Anda di halaman 1dari 14

Rifa’i Dafiq N; Iswatun Khoiriah; Nailatul Fikriyah

TEORI PERKEMBANGAN ERIKSON DAN PIAGET

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam kehidupaan, setiap individu pasti mengalami proses perkembangan,
baik dari segi fisik maupun psikologisnya. Dari bayi yang baru lahir belum bisa
berbuat apa-apa sampai sekarang ini. tentu banyak yang telah dilalui dalam
perkembangannya.
Perkembangan menyangkut adanya diferenisasi dari sel-sel tubuh, jaringan
tubuh, organ-organ, dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga
masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk perkembangan emosi,
intelektual, dan tingkah lau sebagai hasil interaksi dengan ingkungan.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang kajian psikologi sosial, bagaimana
tahap yang dilalui seorang individu, proses-proses individu dan interaksinya.
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana teori perkembangan menurut Erikson?
b. Apa saja tahap perkembangan menurut Erikson?
c. Bagaimana teori perkembangan menurut Piaget?
d. Apa saja tahap perkembangan menurut Piaget?
3. Tujuan Penulisan
a. Memahami teori perkembangan menurut Erikson.
b. Mengetahui bagaimana tahap perkembangan menurut Erikson.
c. Memahami teori perkembangan menurut Piaget.
d. Mengetahui bagaimana tahap perkembangan menurut Piaget.

B. PEMBAHASAN
1. Teori Erikson
a. Dasar teori Erikson
Erikson (1964) meluaskan teori Freud yang agak menyebelah dengan
mencoba meletakkan hubungan antara gejala psikis dan edukatif di satu pihak
dan gejala masyarakat-budaya di pihak yang lain.
Erikson mengembangkan teori Freud dengan memberikan penekanan
khusus pada ego sebagai komponen inti individu. Teori psikososial erikson
memiliki dampak yang penting terhadap studi proses-proses pekembangan
karena disini perkembangan dikaji sebagai sesuatu yang berlangsung
sepanjang umur manusia.1
“Toeri Freud meliputi tahapan psikoseksual, teori Erikson menyajikan
tahapan-tahapan yang bisa dipandang mengandung ciri psikososial.”
Menurut Erikson perkembangan psikologis dihasilkan dari interaksi
antara proses-proses maturasional atau kebutuhan biologis dengan tuntutan
masyarakat dan kekuatan-kekuatan sosial yang dihadapi dalam kehidupan
sehari-hari. Dari sudut pandang seperti ini, teori Erikson menempatkan titik
tekan yang lebih besar pada dimensi sosialisasi dibandingkan teori Freud.

1
Salkind, Neil J., Teori-teori Perkembangan Manusia (Bandung: Nusa Media, 2009) hal. 188
1
Rifa’i Dafiq N; Iswatun Khoiriah; Nailatul Fikriyah

Selain perbedaan ini, teori Erikson membahas perkembangan psikologis di


sepanjang usia manusia, dan bukan hanya tahun-tahun antara masa bayi dan
masa remaja.
Seperti Freud, Erikson juga meneliti akibat yang dihasilkan oleh
pengalaman-pengalaman usia dini terhadap masa-masa berikutnya, akan
tetapi ia melangkah lebih jauh lagi dengan menyelidiki perubahan kualitatif
yang terjadi selama pertengahan umur dan tahun-tahun akhir kehiduapan.2
“Masing-masing tahapan dalam teori Erikson terkait dengan konflik yang
perlu diselesaikan oleh individu agar bisa berpindah ke tahapan
berikutnya.”
b. Penekanan teori Erikson
Apabila teori Freud bertumpu pada hubungan antara energi kehidupan
(libido) dengan fungsi-fungsi psikologis individu, teori Erikson menekankan
pentingnya kedudukan ego. Bagi Erikson, ego merupakan struktur penyatu,
dan kekuatan ego merupakan lem yang merekatkan berbagai aspek atau
dimensi fungsi-fungsi psikologis. Pandangan Erikson mengenai ego ini
serupa dengan yang ada pada Freud: ego adalah pelaksana tindakan
pencapaian-tujuan realistis dan menjadi penengah antara dorongan biologis
id3 dan batasan masyarakat berupa superego4. Namun sifat perkembangan
yang ada dalam teori Erikson menjadikan ego sebagai struktur yang paling
penting. Melalui ego, manusia mengalami dan menyelesaikan krisis-krisis
perkembangan tertentu. Ketika ego goyah dan tidak bisa menangani suatu
krisis, maka perkembangan pun menjadi terancam.5
“Teori Erikson menekankan kekuatan ego dan peranannya sebagai penengah
antara id dan superego (tuntutan masyarakat).”
Seperti Freud, Erikson yakin bahwa meskipun dorongan biologis
memiliki arti yang amat penting, namun tekanan sosial dan kekuatan
lingkungan memiliki dampak yang lebih besar. Pengamatan terperinci atas
kekuatan-kekuatan seperti ini dalam kehidupan individu akan
memperlihatkan apa yang oleh Erikson disebut sebagai psikohistori
(psychohistory) yakni riwayat kejadian-kejadian sosial yang berinteraksi
dengan proses-proses biologis sehingga menghasilkan perilaku. Teknik yang
banyak digunakan Erikson adalah menghubungkan antara pengalaman masa
lalu individu dengan perilaku mereka sekarang sebagai upaya untuk
memahami faktor-faktor motivasi, hasil-hasil perilaku, dan kebutuhan-
kebutuhan individu pada masa berikutnya. Apabila tahapan-tahapan
perkembangan dalam teori Freud mengandung ciri psikoseksual, maka
tahapan-tahapan Erikson mengandung ciri psikososial, lantaran
pengamatannya yang serius terhadap faktor-faktor tersebut.6
2
Salkind, Teori......... hal. 189
3
Id, merupakan bahasa Latin yang berarti “sesuatu” yang merupakan gudang tempat menyimpan semua insting, memuat
segala sesuat yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
4
Superego, merupakan energi psikis yang bertindak sebagai kekuatan penentang untuk mengimbangi upaya Id
dalamusahanya memenuhi kebutuhan tanpa batasan.
5
Salkind, Teori......... hal. 190
6
Salkind, Teori......... hal. 190
2
Rifa’i Dafiq N; Iswatun Khoiriah; Nailatul Fikriyah

“Menurut Erikson perkembangan psikologis muncul sebagai hasil interaksi


antara kebutuhan-kebutuhan biologis dan tuntutan-tuntutan sosial.”
c. Prinsip Epigenesis
Prinsip epigenesis (epi berarti ‘bertumpu pada’, dan genesis berarti
‘kejadian atau kemunculan’) merupakan dasar teoritis bagi karya Erikson.
Epigenensis secara umum yaitu segala sesuatu yang tumbuh memiliki
rancangan dasarnya sendiri, dari rancangan dasar ini muncul bagian-bagian,
yang masing-masing memiliki masa pertumbuhan ata dominasi yang khas
sampai akhirnya semua bagian muncul dan membentuk fungsi yang utuh.
Secara biologis, individu sudah memiliki beberapa unsur dasar ketika
masih berada dalam kandungan; seiring berjalannya waktu unsur-unsur ini
bergabung membentuk struktu-struktur yang baru.7
“Epigenesis adalah mekanisme pokok di mana perkembangan mengalami
kemajuan.”
d. Tahap perkembangan menurut Erikson
Menurut Erikson (1963) perkembangan psikososial terbagi menjadi
beberapa tahap. Masing-masing tahap psikososial memiliki dua komponen,
yaitu komponen yang baik (komponen yang diharapkan) dan yang tidak baik
(yang tidak diharapakan). Perkembangan pada fase selanjutna tergantung pada
pemecahan masalah pada tahap masa sebelumnya. Teori perkembangan
psikososial erikson didasari prinsip epigenesis, bahwa perkembangan akan
berhasil bila individu berhasil menyelesaikan krisis pada tahap-tahap
perkembangan. Adapun tahap-tahap perkembangan psikososial adalah
8
sebagai berikut :
1) Oral-sensori (0-1 tahun) rasa percaya vs rasa tidak percaya
Tahapan oral adalah di mana anak mengalami interaksi yang
pertama kalinya dengan ligkungan sekitar anak. Anak membutuhkan
pengaruh-pengaruh dari luar dirinya untuk membantu mengatur perilaku-
perilaku dasar.9
Begitu bayi lahir dan kontak dengan dunia luar, maka ia mutak
bergantung dengan orang lain. Rasa aman dan percaya pada lingkungan
merupakan kebutuhan. Hubungan ibu dan anak yang harmonis yaitu
melalui pemenuhan kebutuhan fisik, psikologis, dan sosial, merupakan
pengalaman dasar percaya bagi anak. Apabila pada umur ini tidak tercapai
rasa percaya dengan lingkungan, maka dapat timbul berbagai masalah.
Rasa tidak percaya ini timbul bila pengalaman untuk meningkatkan rasa
percaya kurang atau kebutuhan dasar tidak terpenuhi.10
2) Muskular-anal (1-3 tahun) otonomi vs rasa malu
Kemampuan anak untuk mengatur dan mengendalikan perilaku
fisiknya sendiri. Yang paling menonjol adalah fungsi pembuangan terkait
dengan toilet training. Secara tidak langsung dan juga sama pentingnya
7
Salkind, Teori......... hal. 190-191
8
Yudrik Yahya, Psikologi Perkembangan (Jakarta: Kencana, 2011), Hal.92-93
9
Salkind, Teori......... hal. 192
10
Yahya, Psikologi..... hal. 93
3
Rifa’i Dafiq N; Iswatun Khoiriah; Nailatul Fikriyah

adalah bahwa dalam tahapan ini anak-anak menyadari kekuatan-kekuatan


luar yang mempengaruhi kehidupan mereka. Dalam tahapan ini fokus
kelebihan energi anan terpusat pada pengendalian semua otot. Anak
diharapkan bisa mengembangkan bukan hanya otot pembuangan, namun
gerak tubuh mereka secara umum.11
Perkembangan otonomi periode balita berfokus pada mengontrol
tubuh, diri dan lingkungan. Anak menyadari ia dapat menggunakan
kekuatannya untuk bergerak dan berbuat sesuai kemauannya. Selain itu,
anak menggunakan kemamppuan mentalnya untuk menolak dan
mengambil keputusan. Rasa otonomi diri ini perlu dikembangkan untuk
terbentuknya rasa percaya dan harga diri di kemudian hari. Peran
lingkungan pada usia ini adalah memberi support atau dorongan dan
memberi keyakinan yang jelas. Rasa negatif yaitu rasa malu dan ragu itu
muncul apabila anak merasa tidak mampu mengatasi tindakan yang
dipilihnya serta kurang support dari orang tua.12
3) Lokomotor-genital (3-6 tahun) inisiatif vs rasa bersalah
Dalam masa ini muncul harapan sosial agar anak memiliki gerak
gerik dan motivasi mandiri sebagai hasil otonomi dan kendali yang baru
saja ia dapatkan. Dalam teori Erikson, komponen lokomotor pada tahapan
ketiga, perkembangan psikososial ini menunjukkan pergeseran langkah
anak yang semakin menjauh dari ketergantungan pada orang tuanya
menuju kemampuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri.13
Pada tahap ini anak belajar mengendalikan diri dan memanipulasi
lingkungan. Rasa inisiatif mulai menguasai anak. Anak mulai memperluas
lingkup pergaulannya.
Peran orang tua dapat melatih anak untuk mengintegrasikan peran-
peran sosial dan tanggungjawab sosial. Pada tahap ini kadang anak tidak
dapat mencapai tujuan atau kegiatannya karena keterbatasannya, tetapi bila
orang tua atau lingkungan terlalu menuntutnya maka anak akan merasa
kecewa atau bersalah.14
4) Latensi (6-12 tahun) kemantapan hati vs rasa rendah diri
Anak dapat menghadapi dan menyesuaikan tugas yang akhirnya
dapat menghasilkan sesuatu. Anak siap untuk meninggalkan rumah dan
orang tua dalam waktu terbatas yaitu untuk sekolah.15
Merupakan saat yang penting bagi munculnya rasa kemantapan hati
anak; dalam periode ini anak harus menguasai keahlian sosial yang
diperlukan agar bisa bersaing dan berfungsi dengan baik sebagai orang
dewasa dalam masyarakat. Anak-anak praremaja menyalurkan energi yang
amat banyak kedalam diri mereka seniri, untuk mengembangkan keahlian-
keahlian tertentu agar muncul kemantapan hati dan aspek-aspek

11
Salkind, Teori......... hal. 195
12
Yahya, Psikologi..... hal. 94
13
Salkind, Teori......... hal. 196
14
Yahya, Psikologi..... hal. 94
15
Yahya, Psikologi..... hal. 95
4
Rifa’i Dafiq N; Iswatun Khoiriah; Nailatul Fikriyah

pertumbuhan yang mandiri, jika kondisi sekeliling mendukung


perkembangan keahlian ini. Rasa rendah diri terdorong oleh kondisi-
kondisi sosial yang gagal mempersiapkan anak memasuki kehidupan
dewasa karena tidak tersedia sarana yang diperlukannya untuk berhasil.16
5) Pubertas dan Masa Remaja (12-18 tahun) identitas vs kebingungan peran
Pada tahap ini, terjadi perubahan pada fisik dan jiwa di masa
biologis seperti orang dewasa sehingga tampak adanya kontraindikasi
bahwa di lain pihak ia dianggap dewasa tetapi di sisi lain ia dianggap
belum dewasa. Tahap ini merupakan masa standarisasi diri yaitu anak
mencari identitas dalam bidang seksual, umur dan kegiatan. Peran orang
tua sebagai sumber perlindungan dan nilai utama mulai menurun. Adapun
peran kelompok atau teman sebaya tinggi.17
Anak mulai memilih dan merumuskan peran tertentu dan bersiap-
siap untumk memegang posisi yang dipilihnya. Jika perkembangan
berjalan dengan baik, remaja akan mengawali tahapan ini dengan perasaan
aman. Setelah empat tahab sebelumnya, tahap penting berikutnya adalah
pengembangan rasa identitas. Jika lingkugan tidak mendukung dan si
remaja merasa sulit mendapatkan peran tertentu, ia mungkin akan
mengembang-kan identitas yang keliru. Suatu kondisi yang disebut
kekacauan peran atau kebingungan peran (role confusion).18
6) Awal Masa Dewasa (18-21 tahun) keintiman vs kesepian
Dalam tahapan ini untuk pertama kalinya individu menghadapi
tujuan dan tugas-tugas baru yang melibatkan orang lain secara langsung.
Keintiman yang merupakan tahapan psikososial ini bisa jadi hanya
berupa kedekatan-kedekatan antar-orang, tanpa memandang gender atau
hubungan pribadi.
Dalam tahap awal masa dewasa, yang menjadi fous bukan lagi
individu, melainkan hubungan individu dan dengan perasaanya terhadap
orang lain. Berkaitan dengan tahapan sebelumnya, karena kebingungan
peran dapat membuahkan rasa identitas yang lemah, yang pada gilirannya
bisa menghasilkan hubungan yang tidak sukses dan penuh rekayasa.
Menurut Erikson, agar individu berhasil dalam tahapan ini harus
memberikan dirinya sepenuhnya pada orang lain yang pantas ia percayai.
Bila individu gagal membangun hubungan intim yang memadai, hal ini
akan berakibat pada munculnya perasaan terasing atau kesepian dan
semacam rasa terkucil yang kadang berlangsung selama hidup individu.19
7) Masa Dewasa / generativitass vs kemandegan
Melakukan apa yang diperlukan untuk merumuskan peranan atau
gaya hidup tertentu. Generativitas misalnya seorang perempuan yang telah
bekerja selama 5 tahun dan memiliki tabungan, hendak melanjutkan
sekolah atau mulai memiliki anak dan berperan dalam perkembangan
16
Salkind, Teori......... hal. 198
17
Yahya, Psikologi..... hal. 95
18
Salkind, Teori......... hal. 200
19
Ibid.,.. hal.201
5
Rifa’i Dafiq N; Iswatun Khoiriah; Nailatul Fikriyah

anak-anaknya. Juga seorang pria memutuskan untuk pindah pekerjaan


untuk lebih menyesuaikan harapan dan perilaku aktualya.
Mempertahankan kesinambungan kerja dan jalan hidup merupakan hal
yang penting pada tahap kedewasaan, di mana pada masa itu individu
sering kali mencoba menjalani berbagai pengalaman yang didasarkan
pada tujuan pribadi dan intelektual, dan bukan tujuan finansial.
Unsur pokok tahapan masa dewasa ini adalah penekanannya pada
kesinambungan dengan tahapan-tahapan sebelumnya. Generativitas pada
diri orang dewasa muncul sebagai upaya untuk turut berperan mendukung
dan mendorong perkembangan generasi berikutnya. Seorang individu yang
tidak meneruskan kesinambungan ini pada generasi selanjutnya (karena
terlalu asyik dengan kebutuhan pribadiya, mengabaikan kebutuhan orang
lain) secara bertahap mngalami kemandegan.20
8) Kematangan / integritas ego vs rasa putus asa
Setelah berhasil memecahkan konflik-konflik di sepanjang usianya,
bahwa ia telah menjalani kehidupan yang bermakna, produktif, dan
sewajarnya.
“Orang dewasa yang perkembangannya tergolong berhasil akan bisa
memandang kembali pada peristiwa kehidupan mereka yang telah lalu
engan rasa puas dan lega, khususnya terkait dengan pertumbuhan dan
perkembangan pribadi mereka”.
Orang seperti itu, memandang bahwa dirinya dalam keadaan selaras
dengan tujuan, irama, dan alasan hidupnya; dan dari kesadaran ini dalam
dirinya berkembang sejumlah besar kekuatan ego atau integritas ego. Ini
juga membantu individu beradaptasi dengan proses penuaan dan kepastian
datangnya kematian.
Orang yang pada tahap ini tidak bisa memandeng hidupnya sebagai
hal yang berarti, dengan rasa putus asa akan mencoba mengejar waktu
yang tersisa. Individu seperti ini akhirnya menyadari bahwa kenyataan
tidak berangsung seerti yang ia kehendaki, dan rasa hampa yang
berlangsung pada saat itu pun berlanjut.21

2. Teori Piaget
Perkembangan intelektual adalah hasil interaksi antara faktor bawaan sejak
lahir dengan lingkungan dimana anak-anak itu berkembang. Seperti anak-anak
yang berkembang dan secara konstan berinteraksi dengan lingkungan di sekitar
mereka, pengetahuan dibangun dan ditemukan serta ditemukan kembali.
Teori Piaget tentang perkembangan intelektual merupakan dasar dalam
ilmubiologi. Piaget melihat pertumbuhan kognitif sebagau suatu ekstensi dari
pertumbuhan biologis dan diolah melalui prinsip-prinsip dan hukum yang sama.
Piaget juga memandang bahwa perkembangan intelektual mengontrol setiap
perkembangan aspek lain seperti emosi, sosial dan moral.

20
Ibid., ..hal. 204-205
21
Ibid,. Hal 206.
6
Rifa’i Dafiq N; Iswatun Khoiriah; Nailatul Fikriyah

Piaget percaya bahwa pemahaman anak-anak setidaknya malalui tiga tahap


yang berbeda dari orang dewasa, yaitu didasarkan pada keaktifan mereka
menjelajahi lingkungan daripada soal pemahaman bahasa. Pada tahap-tahap ini,
anak-anak secara alami belajar tanpa dimotivasi hukuman atau hadiah. Piaget
melihat sifat dasar (keturunan atau karakteristik yang diturunkan oleh orang tua)
dan pemeliharaan (lingkungan) sangat berhubungan dan sama-sama penting.
Pertumbuhan mental terjadi karena integrasi, atau mempelajari gagasan-
gagasan yang lebih berat dengan menyerap gagasan-gagasan yang lebih mudah
dipahami, dengan pergantian atau menggantikan penjelasan awal tentang suatu
kejadian atau ide, dengan penjelasan yan lebih masuk akal. Anak-anak belajar
pada tahap spiral pemahaman yang menuju ke atas, yang disertai oleh masalah
yang sama pada setiap tahap. Namun, semakin naik tahap tersebut, semakin
menyeluruh pula penyelesaian dari masalah tersebut.22
Menurut Piaget, secara kronologis ada empat tahap perkembangan
intelektual anak. Urutan tahap-tahap ini tetap bagi setiap orang, akan tetapi usia
kronologis memasuki setiap tahap bervariasi pada setiap anak.
a. Tahap Sensorimotor
Tahapan ini terjadi pada usia 0-2 tahun. Ciri pokok perkembangan anak
mengalami dunianya melalui gerak dan idealnya serta mempelajari
permanensi objek.
Tahap sensomotor adalah pengalaman awal seorang anak akan
dunianya melalui gerak dan rasa (movement and sense) serta melalui belajar
objek-objek yang permanen. Pada tahp ini, intelegensi anak lebih didasarkan
pada tindakan inderawi anak terhadap lingkungannya, seperti melihat, meraba,
menjamah, mendengar, membau, dan lain-lain. Pada tahap ini, struktur mental
anak terfokus pada onyek konkret (nyata).
Tahap-tahap perkembanagan kognitif anak dikembangkan dengan
perlahan-lahan melalui proses asimilasi dan akomodasi terhadap skema-skema
anak karena adanya masukan, rangsangan, atau kontak dengan pengalaman
dan situasi yang baru.
Kesimpulana: bayi lahir dengan refleks bawaan, skema dimodifikasi
dan digabungkan untuk membentuk tingkah laku yang lebih kompleks. Pada
masa kanak-kanak ini, anak belum mempunyai konsepsi tentang obyek yang
tetap. Ia hanya dapat mengetahui hal-hal yang ditangkap dnegan
inderanya.Piaget membagi tahap sensorimotor dalam enam periode, yaitu:
1) Periode 1 : Refleks (umur 0-1 bulan)
Pada periode ini, tingkah laku bayi kebanyakan bersifat refleks, spontan,
tidak sengaja, dan tidak terbedakan. Tindakan seorang bayi didasarkan
pada adanya rangsangan dari luar yang ditanggapi secara refleks.
2) Periode 2 : (Kebiasaan(umur 1-4 bulan)
Pada periode perkembangan ini, bayi mulai membentuk kebiasaan-
kebiasaan pertama dengan mencoba-coba dan mengulang-ulang suatu
tindakan. Reflek-refleks yang dibuat diasimilasikan dengan skema yang
22
Heri Rahyubi, Teori-teori belajar dan aplikasi pembelajaran motorik: deskripsi dan tinjauan kritis (Bandung: Nusa
Media, 2012), hal. 125-126.
7
Rifa’i Dafiq N; Iswatun Khoiriah; Nailatul Fikriyah

telah dimiliki dan menjadi semacam kebiasaan. Koordinasi tindakan bayi


mulai berkembang dengan penggunaan mata dan telinga. Suara dan
penglihatan bekerja bersama, ini merupakan suatu tahap penting untuk
menumbuhkan konsep benda.
3) Periode 3 : Reproduksi Kejadian yang Menarik (4-8 bulan)
Bayi mulai menjamah dan memanipulasi obyek apapun yang ada
disekitarnya. Tingkah laku bayi mulai berorientasi pada obyek dan
kejadian di luar tubuhnya sendiri. Menunjukkan koordinasi penglihatan
dan rasa. Seorang bayi juga menciptakan kembali kejadian-kejadian yang
menarik baginya. Ia mencoba menghadirkan dan mengulang kembali
peristiwa yang menyenangkan diri (reaksi sirkuler sekunder). Piaget
mengamati bahwa bila anak dihadapkan pada sebuah benda yang dikenal,
seringkali hanya menunjukkan reaksi singkat dan tidak mau
memperhatikan terlalu lama. Oleh Piaget diartikan sebagai suatu
“pengiyaan” akan arti benda itu seakan ia mengetahuinya.
4) Periode 4 : Koordinasi Skemata (8-12 bulan)
Pada tahapan ini, seorang bayi mulai membedakan antara sarana
dan hasil tuindaakannya. Mulai menggunakan sarana untuk mencapai
tujuanatau hasil diperoleh dari koordinasi skema-skema yang telah ia
ketahui. Bayi mulai mempunyai kemampuan untuk menyatukan tingkah
laku yang sebelumnya telah diperoleh untuk mencapai tujuan tertentu.
Pada periode ini bayi mulai membentuk konsep tentang tetapnya
(permanensi) suatu benda. Dari kenyataan seorang bayi dapat mencari
benda yang tersembunyi, tampaklah bahwa ia mulai mempunyai konsep
tentang ruang.
5) Periode 5 : Eksperimen (12-18 bulan)
Mulainya anak memperkembangkan cara-cara baru untuk
mencapai tujuan dengan cara mencoba-coba (eksperimen) bila dihadapkan
pada suatu persoalan yang tidak bisa dipecahkan dengan skema yang ada.
Anak akan mulai mencoba-coba dengan trial and eror untuk menemukan
cara yang baru memecahkan persoalan atau mencoba mengembangkan
skema yang baru. Anak lebih mengamati benda-benda disekitarnya dan
bagaimana benda-benda disekitarnya bertingkah laku dalam situasi yang
baru. Menurut Piaget, tingkah anak ini menjadi intelegensi sewaktu ia
menemukan kemampuan untuk memecahkan persoalan yang baru. Konsep
anak akan mulai maju dan lengkap. Anak mulai mempertimbangkan
organisasi perpindahan benda-benda secara menyeluruh bila benda-benda
itu dapat dilihat secara serentak.
6) Periode 6 : Representasi (umur 18-24 bulan)
Seorang anak sudah dapat menemukan cara-cara baru yang tidak
hanya berdasarkan rabaan fisi dan eksternal, tetapi juga dengan koordinasi
internal dalam gambarannya. Anak berpindah dari periode intelegensi
sensorimotor ke intelegensi representatif. Karakteristik anak yang berada
pada tahap ini adalah:

8
Rifa’i Dafiq N; Iswatun Khoiriah; Nailatul Fikriyah

a) Berpikir melalui perbuatan (gerak)


b) Perkembangan fisik yang dapat diamati adalah gerak-gerak refleks
sampai ia dapat berjalan dan bicara.
c) Belajar mengkoordinasi akal dan geraknya.
d) Cenderung intuitif egosentris, tidak rasional, dan tidak logis.23
b. Tahap Pra Operasional
Tahap ini terjadi pada usia 2-7 tahun. Ciri pokok perkembangannya adalah
penggunaan simbol/bahasa tanda dan konsep intuitif.
Istilah “operasi” disini adalah suatu proses berfikir logis dan
merupakan aktivitas sensorimotor. Tahap pra operasional dibedakan menjadi
dua bagian. Pertama, tahap pra konseptual (2-4 tahun), dimana representasi
suatu obyek dinyatakan dengan bahasa, gamabr dan permainan khayalan.
Kedua, tahap intuisi (4-7). Pada tahap ini representasi suatu obyek didasarkan
pada persepsi pengalaman sendiri, tidak pada penalaran. Anak belajar simbol-
simbol dalam bahasa khayalan, permainan, dan mimpi. Di sini anak mulai
memiliki kecakapan motorik.
Karakteristik anak pada tahap ini adalah sebagai berikut:
1) Anak menjadi egois.
2) Pikirannya bersifat irreversible.
3) Belum bisa melihat dua aspek dari satu obyek atau situasi sekaligus dan
belum mampu bernalar secara individu dan dedukatif.
4) Bernalar secara transduktif (dari khusus ke khusus)
5) Belum memiliki konsep kekekalan (kuantitas, materi, luas, berat, dan isi)
6) Dapat mengklasifikasikan obyek ke dalam kelompom yang hanya
mempunyai satu sifat tertentu dan mulai mengerti konsep yang konkret.
Istilah operasi yang digunakan oleh Piaget berupa tindakan-tindakan
kognitif, seperti mengklasifikasikan sekelompok obyek,menata letak benda-
benda menurut urutan tertentu, dan membilang. Pemikiran anak lebih banyak
berdasarkan pada pengalaman konkret daripada pemikiran logis. Anak mulai
timbul perumbuhan kognitifnya, tetapi masih terbatas pada hal-hal yang dapat
dijumpai (dilihat) di dalam lingkungannya saja.24
c. Tahap Operasional Konkret
Tahap ini terjadi pada usia 7-11/12 tahun. Ciri pokok perkembangannya anak
mulai berpikir secara logis tentang kejadian-kejadian konkret.
Tahap ini dicirikan dengan perkembangan sistem pemikiran yang
didasarkan pada aturan-aturan tertentu yang logis. Operasi itu bersifat
reversible artinya dapat dimengerti dalam dua arah, yaitu suatu pemikiran
yang dapat dikembalikan kepada awalnya lagi. Tahapan ini anak-anak
manguasai klasifikasi, relasi, angka dan cara berfikir serta mengambil
kesimpulan. Anak mulai berfikir secara logis tentang kejadian-kejadian
konkret. Ciri-ciri tahapan operasi konkret, yaitu:
1) Adaptasi dengan gamabaran yang menyeluruh.

23
Heri Rahyubi, Teori-teori belajar,...hal. 126-130.
24
Heri Rahyubi, Teori-teori belajar,...hal. 130-131
9
Rifa’i Dafiq N; Iswatun Khoiriah; Nailatul Fikriyah

2) Melihat dari berbagai macam segi.


3) Seriasi, merupakan proses mengatur unsur-unsur berdasarkan semakin
besar atau semakin kecilnya unsur-unsur tersebut.
4) Klasifikasi ata pengelompokan
5) Bilangan, anak sudah menegrti soal korespondensi dan kekekalan dengan
baik.
6) Ruang, waktu,dan kecepatan.
7) Probabilitas, adalah suatu perbandingan antara hal yang terjadi dengan
kasus-kasus yang terbentuk.
8) Penalaran.
9) Egosentrisme dan sosialisme, pada tahap ini anak sudah tidak
egosentrisme, ia sadar bahwa orang lain memiliki pemikiran lain.
Anak telah dapat mengetahui simbol-simbol matematis, tetapi belum
dapat menghadapi hal-hal abstrak (tak berwujud).25
d. Tahap Operasional Formal
Tahap ini terjadi pada usia 11/12 tahun ke atas. Ciri pokok perkem-
bangannya anak mulai berfikir secara hipotesis, abstrak, dan logis.
Karakteristik anak pada tahap ini adalah mampu untuk melakukan
penalaran hipotesis-deduktif, yaitu kemampuan untuk menyusun serangkaian
hipotesisdna mengujinya. Tahap ini anak sudah mampu melakukan penalaran
dengan menggunakan hal-hal yang abstrak dengan menggunakan logika.
Penalaran yang terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu menggunakan
simbol-simbol, ide-ide, abstraksi, dan generalisasi. Anak mulai cakap berfikir
dan berargumentasi mengenai hal-hal yang abstrak. Anak-anak sudah mampu
memahami bentuk argumen dantidak dibingungkan dengan isi argumen. Sifat
pokok tahap formal adalah:
1) Pemikiran dedukatif hipotesis
Pemikiran deduktif adalah pemikiran yang menarik kesimpulan
secara spesifik dari yang umum. Alasan deduktif hipotesis adalah alasan
atau argumentasi yang berkaitan dengan kesimpulan yang ditarik dari
premis-premis yang masih hipotesis. Dalam pemikiran anak remaja tanpa
di sadari cara berfikirnya logis.
2) Pemikiran induktif sainstifik
Pemikiran induktif adalah pengambilan kesimpulan yang lebih
umum berdasarkan kejadian-kejadian yang khusus. Pemikiran ini disebut
dengan metode ilmiah. Pada tahap ini anak mulai membuat hipotesis,
menentukan eksperimen, menentukan variabel kontrol, mencatat hasil, dan
menarik kesimpulan.
3) Pemikiran abstrak reflektif
4) Pemikiran analogi dapat juga diklasifikasikan sebagai abstrak reflektif
karena tidak dapat disimpulkan dari pengalaman.26
e. Model Perkembangan Ekuilibrasi

25
Heri Rahyubi, Teori-teori belajar,...hal. 131-133.
26
Heri Rahyubi, Teori-teori belajar,...hal. 133-135.
10
Rifa’i Dafiq N; Iswatun Khoiriah; Nailatul Fikriyah

Ekuilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi


sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur
dalamnya (skemata). Perkembangan dihasilkan untuk sebagian dari konflik
yang ada di antara berbagaai kekuatan yang bertentangan. Contoh sederhana
mengenai hal ini adalah ketika seorang individu mengambil cara tertentu
untuk menghindari atau mendekati suatu masalah sampai tercapai
penyelesaian tertentu.
f. Komponen Proses
1) Skemata
Skema merupakan satuan pokok struktur dan organisasi mental,
dimana seseorang berasdaptasi dengan lingkungan. Skemata bersifat luwes
baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya; semua itu bisa disebut
sebagai “cetak biru mental” pengalaman.27
Skema/skemata adlah struktur kognitif yang dengannya seseorang
beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dalam interaksinya
dengan lingkungan. Skema berfungsi sebagai kategori-kategori untuk
mengidentifikasikan rangsangan yang datang, dan terus berkembang.
Skema akan beradaptasi dan berubah selama perkembangan kognitif
seseorang. Skema digunakan untuk mengenal, memproses dan
menyiapkan informasi yang mengalir masuk dalam akal pikiran. Skema
merupakan cara seseorang berfikir, menyusun ide dan konsep berdasarkan
tahap perkembangan kognitif, semakin abstrak dan kompleks pemikiran
individu yang bersangkutan. Ekuilibrium adalah skema atau pola yang
sudah dimiliki anak untuk menjelaskan hal-hal yang dirasakan dari
lingkungannya.28
2) Organisasi
Organisai merupakan kecenderungan untuk mengombinasikan
proses fisik dan atau psikologi menjadi satu keseluruhan yang terpadu.
Bahkan pada diri seorang bayi yang baru lahir telah beroperasi suatu
sistem komunikasi yang canggih di antara sitem-sistem bilogis lainnya.
Contohnya sistem peredaran darah, mengalirkan darah-darah k pembuluh
kapiler dalma kantong udara paru-paru, dimana sistem pernafasan
menukar karbondioksida dengan oksigen.
Kedudukan penting yang diberikan Piaget terhadap organisasi sebagai
suatu proses mencerminkan pengalaman dan pendidikanya sebagai
seorang ahli biologi.
Organisasi didapatkan bukan dari hasil brlajar dan merupakan
komponen vital yang berfungsi pada sistem makhluk hidup. Organisasi
merupakan kekuatan hidup yang penting dan berfungsi sebagai semacam
semen perekat yang menyatukan berbagai macam bahan perkembangan.29
3) Adaptasi

27
Salkind, Teori......... hal. 315
28
Rahyubi, Heri, Teori-teori belajar,...hal hal. 42
29
Salkind, Teori......... hal. 316-317
11
Rifa’i Dafiq N; Iswatun Khoiriah; Nailatul Fikriyah

Adaptasi atau penyesuaian individu terhadap lingkungan terjadi


serempak dengan berlangsungnya organisasi. Seperti halnya organisasi,
adaptasi adalah proses yang memiliki akar-akar teoritis dalam biologi.
Adaptasi adalh proses kompleks berupa modifikasi individu atau
lingkungan agar sesuai dengan kebutruhan individu. Adaptasi dibagi
menjadi dua proses yang saling melengkapi:
a) Asimilasi
Adalah proses dimana individu memasukkan pengalaman-
pengalamannnya ke dalam skemata atau struktur-struktur yang ada.
Dalam teori Piaget, asimilasi merupakan komponen transformasional,
yakni proses diperolehnya semua pengetahuan. Ada tiga jenis asimilasi
menurutr Piaget yang masing-masing memfasilitasi perkembangan
dengan cara tertentu.
1) Asimilasi reproduktidf atau fungsional adalah kecenderunagn untuk
mengulang tindakan tertentu.
2) Asimilasi generalisasi, skemata tertentu digeneralisasikan
penerapannya pada objek-objek lainnya.
3) Asimilasi pengenalan atau rekognitoris mencakup pembedaan
antara rangsangan yang bersifat adaptif atau berguna dan
rangsangan yang tidak berguna.
Ketiga asimilasi ini berkaitan dengan akibat penting yang
dihasilkannya: perulangan pola perilaku, generalisasi pola-pola perilaku
itu pada objek-objek baru, dan pembedaan objek-objek bergantung pada
kebutuhan individu. Ketiga hasil ini merupakan hal yang penting bagi
perkembangan anak dalam masa peralihan dari satu tahapan ke tahapan
lainnya.30
b) Akomodasi
Akomodasi adalah padanna dari asimilasi, akomodasi
merupakan proses pembentukan skemata baru. Ketika seorang anak
menjalankan akomodasi maka terjadi perubahan kualitatif dalam
skema yang terkait. Akomodasi adalah proses dimana perubahan
dalam hal perkembangan intelektual anak berkaitan denga realitas.31
c) Hubungan antara Asimilasi dan Akomodasi
Asimilasi dan akomodasi saling berjalin dan merupakan ciri
yang menonjol pada anak kecil bila kedua fungsi ini belum terlihat
saling melengkapi; bahkan, keduanya hampir tidak bisa dibedakan
satu dari yang lainnya.
Hubungan antara asimilasi dan akomodasi adalah bahwa yang
satu tidak berlangsung mendahului (dalam pengertian perkembangan)
yang lainnya. Asimilasi dan akomodasi merupakan proses yang terjadi
secara bersamaan.
4) Egosentrisme

30
Ibid,. Hal. 317-318
31
Ibid,. Hal. 319
12
Rifa’i Dafiq N; Iswatun Khoiriah; Nailatul Fikriyah

Didefinisikan sebagai ketidak mampuan individu untuk


membedakan antara subjek dengan objek. Ketidakmampuan anak untuk
membedakan antara subjek dengan objek meliputi berbagai unsur dalam
ruang hidup anak dalam tingkatan perkembangan yang berbeda. Entah itu
ketidakmampuan untuk membedakan diri sendiri dari objek-objek
disekitarnya (jenis egosentrisme anak usia dini) atau membedakan realitas
dari fantasi (jenis egosentrisme anak remaja), egosentrisme mendorong
asimilasi dan bukan akomodasi, karena anak berfokus pada pemikiran atau
perasaannya sendiri dan menggunakan pengetahuannya sebagai dasar
tindakan.
5) Intelegensi adalah suatu bentuk ekuilibrium ke arah mana semua struktur
yang menghasilkan persepsi, kebiasaan, dan mekanisme sensorimotor
diarahkan. Menurut Piaget intelegensi adalah suatu bagian internal dari
setiap makhluk hidup yang berguna bagi mereka untuk mencari kondisi-
kondisi yang mendukung untuk tetap hidup.32

C. PENUTUP
1. Simpulan
a. Teori perkembangan menurut Erikson mengembangkan teori Freud dengan
memberikan penekanan khusus pada ego sebagai komponen inti individu.
Erikson menyelidiki perubahan kualitatif yang terjadi selama pertengahan
umur dan tahun-tahun akhir kehidupan.
b. Tahap perkembangan menurut Erikson :
1) Oral-sensori (0-1 tahun)
2) Muskular-anal (1-3 tahun)
3) Lokomotor-genital (3-6 tahun)
4) Latensi (6-12 tahun)
5) Pubertas dan Masa Remaja (12-18 tahun)
6) Awal Masa Dewasa (18-21 tahun)
7) Masa Dewasa
8) Kematangan

c. Teori perkembangan menurut Piaget


Piaget melihat pertumbuhan kognitif sebagau suatu ekstensi dari
pertumbuhan biologis dan diolah melalui prinsip-prinsip dan hukum yang
sama. Anak setidaknya malalui tiga tahap yang berbeda dari orang dewasa,
yaitu didasarkan pada keaktifan mereka menjelajahi lingkungan daripada
soal pemahaman bahasa.
d. Tahap perkembangan menurut Piaget
Ada empat tahap perkembangan intelektual anak :
1) Tahap Sensorimotor
2) Tahap Pra Operasional
3) Tahap Operasional Konkret

32
Heri Rahyubi, Teori-teori belajar,...hal. 140
13
Rifa’i Dafiq N; Iswatun Khoiriah; Nailatul Fikriyah

4) Tahap Operasional Formal


2. Saran
Teori-teori yang telah dikemukakan diatas cukup kompleks, sebaiknya
sebagai calon pendidik profesional, kita supaya lebih memahami materi-materi
tentang anak didik.

DAFTAR PUSTAKA

Salkind, Neil J., 2009. Teori-teori Perkembangan Manusia . Bandung: Nusa Media.

Yahya, Yudrik. 2011 . Psikologi Perkembangan . Jakarta: Kencana.

Rahyubi, Heri. 2012. Teori-teori belajar dan aplikasi pembelajaranmotorik: deskripsi dan
tinjauan kritis. Bandung: Nusa Media)

14

Anda mungkin juga menyukai