Disusun Oleh:
Kelompok 2
2019 M / 1440 H
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Tunanetra”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah yang berjudul “Tunanetra“ dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan Penulisan 2
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tunanetra 3
B. Identifikasi Gangguan Penglihatan pada Siswa 4
C. Area Masalah Siswa dengan Gangguan Penglihatan 9
D. Isu Terkini 11
E. Hasil Observasi 13
DAFTAR PUSTAKA 23
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak kasus yang terjadi berkenaan dengan keberadaan anak
berkebutuhan khusus di sekolah-sekolah umum, termasuk di Sekolah Dasar
(SD) yang perlu mendapatkan perhatian dan layanan Pendidikan yang sesuai
dengan kondisi dan kebutuhannya. Masing-masing anak memiliki
karakteristik dan keunikan tersendiri, khususnya mengenai kebutuhan dan
kemampuannya dalam belajar di sekolah.
Anak-anak penyandang tunanetra tidak bisa dipandang sebelah mata.
Penyandang tunanetra memiliki kemampuan yang luar biasa dibanding anak-
anak normal. Dalam hal akademik pun penyandang tunanetra tidak kalah
dengan individu normal pada umumnya. Banyak prestasi yang bisa mereka
peroleh bahkan individu normal pun belum tentu mendapatkan prestasi
tersebut. Salah satu contoh prestasi yang bisa mereka raih adalah perlombaan
membaca huruf braile.
Anak-anak penyandang tunanetra adalah anak-anak yang memiliki
keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan
mereka dari anak-anak normal pada umumnya. Keadaan inilah yang menuntut
adanya penyesuaian pemberi layanan Pendidikan yang dibutuhkan.
Keragaman yang terjadi, memang terkadang menyulitkan guru dalam upaya
pemberian layanan Pendidikan yang sesuai. Anak-anak penyandang tunanetra
tidak bisa mendapat layanan pendidikan sebagaimana anak-anak normal pada
umumnya. Di sekolah guru harus memberi layanan khusus bagi anak-anak
tersebut. Tetapi sayangnya banyak guru yang belum bisa memahami hal
tersebut, sehingga proses pembelajaran belum bisa berjalan secara optimal.
Apabila guru telah memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai cara
mendidik dengan baik, maka proses pembelajaran pun akan berjalan dengan
optimal.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah yang dikemukakan dalam
makalah adalah sebagai berikut:
1. apa yang disebut dengan tunanetra?
2. bagaimana identifikasi gangguan pada tunanetra?
1
3. apa saja area masalah siswa dengan gangguan penglihatan?
4. bagaimana isu terkini tentang gangguan tunanetra pada anak?
C. Tujuan Penulisan
Makalah ini disusun untuk mengetahui:
1. definisi tunanetra
2. identifikasi gangguan tunanetra
3. area masalah siswa dengan gangguan penglihatan
4. isu terkini tentang gangguan tunanetra pada anak
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tunanetra
Tunanetra berasal dari kata tuna yang berarti rusak atau rugi dan netra
yang berarti mata. Jadi tunanetra yaitu individu yang mengalami kerusakan
atau hambatan pada organ mata. 1 Mohammad Efendi mendefinisikan
tunanetra sebagai suatu kondisi penglihatan dimana “anak yang memiliki
visus sentralis 6/60 lebih kecil dari itu atau setelah dikoreksi secara maksimal
penglihatannya tidak memungkinkan lagi mempergunakan fasilitas pendidikan
dan pengajaran yang biasa digunakan oleh anak normal/orang awas.” 2 Dari
sudut pandang medis seseorang dikatakan megalami tunanetra apabila
“memiliki virus dua puluh per dua ratus atau kurang dan memiliki lantang
pandangan kurang dari dua puluh derajat.”3
1
Esthy Wikasanti, Pengembangan Life Skills untuk Anak Berkebutuhan Khusus
(Jogjakarta: Redaksi Maxima, 2014), 9-10.
2
Mohammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan (Jakarta: Bumi
Aksara, 2006), 31.
3
E. Kosasih, Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus (Bandung: Yrama
Widya, 2012), 181.
3
Seseorang dikatakan buta secara fungsional apabila saluran utama
yang dipergunakanya dalam belajar adalah perabaan atau pendengaran.
Mereka dapat mempergunakan sedikit sisa penglihatannya untuk memperoleh
informasi tambahan dari lingkungan. Orang seperti ini biasanya
mempergunakan huruf Braille sebagai media membaca dan memerlukan
latihan orientasi dan mobilitas.
4
Djadja Rahardja, ketunanetraan (Bandung: UPI), 4.
5
Juang Sunanto , Anak Dengan Gangguan Penglihatan, (Dosen di Jurusan Pendidikan
Luar Biasa, UPI)
4
diperbaiki penglihatannya hingga menjadi normal dengan menggunakan
kaca mata atau lensa kontak. Beberapa kelainan refraksi meliputi:
a. Myopia dan Hyperopia Dalam penglihatan normal, berkas cahaya
paralel yang datang dari jauh akan terfokus pada retina. Jika bola mata
terlalu panjang dari depan ke belakang, maka berkas cahaya itu
terfokus di depan retina dan hal ini mengakibatkan penglihatan
menjadi kabur atau buram. Seseorang yang mengalami myopia sering
dikatakan memiliki penglihatan dekat (nearsightedness) karena
ketajaman penglihatannya bagus pada jarak dekat tetapi mengalami
masalah pada jarak jauh. Pada penderita myopia image obyek yang
dilihat tidak jelas, masalah ini terjadi selain karena bola mata lebih
besar dari pada yang normal juga dapat terjadi pada bola mata yang
normal tetapi elastisitas lensanya kurang baik dan kekuatan refraksi
lensa dan cornea menguat.
b. Presbyopia Dengan meningkatnya usia, seseorang pada umumnya
mengalami penurunan fungsi akomodasi sehubungan dengan lemahnya
elastisitas lensa dan cairan lensa yang mengeras. Oleh karena
gangguan penglihatan ini umumnya berkaitan dengan meningkatnya
usia maka, keadaan ini disebut presbyopia. Presbyopia biasanya terjadi
pada usia 40-an dan penderita mengalami penurunan ketajaman
penglihatan dan mengalami gangguan untuk membaca. Seseorang
yang mengalami presbyopia dapat dibantu dengan sepasang kaca mata
yang memiliki dua lensa. Lensa semacam ini disebut lensa bifocals,
satu lensa untuk membantu menyebarkan (diverge) cahaya dan yang
lain untuk memfokuskan (converge) cahaya.
c. Astigmatism Penyebab utama astigmatism adalah bervariasinya daya
refraksi cornea atau lensa akibat kelainan dalam bentuknya
permukaannya. Hal ini mengakibatkan distorsi pada image yang
terbentuk pada macula. Bila kasusnya sederhana, kondisi ini dapat
dikoreksi dengan memakai kaca mata dengan lensa silindris, tetapi
permasalahan menjadi lebih berat bila kondisi ini disertai myopia dan
hypermetropia. Bila disertai dengan jenis gangguan penglihatan lain,
koreksinya akan menjadi sulit dan dapat mengakibatkan berkurangnya
ketajaman penglihatan bahkan kebutaan.
d. Katarak Katarak adalah kelainan mata yang terjadi pada lensa di mana
cairan dalam lensa menjadi keruh. Karena cairan dalam lensa keruh,
lensa mata kelihatan putih dan cahaya tidak dapat menmbusnya. Orang
yang mengidap katarak melihat seperti melalui kaca jendela yang kotor
karena keruhnya lensa menghalangi masuknya cahaya ke retina.
5
Katarak merupakan salah satu penyebab kebutaan yang utama baik
pada anak-anak maupun orang tua.
2. Kelainan Lantang Pandangan Penerimaan cahaya oleh otak sangat
tergantung pada kualitas impuls yang ditimbulkan oleh retina. Terjadinya
suatu hambatan atau kerusakan pada pusat penglihatan di otak atau bagian
saraf tertentu akan menimbulkan gangguan penglihatan.
3. Kelainan Lain
a. Buta Warna Seseorang yang tidak dapat membedakan warna
disebabkan karena mengalami kerusakan atau kelainan pada sel
receptor di retina yang berbentuk kerucut yang disebut cone.
b. Strabismus (juling) Istilah strabismus digunakan untuk
menunjukkan suatu kondisi dimana image obyek yang dilihat tidak
diterima secara baik oleh mata kanan dan mata kiri.
c. Nystagmus Nystagmus adalah suatu kondisi dimana mata bergerak
secara cepat dan tidak teratur. Nystagmus dapat terjadi pada
seseorang karena kelelahan atau stress dan juga dapat terjadi
karena adanya kerusakan pada otak atau gangguan medis lain yang
kronis.
d. Glaucoma Glaucoma mengakibatkan meningginya tekanan di
dalam bola mata yang dapat mempengaruhi suplai darah ke kepala
syaraf optik. Terdapat beberapa jenis glaucoma: dapat merupakan
penyakit tersendiri, atau dapat juga terkait dengan kondisi-kondisi
lain, misalnya aniridia.
6
Tunadaksa/anak yang mengalami kelainan angota tubuh/gerakan); (4) Anak
Berbakat/anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa; (5)
Tunagrahita; (6) Anak lamban belajar; (7) Anak yang mengalami kesulitan
belajar spesifik (disleksia, disgrafia, atau diskalkulia); (8) Anak yang
mengalami gangguan komunikasi; dan (9) Tunalaras/anak yang mengalami
gangguan emosi dan perilaku.
Tujuan Identifikasi
1. Penjaringan (screening)
7
2. Pengalihtanganan (referral)
Berdasarkan gejala-gejala yang ditemukan pada tahap penjaringan,
selanjutnya anak-anak dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok.
Pertama, ada anak yang tidak perlu dirujuk ke ahli lain (tenaga
profesional) dan dapat langsung ditangani sendiri oleh guru dalam bentuk
layanan pembelajaran yang sesuai.
Kedua, ada anak yang perlu dirujuk ke ahli lain terlebih dulu
(referal) seperti psikolog, dokter, orthopedagog (ahli PLB), dan/atau
therapis, baru kemudian ditangani oleh guru.
Proses perujukan anak oleh guru ke tenaga professional lain untuk
membantu mengatasi masalah anak yang bersangkutan disebut proses
pengalihtanganan (referral). Jika tenaga professional tersebut tidak tersedia
dapat dimintakan bantuan ke tenaga lain yang ada seperti Guru
Pembimbing Khusus (Guru PLB) atau Konselor.
3. Klasifikasi
Pada tahap klasifikasi, kegiatan identifikasi bertujuan untuk
menentukan apakah anak yang telah dirujuk ke tenaga professional benar-
benar memerlukan penanganan lebih lanjut atau langsung dapat diberi
pelayanan pendidikan khusus.Apabila berdasar pemeriksaan tenaga
professional ditemukan masalah yang perlu penanganan lebih lanjut
(misalnya pengobatan, therapy, latihan-latihan khusus, dan sebagainya)
maka guru tinggal mengkomunikasikan kepada orang tua siswa yang
bersangkutan. Jadi guru tidak mengobati dan/atau memberi therapy,
melainkan sekedar meneruskan kepada orang tua tentang kondisi anak
yang bersangkutan. Guru hanya akan membantu siswa dalam hal
pemberian pelayanan pendidikan sesuai dengan kondisi anak. Apabila
tidak ditemukan tanda-tanda yang cukup kuat bahwa anak yang
bersangkutan memerlukan penanganan lebih lanjut, maka anak dapat
dikembalikan ke kelas semula untuk mendapatkan pelayanan pendidikan
khusus.
Kegiatan klasifikasi ini memilah-milah mana anak dengan
kebutuhan khusus yang memerlukan penanganan lebih lanjut dan mana
yang langsung dapat mengikuti pelayanan pendidikan khusus di kelas
reguler.
4. Perencanaan pembelajaran
Pada tahap ini, kegiatan identifikasi bertujuan untuk keperluan
penyusunan program pembelajaran yang diindividualisasikan (PPI).
Dasarnya adalah hasil dari klasifikasi. Setiap jenis dan gradasi (tingkat
8
kelainan) anak dengan kebutuhan khusus memerlukan program
pembelajaran yang berbeda satu sama lain. Mengenai program
pembelajaran yang diindividualisasikan (PPI) akan dibahas secara khusus
dalam buku yang lain tentang pembelajaran dalam pendidikan inklusi.
6
Juang Sunanto, Anak Dengan Gangguan Pengelihatan, Jurnal Pendidikan ABK, 2018.
Hal 10
9
faktor-faktor berikut: (1) Lingkungan fisik dan sosisalnya, (2) struktur
fisiologisnya, (3) keinginan dan tujuannya, dan (4) pengalaman-
pengalaman masa lalunya. Dari keempat faktor yang menentukan kognisi
individu tunanetra menyandang kelainan dalam struktur fisiologisnya, dan
mereka harus menggantikan fungsi indera penglihatan dengan indera-
indera lainnya untuk mempersepsi lingkungannya. Banyak di antara
mereka tidak pernah mempunyai pengalaman visual, sehingga konsepsi
orang awas mereka tentang dunia ini sejauh tertentu mungkin berbeda dari
konsepsi orang awas pada umumnya.
10
berbeda dari siswa-siswa yang awas dalam hasil tes intelegensi verbal.
Mereka juga mengemukakan bahwa berbagai studi yang membandingkan
anak-anak tunanetra dan awas tidak menemukan perbedaan dalam
aspekaspek utama perkembangan bahasa. Karena persepsi auditif lebih
berperan daripada persepsi visual sebagai media belajar bahasa, maka
tidaklah mengherankan bila berbagai studi telah menemukan bahwa anak
tunanetra relatif tidak terhambat dalam fungsi bahasanya. Banyak anak
tunanetra bahkan lebih termotivasi daripada anak awas untuk
menggunakan bahasa karena bahasa merupakan saluran utama
komunikasinya dengan orang lain.
Secara konseptual sama bagi anak tunanetra maupun anak awas,
karena makna kakat-kata dipelajarinya melalui konteksnya dan
penggunaannya di dalam bahasa. Sebagaimana halnya dengan semua anak,
anak tunanetra belajar kata-kata yang didengarnya meskipun kata-kata itu
tidak terkait dengan pengalaman nyata dan tak ada makna baginya.
Kalaupun anak tunanetra mengalami hambatan dalam perkembangan
bahasanya, hal itu bukan semata-mata akibat langsung dari
ketunanetraannya melainkan terkait dengan cara orang
lain memperlakukannya. Ketunanetraan tidak menghambat pemrosesan
informasi ataupun pemahaman kaidah-kaidah bahasa.
11
dan memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk mengikuti
pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara
bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.7
Pada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 32 ayat (1) yang menegaskan
“setiap warga berhak mendapatkan pendidikan”; Undang-Undang Dasar
1945 Pasal 32 ayat (2) yang menegaskan “setiap warga ank a wajib
mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5
ayat (1) yang menegaskan “setiap warga negara mempunyai hak yang sama
untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”. Undang-undang inilah yang
menjadi bukti kuat hadirnya pendidikan inklusi ditengah masyarah.
Pada pendidikan dasar, kehadiran pendidikan inklusi perlu mendapat
perhatian lebih. Pendidikan inklusif sebagai layanan pendidikan yang
mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus (ABK) belajar bersama anak
normal (non-ABK) usia sebayanya di kelas ank ar/biasa yang terdekat dengan
tempat tinggalnya. Menerima ABK di Sekolah Dasar terdekat merupakan
mimpi yang indah yang dirasakan orang tua yang memiliki anak dengan
kebutuhan khusus.
Sayangnya, SD Inklusi yang sudah “terlanjur” menerima tidak
langsung dengan mudahnya menangani anak-anak yang sekolah dengan
kebutuhan khusus itu. Kurikulum harus dapat disesuaikan dengan kelas yang
heterogen dengan karakteristik ABK dan regular. Guru belum siap untuk
menangani anak-anak dikelasnya dengan karakteristik yang berbeda.
Akhirnya, guru-guru yang berhadapan langsung dengan ABK di kelas
mengeluh dan sulit untuk mengajar satu metode yang sama dan dengan
perlakuakuan yang sama sehingga tujuan pembelajaran tidak tercapai seperti
yang diharapkan. Pengembangan kurikulum dapat dilakukan sebagai upaya
menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan tujuan pembelajaran
dapat tercapai dalam pendidikan inklusi.
Pendidikan inklusi di SD belum beriiringan dengan visi pendidikan
belum berdasarkan inklusi ethos yang mengedepankan keragaman dan
kesamaan hak dalam memperoleh pedidikan. Kurikulum dan metode
pengajaran yang kaku dan sulit diakses oleh ABK masih ditemukan pada
kelas inklusi. Pengintergrasian kurikulum belum dapat dilakukan oleh guru
Karena kemampuan guru yang terbatas. Guru-guru belum mendapatkan
training yang praktikal dan kebanyakan yang diberikan sifatnya hanya
sebatas sosialisasi saja. Wali kelas dan atau guru bidang studi yang kedapatan
7
Permendiknas No. 70 tahun 2009, pasal 1
12
dikelasnya ada ABK masih menunjukkan sikap “terpaksa” dalam
mendampingi ABK memahami materi.
E. Hasil Observasi
1. Skh Ykdw 03
Catatan Wawancara
Nama Sekolah : Skh Ykdw 03
Nama Siswa : Cornelius Christian Modal
Nama Guru : Bu Mutia
Waktu : Jum'at, 11 Oktober 2019, (10:55 - 11:30)
Saya dan teman saya datang ke sekolah Skh Ykdw 03 yang berada di
Karawaci, Saya langsung bertemu dengan guru kelas Tunanetra tingkat
sekolah dasar yang bernama Bu Mutia, Bu Mutia bertanya kepada saya
tempat untuk wawancara ingin di kantor atau di kelas, dan saya menjawab
di kelas saja karena salah satu siswa menunggu di kelas, Bu Mutia pun
menunjukkan kepada saya ruang kelas tempat menunggu siswa. Sesampai
di kelas saya berkenalan dengan siswa tersebut yang bernama Cristian dan
panggilannya Tian, saya pun langsung memulai wawancara dan saya
bilang ke guru kelas dan siswa untuk wawancara dengan santai seperti
sedang bercerita-cerita karena menurut saya agar siswa tidak merasa
tegang di tanya oleh saya dan merasa terbuka.
Saya memulai wawancara ke siswa terlebih dahulu. Nama siswa
adalah Cornelius Christian Modal, biasa di panggil dengan nama Tian,
Tian duduk dikelas 4 sekolah dasar. Tian adalah siswa tunanetra yang
jenisnya A1, A1 merupakan jenis tunanetra yang tingkat kecerdasanya
seperti orang normal dan memiliki sedikit pengelihatan walau hanya
bayangan dan cahaya yang dilihat dari jauh. Tian memiliki kemampuan
bermain dram dan memiliki cita-cita menjadi dramer, Tian pernah meraih
juara 3 tingkat kota dalam lomba menyanyi daerah, Tian juga merupakan
salah satu siswa sekolah dasar yang pernah mengikuti perkemahan, hal
tersebut dikarenakan Tian siswa yang mandiri. Dalam hal pelajaran tian
lebih unggul di mata pelajaran matematika dan dalam proses pembelajaran
Tian lebih menyukai metode pembelajaran praktik seperti praktik
membuat makanan yaitu es lilin, teh manis, es oreo dll. Tian masih belum
bisa mengikat tali sepatu, Tian menyukai bersekolah di Skh Ykdw karena
sering ada tour atau jalan-jalan ke sebuah tempat, terakhir Tian dan teman-
temannya berjalan-jalan ke suatu tempat yang ada di Serpong, ditempat itu
mereka diberitahu bentuk cangkang keong dan bentuk kupu-kupu dengan
memegangnya.
13
Setelah bertanya-tanya mengenai profil siswa, saya lanjut bertanya
kepada guru kelas mengenai sekolah dan profil guru tersebut. Nama guru
kelas adalah Mutia, Bu Mutia sebelumnya bekerja di bagian tunadaksa di
Tangerang kemudian dipindahkan ke Skh Ykdw di bagian Tunanetra, Bu
Mutia saat ini sedang berkuliah di Universitas Terbuka. Walaupun tidak
memiliki latar belakang pendidikan anak berkebutuha khusus, Bu Mutia
terus belajar dan berusaha untuk bisa mengajar anak berkebutuhan khusus,
dari yang awal ditempatkan di tunagrahita sampai sekarang ditempatkan di
tunanetra, yang memotivasikan Bu Mutia tetap semangat dan berusaha
mengajar adalah murid-muridnya, karena walaupun mereka memiliki
kekurangan akan tetapi mereka selalu ingin mempelajari berbagai hal dan
juga kemampuan yang mereka miliki.
Sekolah Ykdw 03 memiliki 4 murid sekolah dasar yang tunanetra dan
Bu Mutia yang mengajarkannya ditambah dengan 1 murid tunadaksa.
Mereka ada yang di tingkat kelas 1, 2, dan 4. Mereka diajarkan dalam satu
kelas dengan pengajaran mendahulukan yg tunanetra karena mereka tanpa
hambatan. Lalu Bu Mutia berikan tugas, kemudian Bu Mutia ke tingkatan
kelas yg berbeda. Bu Mutia biasanya dalam menyampaikan materi
menggunakan beberapa metode. pertama, menggunakan metode ceramah,
dengan menjelaskan beberapa materi yang sesuai pelajaran mereka.
Setelah itu akan diberikan sesi tanya jawab, dan jika ada siswa yg masih
belum mengerti Bu Mutia akan ajak diskusi dengan siswa yg lainnya.
Media pembelajaran yg biasa dipakai yaitu buku-buku yg menggunakan
huruf braille, miniature binatang-binatang, puzzle berbentuk bangun datar,
dan alat musik. Kegiatan yang diberikan sekolah yaitu jalan-jalan 3 bulan
sekali dan berenang sebulan sekali.
14
Dokumentasi
15
2. SLB A Pembina Nasional Jakarta
Catatan Wawancara
Nama Sekolah : SLB A Pembina Nasional Jakarta
Nama Siswa : Bintang Febra Aris Mulia
Nama Guru : Mulyono S.Pd
Waktu : Rabu, 09 Oktober 2019, (08:00 - 10:00)
Saya dan beberapa teman saya datang ke sekolah SLB A Pembina
Nasional Jakarta yang berada di lebak bulus, Saya dan beberapa teman
saya langsung bertemu dengan salah satu staff yang menangani tentang
perizinan observasi, penelitian, dan lain-lain yang bernama pak agus,
setelah berbicara dengan pak Agus beliau memberikan izin untuk kita
observasi. Kita dipersilahkan untuk melihat ke setiap kelas dan jika ingin
wawancara bisa langsung ke wali kelasnya. Lau kita masuk ke setiap
kelas untuk melihat pembelajaran di kelas, setelah melihat-lihat kita
berdiskusi untuk memilih kelas mana aja yang akan kita wawancara.
Kemudian kita memilih kelas 2,3,5. Kita pun masuk ke setiap kelas yang
sudah kita sepakati, dan setiap orang masing-masing meilih satu anak
untuk diwawancara dengan izin wali kelasnya. Sesampai di kelas saya
berkenalan dengan siswi tersebut yang bernama Bintang, saya pun
langsung memulai wawancara dan saya bilang ke guru kelas dan siswa
untuk wawancara dengan santai seperti sedang bercerita-cerita karena
menurut saya agar siswa tidak merasa tegang di tanya oleh saya dan
merasa terbuka.
Saya memulai wawancara ke siswa terlebih dahulu. Nama siswa
adalah Bintang Febra Aris Mulia, biasa di panggil dengan nama Bintang,
Tian duduk dikelas 3 sekolah dasar. Lahir di Jakarta tanggal 25-02-2007,
dia mempunyai hobby membaca buku cerita, banyak buku cerita yang
telah ia baca. Kata mamanya Bintang orangnya tidak suka untuk
bersosialisasi jadi ia selalu dirumah saja untuk membaca buku seharian.
Bintang punya makanan kesukaan yaitu coklat, kue coklat, baso, dan
beberapa buah. Dia tidak suka makan nasi, jadi dia lebih suka makan roti.
Bintang pun memiliki cita-cita yang luar biasa bagus, ia ingin menjadi
hafidz qur’an. Ia sudah hafal juz 30 dan dirumah ia selalu ngaji
dirumahnya untuk belajar menghafal al-Qur’an.
16
Dokumentasi
17
3. SLB A Pembina Nasional Jakarta
Catatan Wawancara
Nama Sekolah : SLB A Pembina Nasional Jakarta
Nama Siswa : Stefanni Khoirunnisa
Usia : 9 tahun
Kelas : II A
Nama Guru : Dra. Iis Susmianti
Waktu : Rabu, 09 Oktober 2019, (08:00 - 10:00)
18
hal yang belum ia ketahui, Fanni akan terus bertanya kepada ibu nya
hingga ia tahu.
Fanni memiliki adik perempuan yang berusia 4 tahun. Di rumah
Fanni memiliki banyak teman. Ia pun tidak malu untuk bersosialisasi di
depan orang banyak. Ketika TK pun ia bersekolah di TK umum. Fanni
mengidap kebutaan sejak lahir. Tetapi, Fanni tidak buta total. Ia masih bisa
melihat cahaya walaupun sedikit. Fanni bisa dikategorikan sebagai buta
secara fungsional. Fanni masih bisa melihat lingkungan sekitar dengan
pencahayaan yang sangat minim.
Dokumentasi
19
4. SLB A Pembina Nasional Jakarta
20
Makanan yang diberikan hari itu adalah buah kelengkeng dan kue. Daffa
sangat suka buah sehingga makanan pada hari itu habis. Program makanan
sehat bergizi ini merupakan program dari pemerintah DKI Jakarta yang
bertujuan memenuhi gizi baik untuk peserta didik yang bersekolah di
provinsi DKI Jakarta. Setelah jam istirahat selesai, daffa melanjutkan
kegiatan belajarnya dengan pak ilhan selaku guru olahraga. Beralih dari
ruang kelas ke ruang olahraga, di setiap lantai sekolah tersebut di sediakan
fasilitas jalan khusus untuk disabilitas tunanetra, sehingga membantu
siswa untuk menemukan arah jalan. Dalam kegiatan olahraga ini, daffa
dan teman-temannya di berikan materi tentang keseimbangan oleh pak
Ilhan. Saat olahraga, hal pertama yang guru berikan adalah persiapan dan
pemanasan perdagangan otot sendi. Daffa mengikuti nya dengan baik.
Guru mencontohkan dengan mempraktekkan gerakan ke tubuh peserta
didik nya secara langsung. Kemudian gerakan keseimbangan yang di
aplikasikan lewat jalan diatas papan kecil dengan tangan direntangkan lalu
dilanjutkan dengan menangkap dan mendorong bola melalui pendengaran
yang diberikan di bola tersebut. Dalam kegiatan olahraga ini, menurut
pengamatan saya kepada daffa, kemampuan psikomotorik daffa kurang
dibandingkan dengan kemampuan kognitif daffa. Pengamatan kognitif
daffa saya dapatkan ketika belajar tematik tentang tumbuhan dengan pak
Keriyadi selaku wali kelas. Saat diberikan pertanyaan, daffa selalu bisa
menjawab lebih cepat di bandingkan dengan teman-temannya. Selain
belajar di kelas. Disekolah ini mengadakan orientasi mobilisasi dengan
tujuan untuk mengenalkan dan membiasakan peserta didik dengan
lingkungan disekitarnya. Melatih kemandirian dan keberanian juga
merupakan salah satu tujuan kegiatan tersebut.
21
Dokumentasi
22
DAFTAR PUSTAKA
23