Anda di halaman 1dari 30

PERKEMBANGAN ANAK YANG BERSIFAT NORMATIF DAN

NONNORMATIF

Sejak saat terjadinya pembuahan atau konsepsi hingga akhir hayatnya manusia selalu
berada dalam proses berkembang. Usia 3-6 tahun, merupakan masa yang sangat khusus bagi
kehidupan seseorang anak, karena selama masa ini seorang anak mulai membangun rasa
percaya terhadap dunia lain di sekitarnya selain lingkungan keluarga. Mereka mulai belajar
untuk tidak tergantung dengan orang lain dan membangun kontrol diri, serta belajar mengambil
inisiatif dan secara aktif ikut serta dalam kegiatan yang dapat diterima secara social.
Untuk memahami perilaku seorang anak maka penting bagi kita melihat konteks dari
anak tersebut. Konteks yang paling utama adalah berkaitan dengan “waktu” karena
perkembangan manusia terutama berkaitan erat dengan terjadinya perubahan seiring dengan
berjalannya waktu (change over time). Sehubungan dengan waktu ini maka penting bagi kita
untuk mengetahui kapan (when) suatu perilaku muncul. Karena suatu perilaku yang muncul
pada suatu saat tertentu dapat saja merupakan perilaku normal, namun tidak pada waktu yang
lain. Misalnya, seorang anak berusia 2 tahun menangis berteriak-teriak ingin dibelikan es oleh
ibunya masih dianggap “normal”, namun apa yang akan terjadi jika perilaku itu terjadi pada
anak berusia 20 tahun?

A.    Hakikat perkembangan anak yang bersifat Normatif dan Nonnormatif


1.      Pengertian
Penggunaan pendekatan perkembangan untuk melihat kelainan (nonnormatif) yang
diderita oleh anak sebenarnya berlandaskan 4 tema dasar atau prinsip, yaitu :
Pertama, kelainan muncul atau terjadi hanya pada individu yang mengalami
perkembangan. Tujuan atau tugas di sini adalah menerangkan asal usul gejala dan penyebab
dari kelainan perilaku yang muncul.
Prinsip atau tema dasar yang ke dua, kelainan perkembangan atau psikolog harus
dipandang dalam kaitannya dengan perkembangan yang normal, tugas-tugas perkembangan
utama dan perubahan-perubahan yang muncul sepanjang rentang hidupnya.
Tema dasar atau prinsip yang  ketiga, tanda-tanda awal dari perilaku berkelainan harus
dipelajari secara serius. Meskipun definisi kelainan perkembangan (psikolog) tidak terlalu jelas
dan belum terlalu stabil pada anak-anak seusia muda dibanding orang dewasa, namun ada
perilaku yang merupakan tanda-tanda awal bagi terjadinya perilaku dan ternyata berhubungan
dengan masalah serius yang muncul kemudian.
Terakhir atau yang ke empat, ada beragam patokan atau karakteristik perkembangan
baik yang normal maupun berkelainan. Factor yang beragam tersebut, sebagian bersifat
genetis dan sebagian lagi karena lingkungan atau pengalaman, bahkan kedua hal tersebut
saling berinnteraksi dan kemungkinan membuat anak menjadi mengalami kelainan atau
sebaliknya dari kondisi kelainan menjadi normal.
2.      Apakah yang disebut Kelainan atau Abnormal (Nonnormatif)
a.       Model medis (medical model)
Orang-orang yang memiliki pandangan seperti ini bila mendengar istilah kelainan perilaku
akan cenderung melihat atau memandang anak yang mengalami kelainan  sebagai anak yang
jiwanya menderita “sakit” atau berpikir bahwa apa yang diderita atau dialami anak analog
dengan sakit fisik.
Dalam kenyataannya dengan menggunakan pendekatan medis, akan terdapat banyak
kesulitan untuk menegakkan kriteria bagi individu-individu yang dikatan abnormal. Sehingga
diperlukan kesadaran dan kehati-hatian yang sangat serta kemampuan melihat masalah tidak
hanya dari satu sudut pandang saja. Sementara sekarang ini para ahli lebih menekankan
tejadinya kelainan atau abnormalis berdasarkan nilai-nilai individu dan nilai-nilai budaya.
b.      Penyimpangan dari rata-rata (abnormality as deviation from the average)
Secara harifah istilah abnormal berarti “terpisah atau berbeda dari yang normal” model ini
mencoba melihat bahwa perilaku atau perasaan yang berbeda dari yang normal adalah suatu
yang abnormal. Metode ini mendevinisikan kelainan atau abnormalis dengan menggunakan
model statistic sebagai rujukannya. Mereka mencoba melihat berapa besar penyimpangan
suatu perilaku dibandingkan dengan rata-rata kelompoknya.

c.       Penyimpangan dari yang ideal (abnormality as devition from the ideal)


Salah satu pilihan dari model statistic untuk menentukan abnormalis adalah
penyimpangan dari yang ideal. Pendekatan ini tidak melihat abnormalitas sebagai seberapa
penyimpang dari rata-rata atau seberapa sehat seseorang, namun mencoba menentukan
kepribadian ideal yang telah ditentukan inilah yang disebut abnormal. Masalah utama dari
konsep alternative ini adalah bagaimana merumuskan kepribadian ideal yang sehat dan
menentukan kepribadian ideal yang sehat.

B.     Faktor yang mempengaruhi perkembangan anak yang bersifat Normatif dan Nonnormatif
Setiap anak di muka bumi ini apapun perbedaanya namun mereka semua memiliki
kebutuhan yang sama yakni kebutuhan untuk dicintai, disayangi, dilindungi dan diperhatikan.
Perkembangan seorang anak hanya dapat dipahami dalam konteks dimana ia tinggal
bersama-sama dengan orang lain di sekitarnya. Seorang anak dipengaruhi dan mempengaruhi
lingkungannya (keluarga) sementara anak-anak tersebut dan keluarganya juga produk dari
lingkungan (setting) geografis, kesejarahan, social dan politik dimana mereka tinggal dan
tumbuh.
Perkembanagan seorang anak dibentuk oleh banyak faktor baik itu bersifat bawaan, yaitu
suatu yang ada pada anak bersamaan dengan kehadirannya ke dunia atau bawaan genetic.
Sementara ada faktor-faktor yang berasal dari lingkungan di mana ia hidup. Kelainan yang
muncul pada seorang anak berkaitan erat dengan faktor-faktor tersebut :
1.      Cetak biru biologis (biological birthright)
Dalam sel tubuh manusia terdapat 46 kromosom yang terbentuk menjadi 23 pasang
struktur yang di dalamnya mengandung gen. 23 sel berasal dari sperma ayad dan 23 lainyya
berasal dari sel telur ibu. Bersatu bersama-sama membentuk sel pertama dari bayi. Kode
genetic bayi yang bersifat personal dapat dibaca melalui contoh darah. Kode genetic ini sangat
unik sehingga tidak ada orang yang memiliki kode genetik yang sama.
Banyak karakteristik yang sifatnya bawaan seperti warna rambut. Tidak semua efek gen
muncul atau terlihat saat kelahiran. Dalam perjalannya dapat terjadi kelainan genetis yang lazim
dikenal dengan abnormalitas gen. abnormalitas ini dapat terjadi ketika kromosom tidak memiliki
pasangan (tunggal) atau sebagian kromosom hilang, mengalami duplikasi (kelipatan) atau salah
(keluar) dari tempatnya. Contohnya Down’s syndrome yang disebabkan kelebihan kromosom di
kromosom 21, haemophilia yaitu kelainan darah yang hanya terjadi pada pria, disebabkan
terjadinya abnormalisasi gen (menjadi tunggal).
2.      Genetik dan lingkungan
a.       Perbedaan jender
b.      Intelegensi
3.      Konteks sosial
a.       Keluarga
b.      Status social ekonomi dan fungsi keluarga
c.       Kemiskinan
d.      Perbedaan keluarga
e.       Ketangguhan
f.       Penaganan

ANAK DENGAN GANGGUAN BAHASA

A.    Anak Gagap
1.      Pengertian
Gagap (stuttering) digolongkan  ke dalam diagnosa gangguan komunikasi. Gangguan
kelancaran atau kefasihan dan pola waktu dalam berbicara (tidak sesuai dengan tingkat usia)
terjadi pengulangan dan perpanjangan dari suku kata tertentu sehingga mengganggu
komunikasi. Pada anak kondisi ini tergolong normal karena mereka masih dalam tahapan
belajar bicara. Cuma perlu latihan dan kesabaran dari orang tua agar mereka dapat
mengembangkan koordinasi lidah, bibir, otak agar dapat bekerja dalam suatu kesatuan untuk
menghasilkan suara yang tidak dikenal atau sulit menjadi sesuatu yang akhirnya dapat
dimengerti oleh anak dan lingkungannya.
Kemunculan gagap sebagai gangguan komunikasi ditandai oleh :
a.       Gangguan dalam kelancaran dan pola waktu bicara :
-          pengulangan suara atau suku kata: ba-ba…pa, te-te-rus dll.
-          perpanjangan suara : jaaa..ngan, maaa..rah. iiii…kan
-          penambahan : eh..eh mau kemana?
-          pengucapan kata yang rusak : mmmm…akan
-          mengganti kata untuk menghindari kata yang sulit
-          kata-kata yang dikeluarkan menyebabkan ketegangan fisik (terutama di daerah wajah)
-          pengulangan satu suku kata : m-m-m- ana bukunya?.
b.      Gangguan dalam kelancaran ini mempengaruhi pencapaian kemampuan akademis atau
keterampilan lainnya dan komunikasi sosial individu.
c.        Jika diserta dengan gangguan keterlambatan  motoris atau sensoris saat  bicara maka
kesulitan bicara tersebut merupakan dampak sertaan yang berhubungan dengan masalah

2.      Penyebaran (prevalence)
Gagap muncul secara bertahap antara usia 2 – 7 tahun dan biasanya memuncak pada
usia 5 tahun. Hasil penelitian menunjukan bahwa laki-laki lebih besar 3 kali lipat kemungkinan
terjadi pada anak perempuan. Dalam perkembangannya hanya sedikit anak yang pada
akhirnya anak didiagnosissebagai gagap karena hamper sebagian besar anak dapat mengatasi
masalah tersebut.

3.      Penyebab
Bila ada yang menanyakan penyebab gagap, tidak ada satu jawaban tunggal yang pasti
yang dapat menerangkan sebab-sebab terjadinya gagap. Namun demikian secara garis
besar  jawaban yang dapat diberikan adalah :
a.       Tidak ada satu penyebab jelas yang dapat menerangkan terjadinya gagap.
b.      Masih banyak yang harus dicermati dan dipelajari berkaitan dengan factor-faktor yang
mempengaruhi gagap.
c.       Perkembangan penelitian masih berlangsung dalam rangka pencegahan terjadinya gagap
pada anak.
d.      Gagap biasanya terjadi secara turun-menurun
Andrew, Moris-Yates, Howie & Martin dalam Reni 2008, keturunan memberikan sumbangan
71% dari berbagai penyebab munculnya gagap dan sisanya 29 % berasal dari lingkungan.

4.      Penanganan
Tretmen psikologis yang paling dikenal adalah :
         mengajarkan cara bicara secara perlahan
         menggunakan kalimat pendek
         menggunakan kalimat yang sederhana
         secara bertahan mengurangi tekanan yang - - disarasakan anak saat bicara

B.      Anak yang mengalami gangguan bahasa Ekspresif dan Reseptif


1.      Pengertian
Gangguan bahasa ekspresif  (ungkapan) yaitu suatu gangguan yang terjadi saat seseorang
menjalin komunikasi yang ditandai dengan ketidakmampuan dalam mengungkapkan perasaan
atau ide-ide, meskipun pemahaman bicaranya normal (tidak mengalami gangguan).
Perkembangan bahasa anak sesungguhnya mengikuti rangkaian tahapan yang spesifik
meskipun kecepatan penguasaan dari setiap tahapan berbeda-beda. Variasi yang normal
terjadi dalam perkembangan namun demikian tetap sulit untuk membuat ramalan pada
perkembangan selanjutnya. Misalnya seorang anak yang sejak dini diidentifikasi mengalami
masalah dalam komunikasi maka sulit dipastikan bahwa ia akan mengalami masalah besar
dalam belajar nantinya atau mugkin sebaliknya anak yang bila mnginginkan sesuatu selalu
menunjuk dan mengeluarkan kata-kata yang tidak jelas dan hanya dimengerti oleh orang
tuannya ketika besar nanti sulit dipastikan ketika besar ia akan mengalami kesulitan belajar.
Seseorang dikatakan memiliki gangguan bahasa yang bersifat reseptif bila ia mengalami
kesulitan dalam memahami beberapa aspek dari bicara. Meskipun pendengaran mereka normal
namun anak yang memiliki gangguan ini tidak dapat memahami suara-suara, kata-kata atau
kalimat-kalimat tertentu. Penderita gangguan ini mengalami kesulitan memahami bagian-bagian
tertentu dari kat-kata atau pernyataan, misalnya kalimat atau kata jika…maka. Dalam kasus
yang berat anak tidak mampu memahami kosa kata dasar atau kalimat sederhana dan
kemungkinan besar juga mengalami ketidakmampuan mengolah suara, symbol-simbol,
menyimpan, memanggil dan merangkai melalui pendengaran (Mash&Wolf, 2005).

2.      Penyebaran
Masalah dalam berbahasa dan bicara pada anak biasanya baru disadari  ketika anak
mulai menggunakan suara dan  mengungkapkan konsep mereka sindiri. meskipun perkiraan
penyebaran memperhitungkan adanya variasi perkembangan bahasa yang tergolong normal
dan didasarkan kepada pendekatan individual sesuai dengan kriteria yang amat khusus, namun
ternyata derajat keparahan yang diderita oleh anak variasinya masih cukup lebar. Misalnya,
dalam tahap kanak –kanak awal bentuk gangguan phonem yang ringan merupakan hal yang
lumrah ditemui. Hampir 10% anak-anak dalam tahap usia ini mengalami gangguan tersebut.
Namu hampir sebagian besar anak dapat mengatasi gangguan phonem ringan ini sehingga
pada usia antara 6-7 tahun, hanya tersisa 2%-3% dari mereka yang masih menderita gangguan
tersebut .  Hal  yang sama di jumpai juga pada anak-anak dengan gangguan
berbahasa ekspresif ( mempengaruhi 2%-hingga 3%) dangan gangguan
berbahasa reseptif  (mempengaruhi kurang dari 3%) yang merupakan gangguan yang umum
dihadapi oleh anak-anak  sebelum memasuki tahap usia sekolah . (mash & wolfe , 2005, talal&
benasich , 2002).
3.      Penyebab
a.       Genetik (50%-75%  warisan)
b.      Fungsi Otak
c.       infeksi telinga
d.      lingkungan rumah

4.      Penanganan
a.       dapat dikoreksi secara mandiri oleh anak sejalan berkembangnya waktu
b.      dianjurkan mencari pertolongan dalam rangka memahami keterlambatan wicara
c.       melakukan terapi (bantuan ahli)

22
 

ANAK DENGAN PERILAKU INSECURE  (PENAKUT, RENDAH DIRI, DAN


PEMALU)

Sebagai guru, anda mungkin pernah atau bahkan sering menemui beberapa anak didik
yang memilki karakter seperti pencemas, penakut, rendah diri dan pemalu. Oleh para
professional perilaku tersebut sering disebut  perilaku “neurotik”, namun di sini akan
menggunakan istilah  “insecure”  (perasaan tidak nyaman). Istilah tersebut menggambarkan
anak-anak yang secara nyata memiliki kepercayaan diri yang kurang, takut dan cemas.
Perilaku insecure pada anak dapat dicegah dengan mengasuh anak dalam cara-cara
yang dapat meningkatkan kepercayaan diri, kemampuan beradaptasi, dan optimisme anak.
Oleh karena itu orang tua, guru dan pihak terkait harus kerja sama  dan membantu anak
mengatasi perasaan-perasaan tadi.

A.    Anak yang Penakut


1.      Pengertian
Takut adalah emosi yang kuat dan tidak menyenangkan, yang disebabkan oleh
kesadaran atau antisipasi akan adanya suatu bahaya (Schaefer & Millman dalam Rina, 2008).
Rasa takut dipelajari tetapi ada pula ketakutan dalam jumlah yang lebih besar mengenai
berbagai hal atau situasi. Ketakutan yang tidak beralasan dan sangat kuat merupakan hasil dari
keadaan panik. Ketika ketakutan rasional muncul, istilah yang digunakan adalah fobia.
Ketakutan yang khas pada masa anak-anak meliputi rasa takut terhadap gelap, takut
ditinggalkan, takut terhadap suara keras, penyakit, hantu, binatang, orang asing, dan situasi
yang tidak dikenal. Terdapat tiga factor yang diidentifikasi sebagai sumber ketakutan pada
masa kanak-kanak (Schaefer & millam dalam Rina :2008) yaitu sebagai berikut:
1.      Luka fisik seperti racun, operasi, perang, dan ketakutan untuk diculik.
2.      Badai seperti kejadian-kejadian alam, huru-hara, keadaan gelap, kematian (ketakutan-
ketakutan ini menurun sejalan dengan pertumbuhan usia).
3.      Stress psikis seperti ujian yang dihadapi, kesalahan yang dilakukan, kejadian-kejadian social,
sekolah, dan kritik.

2.      Karakteristik
Menurut Suran dan Rizzo (1979), ketakutan dapat membuat menghindari situasi kompetitif.
Ketakutan juga dapat mengganggu hubungan anak dengan teman-temannya.
3.      Penanganan
Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat anda lakukan untuk mengatasi ketakutan yang
mungkin dialami oleh anak didik anda.
a.       Bermain
Bermain merupakan sebuah cara alami untuk mengendalikan perasaan dan kejadian-
kejadian. Dengan bermain, anak belajar bagaimana mengendalikan rasa takutnya karena
ketakutan dapat dikendalikan dengan bermain. Sebagai contoh, anak yang takut kepada air
dapat diajak bermain air.  Dengan bermain air anak akan terbiasa dengan air. Bermain pura-
pura juga merupakan salah satu cara untuk membantu anak mengendalikan ketakutannya
secara memuaskan dan konstruktif. Bermain pura-pura sangat efektif ketika ketakutan
diantisifasi dan anak disiapkan secara tepat. Dalam hal ini, anak dapat memerankan kejadian
yang dapat menimbulkan rasa takut tersebut. Sebagai contoh, untuk mengantisipasi ketakutan
anak terhadap dokter gigi yang akan memeriksa gigi anak di sekolah.
b.      Menunjukan empati dan dukungan
Jika anak menilai anda sebagai orang yang mampu memahami dan menolong, mereka
akan lebih mampu menghadapi situasi yang menakutkan. Perhatian dan penghargaan dapat
meningkatkan rasa aman pada anak. Anda dapat menunjukan empati dengan cara memahami
bagaimana anak berfikir dan merasa tentang hal yang ditakutinya. Cara yang langsung
menggambarkan empati adalah dengan memberikan anak kebebasan untuk berfikir dan
merasa tentang apapun. Ketika anak mengeskpresikan perasaan takutnya, anda harus
menerima ketakutan-ketakutannya dan membantu anak.

c.       Mengekspos situasi yang menakutkan pada anak


Anak yang takut terhadap dokter dapat diajak untuk mengunjungi sebuah rumah sakit.
Anak yang takut terhadap petir dapat diajak bersama-sama untuk meniru suara petir, disertai
dengan penjelasan yang dipahami anak dan dapat mengatasi ketakutan anak.
d.      Menjadi model
Sebagai guru, anda akn menjadi model bagi anak-anak anda. Anak belajar untuk tidak
takut dari orang yang juga tidak takut dan mampu mengendalikan situasi. Dengan demikian,
anak memperoleh permainan lewat pengamatannya, bahwa apa yang mereka takuti
sebenarnya merupakan suatu yang aman.
e.       Member reward (penghargaan) terhadap keberanian
Anda harus sensitive terhadap kesiapan untuk berubah dan tumbuh menjadi lebih berani.
Untuk itu, pujilah sekecil apapun setiap langkah yang dilakukan anak. Selain pujian, reward
konkret juga efektif bagi anak, misalnya, dengan memberikan cap stempel atau stiker
keberanian anak.

B.     Anak yang Rendah Diri


1.      Pengertian
Dalam pengertian sehari-hari, orang sering menyebut anak yang memiliki perasaan
rendah diri dengan sebutan minder. Perasaan rendah diri berikut berkenaan dengan harga diri
(self-esteem). Secara sederhana, Harter menyebutkan self esteem sebagai pendapat anak
yang berkembang tentang dirinya sendiri. Anak yang rendah diri adalah anak yang memberi
penilaian yang rendah terhadap dirinya, termasuk pada kompetensi-kompetensi yang
dimilikinya.

2.      Karakteristik
Anak yang rendah diri tidak optimis terhadap hasil dari usahanya. Mereka merasa tidak
mampu, pesimis, dan mudah kecil hati. Segala sesuatu selalu dilihat salah. Anak mudah
menyerah dan sering kali merasa diintimidasi. “jelek” atau “tidak bisa apa-apa” merupakan kata-
kata yang sering digunakan untuk menggambarkan diri mereka. Frustasi dan rasa marah
kurang dapat dikendalikan dan pada gilirannya sering menghasilkan perilaku balas dendam
terhadap orang lain atau dirinya sendri. Sangat disayangkan bahwa perilaku mereka
mengarahkan orang lain untuk memandang mereka secara negative sebagaimana mereka
memandang diri mereka sendiri.

3.      Penanganan
a.       Meningkatkan pemahaman diri
Anak harus diberikan pengertian bahwa tidak ada orang yang sempurna dan bahwa
semua orang memiliki kekuatan dan kekurangan yang berbeda-beda.
b.      Mendukung kompetensi dan kemandirian anak
Anak perlu dilatih untuk melakukan keterampilan yang sesuai dengan usianya dan dijamin
bahwa ia akan memperoleh perasaan aman dalam proses menguasai keterampilan tersebut.
Jika anak mengalami masalah, beri ia dorogan untuk berpikir. Anda dapat memberikan hal itu
jika anak itu benar-benar membutuhkan.
c.       Menyediakan penghangatan dan penerimaan
Rasa harga diri yang tinggi diperoleh jika anak merasa jika dirinya diterima. Dukungan
emosional merupakan hal yang penting karena anak membutuhkan perasaan aman, yaitu
perasaan bahwa anda berada didekatnya. Anda dapat mengeskpresikan optimism anda
terhadap apa yang sedang dilakukan anak, misalnya dengan mengatakan “ya, bagus. Kamu
pasti bisa”
d.      Fokus pada hal-hal positif yang dapat dilakukan anak
Anda perlu mengenali dan mendukung kekuatan ank. Fokuskan pada kelebihan dan bukan
pada kelemahan anak. Catatlah hal-hal yang baik tentang anak, baik ketampilan maupun
usaha-usaha yang dilakukannya. Sebisa mungkin, berilah umpan balik yang baik di setiap
kesempatan.
e.       Menyediakan pengalaman yang konstruktif
Anda dapat merencanakan bermacam-macam kegiatan dan menggunakan cara-cara yang
tepat untuk menjamin agar anak mau berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Pengalaman
konstruktif hendaknya dibuat secara realitis, dengan tujuan yang dapat dicapai anak.
f.       Meningkatkan rasa percaya diri anak
Kepercayaan diri berangsur-angsur ditingkatkan dengan pengalaman-pengalaman
keberhasilan yang berulang. Buatlah tugas yang sebisa mungkin dapat diselesaikan oleh anak.
g.      Memberikan penghargaan
Setiap kali anak yang menunjukan sikap optimisme dan tidak mudah kecil hati, beri ia
penghargaan yang dapat memperkuat perilakunya.

C.    Anank yang Pemalu


1.      Pengertian
Anak yang pemalu adalah anak yang bereaksi secara negatif terhadap stimulus baru serta
menarik diri terhadap stimulus tersebut (Break, 2000). Pada anak yang pemalu, stimulus baru
secara cepat membangkitkan amygdale (struktur otak dalam atau inner brain structure yang
mengontrol reaksi menghindar) dan hubungannya dengan cerebral cortex dan system syaraf
simpatis, yang membuat tubuh bersiap-siap untuk bertindak menghadapi ancaman.

2.      Karakteristik
Anak yang terlalu sering menghindari orang lain dan biasanya mudah merasa takut,
curiga, hati-hati, dan ragu-ragu untuk melakukan sesuatu. Mereka umumnya menarik dari
dalam hubungan dengan orang lain. Dalam situasi social, mereka biasanya tidak mengambil
inisiatif, sering diam, berbicara dengan suara pelan, dan menghindari kontak mata. Orang
sering melihat mereka sebagai anak yang mudah bosan dan sering kali dihindari sehingga
makin meninggikan rasa malu anak. Karena anak yang pemalu jarang membuat masalah,
mereka sering tidak diperhatikan (khususnya di sekolah). Dalam menghadapi situasi yang sulit,
anak yang pemalu akan menarik dan sering meninggalkan tempat. Anak usia presekolahan dan
usia sekolah yang pemalu mempunyai kesulitan besar untuk berpartisifasi dengan orang lain.
Secara umum periode malu yang normal terjadi pada anak usia 5  atau 6 bulan, dan berikutnya
terjadi lagi pada usia 2 tahun (Schaefer & millaman, 1981).

3.      Penanganan
a.       Mendukung dan memberikan reward terhadap sosialitas yang dilakukan anak.
Berikan senyuman atau keomentar setiap kali anak bermain atau berbicara dengan teman,
misalnya “senang ya bisa bermain bersama”.jangan biarkan anak menyendiri dalam waktu yang
lama, namun jangan pula secara khusus menemani dia. Dengan menemani anak dalam saat
sendiri anda akan mengajari anak bersosialisasi dengan orang lain.
b.      Mendukung keercayaan diri dan sikap yang wajar
Anak sebaiknya didukung dan dipuji untuk kepercayaan dirinya dan tindakan yang wajar.
Ajari anak untuk menjadi dirinya sendiri dan mengekspresikan pendapatnya secara terbuka.
c.       Menyediakan suasana yang hangat dan penuh penerimaan
Perbolehkan anak untuk mengatakan “tidak” untuk situasi dimana ia memilih. Hargai
kemandirian anak, dengan demikian anak dapat merasa bahwa mereka diterima, bahkan jika
mereka tidak setuju dengan anda. Anak akan merasa disayang dan aman ketika mereka
dihargai walau apapun pendapat mereka.
d.      Melatih keterampilan social pada anak
Latihan keterampilan social dapat dilakukan dalam beberapa langkah, yaitu langkah intruksi,
umpan balik, pengulangan perilaku, dan modeling intruksi terdiri dari petunjuk kepada anak
tentang cara spesifik atau khusus untuk berhubungan dengan orang lain. Anak hendanya
diajarkan bahwa berbagi cerita dengan orang lain adalah suatu hal yang menyenangkan dan
berarti.
e.       Menyediakan agen sosialisasi anak
Anda sebaiknya memasangkan satu atau dua orang teman yang dapat memungkinkan
untuk menjadi teman bermain bagi anak yang pemalu. Selanjutnya, perkenalkan anak untuk
bermain dalam kelompok yang lebih besar.

f.       Membuat kegiatan yang merangsang anak untuk berinteraksi


Anak yang kurang komunikatif dapat didorong untuk berkomunikasi melalui gambar karena
umumnya anak lebih senang mendiskusikan gambar. Selain itu rancang kegiatan-kegiatan lain
yang membuat anak harus menolong dan berkomunikasi satu sama lain, misalnya,
menggambar bersama dalam satu kertas atau bermain surat berantai.

  

ANAK DENGAN PERILAKU INSECURE 2 (PENCEMAS)

A.    Anak yang Pencemas


1.      Pengertian
Ada beberapa pengertian tentang kecemasan. Beberapa orang melihat kecemasan
sebagai perasaan gelisah. Dari sejumlah penelitian, diketahui bahwa gangguan kecemasan
adalah hal yang cukup umum dialami diantara anak-anak dan remaja. Kecemasan yang umum
pada anak-anak adalah gangguan kecemasan pada perpisahan.

2.      Karakteristik
Anak yang cemas mudah dihinggapi perasaan takut dan sering nampak mencari-cari hal
yang mencemaskan. Anak-anak yang memiliki kecemasan yang mencolok memiliki skor yang
lebih rendah pada tes-tes prestasi dan intelegansi.

3.      Penanganan
1.      Menerima anak dan menenangkan hatinya
2.      Menggunakan berbagai macam strategi untuk mengatasi kecemasan
3.      Mendorong anak untuk mengekspresikan perasaannya
4.      Meningkatkan pemahaman dan pemecahan masalah
5.      Meminta bantuan ada professional

B.     Macam-macam gangguan Kecemasan


1.      Fobia
a.      Pengertian
Reaksi fobi merupakan ketakutan yang intens dan tidak rasional terhadap objeck atau
kejadian tertentu. Ketakutan tersebut bersifat membantu dan objeck atau peristiwa yang ditakuti
relatif juga tidak berbahaya (weiner, 1982). Ada beberapa macam bentuk fobia . beberapa
diantaranya yang umum adalah agoraphobia (fobia pada ruangan
terbuka), claustrophobia (fobia terhadap ruang tertutup), dan acropobhia (fobia terhadap
ketinggian).

b.      Penyebab
Penyebab dari fobia masih menjadi misteri. Pengalaman yang menakutkan atau imitasi
memang dapat menjadi penyebab terjadinya fobia tetapi dalam banyak kasus, hal ini tidak
terlihat.

c.       Penanganan
Sebagai guru, salah satu penanganan yang dapat anda lakukan adalah menjadi model
yang baik untuk anak. Dengan modeling, anak mengamati bagaimana anda berinteraksi secara
adaptif dengan objek yang ditakutinya. Yang paling efektif adalah  participatory modeling,
artinya anak bergabung dengan model untuk mendekati objeck yang ditakuti secara perlahan,
setelah melalui periode pengamatan. Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan cara
sengaja mendekatkan anak pada objeck yang ditakutinya. Selanjutnya, jika anak sudah tidak
takut lagi, objek yang nyata, secara perlahan, dapat dihadirkan dihadapan anak.

2.      Fobia Sekolah
a.      Pengertian
Fobia sekolah atau bisa disebut juga penolakan untuk sekolah, didefinisikan sebagai
ketakutan yang irasional terhadap beberapa aspek dari situasi sekolah yang disertai
dengan symptom-simptom fisiologis dari kecemasan dan kepanikan apabila anak ditinggalkan
serta menyebabkan ketidaksanggupan untuk pergi sekolah.
Fobia sekolah dipelajari sebagai respons yang dikondisikan secara klasik, ketika satu atau
beberapa stimulus dari lingkungan sekolah diasosiasikan dengan kecemasan yang tinggi atau
ketika perpisahan dengan ibu dan rumah menjadi pemicu untuk pengalaman cemas. Anak-anak
dengan gangguan kecemasan akan perpisahan memiliki gangguan yang lebih parah, dalam arti
bahwa mereka mempunyai symptom yang lain selain ketakutan terhadap sekolah. Anak-anak
dengan fobia sekolah murni memiliki gangguan yang lebih sedikit, dengan ketakutan terhadap
sekolah sebagai symptom.

b.      Penyebab
Meskipun belum ditemukan adanya alasan yang jelas untuk terjadinya serangan fobia,
King, Hamilkton, dan Ollendick mengemukakan bahwa perubahan sekolah, penyakit atau
kematian orang tua, serta kondisi yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah akibat sakit
atau kecelakaan dapat menjadi peristiwa-peristiwa umum yang mengakibatkan anak fobia
terhadap sekolah.

c.       Penanganan
Kearney dan Silverman mengemukakan bahwa penanganan terhadap anak-anak fobia
sekolah seharusnya disesuaikan dengan ketakutan yang dialami anak. Anak-anak yang
memperlihatkan keluhan fisik dan tantrum tanpa diletakan di rumah dan penanganan dilakukan
dengan mengintruksikan  orang tua untuk mengabaikan anak.

3.      Gangguan kecemasan akan perpisahan


Umumnya gangguan ini terjadi pada periode toddler, namun untuk alasan yang tidak
diketahui, kepanikan terhadap perpisahan dapat terjadi lagi pada periode prasekolah hingga
remaja. Gangguannya dapat berupa kecemasan akan perpisahan dan merupakan bentuk
khusus dari fobia sekolah. Karakteristik inti dari gangguan kecemasan akan perpisahan dari
orang, biasanya orang tua, dengan siapa anak merasa nyaman.
Penyebab dari timbulnya kecemasan akan perpisahan ini sangat sedikit diketahui.
Meskipun kecemasan akan perpisahan meningkat dengan adanya hubungan yang tidak aman
dengan orang tua, perpisahan yang tidak bisa diramalkan dan tidak terkontrol, serta tempramen
tertentu pada masa bayi, tetapi tidak diketahui apakah kesemuanya ini berlaku bagi semua
anak mengalami gangguan.

4.      Gangguan kecemasan yang berlebihan


Gangguan ini dikarakteristikan dengan kekuatiran dan ketakutan yang berlebihan dan tidak
realitas selama periode waktu enam bulan atau lebih. Anak-anak yang mengalami gangguan ini
sulit merasa tenang, mempunyai keluhan fisik, merasa tegang, dan sulit untuk rileks. Yang
menjadi karakteristik dari gangguan ini adalah adanya penilaian terhadap kesadarann diri,
keluhan somatic yang tidak memiliki dasar fsikologis, perasaan tegang, dan kebutuhan akan
ketenangan hati. Sekitar lima puluh persen anak dengan gangguan kecemasan yang berlebihan
mempunyai sekurang-kurangnya gangguan lain, dan umumnya adalah gangguan kecemasan
lain atau gangguan mood. Bernstein dan Borchardt menyebutkan bahwa anak-anak dengan
gangguan kecemasan yang berlebihan memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk
mengalami fobia yang sederhana, pangguan panic, fobia social, dan gangguan menghindar.
Penangan terhadap anak yang mengalami gangguan ini dilakukan dengan menggunakan
kombinasi dari pendekatan kognitif-tingkah laku, yang meliputi modeling, bermain peran, dan
pelatihan relaksasi.

5.      Gangguan obsesi Kompulsif


Obsesi adalah fikiran atau bayangan yang tidak dapat dicegah dan terus ada dalam
kesadaran seseorang sekalipun ia memandang hal itu sebagai tidak menyenangkan dan ingin
menghindarinya. Adapun komplusi adalah tindakan steorotipi yang mendorong seseorang
membuat perilaku itu lagi dan lagi sekalipun ia tidak ingin melakukannya, orang-orang yang
menderita ini dikatakan mengalami gangguan obsesif-komplusif.
Anak-anak yang mengalami gangguan ini cenderung memiliki intelegensi diatas rata-rata,
memiliki pandangan moral yang kaku disertai perasaan bersalah, serta mempunyai kehidupan
pantasi yang aktif. Usia serangan dapat terkisar umur 9 hingga 16 tahun. Umumnya serangan
terjadi berangsur-angsur, namun dapat pula terjadi secara tiba-tiba.
Penyebab gangguan obsesif-komplusif tetap menjadi sebuah misteri.
Intervensi tingkah laku dalam bentuk pencegahan respons, yaitu mencegah munculnya tingkah
laku ritualistic, dilaporkan cukup berhasil untuk menangani anak dengan gangguan ini. Dalam
hal ini, pelatihan terhadap orang tua merupakan komponen yang penting dalam penanganan
karena pencegahan respons sering dilakukan oleh orang tua. Penangan yang bersifat medis
dapat pula diberikan oleh dokter untuk membantu anak yang mengalami gangguan ini.

ANAK DENGAN PERILAKU ANTISOSIAL

Perilaku anti sosial adalah perilaku yang ditampilkan oleh seseorang yang tidak dapat
diterima oleh lingkungan. Anak yang menampilkan perilaku antisocial akan berada dalam konflik
dengan lingkungannya. Ada beberapa perilaku anti social yang dilakukan anak diantaranya
tidak patuh, tidak jujur (menipu, mencuri, menyontek), merusak, membakar, kabur dari sekolah
(schaefer & Millman)

A.    Anak yang Tidak Patuh


1.      Pengertian
Kepatuhan adalah melakukan apa yang diminta orang lain  (orang tua atau guru) dengan
tepat atau sesuai. Anak menunjukan ketidakpatuhan pada usia 2-3 tahun. Hal ini dikarena pada
usia ini anak telah memiliki keinginannya sendirisehingga menjadi berat bagi mereka ketika
diharuskan mengikuti apa yang disuruh  orang lain padahal mereka tidak menyukainya.
Penolakan pada perintah yang tidak mereka sukai inilah yang melahirkan perilaku tidak patuh.
Adanya penolakan pada anak-anak prasekolah pada lingkungan sosialnya adalah hal yang
wajar dan menjadi bagian dari proses perkembangan alamiah. Walau demikian tidak berarti
anak dibiarkan saja berlaku demikian. Orang tua harus mengarahkan perilaku anak agar sesuai
dengan harapan lingkungan.

2.      Karakteristik
Menurut Schaefer dan Millman ada tiga karakteristik bentuk ketidakpatuhan :
a.       The passive resistant type, yaitu anak menjadi diam atau menghindari perintah dengan cara
pasif, mengikuti perintah tapi dengan setengah hati.
b.      The openly defiant type, yaitu anak secara langsung menolak perintah secara verbal “ saya
tidak akan melakukannya” atau dengan perilaku tentrum
c.       The spiteful type of  noncompulance, yaitu anak melakukan hal yang sebaliknya dari yang
diperintahkan , misalnya diminta diam malah berteriak.

3.      Penyebab
1.      Kurangnya disiplin
2.      Pemberian disiplin yang sangat keras
3.      Pemberian disiplin yang tidak konsisten
4.      Orang tua berada dalam stress atau konflik
5.      Anak biasanya sulit patuh bila dalam keadaan lapar, lelah, sakit atau sedang dalam tekanan
emosional.
4.      Penanganan
Agar anak patuh kepada kita, kita harus menjalin kerjasama yang baik dengan anak. Hal
yang penting untuk menjalin kerjasama dengan anak adalah :
a.       Menghindari perilaku kekuasaan (pola asuh autoritharian) atau mengalah (pola asuh permisif)
yang ekstrim. Gunakan pola asuh authoritative yaitu menciptakan aturan yang dikombinasikan
dengan cinta dan alasan yang jelas
b.      Menciptakan hubungan yang akrab dengan anak
c.       Berbuat responsive, selalu siap ketika anak membutuhkan kita.
Untuk mengajarkan seorang anak berlaku patuh dan baik ialah dengan cara memberikan
contoh karena anak adalah makhluk yang sangat mudah meniru. Agar anak tidak bingung dan
memudahkannya untuk menatuhi aturan maka aturan yang dibuat harus jelas, spesifik dan
konsisten diberlakukan.

B.     Perilaku Temper Tantrum


1.      Pengertian
Temper tantrum adalah suatu ledakan emosi yang kuat sekali, disertai rasa marah,
serangan agresif, menangis, menjerit-jerit serta menghentak-hentakan kedua kaki dan tangan
pada lantai (C.P. Chaplin).
Ridhard Landown mengatakan : tantrums are an extreme expression of temper, anger, out of
control.
Berdasarkan dua definisi di atas, temper tentrum merupakan ekspresi kemarahan yang
sangat kuat, yang lepas control yang disertai dengan perilaku-perilaku seperti menangis,
menjerit, menghentakan kaki dan tangan pada tanah serta perilaku agresif (memukul dan
menendang). Atau dengan kata lain reaksi yang berlebihan dari seorang anak ketika
keinginannya tidak terpenuhi.
Perilaku temper tentrum memiliki aspek positif yaitu respon kemarahan yang dikeluarkan
mungkin lebih sehat daripada dipendam. Negatifnya merupakan pemecahan masalah favorit
bagi anak untuk memperoleh keinginannya.   

2.      Jenis-jenis
a.  manipulative tentrum ( ketika anak tidak memperoleh yang diinginkan dan dia akan berhenti
ketika yang diinginkan telah terpenuhi)
b.  verbal prustation tentrum (ketika anak tahu yang ia inginkan tapi tidak tahu cara menyampaikan
keinginannya secara jelas)
c.  temperamental tentrum ( ketika frustasi anak mencaai tingkat yang tinggi, anak menjadi sangat
tidak terkontrol, sangat emosional.

3.      Karakteristik
a.       Anak sering berada dalam kelelahan, tekanan, dan kecemasan yang tinggi
b.      Anak yang memiliki temperamen sulit, sering stress
c.       Anak yang memiliki orang tua yang sangat sensitive (temperamental)
4.      Penanganan
Penanganan anak yang menunjukan perilaku temper tantrum adalah sebagai berikut :
a.       Mencoba mengerti dan memahami jenis tentrum apa yang terjadi pada saat itu karena setiap
jenis tentrum membutuhkan penanganan yang berbeda
b.      Mencoba mencatat hal-hal yang dapat menyebabkan anak berlaku temper tentrum
c.       Mencoba untuk mengendalikan diri, tidak terpancing oleh perilaku tentrum anak yang
menyebabkan orang tua menjadi lepas control
d.      Tidak melakukan argumentasi atau mencoba menjelaskan tindakan anda kepada anak anada
yang sedang tentrum, dikarena anak tidak akan mendengan apa yang anda katakana
e.       Tidak memberikan reward terhadap perilaku tentrum
f.       Tidak menggunakan obat untuk menghentikan tentrum anak.

ANAK DENGAN DENGAN MASALAH FUNGSI INTELEKTUAL

A.    Anak dengan Retardasi Mental


Perkembangan setiap individu dimulai pada saat sebuah sel sperma ayah menmbus
dinding sel telur ibu. Dalam proses ini sel telus yang telah dibuahi akan membagi diri dengan
beribu-ribu sel. Secara bertahap kelompok-kelompok sel akan membentuk fungsi khusus,
misalnya sebagian sel saraf, otot, tulang dan system sirkulasi darah. Selanjutnya kromosom
akan memmecah diri menjadi partikel yang lebih kecil dan disebut gen. Para peneliti
setuju  bahwa gen merupakan unit dasar dalam meneruskan sifat yang diturukan. Fakter
genetic mempunyai peran penting dalam menentukan kemampuan kecerdasan seseorang.

1.      Pengertian anak retardasi mental


Berdasarkan definisi dari Asosiasi Retardasi Mental di Amerika terdapat dua cirri utama
yang harus ditampilkan oleh seorang anak yang dicurigai mengalami gangguan retardasi
mental sebelum berusia 18 tahun yaitu :
a.       Memiliki taraf kecerdasan yang secara signifikan berada di bawah rata-rata kecerdasan
dibawah anak sebayanya , atau dengan nilai IQ dibawah 70 .
b.      tidak dikuasainya perilaku adaptif 
Anak dengan keterlambatan mental menunjukan keterlambatan dalam kecerdasan praktis
yaitu mengarahkan diri untuk melakukan aktivitas harian, dan kecerdasan sosial yaitu
melakukana perilaku yang sesuai dengan situasi sosial.
Perilaku adiptif  terdiri atas beberapa aspek keterampilan atau kemampuan, yaitu
komunikasi, bantu diri aktivitas rumah tangga, sosial, kemasyarakatan, pengarahan diri,
kesehatan dan keamanan, pelajaran / akademik, rekreasi, pekerjaan.

2.      Penyebab
Secara umum, penyebab retadasi mental dapat terjadi karena factor genetic, biologis non –
keturunan , dan lingkungan.
Keadaan yang diakibatkan factor genetic terjadi sejak individu berada pada masa konsepsi,
yaitu terjadinya kelainan kromosom karena penambahan atau pengurangan suatu kromosom 
Retardasi mental juga dapat terjadi karena factor biologis non  - keturunan. Ini biasanya
terjadi karena keadaan gizi ibu yang buruk ketika kehamilan, obat-obatan, radiasi sinar X,
rhesus Ifaktor kimia yang terdapat dalam darah sekitar 85% manusia.
Factor lingkungan juga dapat berperan sebagai penyebab retar dasi mental, terutama
berkaitan dengan kesempatan stimulasi yang diberikan pada anak.

3.      Karakteristik
Anak dengan retardasi mental memiliki karakteristik yang dapat diamati yaitu adanya
kendala pada aspek rentang perhatian, daya ingat dan cara belajar.
Selain itu aktifitas bermain yang dilakukan anak dengan retardasi mental biasanya serupa
dengan anak yang usianya jauh lebih muda.
Para ahli menetapkan klasifikasi anak dengan retardasi mental menjadi 3 tingkat , yaitu :
         ringan : mampu didik dengan kisaran IQ 69-55
         sedang : mampu latih dengan kisaran IQ 54-40
         berat : mampu latih dengan bantuan, kisaran IQ 39-25

4.      Penanganan
Dalam memberikan materi pelajar, terdapat beberapa cara yang dapat diterapkan oleh
guru,
         kenalkan materi pelajaran yang baru dengan perlahan-lahan
         dalam memberikan instruksi atau keterangan, hendaknya guru membantu siswa untuk
memusatkan perhatiannya terlebih dahulu.
         Keterangan yang disampaikan hendaknya diterangkan dalam bentuk yang nyata dan secara
bertahap

B.     Anak dengan Gangguan Down Syndrome


1.    Pengertian anak retardasi mental
Down Syndrom  adalah suatu keadaan fisik yang disebabkan oleh mutasi gen ketika anak
masih berada dalam kandungan (John Langdon Down).
Berdasarkean enelitian terjadi mutasi gen pada kromosom 21 dimana terjadi tambahan
pada kromosom tersebut.mutasi gen ini memiliki kemungkinan paling besar pada kelahiran
dimana ibu berusia 40 – 50 tahun. Persentasenya 1,5 per 1000 kelahiran. Sampai saat ini
belum ditemukan pengobatan yang efektif atas keadaan ini.

2.    Karakteristik
a.       anak dengan Down Syndrom  memiliki ciriciri fisik yang khas, terutama pada bagian wajah
b.      ukuran kepala terlihat kecil
c.       lidah anak tergolong besar dengan mulut yang kecil
d.      bentuk mata khas dengan kelopak mata yang seakan-akan sulit membuka
e.       batang hidung datar
f.       leher pendek
g.      bentuk jari tangan pendek dan melengkung
h.      telapak tangan seperti berbentuk persegi empat.
Mayorit anak Down Syndrom mengalami keterlambatan perkembangan yang juga
berpengaruh terhadap perkembangan  kecerdasannya. Akibatnya kebanyakan mereka
mengalami retardasi mental sedang.

C.    Anak Berbakat
1.    Pengertian anak berbakat
Secara tradisional anak berbakat adalah individu dengan kecerdasan umum yang berfungsi
sangat jauh di atas rata-rata anak sebayanya atau dengan IQ diatas 130.  Namun saat ini Anak
berbakat lebih ditekankan pada kemampuan individu yang menunjukan potensi luar biasa atau
prestasi luar biasa pada satu atau beberapa aspek seperti kecerdasan umum, kemampuan
pada bidang pelajaran khusus, kreativitas, kepemimpinan, bakat di bidang seni (melukis,
mengarang, tari, serta kemampuan psikomotor.

2.    Karakteristik
a.  anak berbakat memiliki kemampuan untuk menguasai  pelajaran atau keterampilan
tertentu  dengan cepat dan mudah sesuai aspek keberbatannya.
b. sebagian besar anak berbakat memiliki memiliki harga diri yang lebih tinggi, lebih terampil dalam
kehidupan sosial, dan memiliki penyesuaian emosional diatas rata-rata anak seusianya.
c. banyak anak berbakat mengalami kebosanan dan prustasidengan keinginan di sekolah yang
diras lebih mudah
d. dampat dari kebosanan dan prustasi yang berlebihan anak berbakat menjadi tidak tertarik
dengan tugas-tugas dan mengerjakan dengan asal-asalan.

3.    Penanganan
Terdapat dua pendekatan untuk menangani anak berbakat yaitu pengayaan
(enrichment) dan akselerasi.
Untuk membantu perkembangan anak berbakat, terdapat beberapa langkah yang dapat
dilakukan dalam pembelajaran, yaitu :
a.       sesuaikan tugas yang akan diberikan dengan kemampuan anak
b.      bentuk kelompok bagi mereka yang memiliki kemampuan yang setara
c.       beri kesempatan bagi anak untuk belajar secara mandiri
d.      bantu anak untuk menetapkan hasil akhir yang lebih tinggi dibandingkan teman-temannya
e.       gunakan sumber-sumber lain dalam pembelajaran
 
 ANAK DENGAN KETIDAKMATANGAN SOSIAL-EMOSIONAL

A.    Mau Menang Sendiri


1.      Pengertian
Mau menang sendiri adalah perilaku anak yang tidak mau dan tidak bias menerima
“kekalahan”. Maksudnya dengan kekalahan di sini adalah keadaan yang menyebabkan dia
tidak berhasil mencapai apa yang dinginkan, meliputi hal-hal yang bersifat materi dan non-
materi.
Perilaku mau menang sendiri ini erat kaitannya dengan sifat iri hati/cemburu pada
teman/orang lain dan belum atau tidak berkembangnya control diri pada anak. Pada dasarnya
perilaku mau menang sendiri pada anak prasekolah bila terjadi sekali-kali masih dianggap wajir,
tapi jika terjadi berulang-ulang dan sering hampir tiap hari maka hal tersebut sudah menjadi
masalah dan tidak lagi dapat diterima sebagai hal yang wajar

2.      Ciri-ciri
a.       Kurang mampu mengontrol diri/emosi
b.      Memiliki kecenderungan agresif
c.       Self esteem (harga diri) seolah-olah yang paling tinggi
d.      Empati kurang berkembang
e.       Tidak mengikuti aturan dan bertindak semaunya
f.       Perilakunya memancing kemarahan orang sekitarnya
g.      Kualitas hubungan sosialnya buruk
h.      Memiliki sikap penuntut (demanding)

3.      Hambatan
a.       Temperamen anak yang tergolong sulit
Tempramen adalah factor bawaan yang diturunkan oleh orang tua terhadap anaknya yang
menyebabkan adanya perbedaan individual dalam merespon lingkungan. Perbedaan tersebut
menyangkut delapan hal, yaitu tingkat aktivitas, irama biologis, kecenderungan untuk
mendekatkan atau menghindar, kemampuan beradaptasi, ambang sensori, intensitas atau
tingkat energy reaksi, suasana hati, rentang perhatian atau ketakutan. Pada anak yang
tempramen sulit, kemampuan beradaptasinya kurang, intensitas reaksinya tinggi, dan suara hati
yang negative, serta tingkat ketekunan yang rendah, menyebabkan perilaku mau menang
sendiri mudah muncul.

b.      Perlakuan dan pola asuh anak yang kurang tepat


Beberapa perlakuan orang tua yang kurang tepat karena terlalu sedikit atau terlalu banyak
memenuhi kebutuhan dasar psikologis anak dapat menjadi penyebab berkembang perilaku
mau menang sendiri pada anak. Perilaku tersebut misalnya:
-          Pemanjaan yang berlebihan dapat menjadi penyebab anak sulit menerima kekalahan. Orang
tua yang cenderung mengikuti/memenuhi keinginan dengan segera, menyebabkan anak tidak
pernah belajar menunda keinginannya, atau menerima kekecewaan.
-          Kurang perhatian, kasih sayang dan kehangatan dari orang tua juga dapat menjadi penyebab
perilaku mau menang sendiri. Kebutuhan psikologisnya tidak terpenuhi dengan cukup,
membuat anak tidak merasa nyaman, tidak dicintai, tidak diterima dan tidak berharga bagi
orang tuanya.
-          Orang tua yang cenderung permisif, membiarkan anak berperilaku sesuai keinginannya tanpa
ada upaya untuk membatasi perilakunya sehingga pada anak tidak ditanami moral, disiplin dan
rasa tanggung jawab.

4.      Penanganan
Penanganannya adalah:
1.      Bila sebabnya karena kasih sayang yang berlebih atau justru kurang sehingga orang tua
cenderung permisif terhadap anak atau anak mengalami deprivasi emosi maka perlu mendapat
kasih sayang yang cukup.
2.      Cegah perilaku anak yang mau menang sendiri dengan memberi alasan yang logis dan
dipahami anak mengapa hal tersebut tidak boleh dilakukannya. Pujian juga perlu jika anak
berhasil mencegah perilaku mau menang sendiri.
3.      Tempramen anak yang sulit juga tidak menjadi kendala lagi dengan latihan disiplin dan
penanaman moral, yang disertai dengan perhatian, pujian dan kasih sayang yang proposional
dari orang tua/guru.

B.     Dependen (Ketergantungan/Tidak Mandiri)


1.      Pengertian
Dependen/tergantung adalah sikap dan perilaku anak yang selalu ingin dibantu dalam
melakukan berbagai hal yang sebenarnya sudah dapat dilakukannya sendiri.
seiring dengan berkembangnya fisik-motorik serta kognitifnya berupa kemampuan anak
dalam berjalan, berlari, bicara dan pemahamannya, anak secara bertahap telah mampu
menunjukan kemandiriannya. Pada usia yang masih sangat dini ia sudah mulai mencoba dan
bisa dilakukan berbagai aktivitas yang dilakukan guru/pengasuhnya karena ia belum dapat
melakukannya sendiri. Proses perkembangan kemandirian pada anak diawali sejak usia yang
sangat dini, ketika anak mulai sadar dan menunjukan perkembangan keterampilan motorik
kasar dan sedikit motorik halus.

2.      Ciri-ciri
Sering mengatakan tidak bisa, tidak mampu, sulit bila mengahadapi suatu tugas. Tampak
tidak bersemangat, malas, ragu-ragu dan cemas. Bila diminta melakukan tugas sering meminta
bantuan atau tidak segera melakuakn tugas supaya dibantu.
3.      Hambatan
Sikap dependen bukan sikap bawaan yang sejak ada saat lahir, walaupun kecenderungan
untuk menjadi dependen bisa jadi diperbesar peluangnya karena factor yang diturunkan secara
genetic.
Factor-faktornya disebabkan oleh orang tua/pengasuhnya yaitu:
1.      Menganggap anak tidak mampu, sehingga cenderung selalu membantu anak
2.      Menuntut anak terlalu tinggi sehingga tidak sabar bila anak bekerja lambat dan tidak rapih,
sering marah dan mengkritik hasil kerja anak.
3.      Kasihan melihat anak melakukannya sendiri dengan susah payah, selalu melindungi anak dari
kesulitan.

4.      Penanganan
Penanganan diarahkan untuk meningkatkan keterampilan dan harga dirinya dengan
beberapa cara berikut.
1.      Berikan kesempatan dan latihan pada anak untuk melakukan hal-hal yang sebenarnya dapat
dilakukan, dengan selalu disertai dukungan dan penghargaan sekecil apapun hasil kerjaannya.
2.      Tanamkan disiplin, rutinitas, dan batasan-batasan yang realistis.
3.      Hindarkan/minimalkan situasi yang menyebabkan anak merasa tertekan.
4.      Beri kesempatan anak untuk mengambil keputusan dan menentukan apa yang akan dilakukan
atau dipilihnya.

22
 

ANAK DENGAN KEBUTUHAN FISIK KHUSUS 1

Mungkin anda sering menemukan anak yang berkebutuhan fisik khusus. Pada mata kuliah
ini akan dibahas empat macam saja yaitu anak dengan gangguan penglihatan, gangguan
pendengaran, anak cerebral palsy dan anak yang sakit dengan masing-masing empat hal yang
akan dibahas yaitu pengertian, gejala, karakteristik dan penanganannya.

A.    Anak dengan Gangguan Penglihatan


1.      Pengertian
Menurut Hallahan & Kauffman (1988) terdapat dua cara yang sangat umum untuk
mendefinisikan gangguan penglihatan (kebutaan) yaitu devinisi menurut hukum (legal) dan
definisi menurut edukasional. Definisi menurut hukum merupakan definisi yang sering
digunakan oleh orang awam maupun orang-orang yang berkecimpung dalam bidang medis.
Adapun definisi secara edukasional umumnya digunakan oleh para pendidik.
Definisi menurut hukum, yang meliputi penilaian terhadap ketajaman  visual dan keluasan
bidang pandang (field),  digunakan untuk menentukan apakah seseorang memenuhi syarat
atau tidak untuk mendapatkan manfaat hukum yang tersedia bagi orang-orang yang mengalami
gangguan penglihatan.  Menurut definisi tersebut, orang yang buta adalah orang yang memiliki
katajaman penglihatan 20/2000 atau kurang, baik dengan koreksi (misalnya dengan
menggunakan kecamata) atau tidak, atau orang yang memiliki keluasan bidang pandang yang
sempit dengan besar sudut pandang tidak lebih dari 200.
Secara edukasional, orang yang buta adalah orang yang tidak dapat menggunakan
penglihatannya untuk tujuan belajar sehingga pendidikan mereka secara utama diberikan
melalui indra pendengaran, peraba dan kinestetik.
Identifikasi awal berdasarkan simtom-simtom perilaku penting dilakukan untuk mendeteksi
didi gangguan penglihatan.

2.      Gejala
a.       Mengalami iritasi mata kronis, lingkar mata merah, kelopak mata bengkak.
b.      Mual, penglihatan ganda, kabur selama membaca
c.       Menggosok-gosok mata, mengerutkan dahi atau mengubah raut muka ketika melihat objek
yang berjarak
d.      Memiliki sifat hati-hati yang berlebihan dalam berjalan, jarang berlari, dan terhuyung-huyung
untuk alasan yang tidak nyata
e.       Secara abnormal tidak memperhatikan papan tulis, grafik di dinding, atau peta
f.       Mengeluh bahwa penglihatannya kabur, dan berusaha untuk menghilangkan halangan visual
g.      Gelisah berlebihan, lekas marah, dan gugup mengikuti tugas visual yang berlangsung lama
h.      Mengedipkan mata secara berlebihan, terutama selama membaca
i.        Kebiasaan memegang buku dengan jarak yang dekat, sangat jauh, atau dalm posisi yang tidak
biasa dalam membaca
j.        Memiringkan kepala ke satu sisi ketika membaca

3.      Karakteristik
Karakteristik dari anak yang mengalami gangguan penglihatan akan dilihat dalam
beberapa segi, yaitu dari segi pengembangan motorik, factor bahasa, kemampuan konseptual,
kegiatan bermain, dan factor personal dan sosial.
Anak yang  buta memperlihatkan keterlambatan awal dalam perkembangan motorik,
terutama dalam gerakan yang melibatkan inisiatif diri sendiri. Blindism adalah gerakan-gerakan
yang menstimulasi diri sendiri yang ditampilkan oleh anak yang buta.
Pada anak buta pengolahan kosa kata berlangsung secara lambat. Verbalism adalah
kecenderungan pada anak buta untuk berbicara secara berlebihan atau berbicara dengan yakin
tentang objek yang sebenarnya mereka tidak alami secara nyata, tidak mereka pahami secara
jelas.  Masalah kognitif pada anak buta masih terdapat pertentangan. Salah satu pandangan
menyebutkan bahwa defisiensi kognitif yang terjadi pada anak buta disebabkan oleh kurangnya
pengalaman belajar yang tepat daripada disebakan oleh kelemahan yang bersifat bawaan.
Konsep spasial sulit dipahami oleh anak buta. Anak yang buta jarang terlibat dalam
permainan yang mengendalikan keterampilan motorik kasar dan halus. Masalah kepribadian
bukanlah kondisi bawaan dari orang buta. Masalah muncul karena cara masyarakat
memperlakukan mereka. Tidak ada dampok personal dan sosial yang spesifik pada anak buta.

4.      Penanganan
Anak-anak yang mengalami gangguan penglihatan memiliki kebutuhan untuk mengalami
sesuatu secara konkret dan memperaktikan secara langsung apa yang dipelajari. Kedua hal
tersebut dapat dilakukan dengan mengorientasikan pengalaman belajar melalui pengalaman
belajar  melalui kejadian nyata dan dengan menggunakan objek serta material khusus. Melukis
dan seni yang lain, yang melibatkan penggunaan tangan secara langsung, dapat menjadi
pendekatan yang bermanfaat untuk membawa anak yang buta kedalam kedekatan denga
pengalaman sensori. Secara umum anak yang mengalami gangguan penglihatan memang
harus diperkaya dengan stimulasi melalui sensori non visual.
Petunjuk praktis yang dapat dilakukan jika anda mengalami anak didik yang mengalami
gangguan penglihatan:
1.      Memberdayakan anak yang dapat melihat untuk bertindak sebagai pembimbing tetapi jangan
sampai membuat anak yang mengalami gangguan penglihatan jadi tergantung pada mereka
2.      Memperlakukan anak yang mengalami gangguan penglihatan secara sama dengan mereka
yang tidak mengalami gangguan penglihatan
3.      Berbicara dengan suara yang keras mengenai apa yang sedang anda buat di papan tulis
4.      Mengijinkan anak untuk memperoleh waktu tambahan dalam melengkapi tugas
5.      Meyakinkan anak bahwa mereka tidak asing dengan lingkungan fisik seseorang

B.     Anak dengan Gangguan Pendengaran


1.      Pengertian dan Klasifikasi
Banyak sekali definisi dan kalasifikasi yang ada dari gangguan pendengaran. Yang umum
ada dua  yaitu tuli dan kesulitan mendengar (hard of hearing) hampir sama dengan gangguan
penglihatan pengertian gangguan pendengaran juga sering dilihat dari dua sudut pandang,
yaitu sudut pandang yang berorientasi fisiologis dan sudut pandang yang berorientasi
edukasional.
Sudut pandang fifiologis menyebutkan bahwa anak yang tidak dapat mendengar bunyi
pada tingkat intesitas (kenyaring) tertentu diklasifikasikan sebagai tuli, selain daripada itu
dipandang sebagai hard of hearing.  Sensitivitas  pendengaran diukur dengan decibel (dB)  dan
orang yang tuli adalah orang yang kehilangan pendengaran sekitar 90 dB atau lebih.
Orientasi edukasional memiliki perhatian yang besar terhadap berapa banyaknya
pendengaran yang hilang, yang akan mempengaruhi kemampuan anak untuk bicara dann
mengembangkan bahasa. Jadi  dapat dikatakan bahwa para professional membuat kategori
mengenai gangguan pendengaran berdasarkan kemampuan berbicara seseorang. Berikut
definisi orientasi edukasional (Mac Neil dkk)
a.       Kerusakan pendengaran (hearing impairment) merupakan istilah umum yang merupakan
gangguan pendengaran dengan rentang keparahan dari ringan sampai dengan parah, meliputi
ketulian dan kesulitan mendengar.
b.      Orang yang tuli (deap person) adalah orang yang memiliki gangguan pendengaran sehingga
menghalangi keberhasilannya untuk memproses informasi bahasa melalui indra pendengaran
dengan atau tanpa alat bantu pendengaran
c.       Kesulitan mendengar (hard of hearing) adalah orang yang secara umum mempunyai sisa
pendengaran yang cukup untuk dapat merespon informasi bahasa melalui indra pendengaran
dengan menggunakan alat bantu pendengaran.
Bagi sudt pandang yang berorientasi edukasional usia ketika terjadinya gangguan pendengaran
merupakan hal yang penting untuk diperhatikan (Hallahan dkk). Menurut orientasi ini ada
hubungan yang erat antara kehilangan pendengaran dan keterlambatan bahasa. Makin awal
seseorang mengalami kehilangan pendengaran semakin terganggu perkembangan bahasanya.
Berdasarkan periode kritis dalam perolehan bahasa maka gangguan pendangaran dapat
dibagi menjadi dua, yaitu prelingual  deafness  (ketulian pada saat lahir/awal kehidupan)
dan postlingual deafness (ketulian saat anak sudah mengalami perkembangan bahasa).
Berbeda dengan di atas Telford membuat devinisi berkaitan dengan batas intensitas suara
yang dapat didengar :
-          Mild losses (20-30dB) masih bias belajar melalui telinga dengan cara biasa dan berada antara
perkembangan normal dan kesulitan  mendengar
-          Marginal loses (30-40 dB)  biasanya kesulitan mendengar dalam jarak beberapa kaki namun
masih bias belajar melalui telinganya.
-          Moderate losses (40-60 dB) dapat belajar bicara  caracara oral dengan menggunakan
pengeras suara
-          Severe losses (60-75 dB) tidak bias belajar tanpa teknik khusus. Gangguan ini berada antara
gangguan pendengaran dengan tuli.
-          Profound losees (>75 dB) sulit belajar bahasa walau dengan pengeras suara.
Dari kategoro di atas dapat disimpulkan  1-3 sebagai hard of hearing dan 4-5 deaf.
Berdasarkan area anatomis tempat terjadinya gangguan pendengaran maka gangguan
pendengaran dapat dibagi menjadi empat, yaitu conductive  hearing loss, (gangguan tranmisi
suara dari kanal sampai ke telinga bagian dalam), sensorineunal hearing loss, (kerusakan fisik
dalam beberapa tingkatam hingga ke saraf auditori (ujung saraf), mixed hearing loss (gabungan
dari kerusakan dalam konduksi (penghantar) dan sensoriveral, dan central auditory hearing
loss (disfungsi neorologis dan cerebal cortex).

2.      Gejala
a.       Mendengarkan radio/TV dengan suara tinggi
b.      Duduk sangat dekat dengan TV ketika volume sedang untuk anak normal
c.       Meminta ulang untuk hal-hal sudah dijelaskan
d.      Mempunyai kesulitan dalam hal tugas
e.       Mempunyai maslah dalam hal bicara dan bahasa
f.       Memperlihatkan perilaku yang buruk
g.      Tidak perhatian
h.      Mengeluh kesulitan mendengar

3.      Karakteristik
1.      Anak yang tuli mengalami keterlambatan dalam perolehan bahasa.
2.      Terdaapat dua sudut pandang yang bertentangan mengenai kemampuan konseptual anak
yang tuli. Salah satu pandangan menyebutkan bahwa proses berpikir antara anak yang tuli dan
yang tidak adalah serupa. Perbedaan dalam kemampuan kognitif nonferbal lebih disebabkan
oleh kekurangan nya stimulasi kognitif dan interaksi intersonal dari pada fungsi langsung dari
defisiensibahasa.
3.      Prestasi akademik anak yang tuli umum nya lebih rendah pada tugas–tugas yang menuntut
keterampilan bahasa.
4.      Anak yang tuli umumnya kurang terlibat dalam kegiatan bermain  pura –pura.
5.      Perkembangan dari personal dan sosial pada anak tuli tergantung dari penerimaan lingkungan
terhadap diri mereka dan bagaimana orang lain memperlakukan mereka.
6.      Kurangnya kemampuan bahasa pada anak tuli dapat mengganggu hubungan interpersonal.

4.      Penanganan
Pendekatan komunikasi yang ideal untuk anak yang mengalami gangguan pendengaran
adalah pendekatan total yang meliputi kombinasi dari pendekatan oral (pelatih auditori dan
membaca (speechreading) dan pendekatan manual bahasa isyarat (sign language) dan metode
mengeja ( fingerspelling ).
Selain itu Hallahan mengemukakan pedoman praktis yang diharapkan bias membanru
anada :
-          Memberikan perhatian khusus
-          Mengatur tempat duduknya
-          Gangguan auditorial dan visual hendaknya dibuat seminim mungkin
-          Speechreading akan berguna jika guru bicara secara wajar
-            Anda harus menyadari bahwa anak yang mengalami gangguan pendengaran perlu melihat
wajag anda
-          Mengikutsertakan anak dalam anggota tim
-          Mendorong anak yang mengalami gangguan pendengaran untuk bertanya
-          Anda perlu membuat alat banttu visual.

  

ANAK DENGAN KEBUTUHAN FISIK KHUSUS 2

A.    Anak Cerebral Palsy
1.      Pengertian
Cerebral palsy mengacu pada perubahan yang bersifat nonprogresif dari gerakan atau
fungsi motorik sebagai hasil dari kerusakan intracranial, luka, atau penyakit, yang muncul
sebelum, selama, atau segera sesudah kelahiran.cerebral palsy sering disertai dengan deficit
sensori (gangguan pendengaran dan penglihatan) dan perceptual (anggapan terhadap
sesuatu), kesulitan belajar, gangguan emosional dan kepribadian yang parah, serta retaldasi
mental.hambatan utama dari cerebral palsy yaitu terganggunya control otot.

2.      Klasifikasi
a.       Spacticity
Karakteristinya adanya reflex-refleks hiperaktif (terlalu aktif) dan reflex peregangan (stretch)
yang berlebihan pada bagian tubuh yang terganggu
b.       Athetosis
Karakteristiknya berupa gerakan yang lambat, seperti gerakan cacing, gerakan yang tidak
disengaja, tidak dapat dikontrol, dan tidak bertujuan.
c.        Rigidity
Anak memiliki otot-otot hipertonik, yang ditandai dengan adanya penolakan terhadap
gerakan pasif.
d.       Ataxia
Adanya gangguan terhadap keseimbangan dan gaya berjalan yang terhuyung-huyung
seperti orang mabuk.
e.        Termor
Adanya gerakan gemetar baik disengaja maupun tidak.
f.       Gabungan dari beberapa klasifikasi yang ada.

3.      Karakteristik
a.       Fungsi intelektual dan bahasa
Status mental dari anak yang mengalami cerebral palsy sulit untuk diperkirakan. Banyak factor
penyebabnya, disamping luka neurologist (di sebabkan oleh system syaraf), yang mengurangi
fungsi intelektual anak, misalnya sajadifungsi motorik yang dialami anak dan penggunaan obat-
obatan yang berlebihan. Anak yang mengalami cerebral palsy biasanya sering diikuti dengan
cacat mental. Beberapa gangguan fungsi intelektual lainnya yang dijumpai adalah terbaliknya
pemahaman akan figure dan ground, kebingungan dalam orientasi spasial, dan gangguan
khusus dalam persepsi bentuk.
Anak yang mengalami serebral palsy memiliki hambatan dalam kemahiran bernahasa. Terdapat
beberapa hal yang menyebabkan hambatan tersebut, seperti adanya luka di area otak yang
berhubungan dengan fungsi bahasa.
b.      Kemampuan membaca
Anak cerebral palsy mengalami keterlambatan dalam membaca meskipun inteligensi mereka
tergolong rata-rata. Membaca biasanya dilakukan melalui bicara, dan kesulitan dalam berbicara
menghalangi usaha anak untuk membaca.
c.       Prestasi akademik
Beberapa anak cerebral palsy memiliki prestasi akademik yang berada di belakang teman-
temannya sekalipun intelegensi dan motivasi mereka tergolong rata-rata.
d.      Factor personal dan sosial
Kondisi yang di alami anak cerebral palsy dapat mempengaruhi kepribadian dan perilaku anak.
Berbagai perilaku anak dan kepribadian yang muncul diantaranya adalah keinginan yang
meningkat akan perhatian, efeksi, dan perlindungan.
1.      Reaksi masyarakat
Reaksi masyarakat berpengaruh pada bagaimana anak meligat dirinya sendiri dan pada
kesempatan yang tersedia untuk penyesuaian psikologis dan pendidikan.
2.      Reaksi keluarga
Reaksi anak terhadap cacat fisik mereka, seperti perasaan maludan bersalah, merupakan
refleksi dari bagaimana mereka diperlakukan oleh orang lain.anak akan mempunyai perasaan
negative jika anak merasa dipermalukan dan di salahkan mengenai perbedaan fisik mereka.
3.      Reaksi kepribadian
Anak yang mengalami cerebral palsy memiliki kepribadian yang tertutup. Mereka memiliki
ketakutan yang menyolok dan ketegangan, seolah-olah mereka sedang bersiap-siap untuk
bereaksi  terhadap hal-hal yang mengganggu.ketakutan yang mereka rasakan dapat
disebabkan dari luar, seperti suara yang keras, kejutan tiba-tiba, serta situasi atau orang asing.

4.      Penanganan
Karakteristik yang ada pada anak cerebral palsy, khususnya factor personal dan sosial,
penting untuk anda ketahui agar anda dapat memberi penanganan yang tepat pada anak
cerebral palsy. Anda perlu menyadari bahwa sikap anda dapat mempengaruhi perkembangan
emosi anak didik anda. Kondisi yang menyenangkan perlu diciptakan untuk perkembangan
kepribadian yang dapat diterima secara sosial. Untuk itu anda harus menciptakan suasana
emosional yang mendukung dimana anak mengalami efeksi, persahabatan, dan penerimaan.
Ajarkan kepada anak anda agar tidak terlalu dependen (tergantung) tapi jangan pula member
anak tanggung jawab terlalu banyak. Anak perlu diberi kesempatan untuk pengalaman baru.
Dengan pendeknya daya konsentrasianak dan sedikitnya pengalaman yang mereka punyai,
bantulah anak untuk menyesuaikan diri dengan situasi baru. Jangan membuat target yang tidak
mungkin mereka capai. Buatlah target keberhasilan dalam batas-batas kemampuannya.

B.     Anak yang Sakit


1.      Pengertian
Ketika kita berbicara mengenai anak yang sakit, berarti kita sedang membahas kondisi
medis yang dimiliki anak tersebut. Secara garis besar, ada dua jenis kondisi medis. Pertama
adalah kondisi medis akut. Kondisi tersebut berlangsung dalam jangka pendek, sekali-sekali,
dan umum terjadi, seperti infeksi dan alergi. Kedua, adalah kondisi medis kronis. Kondisi
tersebut dapat meliputi kondisi fisik, perkembangan, perilaku, dan/atau emosional yang
membutuhkan pelayanan kesehatan khusus.
2.      Karakteristik
Salah satu penentu kepribadian yang berkembang pada anak-anak  dengan penyakit
kronis adalah bagaimana sikap lingkungan terhadap mereka. Apabila orang tua member
perhatian secara berlebihan, bersikap memanjakan, serta selalu merasa cemas dan khawatir
terhadap anak, maka anak cenderung berkembang menjadi pribadi yang dipenden dan memiliki
sipat depanding (suka menuntut). Anak juga akan menjadi manja secara berlebihan, mudah
marah, dan menikmati perhatian khusus yang diberikan oleh orang lain, khususnya orang tua.
Selanjutnya hal tersebut dapat menghambat pertumbuhan kepribadian yang matang.
 Anak dengan kondisi penyakit kronis umumnya juga memiliki perasaan takut dan cemas.
Hal itu dapat berasal dari treatmen (perlakuan) yang menyakitkan, yang harus mereka hadapi
selama perawatan, misalnya harus disuntik, diinfus, dan minum obat. Lebih parah lagi jika
orang tua tidak dapat mendampingi anak.

3.      Penyakit dan luka biasa yang biasa dialami oleh anak pada anak usia kanak-kanak awal
1.      Penyakit ringan
Batuk, pilek, sakit perut adalah penyakit yang sering diderita anak pada masa kanak-kanak
awal. Penyakit-penyakit tersebut umumnya hanya terjadi dalam beberapa hari saja dan jarang
membutuhkan penanganan dokter secara serius.
2.      Luka
Diperkirakan tiga persen anak yang dititikan di tempat penitipan anak mengalami luka serius
setiap tahunnya dan membutuhkan perhatian medis. Kurang lebih lima puluh persen
kecelakaan tersebut terjadi di tempat bermain. Sekitar satu dari lima kejadian jatuh pada anak
menyebabkan luka dibagian tengkorak dan kerusakan pada otak (brain damage).

4.      Penanganan
1.      Penanganan untuk anak sakit
a.       Bersikap tegas namun hangat
b.      Beri tahu alasan untuk setiap larangan
c.       Beri kegiatan alternative
d.      Tingkatan harga dari anak
e.       Lakukan tindakan pencegahan
2.      Penanganan untuk menghindari luka dan kecelakaan
a.       Menyediakan alasan/permukaan yang lembut sebagai tempat berpijak, yang diletakan dibawah
perangkat permainan.
b.      Memperhatikan ukuran lubang atau cela, seperti lubang jendela atau sela jeruji pagar. Sela
yang terlalu lebar akan mempermudah anak lolos, tapi jika sela yang pas-pasan akan membuat
kepala anak terperangkap.
c.       Menghindari sudut-sudut (misalnya sudut meja) yang tajam, yang dapat melukai anak.
d.      Perosotan harus memiliki lebar yang cukup (sekurang-kurangnya 4 inchi), artinya tempat untuk
meluncur tidak terlalu sempit.
e.       Sebisa mungkin tidak ada skrup, paku, baud, potongan besi, atau pipa yang menonjol keluar
semua perangkat bermain.
f.       Menghindari seluncuran dari besi saat cuaca panas.
g.      Melakukan perbaikan dan pengecekan terhadap perangkat ditempat bermain secara berkala.

ANAK DENGAN GANGGUAN ADD/ADHD

A.    Masalah serta Karakteristik ADD/ADHD pada Anak


1.      Pengertian
Belakangan ini istilah ADD/ADHD sering sekali digunakan untuk mengidinkasi suatu
masalah perilaku yang banyak dialami oleh anak-anak, terutama mereka yang berusia pra-
sekolah sampai sekitar 12 tahun. Tampaknya gangguan ini memang makin dikenal dan
ditemmukan pada banyak anak sehingga mendapat perhatian tidak hanya dari kalangan
perfesional, tapi juga dari orang tua atau pendidik. Bahkan ada kecenderungan untuk secara
mudah menyatakan anak yang terlihat aktif disbanding teman-temannya sebagai anak
hiperaktif. Padahal untuk menentukan apakah anak itu mengalami atau tidak, diperlukan
penenangan dari perfesional seperti dokter atau psikolog. Para pprofesional biasanya
mnggunakan metode pemeriksaan seperti pemeriksaan medis, wawancara klinis, penggunaan
kuesioner bagi orang tua dan guru, serta pengamatan perilaku anak.

2.      Penyebab
Berdasarkan hasil penelitian dapat dikatakan bahwa kemungkinan ADD/ADHD lebih besar
dialami anak laki-laki bila dibandingkan dengan anak perempuan , pendapat ini nampaknya
dibuat berdasarkan pemikiran bahwa anak laki-laki lebih banyak menampilkan perilaku yang
mengarah pada gejala tipes hiperaktif atau implusif, sehingga lebih jelas terlihat gangguan
ADD/ADHD. Oleh karena itu penyebab gender tampaknya tidak mempengaruhi seorang anak
mengalami ADD/ADHD.
3.      Karakteristik
Tampilan yang utama dari anak yang mengalami ADD/ADHD adalah masalah perilaku.
Perilaku yang tampak biasanya berkaitan dengan mudahnya sang anak merasa frustasi, sering
ngamuk, keras kepala, depresi, penolakan dari teman bermain, dan sebagainya.orang tua dan
guru sering kali menganggap anak itu sebagai anak malas dan tidak bertanggung jawab.
Mereka juga dinilai sebagai anak yang sulit untuk menerima perubahan, meskipun perubahan
yang terjadi adalah perubahan yang menyenangkan.
Karakteristik anak ADD/ADHD:
1.      Inattention (gangguan pemusatan perhatian)
2.      Impulsivitas
3.      Hiperaktivitas
4.      Disorganisasi
5.      Relaksi sosial
6.      Perilaku agresif
7.      Konsep diri
8.      Perilaku mencari sensasi
9.      Melamun
10.  Koordinasi motorik
11.  Daya ingat
12.  Pola piker yang obsesif

4.      Cara Penanganan Masalah ADD/ADHD


a.       Penanganan anak dengan ADD/ADHD
Guru memiliki peranan penting dalam penanganan siswa yang mengalami gangguan
ADD/ADHD.
1.      Guru sebagai professional yang sehari-hari terlibat langsung dengan anak, memiliki
kemampuan untuk mengamati apakah seorang anak menunjukan cirri-ciri perilaku yang
mengarah pada gangguan ADD/ADHD atau tidak.
2.      Bila memang ada anak yang mengalami gangguan ADD/ADHD, guru diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan anak tersebut di bidang pendidikan.
Kerja sama yang baik antara guru, orang tua dan professional akan sangat menentukan
keberhasilan penanganan terhadap anak yang mengalami gangguan tersebut.
Secara umum para ahli menyarankan beberapa prinsip dasar dalam dasar dalam
menangani anak yang mengalami gangguan ADD/ADHD dalam proses belajar mengajar. Salah
satunya di temukan oleh pfiffner dan berkly (1998), sebagai berikut:
1.      Aturan dan intruksi dan hendaknya disampaikan secara jelas.
2.      Kondekuensi (poositif/negatif) atas perilaku harus diberikan segera, tidak ditunda-tunda.
3.      Konsekuensi harus dikenakan lebih sering, dibandingkan dengan anak lainnya
4.      Konsekuensi sebaiknya lebih tegas dibandingkan dengan anak yang lainya.
5.      Insentif yang sesuai dan beragam variasinya harus disiapkan.
6.      Bentu penguatan, terutama penghargaan harus diubah atau diberikan secara bergiliran.
7.      Kunci utamanya adalah antisipasi.
Disamping prinsip dasar diatas, salah satu factor yang juga berperan penting dalam proses
belajar siswa, yaitu gaya pengajar.
Agar proses pembelajaran menjadi efektif dan efisien, diperlukan strategi pembelajaran
khusus bagi anak yang bergangguan ADD/ADHD, strategi ini dibagi menjadi 3 bagian:
1.      Pembukaan
a.       Berikan ringkasan
b.      Sampaikan ulasan mengenai pelajaran sebelumnya
c.       Tetapkan target pembelajaran
d.      Sampaikan materi yang dibutuhkan
e.       Sederhanakan intruksi, pilihan dan jadwal.

2.        Pelaksanaan
a.       Terencana
b.      Beri kesempatan anak untuk berpartisipasi di dalam kelas
c.       Perisa hasil kerja anak
d.      Perhatikan sikap anak selama pembelajaran
e.       Mengikuti arahan
3.      Penutupan
a.       Berikan tanda sebelum pelajaran akan usai
b.      Periksa hasil pekerjaan
c.       Sampaikan rencana pembelajaran berikutnya
Strategi khusus untuk menangani anak berkelainan ADD/ADHD:
1.      Strategi untuk menangani perilaku inettentif
a.       Usahakan anak agar duduk di dekat guru, didepan kelas
b.      Gunakan isyarat pribadi yang hanya dimengerti guru dan anak agar anak kembali mengerjakan
tugas
c.       Setelah memberikan intruksi secara lisan, berikan pula secara tulisan
d.      Berikan tugas dalam unit-unit yang mudah
2.      Strategi untuk menangani perilaku hiperaktif
a.       Beri anak untuk jeda dalam duduknya, misalnya dengan peregangan
b.      Beri anak posisi duduk yang memungkinkannya untuk berdiri selama pelajaran tanpa
mengganggu siswa lain
c.       Memanfaatkan energy anak dengan meminta bantuannya untuk menghapus papan tulis
3.      Strategi untuk menangani perilaku implusif
a.       Persiapkan siswa untuk masa transisi antar pelajaran
b.      Beri pujian dan penguatan untuk setiap perilaku positif
c.       Beri aturan yang jelas untu bertindak didalam kelas
d.      Jelaskan konsekuensi jika aturan dilanggar dan gunakan secara konsisten.

ANAK DENGAN GANGGUAN AUTISM

Autism adalah suatu gangguan perkembangan yang muncul di awal kehidupan anak,


yang ditandai oleh ketidakmampuan untuk berhubungan dengan orang  lain, masalah dalam hal
komunikasi, dan adamya pola tingkah laku tertentu yang diulang-ulang. Anak yang mengalami
autism sepintas Nampak tidak bermasalah, secara fisik mereka tumbuh normal  seperti anak
umumnya. Namun bila dicermati akan terlihat mereka mengalami keterlambatan perkembangan
(khususnya dalam hal bahasa) serta mereka mnunjukan perilaku aneh yang tidak umum
dilakukan anak seusianya (misalnya sering mengkibas-kibaskan tangan, bergerak berputar-
putar, atau sering memandang dengan sudut mata.
Gejala autism sesungguhnya telah dapat dikenali sejak masa bayi, umumnya sudah
terlihat dalam 30 bulan pertama yang dikenal dengan early infantile autism yaitu gangguan
autism yang terjadi sejak anak lahir). Perbedaan yang jelas ditunjukan ketika anak usia 4 bulan
dimana anak seusianya telah dapat melakukan kontak mata dengan orang lain tapi hal ini tidak
muncul pada anak yang mengalami gangguan autism.

A.    Pengertian dan Karakteristik Anak dengan Gangguan Autism


1. Pengertian
Istilah autism pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Leo Kanner (1943) seorang psikiater
dari universitas John Hopkins. Ia mengatakan autism adalah:
Inability to relate themselves in the ordinary way to people and situation from the beginning of
life.
Kenner menyatakan bahwa anak pada sekelompok anak yang ditelitinya ada gangguan
yang mendasar dimana anak tersebut sejak awal kehidupan tidak mampu melakukan interaksi
social terhadap orang lain atau situasi tertentu seperti halnya anak yang normal (Neale, 1996).
Selain itu ditemukan adanya kegagalan dalam mengembangkan kemampuan berkomunikasi.
Gejala lain adalah terjadinya penolakan pada perubahan yaitu munculnya keinginan yang untuk
mempertahankan lindkungan sekitar tetap sama. Anak juga menunjukan perilaku preokupasi
pada aktivitas stereotif yang berulang. (gejala utama menurut Kanner).

2. Karakteristik Anak Autism


Gangguan autism ditandai dengan adanya keterlambatan perkembangan baik dalam
bidang komunikasi, perkembangan motorik yang tidak seimbang , maupun dalam interaksi
social. Namun tidak semua anak yang mengalami keterlambatan akan didiagnosis sebagai
autism, bias saja keterlambatan itu berubah dan bias mengejar ketertinggalannya.
Saat ini para ahli di dunia melakukan diagnosis autism berdasarkan kriteria autistic
disorder yang tercantum dalam DSM-IV TR 2000 (Diagnostic and Statistical Manual)  yang
dikeluarkan oleh The American Psychiatric Association (APA). Kriteria yang digunakan adalah
kriteria klinis. Jadi yang dilihat adalah tampilan perilaku anak yang bersangkutan. DSM-IV ini
memuat 3 bidang impairment (kesulitan/kerusakan) : impairment dalam interaksi social,
impairment dalam komunikasi dan impairment pola tertentu yang dipertahankan dan diulang-
ulang. Ketiga bidang impairment itu dijabarkan menjadi 12 kriteria. Seorang penyandang autism
disyaratkan memiliki minimal 6 gejala/perilaku dari 12 kriteria yang menjadi cirri-ciri autism.
Impairment dalam bidang interaksi social antara lain ditunjukan dengan ketidakmampuan
anak untuk menjalin interaksi sosial yang cukup memadai atau adanya kegagalan dalam
mempergunakan berbagai perilaku nonverbal dalam membangun hubungan. Misalnya tidak ada
kontak mata ketika berbicara, tidak mampu menggunakan ekspresi wajah yang sesuai dengan
perasaan, serta tidak mampu menampilkan gerakan sesuai dengan kegiatan pembicaraan yang
sedang berlangsung.
Selain itu impairment dalam bidang ini juga ditunjukan dengan ketidakmampuan anak
untuk membangun hubungan dengan teman sebaya yang sesuai dengan perkembangan
usiannya. Juga tidak mau terlibat dalam aktivitas dan minat yang melibatkan orang lain.
Impairment dalam bidang komunikasi ditunjukan dengan adanya keterlambatan dalam
perkembangan bicara, penggunaan bahasa yang kaku, refetitif (pengulangan) atau dikenal
dengan bahasa “aneh” serta keterbatasan dalam variasi bermain titadak ada aktivitas bermain
imajinatif yang spontan dan permainan yang melibatkan orang lain.
Impairment dalam kekakuan pola tingkah laku, minat dan aktivitas   tampak pada kegiatan
yang bersifat ritual spesifik yang dilakukan anak. Anak menunjukan preokupasi (ketertujuan)
pada satu minat atau lebih dengan pola-pola yang has dan berlebihan/cenderung tidak normal
baik dari segi focus maupun minat. Misalnya anak hanya tertarik pada kegiatan mengkibas-
kibaskan potongan kertas, atau anak senang sekali menyalamatikan lampu, bertepuk tangan,
memutar tangan atau seluruh gerakan tubuh yang kompleks.
Karakteristik anak penyandang autism yang mungkin terlihat di kelas antara lain :
-          Adanya perkembangan yang terlambat dibandingkan dengan anak-anak seusianya, baik
secara motorik, bahasa, maupun dalam interaksi social.
-          Anak autism lebih tertarik pada benda daripada pada manusia
-          Mereka tidak mau dipeluk atau diperlakukan dengan kehangatan
-          Mereka memiliki kelainan sensoris, misalnya tidak peka terhadap sakit, atau malah sangat
terganggu dengan suara radio yang normal
-          Mereka menunjukan adanya suatu pola tertentu yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam
hal perilaku, minat dan kegiatan, misalnya selalu menyala-matikan lampu kelas, berputar-putar
tanpa merasa pusing.
Anak autism memiliki penampilan fisik yang normal sehingga perlu dilakukan pengamatan yang
cermat untuk menemukan bahwa mereka menunjukan perilaku yang tidak sewajarnya.
Kecerdasan bervariasi, mulai dari retardasi mental sampai genius atau gifted.

B.     Penanganan Anak dengan Gangguan Autism 2


1.      Penanganan anak autism
Mengingat bahwa penyebab pasti autism belum diketahui dan sifatnya yang sangat
individual maka penangannya tidak diarahkan untuk “menumpas”  sumber masalah.
Penanganan anak autism ditujukan untuk “mengejar” keterlambatan perkembangan yang
dialaminya agar sesuai dengan perkembangan anak-anak lain seusianya.
Deteksi dan intervensi dini pada anak autism sangat penting semakin anak diketahui
menyandang autism dan semakin cepat berbagai upaya penanganannya akan membantu
perkembangan anak. Keterlambatan deteksi dan intervensi anak akan memerlukan waktu yang
lebih panjang untuk mengejar ketertinggalannya.
Usia balita merupakan saat paling tepat memberikan penanganan pada anak autism
karena masa balita adalah masa awal untuk mempelajari sesuatu. Penanganan anak autism
biasanya berbentuk terapi. Selain itu anak di bawah usia 3 tahun masih memiliki otak yang
bersifat pastis. Sel-sel otak berkembang dengan pesat sehingga ketika ada gangguan pada
salah satu bag  ian otak diharapkan masih dapat digantikan dengan sel-sel baru. Walau masih
diteliti namun diyakini bahwa anak penyandang autism memiliki gangguan pada bagian
otaknya.

2.      Macam-macam terapi bagi anak autism


Ada dua metode terapi yang paling sering digunakan bagi penyandang autism :
a.       Metode Lovaas (Appled Behavioral Analysis). Ivar Lovan
Appled Behavioral Analysis (ABA) adalah adalah salah satu metode terapi tingkah laku yang
digunakan untuk menangani anak-anak penyandang autism. Metode ini mendasarkan
pada reward dan funisment.  Yaitu jika perilaku yang diinginkan muncul mada dapat reward
sedangkan jika yang tidak dinginkan muncul dapat punishment. Metode ini harus dilakuka 40
jam/minggu.
Kelebihan metodeni selain telah berusia seabad lebih, sistematis,terstruktur dan terukur.
b.      Sensory Integration Therapy (terapi SI)
Metode ini mendasarkan pada peningkatan kemampuan integrasi sensoris. Kemampuan
integrasi sensoris adalah kemampuan untuk memproses impuls yang diterima dari berbagai
indera secara simultan. Banyak anak autism yang kesulitan memproses stimulus sensoris yang
kompleks. Mereka memiliki ambang batas sensoris yang tidak tepat ada yang terlalu tinggi dan
ada yang terlalu rendah misalnya. Missal anak santai saja ketika mendengan bunyi petasan
meledak atau juga ada yang marah ketika mendengan suara melengking.

3.      Terapai dan kesembuhan


Penanganan pada anak autism diberikan berupa stimulasi  agar anak dapat
menunjukanrespon yang diinginkan. Hal yang harus diperhatikan dalam pemberian stumulus
ialah bahwa anak jangan dibiarkan tenggelam dalam dunianya. Anak autism yang
bersekolah  di sekolah umum akan mengalami masalah dalam hal komunikasi dan sosialisasi.
Kemungkinan juga akan muncul perilaku agresif dikerenakan anak tidak dapat mengendalikan
emosinya.

4.      Penanganan anak autism oleh guru


Hal-hal yang dapat dilakukan guru dalam menghadapi anak autism di kelas adalah :
-          Belajar menyelami emosi anak autism sehingga guru bias merespon emosi yang keluar
dengan tepat
-          Terus memberikan stimulasi kepada anak, perhatian agar anak tidak tenggelam dalam
dunianya sendiri, kembangkan komunikasi dua arah
-           Melatih insting social dan mengajarkan interaksi social anatara anak dan guru serta teman-
temannya
-          Mencari dan mengembangkan potensi anak karena tidak semua anak autism ber-IQ rendah
bahkan munbkin punya bakat khusus yang tidak dimiliki anak lain.

22
 

ANAK DENGAN MASALAH PERILAKU AGRESIF


Pernahkan anda menemui anak yang perilakunya membahayakan anak atau orang lain?
Misalnya menusukan pensil yang tajam ke tangan temannya, atau mengayun-ayunkan tasnya
hingga mengenai orang lain, atau mungkin selalu memaksa temannya untuk melakukan
sesuatu yang ia inginkan? dan banyak lagi yang lainnya.
Perilaku demikian dikenal dengan istilah perilaku agresif. Dan perilaku ini kadang juga
muncil pada anak didik kita dalam pembelajaran. Oleh karena itu anda perlu membakali diri
tentang wawasan perilaku agresif pada anak.

A.    Hakikat Perilaku Agresif


1.      Pengertian
Secara definisi, agresif adalah perilaku yang ditunjukan untuk menyerang, menyakiti atau
melawan orang lainbaik secara fisik maupun verbal. Jadi bias berbentuk pukulan, tendangan,
dan perilaku fisik lainnya, atau berbentuk cercaan, makian, ejekan, bantahan dan semacamnya.
Perilaku agresif dikatakan sebagai gangguan perilaku jika memenuhi syarat berikut:
a.       Bentuk perilaku luar biasa, bukan berbeda sedikit dari perilaku biasa seperti memukul
dikatakan biasa, tapi jika setiap kali ungkapan tidak setuju dinyatakan dengan memukull maka
perilaku tersebut dapat diindikasikan sebagai perilaku agresif.
b.      Masalah ini bersifat kronis (menetap dan terus-menerus)
c.       Perilaku tidak dapat diterima karena tidak sesuai dengan norma social atau budaya.
Perilaku agresif dapat ditampilkan secara individual juga secara kelompok. Untuk kelompok
biasanya dipimpin oleh seorang ketua dan mereka yang bergabung biasanya memiliki masalah
yang hampir sama. Pada tipe kelompok (grup) ini biasanya perilaku agresif dalam bentuk fisik.
Untuk tipe individual (soliter) biasanya bisa berbentuk fisik aupun verbal.
2.      Karakteristik
Perilaku agresif merupakan bagian dari perilaku antisocial. Perilaku antisocial sendiri
mencakup berbagai macam tindakan seperti tindakan agresif, ancaman secara verbal terhadap
orang lain, perkelahian, perusakan hak milik, pencurian suka merusak (vandalis), kebohongan,
pembakaran, kabur dari rumah pembunuhan dan lain-lain.
Menurut buku diagnostic untuk gangguan mental, seseorang seseoraqng dikatakan
mengalami gangguan antisocial (termasuk agresif) bila 3 diantara perilaku khusus berikut
terdapat dalam seseorang secara bersama-sama paling tidak selama 6 bulan :
a.       Mencuri tanpa menyerang orban lebih dari satu kali
b.      Kabur dari rumah semalaman (paling tidak 2 kali selama tinggal)
c.       Sering berbohong
d.      Dengan sengaja melakukan pembakaran
e.       Sering bolos sekolah
f.       Memasuki rumah, kantor, mobil orang lain tanpa izin
g.      Mengonarkan milik orang lain dengan sengaja
h.      Menyiksa binatang
i.        Memaksa orang lain untuk melakukan hubungan seksual
j.        Menggunakan senjata lebih dari satu kali dalam perkelahian
k.      Sering memulai berkelahi
l.        Mencuri dengan menyerang korban (misalnya perampokan)
m.    Menyiksa orang lain

B.     Penyebab dan  Penanganan Perilaku Agresif


1.      Penyebab
Berdasarkan penelitian di US sekitar 5-10% anak usia sekolah menunjukan perilaku
agresif. Dan pelakunya lebih banyak laki-laki 5 berbanding 1 dengan perempuan. Sedangkan
penyebab perilaku agresif disebabkan 4 faktor utama :
a.       Factor biologis
Emosi dan perilaku dapat dipengaruhi oleh factor genetic, neurologis atau biokimia, atau
kombinasi ketiganya. Misalnya ayah yang peminum alcohol menurut penelitian berisiko tinggi
menimbulkan perilaku agresif. orang tua penderita psikopat (pengindap gangguan kejiwaan)
juga bias muncul pada anaknya.
b.      Factor keluarga
1.        Pola asuh orang tua yang menerapkan disiplin dengan tidak konsisten
2.        Sikap permisif orang tua
3.        Sikap yang keras dan penuh tututan
4.        Gagal memberikan hukuman yang tepat
5.        Member hadiah pada perilaku agresif atau member hukuman untuk perilaku prososial
6.        Kurang memonitor dimana anak-anak berada
7.        Kurang member aturan
8.        Tingkat komunikasi verbal yang rendah
9.        Gagal menjadi model
10.    Ibu yang depresif yang mudah marah.
c.       Faktor Sekolah
Kondisi yang dialami anak dengan masalah emosi dan perilaku dapat menjadi berbahaya jika
anak yang menampilkan perilaku agresif ditolak oleh lingkungannya. Hal ini akan membuat
anak tidak nyamandan akhirnya semakin menampilkan perilaku agresif, disiplin sekolah yang
kaku dan tidak konsisten juga bias menyebabkan anak agresif.

d.      Factor budaya
Nilai-nilai dan standar perilaku  pada anak berdasarkan budaya memalui berbagai syarat,
aturan, harapan, dan contoh. Beberapa pengaruh budaya yang spesifik mempengaruhi pikiran
melalui kekerasan yang ditampilkan di media masa, terutama TV dan film. Juga teman sebaya.

2.      Penanganan
Penangan terhadap perilaku agresif harus dilakukan secara menyeluruh artinya semua
pihak harus terlibat, termasuk guru, orang tua dan lingkungan sekitar. Penerapan hukuman
kiranya tidak akan menyelesaikan masalah, justru akan meningkatkan perilaku agresif.
Kelemahan anak yang berperilaku agresif adalah ia tidak menguasai keterampilan
social. Untuk itu guru dapat mengajarkan bagaimana cara menanggapi perasaan orang lain dan
dirinya sendiri serta perilaku yang tepat untuk bertingkah laku dalam suatu lingkungan social.
Misalnya dengan berlatih mengungkapkan perasaan yang dirasakan, senang, sedih, marah,
marah, gembira dan perilaku seperti apa yang harus dilakukan ketika ada teman yang
mengambil barang tanpa minta izin. Bentuk pengajaran dapat berbentuk latihan atau role play.
Dengan demikian anak mendapat model perilaku yang positif dan mengetahui bagaimana cara
bersikap dalam suatu situasi social tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Sujionao, dkk (2007), “Metode Pengembangan Fisik” Universitas Terbuka, Jakarta


ani, dkk (2008), “Penanganan Anak Berkelainan” Universitas Terbuka, Jakarta  
(2008), “Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini” Universitas Terbuka, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai