Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

ADAPTASI DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN


PEMBELAJARAN SAINS PADA ANAK USIA DINI
DI INDONESIA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA


DINI

DEPARTEMEN PEDAGOGIK

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Pengembangan Pembelajaran
Sains untuk Anak Usia Dini : Adaptasi dan Tantangan Pengembangan
Pembelajaran Sains pada Anak Usia Dini di Indonesia” ini. Sholawat dan salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, Nabi Muhammad
SAW yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan yang lurus berupa ajaran
agama islam yang sempurna dan menjadi anugrah terbesar bagi seluruh alam
semesta.
Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang
menjadi tugas Pembelajaran Sains Untuk AUD dengan judul “Adaptasi dan
Tantangan Pengembangan Pembelajaran Sains pada Anak Usia Dini di
Indonesia”. Disamping itu, kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua
pihak yang telah membantu kamu selama pembuatan makalah ini berlangsung
sehingga dapat terealisasikanlah makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran terhadap
makalah ini agar kedepannya dapat kami perbaiki. Karena kami sadar, makalah
yang kami buat ini masih banyak terdapat kekurangannya.

Bandung, Februari 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2

1.3 Tujuan.............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

2.1 Pengembangan Pembelajaran Sains Berbasis Sosio-Kultural dan Dinamika


Lingkungan...........................................................................................................3

2.2 Dilema Dan Hambatan Pengembangan Pembelajaran Sains Pada Anak Usia
Dini di Indonesia..................................................................................................6

2.3 Optimalisasi Peran Partisipan Dalam Pengembangan Pendidikan Sains pada


Anak Usia Dini Di Indonesia...............................................................................8

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................12

3.1 Kesimpulan...................................................................................................12

3.2 Saran.............................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13

LAMPIRAN...........................................................................................................15

Pertanyaan..........................................................................................................15

Jawaban..............................................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembelajaran sains untuk anak usia dini difokuskan pada pembelajaran
mengenai diri sendiri, alam sekitar, dan gejala alam. Pembelajaran sains pada
anak usia dini memiliki beberapa tujuan, diantaranya yaitu: (1) membantu
pemahaman anak tentang konsep sains dan keterkaitannya dengan kehidupan
sehari-hari, (2) membantu menumbuhkan minat pada anak usia dini untuk
mengenal dan memperlajari benda-benda serta kejadian di lingkungan sekitarnya,
(3) membantu anak agar mampu menerapkan berbagai konsep sains untuk
menjelaskan gejala-gejala alam dan memecahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari, (4) membantu anak usia dini untuk dapat mengenal dan memupuk
rasa cinta kepada alam sekitar sehingga menyadari keagungan Tuhan Yang Maha
Esa.Namun, kenyataan yang terjadi pada umumnya dalam pembelajaran sains
pada anak usia dini terjadi kesenjangan antara tujuan dan kenyataan dilapangan.
Hal ini dapat dilihat dari metode guru yang masih menggunakan metode ceramah
dan diskusi dalam praktik pembelajaran sains yang membuat anak banyak
mendengar, duduk, dan diam, sehingga anak kurang diberikan kesempatan untuk
memperoleh pengalaman nyata. Padahal hakikat pembelajaran sains adalah
memberikan pengalaman yang menantang sehingga memfasilitasi rasa ingin tahu
anak dengan menyuguhkan pembelajaran yang variatif, menyenangkan, serta
untuk mengobservasi dan mengeksplorasi berbagai macam objek fisik, alam, atau
kejadian-kejadian yang ada di lingkungan anak.Disisi lain, anak masih mengalami
kesulitan dalam mengembangkan keterampilan proses sains dikarenakan guru
hanya menggunakan metode pemberian tugas. Anak hanya belajar dengan
mendengarkan penjelasan guru kemudian anak mengerjakan tugas berupa lembar
kerja anak. Pemberian tugas ini belum dapat dipahaminya karena anak tidak
mengalami pengalaman langsung dalam suatu proses percobaan. Untuk
mendapatkan pengalaman dalam proses percobaan diperlukan fasilitas dan metode
yang mendukung melalui kegiatan yang dapat mencakup proses tersebut.
diperlukannya komitmen tinggi dan upaya maksimal untuk memenuhi tujuan
pengembangan yang dijadikan sebagai target ideal pengembangan pendidikan

1
sains anak usia dini. Komitmen dan upaya dalam mengembangkan pendidikan
sains anak usia dini ini merupakan langkah penting untuk melahirkan masyarakat
bangsa yang cerdas, kreatif, dan kompetitif. Hal ini dapat mewujudkan masa
depan bangsa sebagai cita-cita yang tertuang dalam Pancasila dan UUD 1945.
Selain itu, diharapkan masyarakat pun dalam mengejar ketertinggalan bangsa lain
dengan mengikuti dan memanfaatkan perkembangan IPTEK yang terus
berkembang (Nugraha dan Gustina, 2019).

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana pengembangan Pembelajaran Sains Berbasis Sosio-Kultural
dan Dinamika Lingkungan ?
b. Apa saja dilema dan hambatan pengembangan pembelajaran sains pada
anak usia dini di Indonesia ?
c. Bagaimana optimalisasi peran partisipan dalam pengembangan pendidikan
sains pada anak usia dini di Indonesia ?

1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui pengembangan Pembelajaran Sains Berbasis Sosio-
Kultural dan Dinamika Lingkungan
b. Untuk mengetahui dilema dan hambatan pengembangan pembelajaran
sains pada anak usia dini di Indonesia
c. Untuk mengetahui optimalisasi peran partisipan dalam pengembangan
pendidikan sains pada anak usia dini di Indonesia

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengembangan Pembelajaran Sains Berbasis Sosio-Kultural dan


Dinamika Lingkungan
Penerapan sains dinilai dinamis dan bahkan cenderung melesat terus
(progresif) menuju titik yang makin hari semakin tinggi puncaknya. Dalam
menghadapi dilema dan tantangan dalam merealisasikan hal tersebut hendaknya
para pendidik dan pengembang mulai mencari cara yang strategis demi
mengatasinya. Maka dari itu pengembangan pembelajaran sains harus dimulai
dari saat ini dan dari sini. Pengembangan pembelajaran sains dan penerapannya
dapat dimulai kapanpun dan dimanapun, serta dalam kondisi dan dimensi apapun,
termasuk pelaksanaannya oleh siapapun asalkan yang bersangkutan memang
memiliki komitmen dalam pengembangan pembelajaran dan pemanfaatan sains.
Perlu sampainya pencerahan tentang keleluasaan dan kemudahan dalam
pemanfaatan sains akan menjadi sangat penting, bahkan mendesak apabila dilihat
dari kesadaran dan keleluasan sains terhadap lapisan masyarakat dan mengingat
kondisi Indonesia yang memiliki keragaman masyarakat dan budaya serta
lingkungan yang cukup kompleks yang tidak jarang menimbulkan konflik
berkepanjangan dan rumit untuk diselesaikan. Hasil analisis lebih lanjut terhadap
data PISA untuk anak Indonesia dapat dipastikan bahwa banyak peserta didik di
Indonesia tidak mampu mengaitkan pengetahuan sains yang dipelajarinya dengan
fenomena-fenomena yang terjadi di dunia, karena mereka tidak memperoleh
pengalaman untuk mengkaitkannya. (Permanasari,2016).
Munculnya kesadaran tersebut tentu akan sangat membantu membuka
kesadaran mereka bahwa mereka berada pada lingkungan yang majemuk
(bhineka), tetapi meskipun demikian dengan pemahaman akan batasan-batasannya
yang dikemas melalui pengembangan pembelajaran sains, maka kemampuan
mengontrol, berekpresi dan bertindak diantara mereka sendiri akan jauh lebih
terkendali sehingga perbedaan tersebut menjadi pemicu terjalinnya persatuan.
Penerapan sains pada lingkungan sosial-budaya yang kompleks dan dinamis
dapat merujuk pada pernyataan Norair M Sissakian (Nugraha,2019) yang
menyatakan bahwa faktor sosial, ekonomi, demografi, geografis, dan faktor-faktor

3
lainnya yang merupakan bagian dari kehidupan masyarakat harus
dipertimbangkan dalam perencanaan pendidikan.
Mengapa perlu mengacu pada pernyataan tersebut dalam pengembangan
pembelajaran sains, terdapat beberapa pertimbangan, diantaranya:
1. Sains tidak mungkin dipisahkan dari kehidupan
2. Sosial-budaya, lingkungan dan pemangunan berkembang secara dinamis
3. Sains dapat membangun sikap ilmiah tentang nilai di masyarakat
4. Sains dapat membantu menggali keadaan lingkungan
5. Sains membantu dalam menyatukan cara pandang seseorang/kelompok yang
berbeda latar belakang
6. Sains mempunyai potensi kuat untuk menyadarkan warga negara (anak)
dalam hal keadaan lingkungan dan perubahannya
Jika berhasil mengembangkan sains dengan mengakomodasi dan
mengintegrasikan berbagai karakteristik sosial-budaya dan dinamika
lingkungannya, maka yang akan akan tercapai tujuan yang lebih luas yaitu
pembangunan bangsa secara menyeluruh dan berkesinambungan. Program
pengembangan pembelajaran sains yang mempertimbangkan sosial-budaya dan
dinamika lingkungan maka menghasilkan produk yang dapat membangun
lingkungan dan daerahnya secara maksimal.
Salah satu pilihan yang tepat untuk pengembangan pembelajaran sains pada
tingkatan Pendidikan usia dini adalah dengan menggunakan pendekatan STM
(Sains, Teknologi, dan Masyarakat) atau STS (Science, Technology, and Society)
sekarang disebut STEAM. STM/STS adalah inovasi dalam pengembangan
Pendidikan sains yang dipromosikan di Amerika Serikat sekitar tahun 1980-an,
sebagai Gerakan dalam mengatasi kelemahan-kelemahan dalam program
Pendidikan sains sebelumnya. Menurut Hadiat (1984) STM/STS adalah
pengajaran sains yang menekan pada konsep sains serta peranan sains dan
teknologi dalam kehidupan masyarakat serta menumbuhkan rasa tanggung jawab
sosial, terhadap dampak-dampaknya yang terjadi. Dalam pengembangannya,
STM/STS mempunyai empat kelompok sasaran:

4
1. Sains untuk memenuhi kebutuhan individu, artinya sains digunakan untuk
meningkatkan taraf hidup anak dan kemampuan antisipasi IPTEK yang
berkembang.
2. Sains diarahkan untuk menyelesaikan masalah yang timbul dan berkembang
dalam masyarakat
3. Pendidikan sains harus mengembangkan kesadaran anak didik tentang
lingkungan serta jenis-jenis sains yang dianggap sesuai dengan karier bidang
teknologi yang sesuai dengan minat dan bakatnya
4. Pendidikan sains memberi kesempatan dan turut mempromosikan anak untuk
dapat mengembangkan Sosial pendidikan sainsnya secara akademis ataupun
profesional.
STEAM adalah pendekatan belajar-mengajar tentang sains dan teknologi
dalam konteks pemalaman manusia terutama peserta didik sebagai sasaran
belajar.Ciri-ciri program pembelajaran STEAM [ CITATION Hud17 \l 1033 ] antara
lain :
1. Siswa mengidentifikasi masalah dan dampaknya yang ada di
lingkungannya.
2. Pembelajaran menggunakan sumber-sumber yang ada, guna memperoleh
informasi yang digunakan dalam pemecahan masalah.
3. Keterlibatan siswa secara aktif di dalam mencari informasi untuk
pemecahan masalah yang timbul dalam masyarakat.
4. Penekanan pada keterampilan proses sains agar dapat digunakan oleh siswa
dalam mencari solusi terhadap masalahnya.
5. Sebagai perwujudan otonomi setiap individu dalam kegiatan pembelajaran.
Promosi pembelajaran sains melalui STEAM menjadikan sains mudah
dipahami peserta didik dan menimbulkan minat belajar pada anak. Sentuhan
pembelajaran sains meliputi konsep esensial, peran siswa dan teknologi serta
sumber lingkungan yang berkembang dalam masyarakat. Program
pengembangan pendidikan sains pada anak dicari, diidentifikasi, dan
dikembangkan dengan masalah internal yang mempengaruhi kehidupan sehari-
hari.

5
Agar STEAM dapat terlaksana berkualitas maka dikenalkan model
pengelolaan kelas untuk memenuhi standar kualitas yang diharapkan yaitu DSE
(Development System for Education). DSE ini dikembangkan berdasarkan
prinsip-prinsip dari TQM (Total Quality Management), yaitu :
1. Rancanglah tujuan dan kegiatan pembelajaran yang dapat merubah iklim
kompetisi menjadi kooperatif untuk mencapai keberhasilan
2. Sasaran belajar diarahkan untuk mengembangkan setiap anak untuk menjadi
yang terbaik.
3. Guru sebagai pemberi dan penerima, tempat guru sebagai energi untuk
mengembangkan pembelajaran atau kelas yang berkualitas.
4. Komponen kelas dan staf hendaklah dapat bekerja bersama dalam mencapai
sukses program pembelajaran.
5. Setting atau desain kelas sesuai dengan standar kualitas kelas yang tinggi
6. Pengelolaan kelas secara terus-menerus selalu mengalami perbaikan, mulai
dari hal kecil sampai hal besar..
7. Program kelas lebih terfokus pada pembentukan anak menjadi seorang
pembelajar dari pada mengejar target kurikulum atau program pembelajaran
8. Jadikanlah apapun alasannya anak sebagai fokus dan basis pembelajaran
dalam kelas
Jika pembelajaran sains dilakukan sesuai dengan ketentuan yang ada, maka
siswa akan lebih paham tentang sains dan IPTEK, mendorong anak agar
menyadari kualitas manusia dan lingkungan serta masyarakat. Sama halnya jika
program pendidikan sains ini dilakukan di Indonesia, maka kualitas berfikir SDM
Indonesia akan menungkatkan, daya nalarnya, kesadaran dan ligkungannya, dan
kemampuan kreatif lainnya.
2.2 Dilema Dan Hambatan Pengembangan Pembelajaran Sains Pada Anak
Usia Dini di Indonesia
Dilema dan hambatan dalam pengembangan pembelajaran sains pada anak,
khususnya pada anak usia dini tidak hanya dihadapi oleh negara kita, tetapi juga
oleh banyak negara lainnya. Karena pada umumnya sains yang berkembang dan
terjadi di banyak Negara termasuk Indonesia merupakan tranpalantasi dari
pendidikan sains yang berasal dari barat, karena merupakan proses transplatansi,

6
proses pertumbuhannya sering menemui kendala yang bertautan dengan budaya
dan kebiasaan setempat, lokal atau regional (Bambang Hidayat, 2000). Mau tidak
mau secara keseluruhan, yaitu dengan meninjau pelaksanaan pendidikan sains di
Indonesia, khususnya pada pendidikan anak usia dini; pengembangan
pembelajaran sains masih terasing pada sebagian besar masyarakat, apalagi bila
dilihat dari pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang setiap saat berubah
dan melintas dihadapan kita.
Dilema Dan Hambatan Pengembangan Pembelajaran Sains Pada Pendidikan Anak
Usia Dini :
1. Masih beragamnya pemahaman dan kemampuan guru dalam konsep
pengembangan pendidikan sains dan penerapannya pada pembelajaran di
sekolah-sekolah dan lembaga-lemba PAUD
2. Masih kurang kesadaran dan kemampuan para guru dalam memanfaatkan
sumber-sumber pembelajaran sains yang berada di lingkungan sekitar anak
maupun sekolah.
3. Masih terbatasnya sarana dan prasarana penunjang pembelajaran sains pada
lembaga-lembaga pendidikan anak usia dini, terutama pada lembaga-lembaga
yang berada di daerah pedesaan
4. Sebagian besar pengembangan pendidikan sains pada lembaga-lembaga
PAUD masih sangat bersifat akademis, sehingga cenderung bersifat abstrak
dan kurang bermakna bagi anak
5. Masih rendahnya komitmen-pihak-pihak terkait dalam pengembangan
pendidikan sains pada anak usia dini untuk turut bersama-sama dalam
memajukan dan mempromosikan pengembangan pembelajaran sains yang
benar pada jenjang ini
6. Terdapat sejumlah perangkat sains terutama yang terkait dengan teknologi
yang sulit diadakan oleh sekolah-sekolah atau lembaga pendidikan anak usia
dini
7. Belum efektifnya dukungan kebijakan bahwa promosi dan pengembangan
pembelajaran sains pada pendidikan anak usia dini betl-betul sesuatu yang
mendasar dan amat penting, sehingga sulit mencapai konsistensi dalam
perwujudannya.

7
8. metode guru yang masih menggunakan metode ceramah dan diskusi dalam
praktik pembelajaran sains yang membuat anak banyak mendengar, duduk,
dan diam, sehingga anak kurang diberikan kesempatan untuk memperoleh
pengalaman nyata.
9. anak masih mengalami kesulitan dalam mengembangkan keterampilan proses
sains dikarenakan guru hanya menggunakan metode pemberian tugas. Anak
hanya belajar dengan mendengarkan penjelasan guru kemudian anak
mengerjakan tugas berupa lembar kerja anak. Pemberian tugas ini belum
dapat dipahaminya karena anak tidak mengalami pengalaman langsung dalam
suatu proses percobaan.
10. beberapa guru kurang memahami cara-cara membelajarkan sains pada anak
usia dini.
11. Keterampilan guru PAUD dalam melihat sekitar dan mengkaitkannya dengan
sains masih kurang memadai
12. Kegiatan mengajar sains pada guru PAUD yang masih terpaku pada contoh
yang ada di buku sehingga menjadikan guru kesulitan dalam membelajarkan
sains.
13. Guru belum menemukan metode dalam melakukan pembelajaran untuk
meningkatkan kemampuan sains anak yang sesuai dan tepat dengan
kebutuhan dan perkembangan anak. Metode yang dimaksud diharapkan agar
anak tidak tertekan dan terpaksa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
Solusi dari hambatan pengembangan pembelajaran sains pada anak usia dini.
1. Guru harus mempunyai inovasi pembelajaran sains untuk anak.
2. Maksimalkan alat dan bahan yang ada di lingkungan sekitar.
3. Kolaborasi dengan pihak terkait agar pengembangan pembelajaran sains lebih
bermakna di jenjang PAUD
4. Kolaborasi dengan pemerintah daerah agar jenjang PAUD diberikan sarana
dan prasarana yang memadai, karena jenjang PAUD merupakan jenjang yang
penting.

8
2.3 Optimalisasi Peran Partisipan Dalam Pengembangan Pendidikan Sains
pada Anak Usia Dini Di Indonesia
Pendidikan sains merupakan salah satu cabang ilmu yang penting untuk
dikembangkan pada anak usia dini. Pendidikan sains dapat membantu
mengembangkan keunggulan yang menunjang berbagai aspek pertumbuhan dan
perkembangan anak. Adapun menurut Nugraha dan Gustina (2019), untuk
mewujudkan hal tersebut maka pendidikan dan pengembangan pembelajaran sains
perlu diperhatikan dan difokuskan pada tujuan pengembangannya sebagai target
ideal yang terumuskan dalam tiga aspek utama, yaitu sebagai berikut:
3. Fokus pengembangan pengetahuan (kognitif), pengembangan pembelajaran
sains dapat diarahkan agar peserta didik dapat memahami konsep sains yang
bersifat konkrit dan bermakna secara memadai.
4. Fokus pengembangan proses (keterampilan), yakni dapat memfasilitasi
peserta didik melalui berbagai pengalaman atau kegiatan yang di dalamnya
melibatkan langsung alat-alat fisik maupun alat inderanya pada objek-objek
sains yang telah dipahami sebelumnya.
5. Fokus pengembangan perilaku (emosi dan perasaan), yaitu berusaha
membangkitkan perasaan peserta didik terkait dengan segala hal yang
dipelajarinya tentang sains, sehingga pembelajaran sains dapat digalinya
menjadi lebih memiliki sentuhan nilai dan emosi yang disesuaikan dengan
tarafnya sebagai anak usia dini.
Berdasarkan ketiga fokus pengembangan tersebut, maka diperlukannya
komitmen tinggi dan upaya maksimal untuk memenuhi tujuan pengembangan
yang dijadikan sebagai target ideal pengembangan pendidikan sains anak usia
dini. Komitmen dan upaya dalam mengembangkan pendidikan sains anak usia
dini ini merupakan langkah penting untuk melahirkan masyarakat bangsa yang
cerdas, kreatif, dan kompetitif. Hal ini dapat mewujudkan masa depan bangsa
sebagai cita-cita yang tertuang dalam Pancasila dan UUD 1945. Selain itu,
diharapkan masyarakat pun dalam mengejar ketertinggalan bangsa lain dengan
mengikuti dan memanfaatkan perkembangan IPTEK yang terus berkembang
(Nugraha dan Gustina, 2019).

9
Menurut Darise (2017), terdapat tiga peran guru sebagai pendidik yang
dijadikan sebagai indikator utama dalam upaya mengembangkan pendidikan sains
pada anak usia dini, yaitu guru sebagai perencana, guru sebagai pelaksana, dan
guru sebagai penilai. Guru sebagai perencana yaitu guru dapat menyiapkan segala
hal terkait dengan kegiatan pembelajaran sains yang disesuaikan dengan
kebutuhan peserta didiknya, baik bahan ajar maupun metode dan media yang
digunakan dalam pembelajaran. Sedangkan guru sebagai pelaksana yaitu
memfasilitasi peserta didik dengan ikut membersamai dari awal sampai akhir
pembelajaran sains dilakukan. Selain itu guru sebagai penilai yaitu guru
melakukan evaluasi dan refleksi terhadap tingkat kemampuan anak dalam
mempelajari sains yang sudah diajarkan sebelumnya.. Berkaitan dengan ketiga
peran guru tersebut, maka guru sebagai pendidik pun harus memiliki komitmen
yang tinggi untuk mengotimalkan perannya dalam mengembangkan pendidikan
sains pada anak usia dini.
Berikut merupakan upaya-upaya yang terkait dengan optimalisasi
pengembangan pendidikan sains anak usia dini dalam hal untuk mencapai target
atau tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya, diantaranya
(Nugraha dan Gustina, 2019):
1. Kurikulum pembelajaran sains anak usia dini perlu dikembangkan secara
terintegrasi atau terpadu. Maksud dari kurikulum terintegrasi ini yaitu
pembelajaran atau pokok bahasan tidak hanya difokuskan pada satu topik
bidang tertentu saja, melainkan harus secara menyeluruh. Keterpaduan ini
bisa dicapai dengan melakukan pemusatan pembelajaran pada satu masalah
tertentu, namun adanya berbagai alternatif pemecahan masalah melalui
berbagai disiplin ilmu atau mata pelajaran (Rahman, 2014). Dalam
pelaksanaan program sains ini bisa dikemas dalam bentuk tema, proyek,
bermain, dan lain-lain.
2. Meningkatkan kemampuan SDM pengembang pendidikan sains. Upaya ini
perlu dilakukan secara terus-menerus baik kepada pengajar maupun staf, baik
yang terlibat langsung maupun yang tidak terlibat langsung dalam
pengembangan pendidikan sains anak usia dini, agar kemampuan SDM-nya
dapat terus meningkat seiring dengan berjalannya waktu.

10
3. Melibatkan peran masyarakat khususnya orang tua dalam program
pembelajaran sains. Upaya meningkatkan peran masyarakat ini perlu
dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung agar program sains
yang dilaksanakan dapat berjalan dengan baik atas adanya kontribusi dari
pihak terkait.
4. Upaya pembuatan kebijakan, promosi, dan publikasi kepada masyarakat.
Berhubung pendidikan merupakan tanggung jawab yang harus diemban
bersama oleh seluruh pihak termasuk masyarakat umum, maka diperlukannya
kontribusi dari masyarakat umum dalam mengembangan pembelajaran sains
sebagai program anak usia dini agar terciptanya relasi yang baik dan
harmonis.

11
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Dari uraian diatas bisa diambil kesimpulan bahwa pembelajaran sains pada
anak itu sangat penting diajarkan karena pembelajaran sains ini bisa belajar dari
kehidupan sehari-hari. Dengan adanya pembelajaran sains pada anak usia dini ini
akan bermanfaat pada anak salahsatunya adalah membantu pemahaman anak
tentang konsep sains dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Tetapi
pada kenyataannya masih banyak lembaga PAUD yang mengalami kendala dalam
melaksanakan pembelajaran sains karena terbatasnya ruang, sarana prasarana dan
pendidik yang kurang siap untuk memberikan pembelajaran mengenai sains pada
anak. Pendidik dan masyarakat sekitar harus memperhatikan dilema dan hambatan
yang akan dihadapi ketika mengajarakan pembelajaran sains pada anak.
3.2 Saran
Setelah mengetahui banyaknya dilema dan hambatan pembelajaran sains pada
anak, maka untuk pendidik perlunya pendidikan, arahan, dan bimbingan mengenai
pembelajaran sains pada anak usia dini. Untuk pemerintah, harus mengupayakan
bagaimana sarana dan prasarana bisa tercukupi oleh lembaga PAUD. Dan untuk
orang tua, harus bisa mengajarkan kepada anak mengenai belajar sains dengan
cara sederhana misalkan mengajarkan anak cara berkebun dirumah atau apapun
yang dapat bermanfaat dan ilmu untuk anak.

12
DAFTAR PUSTAKA

DARISE, O. (2017). Peran Guru Dalam Mengembangkan Pembelajaran Sains


Pada Anak Kelompok B Di TK Patriotik Kecamatan Suwawa Kabupaten
Bone Bolango. Skripsi, 1(153412067).
Handayani, M. (2013). ADAPTASI DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN
PEMBELAJARAN SAINS PADA ANAK DINI DI INDONESIA. [online}.
Tersedia: https://mellyhandayanicyrus.wordpress.com/2013/05/21/adaptasi-
dan-tantangan-pengembangan-pembelajaran-sains-pada-anak-dini-di-
indonesia/. Pada tanggal 9 Maret 2021.
Huda, F.A. (2017). Pengertian Model Pembelajaran Sains Teknologi Masyarakat
(STM). Fatkhan.web.id. [Website Online]. Tersedia :
https://fatkhan.web.id/pengertian-model-pembelajaran-sains-teknologi-
masyarakat-stm/#:~:text=Pengertian%20Model%20Pembelajaran%20Sains
%20Teknologi%20Masyarakat%20(STM),-Oleh%20Fatkhan
%20Amirul&text=Scince%20Technology%20Society%20is%20the,sains
%2Dteknologi%20dalam%20konteks%20kehidupan. Diakses pada 12 Maret
2021.
Nugraha A & Gustiana, A. (2019). Pengembangan Pembelajaran Sains pada Anak
Usia Dini Modul 7.
Permanasari, Anna. "STEM education: Inovasi dalam pembelajaran sains.
Prosiding SNPS (Seminar Nasional Pendidikan Sains). Vol. 3. 2016.
Prasetyo, S. (2016). IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN SAINS UNTUK
ANAK USIA DINI DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI
ASEAN (MEA). [online]. Tersedia:
https://core.ac.uk/download/pdf/268505008.pdf. Pada tanggal 9 Maret 2021.
Rahman, K. (2014). Pengembangan Kurikulum Terintegrasi di
Sekolah/Madrasah. J-PAI: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 1(1). Doi:
https://doi.org/10.18860/jpai.v1i1.3358
Winarni, D. S. (2017). Analisis kesulitan guru PAUD dalam
membelajarakan IPA pada anak usia dini. Edu Sains:
Jurnal Pendidikan Sains dan Matematika, 5(1), 12-22. Tersedia:

13
https://media.neliti.com/media/publications/135144-ID-analisis-kesulitan-
guru-paud-dalam-membe.pdf. Pada tanggal 9 Maret 2021.

14
LAMPIRAN

Pada hari Selasa, 16 Maret 2021, Kelompok 7 PGPAUD 4B Mata Kuliah


Pembelajaran Sains untuk AUD mempresentasikan materi dengan judul ‘Adaptasi
dan Tantangan Pengembangan Pembelajaran Sains pada Anak Usia Dini di
Indonesia. Diakhir, disediakan waktu untuk sesi tanya-jawab.
Pertanyaan
Nurlatifah dari 2018 B izin bertanya, sebelumnya disebutkan terkait dengan
tolak ukur keberhasilan pembelajaran sains bagi anak. Untuk tolak ukur
keberhasilan tersebut itu berbentuk apa dan berasal dari mana? Apakah tolak ukur
berdasarkan hasil kajian dari negara barat yang pembelajaran sainsnya dianggap
sudah sangat baik, kurikulum di Indonesia, atau lainnya? Selain itu, apakah tolak
ukur yang dipakai saat ini sudah efektif atau belum sebagai penilaian keberhasilan
pembelajaran sains bagi anak?
Jawaban
Menurut Handoko, ada beberapa tolak ukur dalam mengembangkan sains
anak diantaranya bersifat kongkrit, memungkinkan anak bereksplorasi, lebih
menekankan proses daripada produk, memungkinkan anak untuk
mengembangkan perkembangannya terutama bahasa dan kognitifnya, dan
menyajikan kegiatan sains dengan menarik. Menurut Aqil (2017), literasi sains
merupakan tolak ukur keberhasilan sains, dalam proses pencapaiannya diperlukan
bahan ajar yang mengedepankan proses. Intinya indikator keberhasilan itu
kembali lagi ke target ideal atau tujuan (pengetahuan, proses, dan perilaku) yang
sudah ditetapkan di awal yang berkaitan sama konsep pengetahuan konsep
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Tolak ukur keberhasilan ini dinilai dengan
memerhatikan beberapa aspek diantaranya akademis, pemikiran, keterampilan,
sikap, dan kebiasaan kerja, lalu hasilnya dituangkan di lembar penilaian hasil
proses kerja anak. Tolak ukur keberhasilan ini menurut kami sudah baik dan
efektif karena dari tahun ke tahun mengalami pengembangan yang baik, anak
diajarkan untuk menghargai proses dan bereksplorasi mulai dari eksperimen yang
sederhana sampai yang sulit.

15
Referensi :
Aqil, D. I. (2017). Literasi Sains sebagai Konsep Pembelajaran Buku Ajar Biologi
Di Sekolah. Wacana Didaktika, 5(02), 160-171.
Handoko, W. D., Marmawi, M., & Fadillah, F. METODE PEMBELAJARAN
SAINS ANAK USIA 5-6 TAHUN DI PAUD LABORATORIUM MODEL
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONTIANAK. Jurnal Pendidikan
dan Pembelajaran Khatulistiwa, 8(3).

16

Anda mungkin juga menyukai