Menurut Lestiawati (2019), sains merupakan suatu kerangka pengetahuan yang merupakan suatu sistem alami, proses, dan kreasi dari ide yang terkonsep dan bebas yang berisi mengenai dunia melalui observasi, dan eksperimen. Pengembangan pembelajaran sains pada AUD menggunakan benda yang nyata, pembahasannya harus dijelaskan kepada anak dengan bahasa anak, dan memberikan pengarahan pada anak saat sedang kegiatan pembelajaran, dalam kegiatan ini akan terjadi proses yang merupakan hal terpenting dalam pembelajaran sains untuk AUD. Sains bagi AUD ini berfungsi sebagai sarana pengembangan aspek perkembangannya, yaitu kognitif (berpikir logis, kritis, analisis, dan sistematis), membangun karakter (kepekaan, peduli, teliti, peduli, sabar, tanggungjawab, kerjasama, dan kebersamaan), dan menanamkan sikap ilmiah (eksplorasi, keingintahuan, pencari penyebab, menemukan, dan menggunakan solusi yang terbaik dalam pemecahan masalah).
2. Hakekat dan Lingkup Sains (Asiah, 2012)
a. Proses Proses dalam sains ini merupakan cara untuk memperoleh pengetahuan, yang dilakukan dengan menelusuri gejala dan fakta alam. Dalam sains ini menuntut proses yang dinamis dalam berpikir, pengamatan, eksperimen, menemukan konsep, dan merumuskan teori. Rangkaian proses ini disebut metode ilmiah. b. Produk Produk dalam sains ini terdiri atas berbagai fakta, konsep, hukum, dan teori. Jadi produk dalam sains ini adalah sesuatu yang telah terjadi (umum/khusus) yang mengacu pada ciri-ciri yang menghasilkan komposisi dari pengembangan sains yang sistematis dan kebenarannya sudah teruji. c. Sikap Sikap keilmuan merupakan nilai-nilai yang harus dipertahankan seseorang saat mencari atau mengembangkan pengetahuan baru. Sikap keilmuan sains terdiri dari rasa ingin tahu, jujur, tanggung jawab, disiplin, tekun, dan demokratis.
3. Contoh Kegiatan Pembelajaran Sains
a. Perkotaan Kegiatan sains yang bisa dilakukan di perkotaan salah satunya field trip mengunjung museum. Contohnya di daerah Bandung ada Planet Sains, jadi anak bisa wisata sains, workshop, dan pelatihan eksperimen sederhana. Contoh museum lain yaitu museum geologi, anak jadi bisa mengetahui dan melihat bagaimana bentuk fosil hewan, dan anak pun bisa melakukan simulasi bencana di museum tersebut. b. Pedesaan Kegiatan sains di pedesaan menggunakan media yang ada di alam sekitar, contohnya tentang kelestarian alam dan lingkungan, anak bisa diajarkan untuk membedakan biotik dan abiotik, anak pun bisa menjaga lingkungannya dengan diajarkan membuang sampah pada tempatnya sesuai jenis sampah, dan anak bisa diajarkan menanam pohon secara langsung di lingkungan sekitar.
4. Penerapan Metode CTL dalam Pembelajaran Sains AUD dan Penilaian
Autentik yang Dilakukan a. Penerapan CTL dalam Pembelajaran Sains AUD Contextual Teaching and Learning (CTL) menurut Johnson (dalam Anggraini, 2017) yaitu makna, bermakna, dan dibemaknakan. CTL menurut US Departement of Education The National School-to-Work Office (dalam Anggraini, 2017) merupakan metode pembelajaran yang menghubungkan antara kehidupan nyata dengan materi pembelajaran yang disampaikan, dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan. CTL bermanfaat untuk memudahkan dan memotivasi siswa belajar dengan mengaitkan pengetahuan dengan sekitarnya. Penerapan CTL ini dibagi menjadi dua metode, yaitu teori belajar bermakna David Ausubel dan metode pengajaran John Dewey. Teori Ausubel ini intinya belajar bermakna yang merupakan suatu proses yang dikaitkan dengan informasi baru pada konsep-konsep yang relevan dalam struktur kognitif, maka jika dikaitkan masalah siswa dapat mengerjakan bermasalahan autentik dengan konsep yang ada. Teori John Dewey ini merupakan metode reflektif di dalam memecahkan maslahnya menggunakan proses berpikir aktif, teliti, dan hati-hati, dengan prinsip kesaling-bergantungan, diferensiasi, dan pengorganisasian diri. Implementasi CTL dilakukan dengan membuat prosedur yang berorientasi pada program, multiple konteks, keanekaragaman, mendukung belajar mandiri, group learning, dan asesmen yang autentik, setelah mebuat prosedur lalu dituangkan dalam RPPH pembelajaran dan yang terakhir evaluasi. Dalam pembelajaan sains untuk AUD, penerapan CTL ini melibatkan keaktifan anak dalam proses pembelajaran. Proses pembelajarannya ini dilakukan secara aktif, kreatif, kerjasama, dan melalui pengalaman langsung, serta konsep yang efektif. Dengan CTL anak bisa lebih kritis dan analisis karena mengaitkan pengetahuan dengan apa yang ada disekitarnya, contohnya anak mendapatkan materi tentang pembiasaan cahaya, nah dikaitkan dengan gejala alam yang ada disekitar yaitu pelangi, jadi pembelajaran akan lebih mudah karena ada contoh nyatanya. b. Penilaian Autentik yang Dilakukan Menurut Al-Tabany (dalam Anggraini, 2017) penilaian autentik merupakan salah satu unsur kunci CTL, karena penggunaan strategi penilaian yang secara valid mencerminkan hasil belajar yang diharapkan. Strategi ini meliputi penilaian proyek, kegiatan anak, portofolio, rublik, ceklis, dan buku pengamatan, selain itu strategi ini dilakukan untuk menilai keaktifan anak, pe,belajaran, dan keterampilan anak. Penilaian autentik ini dilakukan dengan asesmen yaitu proses pengumpulan data yang memberikan gambaran perkembangan belajar siswa, asesmen ini dilakukan bersama-sama secara terintegrasi dan bereksinambungan. Dalam CTL, hal-hal yang bisa digunakan sebagai dasar menilai secara autentik adalah proyek dan laporannya, pekerjaan rumah, kuis, karya siswa, presentasi/penampilan siswa, demonstrasi, dan hasil tes tulis.
5. Pendekatan Pembelajaran Sains Berbasis Budaya dan Contoh Proses
Kegiatannya Pengelola sekolah dibebaskan untuk merancang kurikulumnya sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah tersebut, maka pendekatan pembelajaran sains berbasis budaya bisa diterapkan. Pembelajaran sains perlu diupayakan dengan penanaman sikap-sikap ilmiah, serta nilai-nilai budaya yang berkembang di masyarakat (Suastra, 2010). Pendekatan pembelajaran sains berbasis budaya ini bermanfaat untuk mengembangkan pola fikir dan kekreatifitas, serta melestarikan kebudayaan yang ada. Contoh prosesnya adalah pembelajaran sains disesuaikan dengan kebudayaan lokal setempat, bisa menggunakan media di alam sekitarnya. Contoh implementasinya adalah siswa bisa belajar tentang indera pengecap, nantinya anak akan mencoba berbagai macam makanan yang ada di daerahnya, selain anak jadi mengenal beberapa rasa, anak pun jadi lebih mengenal makanan khas yang ada di daerahnya.
6. Implementasi Pembelajaran Sains Bagi Anak yang Berkebutuhan Khusus
Anak berhak mendapakan semua pembelajaran walaupun dengan tingkat intelegensia yang berbeda. Maka pendidik harus peka dan memberi pembelajaran menyesuaikan karakteristik anak. Strategi pembelajaran sains untuk anak berkebutuhan adalah melakukan pendekatan dan penyesuaian menyesuaikan dengan gangguan yang anak alami, membantu anak untuk menguasai proses, hasil produk, dan menilai produk sains, dan melakukan tanggapan positif berupa apresiasi untuk menumbuhkan rasa percaya diri anak (Nugraha & Gustiana, 2019). Pembelajaran sains bagi anak yang mengalami gangguan : a. Gangguan Penglihatan Anak yang mengalami gangguan penglihatan, mereka dapat menangkap pesan yang dimaksud dengan baik melalui komunikasi verbal menggunakan ucapan, buku braile, dan benda timbul. Jadi implementasi untuk pembelajaran sains ini, guru/orang tua lebih menekankan penjelasan melalui audio dan lembaga PAUD ditekankan menyediakan buku braile untuk pembelajaran anak yang mengalami gangguan penglihatan. b. Gangguan Pendengaran Anak yang mengalami gangguan pendengaran, mereka dapat menangkap pesan yang dimaksud dengan baik melalui membaca gerakan bibir orang lain atau disajikan dengan simbol. Dalam impelementasi pembelajaran sains ini, guru/orang tua bisa mengikuti kursus bahasa isyarat untuk anak tuli dan lebih menutamakan pembelajaran pada visual. c. Gangguan Fisik Anak yang mengalami gangguan fisik ini melakukan kegiatan pembelajaran dengan alat bantu (tongkat/kursi roda). Pendidik melakukan implementasi berupa setting kelas menyesuaikan kondisi anak, pendidik/orang tua tidak menyinggung fisik anak, dan memotivasi anak agar terus semangat d. Gangguan Emosi Dengan gangguan emosi ini, anak tidak dapat beraktivitas secara baik dalam pembelajaran sains, maka huru harus berhati-hati saat menyimpulkan perilaku anak dan melakukan tindakan. Guru memberikan motivasi agar anak belajar dan memperhatikan tahapan-tahapan perkembangan anak dengan baik. Implementasi untuk anak yang mengalami gangguan ini bisa dilakukan dengan pendekatan antar guru dan murid, bisa juga menggunakan eksperimen yang membuat anak rileks.
7. Scenario Pembelajaran Sains dalam Mengembangkan Kemampuan Anak
Berkaitan dengan Produk, Proses, dan Sikap. SKENARIO PEMBELAJARAN
Tema : Alam Semesta
Sub Tema : Gejala Alam (Pelangi) Kelompok :B Metode Pembelajaran: Eksperimen Langkah-langkah Pembelajaran: A. Kegiatan Pembukaan: 1) Sebelum Pembelajaran dimulai, guru memerintahkan anak untuk melingkar 2) Setelah melingkar, guru mengucapkan salam kepada siswa, lalu siswa menjawab salam tersebut 3) Berdoa sebelum belajar diawali dengan sikap gulung -gulung “Sikap gulung-gulung, hap (posisi tangan ditekuk di depan dada, tangan kanan di atas tangan kiri) Gulung-gulung tangan di gulung-gulung, prok (gerakan tangan seperti gerakan menggulung ke depan) Putar-putar tangan di putar putar, prok (gerakan pergelangan tangan memutar) Ular melingkar di atas pagar (tangan disatukan lalu digoyangkan seperti gerakan ular) Kanan kiri atas bawah sikap berdoa” 4) Doa sebelum belajar : “rabbi zidnii ‘ilman warzuqnii fahman, bi rahmatika yaa arhamarrahimiin, aamiin” 5) Setelah berdoa guru melakukan presensi dengan memanggil nama anak satu persatu 6) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran kali ini mengenal warna pelangi dengan eksperimen sederhana B. Kegiatan Inti 1) Sebelum memulai kegiatan inti, guru memimpin kelas terlebih dahulu untuk menyanyi lagu “Pelangi” 2) Setelah itu, guru menjelaskan dengan singkat apa itu pelangi, proses terjadinya pelangi, dan warna-warna yang ada di pelangi 3) Guru melakukan eksperimen sederhana yang pertama yaitu proses pembiasan cahaya yang menyebabkan terjadinya pelangi (Hasanah, 2018) a) Siapkan alat dan bahan : wadah, cermin, kertas berwarna putih, air, dan sumber cahaya (matahari/lampu) b) Siapkan wadah yang menghadap sumber cahaya, lalu masukkan cermin, dan isi wadah sampai setengah bagian cermin tenggelam oleh air c) Letakkan kertas hvs di depan pantulan cahaya dari cermin, lalu terlihatlah hasil pembiasan berwarna warni yaitu pelangi. C. Kegiatan Penutup 1) Mengulas kegiatan awal dan inti 2) Menanyakan perasaan anak 3) Menyanyikan lagu sayonara untuk pulang 4) Setalah itu berdoa diawali dengan sikap gulung-gulung dan ucapan “ahamdulillaahirabbil ‘alamiin” D. Kemampuan Anak Berkaitan dengan Proses, Produk, dan Hasil 1) Proses : proses dalam kegiatan ini membuat anak kritis, mengapa dengan air dan cahaya bisa menghasilkan pelangi, dari kegiatan ini nantinya anak akan menggunakan ilmu dan kemampuannya untuk menerapkan eksperimen ini dalam membuat pelangi sederhana. 2) Produk : hasil yang diciptakan oleh anak dalam tema dan eksperimen ini adalah bisa melihat pelangi dengan eksperimen pembiasan cahaya sederhana. 3) Sikap : sikap yang dihasilkan pada kegiatan ini adalah rasa ingin tahu anak mengapa bisa terjadinya pelangi, apa saja warna pelangi, dan sikap tanggungjawab menyelesaikan kegiatannya dari awal sampai akhir dengan sabar. DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, D. (2017). Penerapan pembelajaran kontekstual pada pendidikan anak usia
dini. Yaa Bunayya: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 1(1), 39-46. [Online]. Tersedia : https://jurnal.umj.ac.id/index.php/YaaBunayya/article/viewFile/1722/1451. Diakses pada 29 Januari 2021. Asiah, S. (2012). Kemampuan Sains Anak Usia Dini melalui Pembelajaran dengan Keterampilan Proses dan Produk. Al-Fikrah: Jurnal Kependidikan Islam IAIN Sulthan Thaha Saifuddin, 3, 56795. [Online]. Tersedia : https://www.neliti.com/publications/56795/kemampuan-sains-anak-usia-dini- melalui-pembelajaran-dengan-keterampilan-proses-d. Diakses pada 28 Maret 2021. Hasanah, Antika. (2018). Membuat Pelangi dengan Alat Sederhana dan Belajar Spektrum Cahaya. Yotube : Antika Hasanah Channel. [Online]. Tersedia : https://youtu.be/MFJ4ipat_o4. Diakses pada 29 Maret 2021. Lestiawati, I. M. (2019). Mengenal dan Memahami Konsep Pembelajaran Sains dan Matematika untuk Anak Usia Dini. Pratama Widya: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 4(2), 122-131. [Online]. Tersedia : http://www.ejournal.ihdn.ac.id/index.php/PW/article/view/1170. Diakses pada 28 Maret 2021. Nugraha, A. & Gustiana, A. (2019). Pengembangan Pembelajaran Sains untuk AUD. Bandung : PGPAUD FIP UPI. Suastra, I. W. (2010). Model Pembelajaran Sains Berbasis Budaya Lokal untuk Mengembangkan Potensi Dasar Sains dan Nilai Kearifan Lokal di SMP. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, 43(1). [Online]. Tersedia : https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JPP/article/view/1697. Diakses pada 29 Maret 2021.