NONNORMATIF
Sejak saat terjadinya pembuahan atau konsepsi hingga akhir hayatnya manusia selalu
berada dalam proses berkembang. Usia 3-6 tahun, merupakan masa yang sangat khusus bagi
kehidupan seseorang anak, karena selama masa ini seorang anak mulai membangun rasa
percaya terhadap dunia lain di sekitarnya selain lingkungan keluarga. Mereka mulai belajar
untuk tidak tergantung dengan orang lain dan membangun kontrol diri, serta belajar mengambil
inisiatif dan secara aktif ikut serta dalam kegiatan yang dapat diterima secara social.
Untuk memahami perilaku seorang anak maka penting bagi kita melihat konteks dari
anak tersebut. Konteks yang paling utama adalah berkaitan dengan “waktu” karena
perkembangan manusia terutama berkaitan erat dengan terjadinya perubahan seiring dengan
berjalannya waktu (change over time). Sehubungan dengan waktu ini maka penting bagi kita
untuk mengetahui kapan (when) suatu perilaku muncul. Karena suatu perilaku yang muncul
pada suatu saat tertentu dapat saja merupakan perilaku normal, namun tidak pada waktu yang
lain. Misalnya, seorang anak berusia 2 tahun menangis berteriak-teriak ingin dibelikan es oleh
ibunya masih dianggap “normal”, namun apa yang akan terjadi jika perilaku itu terjadi pada
anak berusia 20 tahun?
B. Faktor yang mempengaruhi perkembangan anak yang bersifat Normatif dan Nonnormatif
Setiap anak di muka bumi ini apapun perbedaanya namun mereka semua memiliki
kebutuhan yang sama yakni kebutuhan untuk dicintai, disayangi, dilindungi dan diperhatikan.
Perkembangan seorang anak hanya dapat dipahami dalam konteks dimana ia tinggal
bersama-sama dengan orang lain di sekitarnya. Seorang anak dipengaruhi dan mempengaruhi
lingkungannya (keluarga) sementara anak-anak tersebut dan keluarganya juga produk dari
lingkungan (setting) geografis, kesejarahan, social dan politik dimana mereka tinggal dan
tumbuh.
Perkembanagan seorang anak dibentuk oleh banyak faktor baik itu bersifat bawaan, yaitu
suatu yang ada pada anak bersamaan dengan kehadirannya ke dunia atau bawaan genetic.
Sementara ada faktor-faktor yang berasal dari lingkungan di mana ia hidup. Kelainan yang
muncul pada seorang anak berkaitan erat dengan faktor-faktor tersebut :
1. Cetak biru biologis (biological birthright)
Dalam sel tubuh manusia terdapat 46 kromosom yang terbentuk menjadi 23 pasang
struktur yang di dalamnya mengandung gen. 23 sel berasal dari sperma ayad dan 23 lainyya
berasal dari sel telur ibu. Bersatu bersama-sama membentuk sel pertama dari bayi. Kode
genetic bayi yang bersifat personal dapat dibaca melalui contoh darah. Kode genetic ini sangat
unik sehingga tidak ada orang yang memiliki kode genetik yang sama.
Banyak karakteristik yang sifatnya bawaan seperti warna rambut. Tidak semua efek gen
muncul atau terlihat saat kelahiran. Dalam perjalannya dapat terjadi kelainan genetis yang lazim
dikenal dengan abnormalitas gen. abnormalitas ini dapat terjadi ketika kromosom tidak memiliki
pasangan (tunggal) atau sebagian kromosom hilang, mengalami duplikasi (kelipatan) atau salah
(keluar) dari tempatnya. Contohnya Down’s syndrome yang disebabkan kelebihan kromosom di
kromosom 21, haemophilia yaitu kelainan darah yang hanya terjadi pada pria, disebabkan
terjadinya abnormalisasi gen (menjadi tunggal).
2. Genetik dan lingkungan
a. Perbedaan jender
b. Intelegensi
3. Konteks sosial
a. Keluarga
b. Status social ekonomi dan fungsi keluarga
c. Kemiskinan
d. Perbedaan keluarga
e. Ketangguhan
f. Penaganan
A. Anak Gagap
1. Pengertian
Gagap (stuttering) digolongkan ke dalam diagnosa gangguan komunikasi. Gangguan
kelancaran atau kefasihan dan pola waktu dalam berbicara (tidak sesuai dengan tingkat usia)
terjadi pengulangan dan perpanjangan dari suku kata tertentu sehingga mengganggu
komunikasi. Pada anak kondisi ini tergolong normal karena mereka masih dalam tahapan
belajar bicara. Cuma perlu latihan dan kesabaran dari orang tua agar mereka dapat
mengembangkan koordinasi lidah, bibir, otak agar dapat bekerja dalam suatu kesatuan untuk
menghasilkan suara yang tidak dikenal atau sulit menjadi sesuatu yang akhirnya dapat
dimengerti oleh anak dan lingkungannya.
Kemunculan gagap sebagai gangguan komunikasi ditandai oleh :
a. Gangguan dalam kelancaran dan pola waktu bicara :
- pengulangan suara atau suku kata: ba-ba…pa, te-te-rus dll.
- perpanjangan suara : jaaa..ngan, maaa..rah. iiii…kan
- penambahan : eh..eh mau kemana?
- pengucapan kata yang rusak : mmmm…akan
- mengganti kata untuk menghindari kata yang sulit
- kata-kata yang dikeluarkan menyebabkan ketegangan fisik (terutama di daerah wajah)
- pengulangan satu suku kata : m-m-m- ana bukunya?.
b. Gangguan dalam kelancaran ini mempengaruhi pencapaian kemampuan akademis atau
keterampilan lainnya dan komunikasi sosial individu.
c. Jika diserta dengan gangguan keterlambatan motoris atau sensoris saat bicara maka
kesulitan bicara tersebut merupakan dampak sertaan yang berhubungan dengan masalah
2. Penyebaran (prevalence)
Gagap muncul secara bertahap antara usia 2 – 7 tahun dan biasanya memuncak pada
usia 5 tahun. Hasil penelitian menunjukan bahwa laki-laki lebih besar 3 kali lipat kemungkinan
terjadi pada anak perempuan. Dalam perkembangannya hanya sedikit anak yang pada
akhirnya anak didiagnosissebagai gagap karena hamper sebagian besar anak dapat mengatasi
masalah tersebut.
3. Penyebab
Bila ada yang menanyakan penyebab gagap, tidak ada satu jawaban tunggal yang pasti
yang dapat menerangkan sebab-sebab terjadinya gagap. Namun demikian secara garis
besar jawaban yang dapat diberikan adalah :
a. Tidak ada satu penyebab jelas yang dapat menerangkan terjadinya gagap.
b. Masih banyak yang harus dicermati dan dipelajari berkaitan dengan factor-faktor yang
mempengaruhi gagap.
c. Perkembangan penelitian masih berlangsung dalam rangka pencegahan terjadinya gagap
pada anak.
d. Gagap biasanya terjadi secara turun-menurun
Andrew, Moris-Yates, Howie & Martin dalam Reni 2008, keturunan memberikan sumbangan
71% dari berbagai penyebab munculnya gagap dan sisanya 29 % berasal dari lingkungan.
4. Penanganan
Tretmen psikologis yang paling dikenal adalah :
mengajarkan cara bicara secara perlahan
menggunakan kalimat pendek
menggunakan kalimat yang sederhana
secara bertahan mengurangi tekanan yang - - disarasakan anak saat bicara
2. Penyebaran
Masalah dalam berbahasa dan bicara pada anak biasanya baru disadari ketika anak
mulai menggunakan suara dan mengungkapkan konsep mereka sindiri. meskipun perkiraan
penyebaran memperhitungkan adanya variasi perkembangan bahasa yang tergolong normal
dan didasarkan kepada pendekatan individual sesuai dengan kriteria yang amat khusus, namun
ternyata derajat keparahan yang diderita oleh anak variasinya masih cukup lebar. Misalnya,
dalam tahap kanak –kanak awal bentuk gangguan phonem yang ringan merupakan hal yang
lumrah ditemui. Hampir 10% anak-anak dalam tahap usia ini mengalami gangguan tersebut.
Namu hampir sebagian besar anak dapat mengatasi gangguan phonem ringan ini sehingga
pada usia antara 6-7 tahun, hanya tersisa 2%-3% dari mereka yang masih menderita gangguan
tersebut . Hal yang sama di jumpai juga pada anak-anak dengan gangguan
berbahasa ekspresif ( mempengaruhi 2%-hingga 3%) dangan gangguan
berbahasa reseptif (mempengaruhi kurang dari 3%) yang merupakan gangguan yang umum
dihadapi oleh anak-anak sebelum memasuki tahap usia sekolah . (mash & wolfe , 2005, talal&
benasich , 2002).
3. Penyebab
a. Genetik (50%-75% warisan)
b. Fungsi Otak
c. infeksi telinga
d. lingkungan rumah
4. Penanganan
a. dapat dikoreksi secara mandiri oleh anak sejalan berkembangnya waktu
b. dianjurkan mencari pertolongan dalam rangka memahami keterlambatan wicara
c. melakukan terapi (bantuan ahli)
22
Sebagai guru, anda mungkin pernah atau bahkan sering menemui beberapa anak didik
yang memilki karakter seperti pencemas, penakut, rendah diri dan pemalu. Oleh para
professional perilaku tersebut sering disebut perilaku “neurotik”, namun di sini akan
menggunakan istilah “insecure” (perasaan tidak nyaman). Istilah tersebut menggambarkan
anak-anak yang secara nyata memiliki kepercayaan diri yang kurang, takut dan cemas.
Perilaku insecure pada anak dapat dicegah dengan mengasuh anak dalam cara-cara
yang dapat meningkatkan kepercayaan diri, kemampuan beradaptasi, dan optimisme anak.
Oleh karena itu orang tua, guru dan pihak terkait harus kerja sama dan membantu anak
mengatasi perasaan-perasaan tadi.
2. Karakteristik
Menurut Suran dan Rizzo (1979), ketakutan dapat membuat menghindari situasi kompetitif.
Ketakutan juga dapat mengganggu hubungan anak dengan teman-temannya.
3. Penanganan
Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat anda lakukan untuk mengatasi ketakutan yang
mungkin dialami oleh anak didik anda.
a. Bermain
Bermain merupakan sebuah cara alami untuk mengendalikan perasaan dan kejadian-
kejadian. Dengan bermain, anak belajar bagaimana mengendalikan rasa takutnya karena
ketakutan dapat dikendalikan dengan bermain. Sebagai contoh, anak yang takut kepada air
dapat diajak bermain air. Dengan bermain air anak akan terbiasa dengan air. Bermain pura-
pura juga merupakan salah satu cara untuk membantu anak mengendalikan ketakutannya
secara memuaskan dan konstruktif. Bermain pura-pura sangat efektif ketika ketakutan
diantisifasi dan anak disiapkan secara tepat. Dalam hal ini, anak dapat memerankan kejadian
yang dapat menimbulkan rasa takut tersebut. Sebagai contoh, untuk mengantisipasi ketakutan
anak terhadap dokter gigi yang akan memeriksa gigi anak di sekolah.
b. Menunjukan empati dan dukungan
Jika anak menilai anda sebagai orang yang mampu memahami dan menolong, mereka
akan lebih mampu menghadapi situasi yang menakutkan. Perhatian dan penghargaan dapat
meningkatkan rasa aman pada anak. Anda dapat menunjukan empati dengan cara memahami
bagaimana anak berfikir dan merasa tentang hal yang ditakutinya. Cara yang langsung
menggambarkan empati adalah dengan memberikan anak kebebasan untuk berfikir dan
merasa tentang apapun. Ketika anak mengeskpresikan perasaan takutnya, anda harus
menerima ketakutan-ketakutannya dan membantu anak.
2. Karakteristik
Anak yang rendah diri tidak optimis terhadap hasil dari usahanya. Mereka merasa tidak
mampu, pesimis, dan mudah kecil hati. Segala sesuatu selalu dilihat salah. Anak mudah
menyerah dan sering kali merasa diintimidasi. “jelek” atau “tidak bisa apa-apa” merupakan kata-
kata yang sering digunakan untuk menggambarkan diri mereka. Frustasi dan rasa marah
kurang dapat dikendalikan dan pada gilirannya sering menghasilkan perilaku balas dendam
terhadap orang lain atau dirinya sendri. Sangat disayangkan bahwa perilaku mereka
mengarahkan orang lain untuk memandang mereka secara negative sebagaimana mereka
memandang diri mereka sendiri.
3. Penanganan
a. Meningkatkan pemahaman diri
Anak harus diberikan pengertian bahwa tidak ada orang yang sempurna dan bahwa
semua orang memiliki kekuatan dan kekurangan yang berbeda-beda.
b. Mendukung kompetensi dan kemandirian anak
Anak perlu dilatih untuk melakukan keterampilan yang sesuai dengan usianya dan dijamin
bahwa ia akan memperoleh perasaan aman dalam proses menguasai keterampilan tersebut.
Jika anak mengalami masalah, beri ia dorogan untuk berpikir. Anda dapat memberikan hal itu
jika anak itu benar-benar membutuhkan.
c. Menyediakan penghangatan dan penerimaan
Rasa harga diri yang tinggi diperoleh jika anak merasa jika dirinya diterima. Dukungan
emosional merupakan hal yang penting karena anak membutuhkan perasaan aman, yaitu
perasaan bahwa anda berada didekatnya. Anda dapat mengeskpresikan optimism anda
terhadap apa yang sedang dilakukan anak, misalnya dengan mengatakan “ya, bagus. Kamu
pasti bisa”
d. Fokus pada hal-hal positif yang dapat dilakukan anak
Anda perlu mengenali dan mendukung kekuatan ank. Fokuskan pada kelebihan dan bukan
pada kelemahan anak. Catatlah hal-hal yang baik tentang anak, baik ketampilan maupun
usaha-usaha yang dilakukannya. Sebisa mungkin, berilah umpan balik yang baik di setiap
kesempatan.
e. Menyediakan pengalaman yang konstruktif
Anda dapat merencanakan bermacam-macam kegiatan dan menggunakan cara-cara yang
tepat untuk menjamin agar anak mau berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Pengalaman
konstruktif hendaknya dibuat secara realitis, dengan tujuan yang dapat dicapai anak.
f. Meningkatkan rasa percaya diri anak
Kepercayaan diri berangsur-angsur ditingkatkan dengan pengalaman-pengalaman
keberhasilan yang berulang. Buatlah tugas yang sebisa mungkin dapat diselesaikan oleh anak.
g. Memberikan penghargaan
Setiap kali anak yang menunjukan sikap optimisme dan tidak mudah kecil hati, beri ia
penghargaan yang dapat memperkuat perilakunya.
2. Karakteristik
Anak yang terlalu sering menghindari orang lain dan biasanya mudah merasa takut,
curiga, hati-hati, dan ragu-ragu untuk melakukan sesuatu. Mereka umumnya menarik dari
dalam hubungan dengan orang lain. Dalam situasi social, mereka biasanya tidak mengambil
inisiatif, sering diam, berbicara dengan suara pelan, dan menghindari kontak mata. Orang
sering melihat mereka sebagai anak yang mudah bosan dan sering kali dihindari sehingga
makin meninggikan rasa malu anak. Karena anak yang pemalu jarang membuat masalah,
mereka sering tidak diperhatikan (khususnya di sekolah). Dalam menghadapi situasi yang sulit,
anak yang pemalu akan menarik dan sering meninggalkan tempat. Anak usia presekolahan dan
usia sekolah yang pemalu mempunyai kesulitan besar untuk berpartisifasi dengan orang lain.
Secara umum periode malu yang normal terjadi pada anak usia 5 atau 6 bulan, dan berikutnya
terjadi lagi pada usia 2 tahun (Schaefer & millaman, 1981).
3. Penanganan
a. Mendukung dan memberikan reward terhadap sosialitas yang dilakukan anak.
Berikan senyuman atau keomentar setiap kali anak bermain atau berbicara dengan teman,
misalnya “senang ya bisa bermain bersama”.jangan biarkan anak menyendiri dalam waktu yang
lama, namun jangan pula secara khusus menemani dia. Dengan menemani anak dalam saat
sendiri anda akan mengajari anak bersosialisasi dengan orang lain.
b. Mendukung keercayaan diri dan sikap yang wajar
Anak sebaiknya didukung dan dipuji untuk kepercayaan dirinya dan tindakan yang wajar.
Ajari anak untuk menjadi dirinya sendiri dan mengekspresikan pendapatnya secara terbuka.
c. Menyediakan suasana yang hangat dan penuh penerimaan
Perbolehkan anak untuk mengatakan “tidak” untuk situasi dimana ia memilih. Hargai
kemandirian anak, dengan demikian anak dapat merasa bahwa mereka diterima, bahkan jika
mereka tidak setuju dengan anda. Anak akan merasa disayang dan aman ketika mereka
dihargai walau apapun pendapat mereka.
d. Melatih keterampilan social pada anak
Latihan keterampilan social dapat dilakukan dalam beberapa langkah, yaitu langkah intruksi,
umpan balik, pengulangan perilaku, dan modeling intruksi terdiri dari petunjuk kepada anak
tentang cara spesifik atau khusus untuk berhubungan dengan orang lain. Anak hendanya
diajarkan bahwa berbagi cerita dengan orang lain adalah suatu hal yang menyenangkan dan
berarti.
e. Menyediakan agen sosialisasi anak
Anda sebaiknya memasangkan satu atau dua orang teman yang dapat memungkinkan
untuk menjadi teman bermain bagi anak yang pemalu. Selanjutnya, perkenalkan anak untuk
bermain dalam kelompok yang lebih besar.
2. Karakteristik
Anak yang cemas mudah dihinggapi perasaan takut dan sering nampak mencari-cari hal
yang mencemaskan. Anak-anak yang memiliki kecemasan yang mencolok memiliki skor yang
lebih rendah pada tes-tes prestasi dan intelegansi.
3. Penanganan
1. Menerima anak dan menenangkan hatinya
2. Menggunakan berbagai macam strategi untuk mengatasi kecemasan
3. Mendorong anak untuk mengekspresikan perasaannya
4. Meningkatkan pemahaman dan pemecahan masalah
5. Meminta bantuan ada professional
b. Penyebab
Penyebab dari fobia masih menjadi misteri. Pengalaman yang menakutkan atau imitasi
memang dapat menjadi penyebab terjadinya fobia tetapi dalam banyak kasus, hal ini tidak
terlihat.
c. Penanganan
Sebagai guru, salah satu penanganan yang dapat anda lakukan adalah menjadi model
yang baik untuk anak. Dengan modeling, anak mengamati bagaimana anda berinteraksi secara
adaptif dengan objek yang ditakutinya. Yang paling efektif adalah participatory modeling,
artinya anak bergabung dengan model untuk mendekati objeck yang ditakuti secara perlahan,
setelah melalui periode pengamatan. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan cara
sengaja mendekatkan anak pada objeck yang ditakutinya. Selanjutnya, jika anak sudah tidak
takut lagi, objek yang nyata, secara perlahan, dapat dihadirkan dihadapan anak.
2. Fobia Sekolah
a. Pengertian
Fobia sekolah atau bisa disebut juga penolakan untuk sekolah, didefinisikan sebagai
ketakutan yang irasional terhadap beberapa aspek dari situasi sekolah yang disertai
dengan symptom-simptom fisiologis dari kecemasan dan kepanikan apabila anak ditinggalkan
serta menyebabkan ketidaksanggupan untuk pergi sekolah.
Fobia sekolah dipelajari sebagai respons yang dikondisikan secara klasik, ketika satu atau
beberapa stimulus dari lingkungan sekolah diasosiasikan dengan kecemasan yang tinggi atau
ketika perpisahan dengan ibu dan rumah menjadi pemicu untuk pengalaman cemas. Anak-anak
dengan gangguan kecemasan akan perpisahan memiliki gangguan yang lebih parah, dalam arti
bahwa mereka mempunyai symptom yang lain selain ketakutan terhadap sekolah. Anak-anak
dengan fobia sekolah murni memiliki gangguan yang lebih sedikit, dengan ketakutan terhadap
sekolah sebagai symptom.
b. Penyebab
Meskipun belum ditemukan adanya alasan yang jelas untuk terjadinya serangan fobia,
King, Hamilkton, dan Ollendick mengemukakan bahwa perubahan sekolah, penyakit atau
kematian orang tua, serta kondisi yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah akibat sakit
atau kecelakaan dapat menjadi peristiwa-peristiwa umum yang mengakibatkan anak fobia
terhadap sekolah.
c. Penanganan
Kearney dan Silverman mengemukakan bahwa penanganan terhadap anak-anak fobia
sekolah seharusnya disesuaikan dengan ketakutan yang dialami anak. Anak-anak yang
memperlihatkan keluhan fisik dan tantrum tanpa diletakan di rumah dan penanganan dilakukan
dengan mengintruksikan orang tua untuk mengabaikan anak.
Perilaku anti sosial adalah perilaku yang ditampilkan oleh seseorang yang tidak dapat
diterima oleh lingkungan. Anak yang menampilkan perilaku antisocial akan berada dalam konflik
dengan lingkungannya. Ada beberapa perilaku anti social yang dilakukan anak diantaranya
tidak patuh, tidak jujur (menipu, mencuri, menyontek), merusak, membakar, kabur dari sekolah
(schaefer & Millman)
2. Karakteristik
Menurut Schaefer dan Millman ada tiga karakteristik bentuk ketidakpatuhan :
a. The passive resistant type, yaitu anak menjadi diam atau menghindari perintah dengan cara
pasif, mengikuti perintah tapi dengan setengah hati.
b. The openly defiant type, yaitu anak secara langsung menolak perintah secara verbal “ saya
tidak akan melakukannya” atau dengan perilaku tentrum
c. The spiteful type of noncompulance, yaitu anak melakukan hal yang sebaliknya dari yang
diperintahkan , misalnya diminta diam malah berteriak.
3. Penyebab
1. Kurangnya disiplin
2. Pemberian disiplin yang sangat keras
3. Pemberian disiplin yang tidak konsisten
4. Orang tua berada dalam stress atau konflik
5. Anak biasanya sulit patuh bila dalam keadaan lapar, lelah, sakit atau sedang dalam tekanan
emosional.
4. Penanganan
Agar anak patuh kepada kita, kita harus menjalin kerjasama yang baik dengan anak. Hal
yang penting untuk menjalin kerjasama dengan anak adalah :
a. Menghindari perilaku kekuasaan (pola asuh autoritharian) atau mengalah (pola asuh permisif)
yang ekstrim. Gunakan pola asuh authoritative yaitu menciptakan aturan yang dikombinasikan
dengan cinta dan alasan yang jelas
b. Menciptakan hubungan yang akrab dengan anak
c. Berbuat responsive, selalu siap ketika anak membutuhkan kita.
Untuk mengajarkan seorang anak berlaku patuh dan baik ialah dengan cara memberikan
contoh karena anak adalah makhluk yang sangat mudah meniru. Agar anak tidak bingung dan
memudahkannya untuk menatuhi aturan maka aturan yang dibuat harus jelas, spesifik dan
konsisten diberlakukan.
2. Jenis-jenis
a. manipulative tentrum ( ketika anak tidak memperoleh yang diinginkan dan dia akan berhenti
ketika yang diinginkan telah terpenuhi)
b. verbal prustation tentrum (ketika anak tahu yang ia inginkan tapi tidak tahu cara menyampaikan
keinginannya secara jelas)
c. temperamental tentrum ( ketika frustasi anak mencaai tingkat yang tinggi, anak menjadi sangat
tidak terkontrol, sangat emosional.
3. Karakteristik
a. Anak sering berada dalam kelelahan, tekanan, dan kecemasan yang tinggi
b. Anak yang memiliki temperamen sulit, sering stress
c. Anak yang memiliki orang tua yang sangat sensitive (temperamental)
4. Penanganan
Penanganan anak yang menunjukan perilaku temper tantrum adalah sebagai berikut :
a. Mencoba mengerti dan memahami jenis tentrum apa yang terjadi pada saat itu karena setiap
jenis tentrum membutuhkan penanganan yang berbeda
b. Mencoba mencatat hal-hal yang dapat menyebabkan anak berlaku temper tentrum
c. Mencoba untuk mengendalikan diri, tidak terpancing oleh perilaku tentrum anak yang
menyebabkan orang tua menjadi lepas control
d. Tidak melakukan argumentasi atau mencoba menjelaskan tindakan anda kepada anak anada
yang sedang tentrum, dikarena anak tidak akan mendengan apa yang anda katakana
e. Tidak memberikan reward terhadap perilaku tentrum
f. Tidak menggunakan obat untuk menghentikan tentrum anak.
2. Penyebab
Secara umum, penyebab retadasi mental dapat terjadi karena factor genetic, biologis non –
keturunan , dan lingkungan.
Keadaan yang diakibatkan factor genetic terjadi sejak individu berada pada masa konsepsi,
yaitu terjadinya kelainan kromosom karena penambahan atau pengurangan suatu kromosom
Retardasi mental juga dapat terjadi karena factor biologis non - keturunan. Ini biasanya
terjadi karena keadaan gizi ibu yang buruk ketika kehamilan, obat-obatan, radiasi sinar X,
rhesus Ifaktor kimia yang terdapat dalam darah sekitar 85% manusia.
Factor lingkungan juga dapat berperan sebagai penyebab retar dasi mental, terutama
berkaitan dengan kesempatan stimulasi yang diberikan pada anak.
3. Karakteristik
Anak dengan retardasi mental memiliki karakteristik yang dapat diamati yaitu adanya
kendala pada aspek rentang perhatian, daya ingat dan cara belajar.
Selain itu aktifitas bermain yang dilakukan anak dengan retardasi mental biasanya serupa
dengan anak yang usianya jauh lebih muda.
Para ahli menetapkan klasifikasi anak dengan retardasi mental menjadi 3 tingkat , yaitu :
ringan : mampu didik dengan kisaran IQ 69-55
sedang : mampu latih dengan kisaran IQ 54-40
berat : mampu latih dengan bantuan, kisaran IQ 39-25
4. Penanganan
Dalam memberikan materi pelajar, terdapat beberapa cara yang dapat diterapkan oleh
guru,
kenalkan materi pelajaran yang baru dengan perlahan-lahan
dalam memberikan instruksi atau keterangan, hendaknya guru membantu siswa untuk
memusatkan perhatiannya terlebih dahulu.
Keterangan yang disampaikan hendaknya diterangkan dalam bentuk yang nyata dan secara
bertahap
2. Karakteristik
a. anak dengan Down Syndrom memiliki ciriciri fisik yang khas, terutama pada bagian wajah
b. ukuran kepala terlihat kecil
c. lidah anak tergolong besar dengan mulut yang kecil
d. bentuk mata khas dengan kelopak mata yang seakan-akan sulit membuka
e. batang hidung datar
f. leher pendek
g. bentuk jari tangan pendek dan melengkung
h. telapak tangan seperti berbentuk persegi empat.
Mayorit anak Down Syndrom mengalami keterlambatan perkembangan yang juga
berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasannya. Akibatnya kebanyakan mereka
mengalami retardasi mental sedang.
C. Anak Berbakat
1. Pengertian anak berbakat
Secara tradisional anak berbakat adalah individu dengan kecerdasan umum yang berfungsi
sangat jauh di atas rata-rata anak sebayanya atau dengan IQ diatas 130. Namun saat ini Anak
berbakat lebih ditekankan pada kemampuan individu yang menunjukan potensi luar biasa atau
prestasi luar biasa pada satu atau beberapa aspek seperti kecerdasan umum, kemampuan
pada bidang pelajaran khusus, kreativitas, kepemimpinan, bakat di bidang seni (melukis,
mengarang, tari, serta kemampuan psikomotor.
2. Karakteristik
a. anak berbakat memiliki kemampuan untuk menguasai pelajaran atau keterampilan
tertentu dengan cepat dan mudah sesuai aspek keberbatannya.
b. sebagian besar anak berbakat memiliki memiliki harga diri yang lebih tinggi, lebih terampil dalam
kehidupan sosial, dan memiliki penyesuaian emosional diatas rata-rata anak seusianya.
c. banyak anak berbakat mengalami kebosanan dan prustasidengan keinginan di sekolah yang
diras lebih mudah
d. dampat dari kebosanan dan prustasi yang berlebihan anak berbakat menjadi tidak tertarik
dengan tugas-tugas dan mengerjakan dengan asal-asalan.
3. Penanganan
Terdapat dua pendekatan untuk menangani anak berbakat yaitu pengayaan
(enrichment) dan akselerasi.
Untuk membantu perkembangan anak berbakat, terdapat beberapa langkah yang dapat
dilakukan dalam pembelajaran, yaitu :
a. sesuaikan tugas yang akan diberikan dengan kemampuan anak
b. bentuk kelompok bagi mereka yang memiliki kemampuan yang setara
c. beri kesempatan bagi anak untuk belajar secara mandiri
d. bantu anak untuk menetapkan hasil akhir yang lebih tinggi dibandingkan teman-temannya
e. gunakan sumber-sumber lain dalam pembelajaran
ANAK DENGAN KETIDAKMATANGAN SOSIAL-EMOSIONAL
2. Ciri-ciri
a. Kurang mampu mengontrol diri/emosi
b. Memiliki kecenderungan agresif
c. Self esteem (harga diri) seolah-olah yang paling tinggi
d. Empati kurang berkembang
e. Tidak mengikuti aturan dan bertindak semaunya
f. Perilakunya memancing kemarahan orang sekitarnya
g. Kualitas hubungan sosialnya buruk
h. Memiliki sikap penuntut (demanding)
3. Hambatan
a. Temperamen anak yang tergolong sulit
Tempramen adalah factor bawaan yang diturunkan oleh orang tua terhadap anaknya yang
menyebabkan adanya perbedaan individual dalam merespon lingkungan. Perbedaan tersebut
menyangkut delapan hal, yaitu tingkat aktivitas, irama biologis, kecenderungan untuk
mendekatkan atau menghindar, kemampuan beradaptasi, ambang sensori, intensitas atau
tingkat energy reaksi, suasana hati, rentang perhatian atau ketakutan. Pada anak yang
tempramen sulit, kemampuan beradaptasinya kurang, intensitas reaksinya tinggi, dan suara hati
yang negative, serta tingkat ketekunan yang rendah, menyebabkan perilaku mau menang
sendiri mudah muncul.
4. Penanganan
Penanganannya adalah:
1. Bila sebabnya karena kasih sayang yang berlebih atau justru kurang sehingga orang tua
cenderung permisif terhadap anak atau anak mengalami deprivasi emosi maka perlu mendapat
kasih sayang yang cukup.
2. Cegah perilaku anak yang mau menang sendiri dengan memberi alasan yang logis dan
dipahami anak mengapa hal tersebut tidak boleh dilakukannya. Pujian juga perlu jika anak
berhasil mencegah perilaku mau menang sendiri.
3. Tempramen anak yang sulit juga tidak menjadi kendala lagi dengan latihan disiplin dan
penanaman moral, yang disertai dengan perhatian, pujian dan kasih sayang yang proposional
dari orang tua/guru.
2. Ciri-ciri
Sering mengatakan tidak bisa, tidak mampu, sulit bila mengahadapi suatu tugas. Tampak
tidak bersemangat, malas, ragu-ragu dan cemas. Bila diminta melakukan tugas sering meminta
bantuan atau tidak segera melakuakn tugas supaya dibantu.
3. Hambatan
Sikap dependen bukan sikap bawaan yang sejak ada saat lahir, walaupun kecenderungan
untuk menjadi dependen bisa jadi diperbesar peluangnya karena factor yang diturunkan secara
genetic.
Factor-faktornya disebabkan oleh orang tua/pengasuhnya yaitu:
1. Menganggap anak tidak mampu, sehingga cenderung selalu membantu anak
2. Menuntut anak terlalu tinggi sehingga tidak sabar bila anak bekerja lambat dan tidak rapih,
sering marah dan mengkritik hasil kerja anak.
3. Kasihan melihat anak melakukannya sendiri dengan susah payah, selalu melindungi anak dari
kesulitan.
4. Penanganan
Penanganan diarahkan untuk meningkatkan keterampilan dan harga dirinya dengan
beberapa cara berikut.
1. Berikan kesempatan dan latihan pada anak untuk melakukan hal-hal yang sebenarnya dapat
dilakukan, dengan selalu disertai dukungan dan penghargaan sekecil apapun hasil kerjaannya.
2. Tanamkan disiplin, rutinitas, dan batasan-batasan yang realistis.
3. Hindarkan/minimalkan situasi yang menyebabkan anak merasa tertekan.
4. Beri kesempatan anak untuk mengambil keputusan dan menentukan apa yang akan dilakukan
atau dipilihnya.
22
Mungkin anda sering menemukan anak yang berkebutuhan fisik khusus. Pada mata kuliah
ini akan dibahas empat macam saja yaitu anak dengan gangguan penglihatan, gangguan
pendengaran, anak cerebral palsy dan anak yang sakit dengan masing-masing empat hal yang
akan dibahas yaitu pengertian, gejala, karakteristik dan penanganannya.
2. Gejala
a. Mengalami iritasi mata kronis, lingkar mata merah, kelopak mata bengkak.
b. Mual, penglihatan ganda, kabur selama membaca
c. Menggosok-gosok mata, mengerutkan dahi atau mengubah raut muka ketika melihat objek
yang berjarak
d. Memiliki sifat hati-hati yang berlebihan dalam berjalan, jarang berlari, dan terhuyung-huyung
untuk alasan yang tidak nyata
e. Secara abnormal tidak memperhatikan papan tulis, grafik di dinding, atau peta
f. Mengeluh bahwa penglihatannya kabur, dan berusaha untuk menghilangkan halangan visual
g. Gelisah berlebihan, lekas marah, dan gugup mengikuti tugas visual yang berlangsung lama
h. Mengedipkan mata secara berlebihan, terutama selama membaca
i. Kebiasaan memegang buku dengan jarak yang dekat, sangat jauh, atau dalm posisi yang tidak
biasa dalam membaca
j. Memiringkan kepala ke satu sisi ketika membaca
3. Karakteristik
Karakteristik dari anak yang mengalami gangguan penglihatan akan dilihat dalam
beberapa segi, yaitu dari segi pengembangan motorik, factor bahasa, kemampuan konseptual,
kegiatan bermain, dan factor personal dan sosial.
Anak yang buta memperlihatkan keterlambatan awal dalam perkembangan motorik,
terutama dalam gerakan yang melibatkan inisiatif diri sendiri. Blindism adalah gerakan-gerakan
yang menstimulasi diri sendiri yang ditampilkan oleh anak yang buta.
Pada anak buta pengolahan kosa kata berlangsung secara lambat. Verbalism adalah
kecenderungan pada anak buta untuk berbicara secara berlebihan atau berbicara dengan yakin
tentang objek yang sebenarnya mereka tidak alami secara nyata, tidak mereka pahami secara
jelas. Masalah kognitif pada anak buta masih terdapat pertentangan. Salah satu pandangan
menyebutkan bahwa defisiensi kognitif yang terjadi pada anak buta disebabkan oleh kurangnya
pengalaman belajar yang tepat daripada disebakan oleh kelemahan yang bersifat bawaan.
Konsep spasial sulit dipahami oleh anak buta. Anak yang buta jarang terlibat dalam
permainan yang mengendalikan keterampilan motorik kasar dan halus. Masalah kepribadian
bukanlah kondisi bawaan dari orang buta. Masalah muncul karena cara masyarakat
memperlakukan mereka. Tidak ada dampok personal dan sosial yang spesifik pada anak buta.
4. Penanganan
Anak-anak yang mengalami gangguan penglihatan memiliki kebutuhan untuk mengalami
sesuatu secara konkret dan memperaktikan secara langsung apa yang dipelajari. Kedua hal
tersebut dapat dilakukan dengan mengorientasikan pengalaman belajar melalui pengalaman
belajar melalui kejadian nyata dan dengan menggunakan objek serta material khusus. Melukis
dan seni yang lain, yang melibatkan penggunaan tangan secara langsung, dapat menjadi
pendekatan yang bermanfaat untuk membawa anak yang buta kedalam kedekatan denga
pengalaman sensori. Secara umum anak yang mengalami gangguan penglihatan memang
harus diperkaya dengan stimulasi melalui sensori non visual.
Petunjuk praktis yang dapat dilakukan jika anda mengalami anak didik yang mengalami
gangguan penglihatan:
1. Memberdayakan anak yang dapat melihat untuk bertindak sebagai pembimbing tetapi jangan
sampai membuat anak yang mengalami gangguan penglihatan jadi tergantung pada mereka
2. Memperlakukan anak yang mengalami gangguan penglihatan secara sama dengan mereka
yang tidak mengalami gangguan penglihatan
3. Berbicara dengan suara yang keras mengenai apa yang sedang anda buat di papan tulis
4. Mengijinkan anak untuk memperoleh waktu tambahan dalam melengkapi tugas
5. Meyakinkan anak bahwa mereka tidak asing dengan lingkungan fisik seseorang
2. Gejala
a. Mendengarkan radio/TV dengan suara tinggi
b. Duduk sangat dekat dengan TV ketika volume sedang untuk anak normal
c. Meminta ulang untuk hal-hal sudah dijelaskan
d. Mempunyai kesulitan dalam hal tugas
e. Mempunyai maslah dalam hal bicara dan bahasa
f. Memperlihatkan perilaku yang buruk
g. Tidak perhatian
h. Mengeluh kesulitan mendengar
3. Karakteristik
1. Anak yang tuli mengalami keterlambatan dalam perolehan bahasa.
2. Terdaapat dua sudut pandang yang bertentangan mengenai kemampuan konseptual anak
yang tuli. Salah satu pandangan menyebutkan bahwa proses berpikir antara anak yang tuli dan
yang tidak adalah serupa. Perbedaan dalam kemampuan kognitif nonferbal lebih disebabkan
oleh kekurangan nya stimulasi kognitif dan interaksi intersonal dari pada fungsi langsung dari
defisiensibahasa.
3. Prestasi akademik anak yang tuli umum nya lebih rendah pada tugas–tugas yang menuntut
keterampilan bahasa.
4. Anak yang tuli umumnya kurang terlibat dalam kegiatan bermain pura –pura.
5. Perkembangan dari personal dan sosial pada anak tuli tergantung dari penerimaan lingkungan
terhadap diri mereka dan bagaimana orang lain memperlakukan mereka.
6. Kurangnya kemampuan bahasa pada anak tuli dapat mengganggu hubungan interpersonal.
4. Penanganan
Pendekatan komunikasi yang ideal untuk anak yang mengalami gangguan pendengaran
adalah pendekatan total yang meliputi kombinasi dari pendekatan oral (pelatih auditori dan
membaca (speechreading) dan pendekatan manual bahasa isyarat (sign language) dan metode
mengeja ( fingerspelling ).
Selain itu Hallahan mengemukakan pedoman praktis yang diharapkan bias membanru
anada :
- Memberikan perhatian khusus
- Mengatur tempat duduknya
- Gangguan auditorial dan visual hendaknya dibuat seminim mungkin
- Speechreading akan berguna jika guru bicara secara wajar
- Anda harus menyadari bahwa anak yang mengalami gangguan pendengaran perlu melihat
wajag anda
- Mengikutsertakan anak dalam anggota tim
- Mendorong anak yang mengalami gangguan pendengaran untuk bertanya
- Anda perlu membuat alat banttu visual.
A. Anak Cerebral Palsy
1. Pengertian
Cerebral palsy mengacu pada perubahan yang bersifat nonprogresif dari gerakan atau
fungsi motorik sebagai hasil dari kerusakan intracranial, luka, atau penyakit, yang muncul
sebelum, selama, atau segera sesudah kelahiran.cerebral palsy sering disertai dengan deficit
sensori (gangguan pendengaran dan penglihatan) dan perceptual (anggapan terhadap
sesuatu), kesulitan belajar, gangguan emosional dan kepribadian yang parah, serta retaldasi
mental.hambatan utama dari cerebral palsy yaitu terganggunya control otot.
2. Klasifikasi
a. Spacticity
Karakteristinya adanya reflex-refleks hiperaktif (terlalu aktif) dan reflex peregangan (stretch)
yang berlebihan pada bagian tubuh yang terganggu
b. Athetosis
Karakteristiknya berupa gerakan yang lambat, seperti gerakan cacing, gerakan yang tidak
disengaja, tidak dapat dikontrol, dan tidak bertujuan.
c. Rigidity
Anak memiliki otot-otot hipertonik, yang ditandai dengan adanya penolakan terhadap
gerakan pasif.
d. Ataxia
Adanya gangguan terhadap keseimbangan dan gaya berjalan yang terhuyung-huyung
seperti orang mabuk.
e. Termor
Adanya gerakan gemetar baik disengaja maupun tidak.
f. Gabungan dari beberapa klasifikasi yang ada.
3. Karakteristik
a. Fungsi intelektual dan bahasa
Status mental dari anak yang mengalami cerebral palsy sulit untuk diperkirakan. Banyak factor
penyebabnya, disamping luka neurologist (di sebabkan oleh system syaraf), yang mengurangi
fungsi intelektual anak, misalnya sajadifungsi motorik yang dialami anak dan penggunaan obat-
obatan yang berlebihan. Anak yang mengalami cerebral palsy biasanya sering diikuti dengan
cacat mental. Beberapa gangguan fungsi intelektual lainnya yang dijumpai adalah terbaliknya
pemahaman akan figure dan ground, kebingungan dalam orientasi spasial, dan gangguan
khusus dalam persepsi bentuk.
Anak yang mengalami serebral palsy memiliki hambatan dalam kemahiran bernahasa. Terdapat
beberapa hal yang menyebabkan hambatan tersebut, seperti adanya luka di area otak yang
berhubungan dengan fungsi bahasa.
b. Kemampuan membaca
Anak cerebral palsy mengalami keterlambatan dalam membaca meskipun inteligensi mereka
tergolong rata-rata. Membaca biasanya dilakukan melalui bicara, dan kesulitan dalam berbicara
menghalangi usaha anak untuk membaca.
c. Prestasi akademik
Beberapa anak cerebral palsy memiliki prestasi akademik yang berada di belakang teman-
temannya sekalipun intelegensi dan motivasi mereka tergolong rata-rata.
d. Factor personal dan sosial
Kondisi yang di alami anak cerebral palsy dapat mempengaruhi kepribadian dan perilaku anak.
Berbagai perilaku anak dan kepribadian yang muncul diantaranya adalah keinginan yang
meningkat akan perhatian, efeksi, dan perlindungan.
1. Reaksi masyarakat
Reaksi masyarakat berpengaruh pada bagaimana anak meligat dirinya sendiri dan pada
kesempatan yang tersedia untuk penyesuaian psikologis dan pendidikan.
2. Reaksi keluarga
Reaksi anak terhadap cacat fisik mereka, seperti perasaan maludan bersalah, merupakan
refleksi dari bagaimana mereka diperlakukan oleh orang lain.anak akan mempunyai perasaan
negative jika anak merasa dipermalukan dan di salahkan mengenai perbedaan fisik mereka.
3. Reaksi kepribadian
Anak yang mengalami cerebral palsy memiliki kepribadian yang tertutup. Mereka memiliki
ketakutan yang menyolok dan ketegangan, seolah-olah mereka sedang bersiap-siap untuk
bereaksi terhadap hal-hal yang mengganggu.ketakutan yang mereka rasakan dapat
disebabkan dari luar, seperti suara yang keras, kejutan tiba-tiba, serta situasi atau orang asing.
4. Penanganan
Karakteristik yang ada pada anak cerebral palsy, khususnya factor personal dan sosial,
penting untuk anda ketahui agar anda dapat memberi penanganan yang tepat pada anak
cerebral palsy. Anda perlu menyadari bahwa sikap anda dapat mempengaruhi perkembangan
emosi anak didik anda. Kondisi yang menyenangkan perlu diciptakan untuk perkembangan
kepribadian yang dapat diterima secara sosial. Untuk itu anda harus menciptakan suasana
emosional yang mendukung dimana anak mengalami efeksi, persahabatan, dan penerimaan.
Ajarkan kepada anak anda agar tidak terlalu dependen (tergantung) tapi jangan pula member
anak tanggung jawab terlalu banyak. Anak perlu diberi kesempatan untuk pengalaman baru.
Dengan pendeknya daya konsentrasianak dan sedikitnya pengalaman yang mereka punyai,
bantulah anak untuk menyesuaikan diri dengan situasi baru. Jangan membuat target yang tidak
mungkin mereka capai. Buatlah target keberhasilan dalam batas-batas kemampuannya.
3. Penyakit dan luka biasa yang biasa dialami oleh anak pada anak usia kanak-kanak awal
1. Penyakit ringan
Batuk, pilek, sakit perut adalah penyakit yang sering diderita anak pada masa kanak-kanak
awal. Penyakit-penyakit tersebut umumnya hanya terjadi dalam beberapa hari saja dan jarang
membutuhkan penanganan dokter secara serius.
2. Luka
Diperkirakan tiga persen anak yang dititikan di tempat penitipan anak mengalami luka serius
setiap tahunnya dan membutuhkan perhatian medis. Kurang lebih lima puluh persen
kecelakaan tersebut terjadi di tempat bermain. Sekitar satu dari lima kejadian jatuh pada anak
menyebabkan luka dibagian tengkorak dan kerusakan pada otak (brain damage).
4. Penanganan
1. Penanganan untuk anak sakit
a. Bersikap tegas namun hangat
b. Beri tahu alasan untuk setiap larangan
c. Beri kegiatan alternative
d. Tingkatan harga dari anak
e. Lakukan tindakan pencegahan
2. Penanganan untuk menghindari luka dan kecelakaan
a. Menyediakan alasan/permukaan yang lembut sebagai tempat berpijak, yang diletakan dibawah
perangkat permainan.
b. Memperhatikan ukuran lubang atau cela, seperti lubang jendela atau sela jeruji pagar. Sela
yang terlalu lebar akan mempermudah anak lolos, tapi jika sela yang pas-pasan akan membuat
kepala anak terperangkap.
c. Menghindari sudut-sudut (misalnya sudut meja) yang tajam, yang dapat melukai anak.
d. Perosotan harus memiliki lebar yang cukup (sekurang-kurangnya 4 inchi), artinya tempat untuk
meluncur tidak terlalu sempit.
e. Sebisa mungkin tidak ada skrup, paku, baud, potongan besi, atau pipa yang menonjol keluar
semua perangkat bermain.
f. Menghindari seluncuran dari besi saat cuaca panas.
g. Melakukan perbaikan dan pengecekan terhadap perangkat ditempat bermain secara berkala.
2. Penyebab
Berdasarkan hasil penelitian dapat dikatakan bahwa kemungkinan ADD/ADHD lebih besar
dialami anak laki-laki bila dibandingkan dengan anak perempuan , pendapat ini nampaknya
dibuat berdasarkan pemikiran bahwa anak laki-laki lebih banyak menampilkan perilaku yang
mengarah pada gejala tipes hiperaktif atau implusif, sehingga lebih jelas terlihat gangguan
ADD/ADHD. Oleh karena itu penyebab gender tampaknya tidak mempengaruhi seorang anak
mengalami ADD/ADHD.
3. Karakteristik
Tampilan yang utama dari anak yang mengalami ADD/ADHD adalah masalah perilaku.
Perilaku yang tampak biasanya berkaitan dengan mudahnya sang anak merasa frustasi, sering
ngamuk, keras kepala, depresi, penolakan dari teman bermain, dan sebagainya.orang tua dan
guru sering kali menganggap anak itu sebagai anak malas dan tidak bertanggung jawab.
Mereka juga dinilai sebagai anak yang sulit untuk menerima perubahan, meskipun perubahan
yang terjadi adalah perubahan yang menyenangkan.
Karakteristik anak ADD/ADHD:
1. Inattention (gangguan pemusatan perhatian)
2. Impulsivitas
3. Hiperaktivitas
4. Disorganisasi
5. Relaksi sosial
6. Perilaku agresif
7. Konsep diri
8. Perilaku mencari sensasi
9. Melamun
10. Koordinasi motorik
11. Daya ingat
12. Pola piker yang obsesif
2. Pelaksanaan
a. Terencana
b. Beri kesempatan anak untuk berpartisipasi di dalam kelas
c. Perisa hasil kerja anak
d. Perhatikan sikap anak selama pembelajaran
e. Mengikuti arahan
3. Penutupan
a. Berikan tanda sebelum pelajaran akan usai
b. Periksa hasil pekerjaan
c. Sampaikan rencana pembelajaran berikutnya
Strategi khusus untuk menangani anak berkelainan ADD/ADHD:
1. Strategi untuk menangani perilaku inettentif
a. Usahakan anak agar duduk di dekat guru, didepan kelas
b. Gunakan isyarat pribadi yang hanya dimengerti guru dan anak agar anak kembali mengerjakan
tugas
c. Setelah memberikan intruksi secara lisan, berikan pula secara tulisan
d. Berikan tugas dalam unit-unit yang mudah
2. Strategi untuk menangani perilaku hiperaktif
a. Beri anak untuk jeda dalam duduknya, misalnya dengan peregangan
b. Beri anak posisi duduk yang memungkinkannya untuk berdiri selama pelajaran tanpa
mengganggu siswa lain
c. Memanfaatkan energy anak dengan meminta bantuannya untuk menghapus papan tulis
3. Strategi untuk menangani perilaku implusif
a. Persiapkan siswa untuk masa transisi antar pelajaran
b. Beri pujian dan penguatan untuk setiap perilaku positif
c. Beri aturan yang jelas untu bertindak didalam kelas
d. Jelaskan konsekuensi jika aturan dilanggar dan gunakan secara konsisten.
22
d. Factor budaya
Nilai-nilai dan standar perilaku pada anak berdasarkan budaya memalui berbagai syarat,
aturan, harapan, dan contoh. Beberapa pengaruh budaya yang spesifik mempengaruhi pikiran
melalui kekerasan yang ditampilkan di media masa, terutama TV dan film. Juga teman sebaya.
2. Penanganan
Penangan terhadap perilaku agresif harus dilakukan secara menyeluruh artinya semua
pihak harus terlibat, termasuk guru, orang tua dan lingkungan sekitar. Penerapan hukuman
kiranya tidak akan menyelesaikan masalah, justru akan meningkatkan perilaku agresif.
Kelemahan anak yang berperilaku agresif adalah ia tidak menguasai keterampilan
social. Untuk itu guru dapat mengajarkan bagaimana cara menanggapi perasaan orang lain dan
dirinya sendiri serta perilaku yang tepat untuk bertingkah laku dalam suatu lingkungan social.
Misalnya dengan berlatih mengungkapkan perasaan yang dirasakan, senang, sedih, marah,
marah, gembira dan perilaku seperti apa yang harus dilakukan ketika ada teman yang
mengambil barang tanpa minta izin. Bentuk pengajaran dapat berbentuk latihan atau role play.
Dengan demikian anak mendapat model perilaku yang positif dan mengetahui bagaimana cara
bersikap dalam suatu situasi social tertentu.
DAFTAR PUSTAKA