsi uang negara. Jenis perbuatan yang
merugikan negara ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu mencari keuntungan dengan cara
melawan hukum dan merugikan negara serta menyalahgunakan jabatan untuk mencari
keuntungan dan merugikan negara.
Syaratnya harus ada keuangan negara yang masih diberikan. Biasanya dalam bentuk
tender, pemberian barang, atau pembayaran pajak sekian yang dibayar sekian.
2. Korupsi Suap Menyuap
Jenis-jenis korupsi berikutnya adalah korupsi suap menyuap yang merupakan
tindakan pemberian uang atau menerima uang atau hadiah yang dilakukan oleh pejabat
pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan
kewajibannya sebagaimana perbedaan hukum formil dan materiil.
3. Korupsi Tindakan Pemerasan
Tindakan pemerasan merupakan tindakan yang dilakukan oleh pegawai negeri atau
penyelenggara negara untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan cara
melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya dengan memaksa
seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan,
atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
4. Korupsi Penggelapan Jabatan
Penggelapan dalam jabatan termasuk juga ke dalam kategori yang sering dimaksud
sebagai penyalahgunaan jabatan, yakni tindakan seorang pejabat pemerintah dengan
kekuasaan yang dimilikinya melakukan penggelapan laporan keuangan, menghilangkan

7
barang bukti atau membiarkan orang lain menghancurkan barang bukti yang bertujuan
untuk menguntungkan diri sendiri dengan jalan merugikan negara.
5. Korupsi Gratifikasi
korupsi gratifikasi yang merupakan tindakan pemberian hadiah yang diterima oleh
pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara dan tidak dilaporkan kepada KPK dalam
jangka waktu 30 hari sejak diterimanya gratifikasi. Gratifikasi dapat berupa uang, barang,
diskon, pinjaman tanpa bunga, tiket pesawat, liburan, biaya pengobatan, serta fasilitas-
fasilitas lainnya. Jenis korupsi ini diatur dalam Pasal 12B UU PTPK dan Pasal 12C UU
PTPK.
6. Korupsi Benturan Kepentingan dalam Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menghadirkan barang atau jasa
yang dibutuhkan oleh suatu instansi atau perusahaan. Orang atau badan yang ditunjuk
untuk pengadaan barang atau jasa ini dipilih setelah melalui proses seleksi yang disebut
dengan tender.

C. Bentuk-bentuk Korupsi

Delapan kelompok besar, yaitu kerugian keuangan negara, suap-menyuap,


penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam
pengadaan, gratifikasi dan Korupsi Proyek. Masing-masing kelompok kemudian dapat
diuraikan sebagai berikut:

1. Kerugian Keuangan Negara


Sebagaimana pernah diuraikan dalam artikel UU Korupsi Menganut Kerugian
Negara Dalam Arti Formil, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran Komariah
Emong Sapardjaja menguraikan bahwa UU Tipikor menganut konsep kerugian negara
dalam arti delik formal.
Unsur ‘dapat merugikan keuangan negara’ seharusnya diartikan merugikan negara
dalam arti langsung maupun tidak langsung. Artinya, suatu tindakan otomatis dapat
dianggap merugikan keuangan negara apabila tindakan tersebut berpotensi menimbulkan
kerugian negara.
Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-
XIV/2016 mengatur bahwa: “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
8
tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
2. Suap-menyuap
Contoh perbuatan suap dalam UU Tipikor dan perubahannya di antaranya diatur
dalam Pasal 5 UU 20/2001, yang berbunyi: “Dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit
Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua
ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang: memberi atau menjanjikan sesuatu
kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri
atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya,
yang bertentangan dengan kewajibannya; atau memberi sesuatu kepada pegawai negeri
atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan
dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.”
Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang
sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
3. Penggelapan dalam Jabatan
Contoh penggelapan dalam jabatan diatur dalam Pasal 8 UU 20/2001 yang berbunyi:
“ Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah),
pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu
jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja
menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau
membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain,
atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.”
Menurut R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 258), penggelapan adalah
kejahatan yang hampir sama dengan pencurian. Bedanya ialah pada pencurian, barang
yang dimiliki itu belum berada di tangan pencuri dan masih harus ‘diambilnya’.

Sedangkan pada penggelapan, waktu dimilikinya barang itu sudah ada di tangan si
pembuat, tidak dengan jalan kejahatan.

Penggelapan dalam jabatan dalam UU Tipikor dan perubahannya, menurut hemat


kami, merujuk kepada penggelapan dengan pemberatan, yakni penggelapan yang
9
dilakukan oleh orang yang memegang barang itu berhubungan dengan pekerjaannya atau
jabatannya (beroep) atau karena ia mendapat upah (hal. 259).

4. Pemerasan
Pemerasan dalam UU Tipikor berbentuk tindakan: “Pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa
seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan,
atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri; pegawai negeri atau penyelenggara
negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau
penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui
bahwa hal tersebut bukan merupakan utang; atau pegawai negeri atau penyelenggara
negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di
atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
5. Perbuatan Curang
Perbuatan curang dalam UU Tipikor dan perubahannya di antaranya berbentuk:
“pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan
bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang
yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam
keadaan perang; setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan
bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang di atas; setiap orang yang pada
waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian
Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan
keselamatan negara dalam keadaan perang; atau setiap orang yang bertugas mengawasi
penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara
Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang di atas.”
6. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan
Benturan kepentingan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah adalah situasi di
mana seorang pegawai negeri atau penyelenggara negara, baik langsung maupun tidak
langsung, dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan,
yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk
mengurus atau mengawasinya.
7. Gratifikasi

10
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap
pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan
kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan: “Yang nilainya Rp10 juta atau lebih,
pembuktiannya bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh
penerima gratifikasi, Yang nilainya kurang dari Rp10 juta, pembuktian bahwa gratifikasi
tersebut suap dibuktikan oleh penuntut umum. Pidana bagi pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang menerima gratifikasi adalah pidana penjara seumur hidup
atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun, dan pidana
denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar. Namun, ketentuan ini
tidak berlaku apabila penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi
Pemberantasan Korupsi, paling lambat 30 hari sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.
8. Korupsi Proyek
Kembali kepada pertanyaan Anda mengenai korupsi proyek, maka bisa jadi objek
korupsi tersebut adalah dana proyek, khususnya proyek yang didanai dengan APBN atau
APBD. Modus korupsi yang mungkin dilakukan di sekitarnya dapat berupa suap
menyuap, gratifikasi, atau penggelapan dalam jabatan, dalam proses lelang atau
pengadaan proyek tersebut.mDi sisi lain, prosedur pengadaan proyek tersebut juga dapat
merugikan keuangan negara atau terdapat indikasi konflik kepentingan. Bisa jadi juga
terjadi pemerasan di dalamnya. Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat
bangunan, atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan,
melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang,
atau keselamatan negara dalam keadaan perang, juga dapat dianggap melakukan korupsi.

11
BAB III

PENUTUP

IV. Kesimpulan

Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruptio memiliki
arti beragam yakni tindakan merusak atau menghancurkan. Corruptio juga diartikan
kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral,
penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah. korupsi
pada dasarnya memiliki lima komponen, yaitu: korupsi adalah suatu perilaku, ada
penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan, dilakukan untuk mendapatkan keuntungan
pribadi atau kelompok, melanggar hukum atau menyimpang dari norma dan moral, terjadi
atau dilakukan di lembaga pemerintah atau swasta.

Jenis-jenis korupsi di Indonesia yaitu, korupsi uang negara, korupsi suap-menyuap,


korupsi tindakan pemerasan, korupsi pengelapan jabatan, korupsi gratifikasi, dan korupsi
benturan kepentingan dan pengandaan.

Delapan kelompok besar bentuk dari korupsi yaitu kerugian keuangan negara, suap-
menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan
dalam pengadaan, gratifikasi dan Korupsi Proyek.

12
DAFTAR PUSTAKA

https://www.kppu.go.id/docs/Artikel/Seminar%20PBJ.pdf, di akses pada hari jumat, 7


oktober 2022 pada pukul 21:05 WIB.

https://aclc.kpk.go.id/action-information/lorem-ipsum/20220411-null, di akses pada hari


jumat, 7 oktober 2022 pada pukul 21:26 WIB.

https://www.merdeka.com/jabar/mengenal-jenis-jenis-korupsi-yang-sering-, di akses pada


hari jumat, 7 oktober 2022 pada pukul 22:00 WIB.

Komisi Pemberantasan Korupsi, Memahami untuk Membasmi: Buku Panduan untuk


Memahami Tindak Pidana Korupsi. (Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi.
2006)

R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-komentarnya


Lengkap Pasal demi Pasal. (Bogor: Politeia. 1994)

https://www.hukumonline.com/klinik/a/bentuk-bentuk-tindak-pidana-
korupsilt5e6247a037c3a, di akses pada hari sabtu, 8 oktober 2022 pada pukul 00:02
WIB.

Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Putusan:
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 003/PUU-IV/2006;
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016

13

Anda mungkin juga menyukai