Anda di halaman 1dari 21

ISU MUTAKHIR PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

PENGEMBANGAN KOGNISI DAN KREATIFITAS AUD

Dosen Pengampu: Yani Suarsih, M.Pd

Disusun oleh :

Liya Shalihatul Amaliyah (19.03.00.005)

Meydiana Sulihas Salim (19.03.00.007)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ALHIKMAH

YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM AL-MAHBUBIYAH

JAKARTA

2022
i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami

dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami

tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam

semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang

kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,

baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk

menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “Isu Mutakhir Perkembangan Anak Usia

Dini”. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan

memberikan dukungan kepada kami dalam menulis makalah ini. Terutama kepada dosen

pengampu mata kuliah, Ibu Yani Suarsih, M.Pd, serta keluarga yang kami sayangi dan juga

teman-teman seperjuangan yang sangat kami cintai.

Penulis menyadari bahwa, makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu,

penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya nantinya

penulis dapat menyusun makalah dengan lebih baik lagi. Akhir kata semoga makalah ini

dapat bermanfaat untuk pembacanya.

Jakarta, 04 November 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

JUDUL …………………………………………………………………………………….... i

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………... ii

DAFTAR ISI ……………………………………………….................................................. iii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah …………………………………………………. 1

B. Rumusan Masalah ………………………………………………………... 2

C. Tujuan Pembahasan …………………………………………………….... 2

BAB II. PEMBAHASAN

A. Perkembangan PAUD ………………..…………………………………... 3

B. Problematika PAUD ……………..……………………………………….. 4

C. Isu Mutakhir PAUD ………………………………..…………………….. 6

D. Isu Mutakhir Tenaga Pendidik dan Kependidikan PAUD ……………….. 7

BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan ……………………………………………………………… 13

B. Saran …………………………………………………………………….. 13

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………… 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 1


angka 14 menyatakan bahwa “Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut”.
Berdasarkan undang-undang di atas jelas tampak bahwa proses pendidikan
anak usia dini dilakukan melalui pemberian rangsangan bukan melalui proses pengajaran.
Anak hanya di berikan rangsangan untuk memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan
lebih lanjut. Namun, pada hakikatnya yang terjadi dilapangan saat ini lembaga-lembaga
penyelenggaraan PAUD malaksanakan system pengajaran kepada anak usia dini yang
tidak sesuai dengan tahap perkembangannya, seperti mengajarkan berhitung dan membaca.
Padahal sistem tersebut baru di terapkan ketika anak duduk di bangku sekolah dasar.
Berdasarkan teori perkembangan dalam papalia, olds, dan Feldman dan
Santrock, menyatakan bahwa periode anak merupakan tahap awal kehidupan individu di
masa depan. Ironisnya, perhatian terhadap pentingnya periode usia dini sebagai masa kritis
bagi tumbuh kembanga anak khususnya sebagai fase kritis perkembangan emosi di
indonesia belum optimal. Hal ini dapat di amati dari rendahnya stimulasi emosi yang di
berikan pada anak usia dini, keterbatasan kemampuan pendidikan anak usia dini dan orang
tua dalam memberi rangsangan emosi bagi anak, dan keterbatasan sumber referensi
tentang stimulasi emosi, merupakan salah satu kendala kurang optimalnya pemberian
rangsangan emosi pada anak.1

1
Masher dan Riana, Emosi Anak Usia Dini dan Strategi Pengembangannya, (Jakarta: Kencana, 2010),
h. 12-13
B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan isu mutakhir?

2. Bagaimana perkembangan pendidikan anak usia dini?

3. Apa saja problematika pendidikan anak usia dini?

4. Apa saja isu mutakhir pendidilan anak usia dini?

5. Apa saja isu mutakhir tenaga pendidik dan kependidikan PAUD?

C. Tujuan Pembahasan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penulis berharap dapat memberikan

pengetahuan kepada pembaca tentang bagaimana isu-isu yang sedang terjadi saat ini yang

berhubungan dengan perkembangan anak usia dini.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Isu Mutakhir

Pendidikan Anak Usia Dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaran


pendidikan yang menitik beratkan pada peletakan dasar kearah pertumbuhan dan
perkembangan fisik koordinasi motorik halus dan kasar, kecerdasan (daya pikir, daya
cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual) sosio emosional (sikap dan perilaku serta
beragama), bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap
perkembangan yang dilalaui anak usia dini.2
Isu adalah suatu hal atau trending topic yang sedang di bicarakan saat ini yang
bersifat kekinian, atau sementara tetapi jika di respon dapat berpengaruh terhadap
pertumbuhan program PAUD di masa depan. Oleh karena itu merespon isu-isu kritis di
dalam PAUD menjadi hal yang sangat penting. Jadi dapat di simpulkan bahwa isu PAUD
kontemporer maksudnya membahas tentang pendidikan anak usia dini yang sedang
berkembang sekarang.
Isu adalah suatu konsekuensi atas beberapa tindakan yang dilakukan oleh satu atau
beberapa pihak yang dapat menghasilkan negosiasi dan penyesuaian sektor swasta, kasus
pengadilan sipil atau kriminal atau dapat menjadi masalah kebijakan publik melalui
tindakan legislatif atau perundangan menurut Hainsworth & Meng. Sedangkan menurut
Barry Jones & Chase isu adalah sebuah masalah yang belum terpecahkan yang siap
diambil keputusannya. Isu merepresentasikan suatu kesenjangan antara praktik korporat
dengan harapan-harapan para pemangku kepentingan.3
Adapun kata mutakhir menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
terakhir, terbaru, dan modern. Berdasarkan definisi yang telah disebutkan di atas, isu
mutakhir adalah suatu hal yang baru terjadi baik di dalam maupun di luar organisasi yang
apabila tidak ditangani secara baik akan memberikan efek negatif terhadap organisasi dan
berlanjut pada tahap krisis.
Problematika adalah permasalan-permasalahan yang terdapat di lembaga PAUD itu
sendiri yang mengarah baik dalam hal positif maupun negatif, dan pada dasarnya dngan
adanya problematika ilmu tentang PAUD akan berkembang.
3
4

2
http://id.wikipedia.urg/wiki/pendidikan, didownload pada hari Kamis, 3 November 2022 pukul 15.14 WIB
3
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Isu, didownload pada hari Kamis 3 Novembeer 2022 pukul 15.32 WIB
B. Perkembangan PAUD

Pendidikan anak usia dini adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan
dasar, merupakan suatu upaya pembinaan yang dituju bagi anak sejak lahir sampai usia
enam tahun. Pendidikan tersebut bertujuan membantu tumbuh kembang jasmani dan
rohani pada anak, agar anak tersebut siap mental untuk memasuki pendidikan lebih lanjut
yang di selenggarakan pada jalur formal, non formal, dan informal.
  Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan
pendidikan yang menitik beratkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan
perkembangan: agama, dan moral, fisik motorik, koknitif, bahasa, sosial-emosional, dan
seni, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan sesuai kelompok usia dini.
   Perkembangan tanggapan, tidak terlepas dengan mempelajari teori-teori
perkembangan pengamatan anak. Dalam polanya kedua aspek tersebut memang berbeda
tetapi antara keduanya Saling terkait dan ada kesamaan yangf mendasar yakni, adanya
proses belajar mengenal atau menguasai objek atas pikiran yang datang kepadanya,
dengan menggunakan potensi yang dimilikinya. Dan dikatakan tanggapan itu terkait
dengan pengamatan sebab tanggapan itu merupakan hasil, kenangan dari adanya proses
pengamatan.
Perkembangan pemikiran anak pada dasarnya berhubungan erat dengan
perkembangan bahasa, keduanya merupakan faktor penentu bagi seseorang dapat
menyampaikan gagasannya, keinginan nya dalam mengadakan komunikasi dengan lain.
Perkembangan pikiranya dapat di bedakan dengan dua bentuk yaitu :4
1. Perkembangan formal, yaitu perkembangan fungsi fungsi fikir atau alat alat fikir anak
untuk dapat menyerap, menimbang, memutuskan, menguraikan, dan lain lain.
Contohnya, perkembangan sistematika berfikir, teknik pengambilan keputusan, dan
lain lain.
2. Perkembangan material, yaitu perkembangan jumlah pengetahuan fikir (knowledge)
oleh seorang anak dapat dimiliki dan di kuasainya. Contoh nya, penguasaan tentang
angka angka, pendapat pendapat, teori teori dan sebagainya.
Secara keseluruhan perkembangan pikiran dapat di artikan sejalan dengan proses
perkembangan pengamatan dan tanggapan anak, maka perkembangan pikiran pun dapat
dikategorikan dengan dua tahapan yaitu :
5

4
Ahmad Susanto, Perkembangan Anak Usia Dini, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 54
1. Berpikir secara konkrit (dengan objek yang realis) sehingga proses berpikir anak
harus di rangsang atau dituntut dengan benda atau dengan alat peraga.
2. Berfikir secara simbolis atau sistematis, yaitu anak berpikir dengan menggunakan
simbol simbol (tanda tanda), maka disini sudah mulai kenal huruf, angka, skema,
simbol simbol tertentu, dan sebagainya.
3. Perkembangan daya ingatan anak akan bersifat tetap jika anak mencapai umur lebih
kurang empat tahun selanjutnya daya ingatan anak akan mencapai intentitas terbesar
atau terbaik, kuat pada saat daya menghafal.5

C. Problematika PAUD

Perhatian berbagai pihak terhadap pendidikan anak usia dini saat ini begitu antusias.
Pemerintah dan masyarakat telah melakukan berbagai usaha untuk meningkatkan
pendidikan anak usia dini di Indonesia. Namun demikian, pendidikan anak usia dini
masih banyak menghadapi problematika. Problematika tersebut begitu kompleks dan
memiliki keterkaitan. Beberapa persoalan tersebut, menurut Suyanto, antara lain
berkaitan dengan perekonomian yang lemah, kualitas asuhan rendah, program intervensi
orang tua yang rendah, kualitas PAUD yang rendah, kuantitas PAUD yang kurang, dan
kualitas pendidik PAUD rendah serta rendahnya regulasi atau kebijakan pemerintah
tentang pengelolaan PAUD.6
Pertama, secara kuantitas penduduk Indonesia masih banyak yang hidup dalam taraf
kemiskinan. Dalam keadaan ekonomi yang begitu sulit, orang tua si anak tidak dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya dengan layak. Selain itu, banyak anak usia dini yang
seharusnya mendapatkan bantuan mengembangkan potensi yang dimilikinya, terpaksa
mencari uang untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Dengan begitu, anak tidak
mendapat pelayanan pendidikan yang benar karena tidak memiliki biaya, yang akhirnya
sibuk mencari uang untuk membantu ekonomi keluarganya.
Selain itu, begitu banyak anak usia dini yang tidak dapat minum susu yang sangat
dibutuhkan untuk tumbuh kembangnya. Kualitas ASI pun mungkin sangat rendah karena
asupan gizi si ibu sendiri pun kurang. Selain itu, kualitas makanannya pun tidak
memenuhi kebutuhan gizi hariannya.

5
Ibid,
6
Suyanto dan Slamet, Konsep dasar Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakarta: Depdiknas, 2005), h. 241-243
Hal ini dapat berpengaruh terhadap potensi genetiknya. Pertumbuhan dan
perkembangan anak tidak dapat berkembang secara optimal. Pertumbuhan badan dan
kecerdasan anak terhambat. Tak dapat kita bayangkan bagaimana kehidupan bangsa
dengan banyak generasi penerus dengan kondisi seperti ini. Oleh karena itu, perlu kiranya
pemerintah untuk mengubah kehidupan rakyat miskin. Rakyat miskin harus segera
dikurangi sehingga anak-anak dapat memenuhi kebutuhan gizinya dengan baik sehingga
generasi penerus bangsa adalah generasi yang cerdas dan sehat.
Kedua, akhir-akhir ini, di media masa diberitakan masih banyak kasus ibu yang tega
membuang anaknya begitu ia dilahirkan, bahkan tega membunuh anak kandungnya
sendiri. Begitu banyak alasan yang mereka kemukakan mengapa mereka melakukan
tindakan tersebut, mulai dari rasa malu karena bayi tersebut merupakan hasil hubungan
gelap sampai kepada rasa khawatir karena tidak akan mampu merawat, mengurus dan
membiayainya.
Hal ini membuktikan tingkat kualitas asuhan terhadap anak usia dini begitu rendah.
Tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi ibu dan calon ibu turut memperparah keadaan
ini. Banyak ibu yang tidak tahu bagaimana cara memberi makan, cara mengasuh, dan
mendidik anak. Karena tingkat ekonomi yang rendah, banyak ibu dan calon ibu yang
tidak sempat membaca buku-buku tentang merawat dan mendidik anak. Alih-alih untuk
membeli buku-buku tersebut, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pun mereka harus
bekerja keras.
Ketiga, program intervensi untuk membantu keluarga dengan anak usia dini masih
rendah. Program Pos Pelayanan Terpadu belum dapat memenuhi kebutuhan mereka.
Bahkan, program ini di beberapa daerah hampir tidak dilaksanakan. Istilah yang tepat
untuk kehidupan Posyandu adalah hidup enggan mati tak mau. Sebagai bukti nyata,
terdapat banyak bayi yang kekurangan gizi tidak terdeteksi oleh petugas kesehatan.
Keberadaan mereka dapat diketahui setelah tersiarkan di televisi-televisi.
Kegiatan Posyandu secara rutin hanya melakukan penimbangan balita tanpa
memberikan penyuluhan dan bimbingan yang memadai kepada mereka. Mereka tidak
mendapat bantuan makanan pokok, susu untuk anak-anak ketika anak mengalami
kekurangan gizi. Bantuan amat terbatas sehingga tidak menjangkau seluruh rakyat
miskin.
Akibatnya, banyak ibu hamil yang kekurangan gizi, pemeriksaan dokter. Begitu
banyak ibu hamil yang tidak mampu memeriksakan kondisi kandungannya, sehingga
pertumbuhan dan perkembangan janin kurang terawat dan tidak optimal. Hal ini
mengakibatkan tingkat kematian bayi dan ibu sangat tinggi.

Keempat, kenyataan di masya-rakat institusi pendidikan anak usia dini amatlah sedikit
yang dikelola oleh pemerintah, hampir sebagian besar institusi pendidikan anak usia dini
yang ada dikelola oleh pihak swasta dan masyarakat. Ini berarti biaya PAUD masih
ditanggung oleh orang tua dan masyarakat, sementara itu kondisi ekonomi masyarakat
kita masih lemah. Bangunan yang digunakan untuk pendidikan anak usia dini yang ala
kadarnya, ruangan yang begitu terbatas, tanpa memperhatikan penataan yang maksimal,
ditambah kurangnya fasilitas yang mendukung pengembangan berbagai potensi yang
dimiliki anak.
Pelayanan PAUD yang berkualitas pada umumnya hanya terdapat di kota-kota besar,
di mana orang tua sanggup membayar dengan harga tinggi. Sedangkan di pedesaan,
terutama anak-anak yang berasal dari keluarga miskin belum memperoleh kesempatan
PAUD secara proporsional. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa terdapat
kesenjangan akses pendidikan pada pendidikan anak usia dini. Akses anak usia dini
terhadap layanan pendidikan dan perawatan melalui PAUD masih terbatas dan tidak
merata.
Kelima, kuantitas PAUD yang dikelola oleh pemerintah yang kurang, antara lain
disebabkan oleh adanya persepsi yang salah tentang PAUD, baik Taman Kanak-Kanak
dan pendidikan anak usia dini lainnya. Persepsi bahwa pendidikan anak usia dini dan TK
adalah pendidikan prasekolah yang tidak wajib bagi anak, maka pendidikan anak usia
dini tidak wajib bagi anak, maka pendidikan anak usia dini tidak perlu dikembangkan
sebaik pendidikan dasar dan menengah.
Oleh karena itu, persepsi masyarakat, terutama pemerintah terhadap anak usia dini
harus segera dibenahi kalau pemerintah menginginkan generasi bangsa yang unggul.
Selain itu, lembaga penyelenggaraan PAUD terutama di pedesaan harus diperbanyak
secara kuantitas.
Keenam, persyaratan minimal yang telah ditetapkan bahwa guru PAUD harus setara
dengan program Diploma 2 atau dua tahun di perguruan tinggi. Kondisi di lapangan
masih jauh dari harapan. Di lapangan belum tersedia secara memadai tenaga pendidik dan
kependidikan yang memiliki kualifikasi akademik yang diperlukan.
Terakhir, berkenaan dengan regulasi pemerintah dalam pengelolaan pendidikan, di
lapangan seolah-olah masih terdapat dualisme pengelolaan. Meskipun sekarang ini TK
sudah termasuk ke dalam Dirjen PAUD, yang sebelumnya termasuk ke dalam Dirjen
TK/SD. Masyarakat sekarang ini mengenal istilah Taman Kanak-kanak dan PAUD,
padahal TK merupakan bagian dari PAUD.

Pengelolaan TK termasuk ke dalam pengelolaan formal sedangkan PAUD merupakan


pengelolaan nonformal. Adanya anggapan dualisme pengelolaan PAUD yang
berkembang di masyarakat harus segera diakhiri dengan mensosialisakan kebijakan
pemerintah yang telah menyatukan pengelolaan TK dan PAUD lainnya dibwah naungan
Dirjen PAUD.

D. Isu Mutakhir PAUD

Dalam perkembangannya, masyarakat telah menunjukkan kepedulian terhadap


masalah pendidikan, pengasuhan, dan perlindungan anak usia dini untuk usia 0 sampai
dengan 6 tahun dengan berbagai jenis layanan sesuai dengan kondisi dan kemampuan
yang ada, baik dalam jalur pendidikan formal maupun non formal. Penyelenggaraan
PAUD jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-Kanak (TK) Raudhatul Atfal
(RA) dan bentuk lain yang sederajat, yang menggunakan program untuk anak usia 4 –6
tahun.
Sedangkan penyelenggaraan PAUD jalur pendidikan nonformal berbentuk Taman
Penitipan Anak (TPA) dan bentuk lain yang sederajat, menggunakan program untuk anak
usia 0 – <2 tahun, 2 –<4 tahun, 4 – ≤6 tahun dan Program Pengauhan untuk anak usia 0 -
≤6 tahun; Kelompok Bermain (KB) danbentuk lain yang sederajat, menggunakan
program untuk anak usia 2 – <4 tahun dan 4 – 6 tahun.
Penyelenggaraan PAUD sampai saat ini belum memiliki standar yang dijadikan
sebagai acuan minimal dalam penyelenggaraan PAUD jalur pendidikan formal,
nonformal dan atau informal. Oleh karena itu, untuk memberikan pelayanan yang
berkualitas sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan anak, maka perlu
disusun Standar PAUD.
Standar PAUD merupakan bagian integral dari Standar Nasional Pendidikan
sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan yang dirumuskan dengan mempertimbangkan
karakteristik penyelenggaraan PAUD.
Standar PAUD terdiri atas empat kelompok, yaitu: 7 (1) Standar tingkat pencapaian
perkembangan; (2) Standar pendidik dan tenaga kependidikan; (3) Standarisi, proses, dan
penilaian; dan (4) Standar sarana dan prasarana, pengelolaan dan pembiayaan. Standar
tingkat pencapaian perkembangan berisi kaidah pertumbuhan dan perkembangan anak
usia dini sejak lahir sampai dengan usia enam tahun.

Tingkat perkembangan yang dicapai merupakan aktualisasi potensi semua aspek


perkembangan yang diharapkan dapat dicapai anak pada setiap tahap perkembangannya,
bukan merupakan suatu tingkat pencapaian kecakapan akademik. Standar pendidik (guru,
guru pendamping, dan pengasuh) dan tenaga kependidikan memuat kualifikasi dan
kompetensi yang dipersyaratkan Standar isi, proses, dan penilaian meliputi perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian program yang dilaksanakan secara terintegrasi terpadu sesuai
dengan kebutuhan anak. Standar sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan
mengatur persyaratan fasilitas, manajemen, dan pembiayaan agar dapat menyelenggaakan
PAUD dengan baik.
Adapun isu yang menjadi fokus pembahasan pada bagian ini adalah: a) dikotomi
PAUD dan TPQ, b) guru-guru PAUD yang di isi oleh ibu-ibu pengangguran, c)
kesenjangan hak dan kewajiban guru PAUD, d) dan wacana wajib belajar 12 tahun yang
di mulai dari TK/RA.8
1. Dikotomi PAUD dan TPQ

Istilah ”otak” untuk menyebut kecerdasan anak yang di gunakan neurosains di


pahami secara sempit oleh kalangan praktisi pendidikan, khususnya praktisi PAUD.
Implikasinya, pengelolaan PAUD terutama TPA (0-2 tahun) dan KB (2-4 tahun) lebih
condong untuk berintegrasi dengan posyandu (POSPAUD) dari pada Taman
Pendidikan Al-Quran (TPQ). Padahal, posyandu hanya mengontrol kesehatan atau
jasmani anak, termasuk otak anak. TPQ telah mempunyai basis edukasi secara
memadai bahkan kurikulum yang telah ada di selaraskan dengan fitrah, potennsi,
maupun karakter anak, sehingga tumbuh kembang anak tidak sebatas fisik

7
Sujiono dan Yuliani Nurani, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, (Jakarta: Permata Puri Media,
2014), h. 145
8
Suyadi dan Ulfa, Konsep Dasar PAUD, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2013), h. 250
sebagaimana dalam posyandu, melainkan sosial emosional, fisik motorik, dan lain
sebagainya.
2. Guru-Guru Paud dan Ibu-Ibu Pengangguran
Integrasi PAUD (khususnya KB dan TPA) dengan posyandu (POSPAUD)
telah mengubah kesan dari lembaga edukasi yang seharusnya di bina oleh guru
profesional menjadi lembaga pengasuhan bahkan penitipan anak yang menuntut
seorang pengasuh, bukan pendidik. Akibatnya, guru-guru di lembaga PAUD di
dominasi oleh ibu-ibu rumah tangga pengangguran, khususnya ibu RT dan ibu RW
serta ibu Dukuh yang tidak mempunyai kompetensi sebagai pendidik profesional.
Fenomena ini berimplikasi pada pendirian PAUD di setiap desa oleh ibu-ibu PKK dan
gurunya adalah pendiri itu sendiri.
10

Pertumbuhan PAUD yang di pelopori oleh ibu-ibu pengangguran, termasuk


PKK di samping memenuhi tuntutan wanita karier mengandung bahaya besar bagi
masa depan anak bangsa karena mereka akan di asuh oleh orang-orang yang tidak
berkompeten sama sekali. Dalam konteks ini, anak-anak mengalami goncangan
psikologis yang sangat serius.
3. Kesenjangan Hak dan Kewajiban Guru PAUD
Implikasi lebih lanjut dari realitas guru PAUD diatas adalah kesenjangan hak
dann kewajiban antara guru PAUD dengan guru Non PAUD. Hak guru PAUD lebih
kecil dari guru non PAUD. Pasalnya, guru PAUD bukan sekedar mengajar atau
mendidik melainkan mengasuh, mengasah, dan mengasihi (asih, asuh, dan asah : 3A).
tugas ini jelas berbeda dengan guru non PAUD yang ketika dikelas atau disekolah
hanya menhgajar atau mendidik. Terlebih lagi, guru (ustadz) TPQ hampir tidak
mendapat haknya sebagai guru, meskipun memenuhi kompetensi yang khas. Artinya,
kewajiban beban kerja guru PAUD daan TPQ lebih besar tetapi haknya lebih kecil.
Akibatnya, guru PAUD sekedar “dari pada pengangguran”. Jika hal ini dibiarkan,
yang terjadi adalah banyaknya guru-guru PAUD yang hanya “pelarian” disisi lain,
biaya pendidikan di PAUD sngat mahal, jauh melebihi pendidikan dasar.
Akibatnya, justru banyak orangtua yang tidak mampu menyekolahkan anaknya
dilembaga PAUD dan menunggun hingga usia 6 tahun kemudian masuk SD karena
gratis. Hal ini berimplikasi secara langsunng terhadap masa keemasan anak (golden
ages) yang secara otommatis terlewatkan. Jika hal ini dibiarkan, akan semakin banyak
anak yang menyia-nyiakan masa keemasannya.diluar negeri, gajih guru PAUD bisa
mencapai 2 kali lipat dari gajih pada umumnya. Hal ini sesuai engan sistem
pendidikan disana yang mensyaratkan guru PAUD sserendah-rendahnya berkualifikasi
S-3 atau Doktor. Meskipun demikian, dengan beban akademik guru-guru PAUD di
indonesia yang sedemikian berat perlu dipertimbangkan kesetaraan dan keadilan hak
dan kewajibannya.
4. Wajib Belajar 12 Tahun di Mulai dari TK/RA
Mengingat keterbatasan para akademisi, khususnya pada jenjang PAUD
terhadap temuan-temuan neurosains sehingga memoosisikan PAUD ssebatas lembaga
pengasuhhan anak maka ketika ada isu wajib belajar 12 tahun, wacana yang
berkembang adalah pendidikan SD/MI, SPM/MTs, dan SMA/MA/SMK gratis.
Wacana tentang PAUD tidak mampu mendekat, terlebih lagi masuk kedalam pusaran
arus isu
11

tersebut. Pada hal, masa paling menentukan keberhasilan hidup manusia justru pada 5
tahun pertama dalam kehidupannya, dan itu ada dilembaga PAUD yyang sangat mahal
dinegeri ini. Oleh karena itu, penelitian ini sekaligus membberikan wacana lain bahwa
program wajib belajar 12 tahun bisa ditarik kebelakang, yakni dari PAUD, atau
TK/RA hingga SD/MI, dan SMP/MTs.
Jika wacana ini dapat mempengaruhi penganbiilan kebijakan, implikasi, yang
akan ditimbulkan adalah biaya pendidikan PAUD dapat di bebaskan, gur PAUD setara
dengan guru-guru lain yang secara otomatis banyak guru PNS di PAUD dan mendapat
hak yang layak, guru(ustaz) TPQ akan mendapatkan haknya sebagai guru,
terpeliharanya masa keemasan anak sehingga potensinya dapat dioptimalkan.
5. Momentum Emas Membangun Karakter Bangsa Sejak Dini
Signmund Freud mengatakan “ the child is the father of the mean”, bahwa
masa dewasa seorang sangat ditentukan dan dipengaruhi oleh masa kecilnya. Senada
dengan Freud, Hurlocke menyatakan bahwa kenakalan remaja bukan fenomena baru
dari masa remaja, melainkan suatun lanjutan dari pola perilaku asosiasi yang dimulai
pada, masa kanak-kanak. Sudah semenjak dari usia 2-3 tahun ada kemungkinan
mengenali hak yang kelak menjadi remaja nakal atau tidak.
Pernyataan para psikolog tersebut diperkuat leh penelitian yang dilakukan
Universitas Otago di Dunedin New Zealand pada 1000 anak-anak selama 23 tahun
dari tahun 1972, dengan sampel anak usia 3 tahun. Anak-anak tersebut yang dimati
kepribadiannya secara longitudinal hingga usia 18, 21 dan 26 tahun. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa anak-anak yang ketika uaia 3 tahun telah di diagnosa
sebagai uncontrolable toddelrs (anak yang sulit di atur, pemarah, pembangkang).
Ternyata ketika usia 18 tahun menjadi remaja yang bermasalah agresif dan memiliki
masalah dalam pergaulan. Pada usia 2 tahun mereka sulit membina hubungan sosial
dengan orang lain, dan sebagian terlibat dengan kegiatan kriminal. Sebaliknya anak-
anak yang awalnya well-adjusted toddlers, ternyata setelah dewassa menjadi orang-
orang yang berhasil dan sehat jiwannya.
Berdasarkan kasjian psikologis di atas, dapat di tegaskan bahwa waktu yang
paling tepat untuk di mulainya pendidikan karakter adalah usia dini, yakni pada
jenjang PAUD. Dalam konteks neurosains, hakikat pendidikan karakter adalah
mengubah prilaku. Prilaku manusia bersumber pada pola pikirnya (mindset). Pola
pikir manusia bertumpu pada otaknya. Ilmu yang mempelajarai otak adalah
neurosains. Oleh karena
12

itu, pendidikan karakter dapat di jelaskan melalui mekanisme kerja otak sebagaimana
dalam neurosains.
Jika manusia berkarakter adalah insan kamil, sementara unsur-unsur insan
kami adalah jasmani, rohani dan akal, maka neurosains mengatakan bahwa manusia
berkarakter adalah manusia yang mengoptimallisasi ketiga fungsi otaknya (kanan, kiri
dan tengah) seimbang. Oleh karena itu, pendidikan karakter adalah pendidikan yang
mampu mengoptimalisasi berbagai unsur tersebut secara seimbang. Penyeimbangan
itu berlangsung dalam PAUD melalui bermain, bernyanyi, dan bercerita. Dengan
pemanduan berbagai entitas insan kamil tersebut pendidikan karakter dapat
dikonstruksi dalam kerja otak yang secara embriologis atau neuro-antropo-biologis di
regulasi dalam sistem sinaps pada tingkat molekuler. Artinya, susunan saraf dalam
sistem sinaps pada tingkat molekuler yang meregulasi prilaku anak dapat di ubah
melalui berbagai gerak, beberapa di antarannya adalah bermain, bernyayi, dan
bercerita, bahkan ketiga kegiatan tersebut hanya efektif di lembaga PAUD.

E. Isu Mutakhir Tenaga Pendidik dan Kependidikan PAUD

Lembaga yang memiliki peran signifikan dalam mendidik anak usia dini salah
satunya adalah lembaga Pendidikan PAUD dan TK/RA. Kedua lembaga ini merupakan
lembaga pendidikan dasar yang diperuntukkan untuk anak yang berumur antara 0-6
tahun. Kedua jenjang pendidikan ini memiliki peran sangat penting dalam
mengembangkan kemampuan atau potensi yang dimiliki oleh anak usia dini. Potensi atau
kemampuan yang harus dikembangkan ada empat yaitu kemampuan kognitif, fisik
motorik kasar dan halus, sosial dan emosional, serta bahasa.9 Ada juga yang mengatakan
bahwa ada enam kemampuan yang harus dikembangkan yaitu kemampuan kognitif, nilai
agama dan moral, fisik motorik kasar dan halus, sosial emosional, seni, dan kemampuan
berkomunikasi dan berbahasa. Apabila potensi-potensi tersebut dapat dikembangkan
maka tujuan pendidikan di lembaga Pendidikan PAUD dan TK/RA akan tercapai.
Sampai saat ini, terdapat banyak lembaga pendidikan yang belum mampu mencapai
tujuan pendidikan tersebut karena berbagai masalah atau problematika yang terjadi.
Sebagaimana hasil penelitian dan studi yang telah dilakukan sampai saat ini, berbagai

13

problematika tersebut terjadi pada berbagai aspek yang ada di dalam lembaga
pendidikan PAUD dan TK/RA.
Pertama, problematika institusi. Salah satu masalah Institusi lembaga PAUD adalah
lembaga PAUD dan TK/RA masih belum diakui oleh pemerintah seperti lembaga sekolah
lainnya karena lembaga PAUD dan TK/RA tidak termasuk sebagai sekolah dasar atau
disebut dengan lembaga pendidikan Non Formal sebagaimana dalam UU No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Lembaga yang dianggap sekolah dasar adalah
tingkat SD/MI saja
Kedua, problematika manajemen atau manajerial. Sumber permasalahan manajemen
atau manajerial di lembaga PAUD dan TK/RA di Indonesia adalah pada jumlah atau
kuantitas Sumber Daya Manusia (SDM) pengelola struktural lembaga PAUD dan
TK/RA. Jumlah SDM-nya sangat minim, sehingga banyak guru yang merangkap banyak
jabatan, seperti selain sebagai guru kelas, dia juga sebagai kepala sekolah, waka
kurikulum, pegawai administrasi dan sebagainya.
Ketiga, problematika kualitas kompetensi guru. Sampai saat ini banyak guru PAUD
dan TK/RA di Indonesia masih belum S-1 atau hanya lulusan SMA sederajat, sehingga
masalah ini juga akan mempengaruhi terhadap kompetensi guru terutama kompetensi
paedagogik dan profesional guru PAUD dan TK/RA di Indonesia. Di jenjang perguruan
tinggi S-1 Prodi PAUD, PIAUD atau TK, calon guru atau mahasiswa akan dididik atau
diajari tentang bagaimana guru dapat menguasai semua kompetensi pendidik terutama
kompetensi paedagogik dan profesional baik secara teoritis maupun praktis. Ketika
9
https://iaiq.ac.id/berbagai-problematika-pendidikan-dan-pembelajaran-di-dalam-lembaga-pendidikan-
paud-dan-tk-ra-di-indonesia/, didownload pada hari Kamis 3 November 2022 pukul 17.30 WIB
mahasiswa tersebut lulus dari prodi PAUD, PIAUD atau TK, maka mereka akan menjadi
guru yang menguasai kompetensi paedagogik, sosial, kepribadian dan profesional.
Keempat, problematika kurikulum. Di antara masalah kurikulum yang terjadi adalah
mayoritas lembaga PAUD dan TK/RA masih belum mampu menerapkan kurikulum 2013
pada kegiatan pembelajarannya. Para guru masih ada yang kebingungan untuk
menerapkannya, ada yang kurang kreatif dan ada yang kurang termotivasi untuk
menggunakan kurikukulum 2013 dengan efektif di sekolah.
Kelima, problematika pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran di lembaga PAUD
dan TK/RA masih banyak yang cenderung berorientasi pada teacher oriented dan
menoton, sehingga anak didiknya cepat bosan atau kurang semangat mengikuti
pembelajaran karena gurunya kurang kreatif dalam mengelola pembelajaran dan
menghidupkan suasana pembelajaran yang menarik, menyenangkan dan kontekstual.
Selain itu, banyak kegiatan
14

pembelajaran yang hanya terfokus pada pengembangan kognitif saja dan kurang
menyentuh pada aspek nilai agama dan moral, fisik motorik kasar dan halus, sosial
emosional, seni, dan kemampuan berkomunikasi dan berbahasa.
Keenam, problematika pemanfaatan dan penerapan media pembelajaran. Media
pembelajaran memiliki peran yang sangat penting untuk meningkatkan motivasi dan
hasil belajar siswa, tetapi banyak lembaga PAUD dan TK/RA yang belum memanfaatkan
berbagai macam media pembelajaran untuk digunaka dalam pembelajaran. Pengadaan
media pembelajaran yang kurang, kreatifitas guru yang kurang dalam membuat dan
mempraktekkan media pembalajaran, dan jumlah media pembelajaran yang sedikit dan
atau istilahnya ”hanya-hanya itu saja medianya” adalah salah satu masalah dalam
pemanfaatan dan penerapan media pembelajaran.
Ketujuh, problematika penerapan metode atau strategi pembelajaran. Di dalam teori
pembelajaran, terdapat berbagai banyak macam metode atau strategi pembelajaran yang
dapat digunakan dalam pembelajaran di lembaga PAUD dan TK/RA, tapi kenyataanya
banyak guru yang masih menggunakan metode atau strategi yang sama setiap
melaksanakan kegiatan pembelajaran. Banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
apabila guru menggunakan metode atau strategi pembelajaran yang tidak variatif dan
kolaboratif dalam pembelajaran, maka motivasi dah hasil belajar siswa akan mengalami
penurunan, karena siswa akan merasa bosan dengan pola strategi yang sama dan selalu
digunakan oleh guru.
Kedelapan, problematika penerapan evaluasi pembelajaran. Realita yang banyak
terjadi dalam evaluasi pembelajaran di lembaga PAUD dan TK/RA adalah pelaksanaan
evaluasi pembelajaran hanya banyak difokuskan pada aspek kemampuan kognitif dan
bahkan ada beberapa lembaga PAUD dan TK/RA hanya mengevaluasi siswanya pada
aspek kognitif saja. Sebenarnya evaluasi pembelajaran yang harus dilakukan oleh guru
tidah hanya mengarah pada aspek kemampuan kognitif saja, tetapi juga pada aspek nilai
agama dan moral, fisik motorik kasar dan halus, sosial emosional, seni dan dan
kemampuan berkomunikasi dan berbahasa.
Kesembilan, problematika biaya pendidikan dan anggaran pendidikan. Biaya
pendidikan mayoritas lembaga PAUD dan TK/RA di Indonesia sangat minim, sehingga
masalah ini berdampak terhadap anggaran pendidikan yang minim untuk
mengembangkan kualitas kelembagaan atau institusi, manajerial, SDM, sarana dan sarana
pendidikan dan pembelajaran. Bantuan dari pemerintah baik depdiknas maupun
kementerian agama sudah
15

ada, tetapi hal itu tidak cukup untuk menutupi kekurangan yang sangat dibutuhkan oleh
lembaga PAUD dan TK/RA.
Kesepuluh, problematika sarana dan prasarana pendidikan. Sarana pendidikan yang
lengkap akan mendukung upaya untuk meningkatkan kualitas institusi terutama dalam
kegiatan pembelajaran para siswa, tetapi banyak lembaga PAUD dan TK/RA di
Indonesia yang masih minim sarana dan prasarananya. Akibatnya, pelaksanaan
pendidikan dan pembelajaran di lembaga tersebut kurang optimal.
Kesebelas, problematika kerjasama antara sekolah, orang tua dan masyarakat. Tujuan
pendidikan lembaga PAUD dan TK/RA akan tercapai apabila sekolah, orang tua dan
masyarakat saling bekerjasama untuk mewujudkan tujuan tersebut, tetapi kenyatannya
banyak orang tua dan masyarakat yang masih berpandangan bahwa proses pendidikan
dan pembelajaran itu hanya ada di lembaga sekolah. Ini adalah pandangan yang kurang
benar karena proses pendidikan tidak hanya di sekolah saja, tetapi proses pendidikan juga
harus dilakukan oleh orang tua dan masyarakat. Ketiga elemen tersebut harus
bekerjasama agar tujuan pendidikan di lembaga PAUD dan TK/RA dapat dicapai.
Keduabelas, problematika kekerasan pada anak usia dini di dalam dan di luar
sekolah. Kekerasan anak usia dini di dalam sekolah banyak terjadi seperti contohnya: 1)
berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI
PPA) jumlah kekerasan di Sumatera Barat terjadi peningkatan yang signifikan, pada
tahun 2018 terdapat 39 kasus dan tahun 2019 keadaan Juni terdapat sebanyak 43 kasus;
2) Seorang bocah bernisial ST (4) diduga menjadi korban kekerasan oleh gurunya sendiri
di sekolah pendidikan anak usia dini (PAUD), yang terletak di bilangan Jalan Urip
Sumoharjo, Kelurahan Sidomulyo, Samarinda Ilir; 3) kisah penganiayaan murid TK
terhadap adik kelasnya yang masih duduk di bangku Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
di Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri; dan sebagainya. Sedangkan kekerasan anak di
luar sekolah juga banyak terjadi di lingkungan keluarga dan masyarakat seperti kekerasan
fisik dan psikis, pelecehan seksual, penculikan dan pembunuhan.
Berbagai persoalan di atas mengindikasikan bahwa pelaksanaan pendidikan dan
pembelajaran di dalam dan luar lembaga Pendidikan PAUD dan TK/RA masih banyak
persoalan yang terjadi dan harus ada solusi untuk menyelesaikan masalah-masalah
tersebut. Solusi utama yang harus dilakukan adalah peran dan kerjasama dari berbagai
elemen (pemerintah, sekolah, orang tua, dan masyarakat) untuk mengembangkan
lembaga Pendidikan PAUD dan TK/RA harus ditingkatkan dalam mewujudkan tujuan
pendidikan
16

dan pembelajaran. Jika berbagai elemen tersebut bersatu dan memiliki visi dan misi yang
sama, maka pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran di lembaga Pendidikan PAUD dan
TK/RA terlaksana secara efektif dan efisien.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pendidikan Anak Usia Dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaran pendidikan
yang menitik beratkan pada peletakan dasar kearah pertumbuhan dan perkembangan fisik
koordinasi motorik halus dan kasar, kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi,
kecerdasan spiritual) sosio emosional (sikap dan perilaku serta beragama), bahasa dan
komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalaui anak
usia dini.
Isu adalah suatu hal atau trending topic yang sedang di bicarakan saat ini yang bersifat
kekinian, atau sementara tetapi jika di respon dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan
program PAUD di masa depan. Oleh karena itu merespon isu-isu kritis di dalam PAUD
menjadi hal yang sangat penting. Jadi dapat di simpulkan bahwa isu PAUD kontemporer
maksudnya membahas tentang pendidikan anak usia dini yang sedang berkembang
sekarang.
Problematika adalah permasalan-permasalahan yang terdapat di lembaga PAUD itu
sendiri yang mengarah baik dalam hal positif maupun negatif, dan pada dasarnya dngan
adanya problematika ilmu tentang PAUD akan berkembang.
isu yang menjadi fokus pembahasan adalah a) dikotomi PAUD dan TPQ, b) guru-
guru PAUD yang di isi oleh ibu-ibu pengangguran, c) kesenjangan hak dan kewajiban
guru PAUD, d) wacana wajib belajar 12 tahun yang di mulai dari TK/RA dan, e)
merancang program PAUD di masa depan. Oleh karena itu merespon isu-isu kritis di
dalam PAUD menjadi hal yang sangat penting. Jadi dapat di simpulkan bahwa isu PAUD
kontemporer maksudnya membahas tentang pendidikan anak usia dini yang sedang
berkembang sekarang.

17
DAFTAR PUSTAKA
Masher dan Riana, Emosi Anak Usia Dini dan Strategi Pengembangannya, Jakarta:
Kencana, 2010

http://id.wikipedia.urg/wiki/pendidikan

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Isu

Ahmad Susanto, Perkembangan Anak Usia Dini, Jakarta: Kencana, 2011

Suyanto dan Slamet, Konsep dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta: Depdiknas, 2005

Sujiono dan Yuliani Nurani, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta: Permata
Puri Media, 2014

Suyadi dan Ulfa, Konsep Dasar PAUD, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2013

https://iaiq.ac.id/berbagai-problematika-pendidikan-dan-pembelajaran-di-dalam-lembaga-
pendidikan-paud-dan-tk-ra-di-indonesia/

18

Anda mungkin juga menyukai