Anda di halaman 1dari 26

Modul 12

Kerja Sama dalam


Penanganan Anak
Nonnormatif
Kelompok 5

Mata Kuliah Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus


Bu Tri Dewantari, M.Pd
ANGGOTA KELOMPOK 5

01 NEDI TIARA REGIFA 03 LALE BUDI RAHAYU

02 SETIA NINGSIH 04 MELIYANA


KB 1
Model/Bentuk Kerja Sama Penanganan Anak
Normatif
A. PERAN PENDIDIK DALAM MENANGANI KASUS
ANAK DENGAN PERKEMBANGAN NONNORMATIF

Berbicara tentang mengajar siswa berkebutuhan khusus, tidak ada


pembagian peran yang jelas antara guru reguler dan guru pembimbing
khusus (GPK). Terkadang ketidak jelasan tanggung jawab ini memicu
terjadinya stress; guru mengalami kebingungan karena adanya
ketidakjelasan mengenai siapa yang bertanggung jawab membuat
penyesuaian pengajaran untuk siswa berkebutuhan khusus atau apakah
mereka diminta untuk bekerja sama dengan guru lain.

(Hallahan, Kauffman, dan Pullen, 2009)


A. PERAN PENDIDIK DALAM MENANGANI KASUS
ANAK DENGAN PERKEMBANGAN NONNORMATIF

Walaupun tidak ada jawaban yang jelas mengenai bagaimana guru


regular dan GPK bekerja sama untuk menjamin bahwa siswa
berkebutuhan khusus menerima Pendidikan yang sesuai, yang jelas
guru regular dan GPK harus bekerja sama dan berkolaborasi untuk
mendidik siswa berkebutuhan khusus. Kolaborasi dalam setting inklusi
dapat digambarkan sebagai co-teaching.

(Tobin, dalam Obiakor, Harris, Mutua, Rotatori, & Algozzine, 2012)


Berikut ini 5 penjelasan model dari co-teaching dimana kolaborasi
antara guru reguler dan GPK dapat terjadi :
(Earlier, Vaughn, Schumm, dan Arguelles, dalam Obiakor, Harris, Mutua, Rotatori, & Algozzine, 2012)

One Teach, One Assist Station Teaching


01 Guru menyediakan instruksi untuk semua
02 Menuntut siswa terbagi ke dalam 3 kelompok
kecil.
siswa-siswa yang membutuhkan bantuan 2 kelompok diampu oleh seorang guru,
sementara itu 1 kelompok lagi bekerja mandiri
dalam satu waktu
Alternative Teaching
04 Memberikan kesempatan kepada guru
untuk mengajar dan guru lain untuk pre- Parallel Teaching
teach dan re-teach siswa yang
membutuhkan bantuan
03 Menuntut Guru untuk merencanakan pembelajaran
secara bersama-sama dan kemudian membagi para
Team Teaching siswa ke dalam 2 kelompok untuk mendapatkan
05 Melibatkan kedua guru untuk memberikan instruksi
pembelajaran yang sama di dalam kelompok yang
lebih kecil di dalam kelas yang sama
kepada para siswa di dalam kelas yang sama
Cara seorang guru mengajar dalam Pendidikan ABK

a) Memberikan usaha yang maksimal untuk mengakomodasi kebutuhan siswa


b) Memberikan evaluasi terhadap kemampuan dan ketidakmampuan siswa
dalam bidang akademik
c) Memberikan rujukan untuk pemeriksaan lebih lanjut
d) Berpartisipasi dalam pertemuan-pertemuan yang sesuai
e) Berpartisipasi dalam menulis individualized Education Program (IEP)
f) Berpartisipasi dengan orang tua atau wali
g) Berpartisipasi dalam pertemuan dengan orang tua
h) Berkolaborasi dengan professional lain dalam mengidentifikasi dan
mengoptimalkan kemampuan dari siswa berkebutuhan khusus secara
maksimal
B. PIHAK-PIHAK YANG BERHAK/BERKEWAJIBAN MENANGANI
ANAK DENGAN PERKEMBANGAN NONNORMATIF

Terkait dengan pendidikan anak berkebutuhan khusus, beberapa rencana administrasi


perlu dipersiapkan, mulai dari persiapan yang dilakukan oleh guru reguler hingga
layanan 24 jam dari pusat perawatan. Rencana administrasi akan sangat bervariasi
tergantung pada tingkat integrasi secara fisik, hingga sejauh mana siswa berkebutuhan
khusus yg tidak akan dididik oleh guru yg sama (Hallahan dan kauffman ,2009). Masalah
lain yang dialami oleh ABK ketika baru memasuki sekolah adalah adanya kendala dalam
hal bahasa, atensi dan aktivitas kemampuan kognitif, serta sosial dan emosional dengan
orang lain( Smith ,1998).
B. PIHAK-PIHAK YANG BERHAK/BERKEWAJIBAN MENANGANI
ANAK DENGAN PERKEMBANGAN NONNORMATIF

Dalam panduan penanganan anak berkebutuhan khusus bagi pendamping yang dikeluarkan oleh
Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, juga dinyatakan
bahwa penanganan anak berkebutuhan khusus memerlukan keberpihakan kultural dan structural
dari berbagai pihak, baik orang tua, masyarakat, dan pemerintah. Hal ini dikarenakan masih adanya
pemahaman yang keliru dan sikap diskriminatif terhadap ABK di lingkungan keluarga dan
masyarakat, baik dalam bentuk verbal maupun non verbal. Selain itu, anak berkebutuhan khusus
rentan mendapatkan kekerasan dan perlakuan yang salah (kemenpppa.go.id)
C. TANGGUNG JAWAB PIHAK SEKOLAH TERHADAP ANAK DENGAN
PERKEMBANGAN NONNORMATIF
Untuk menyelenggarakan pendidikan ABK disekolah inklusif tidaklah mudah,dibutuhkan persiapan yg
kompleks dan panjang dari pihak sekolah persiapan tersebut meliputi ruang pendukung
pembelajaran ,kurikulum pendidikan yang efektif ,dan fasilitas pembantu bagi guru didalam didalam
mengajar (Bain & Dobel ;Davis & Mahedy ,1991 dalam Choi ,2008).

Sailor dan Roger (dalam Obiakor ,Harris,Mutua,Rotatori,& Algozzine, 2012) mengutarakan bahwa ada
6 evidence-based principles untuk terciptanya pendidikan inklusif di dalam sekolah ,yaitu:
1. Pendidikan reguler memiliki tanggung jawab untuk mengarahkan pembelajaran siswa dan orang tua
didorong untuk mendukung Medel ini.
2. Semua sumber daya alam dimiliki oleh sekolah dibuat untuk dpt dimanfaatkan oleh seluruh
siswa,yg artinya sekolah secara efektif melibatkan siswa dalam proses instruksional. Untuk
mendidik perkembangan sosial dan kewarganegaraan,pihak sekolah dapat memberikan dukungan
prilaku yg positif pada individu ,kelompok dan komunitas yang lebih luas
C. TANGGUNG JAWAB PIHAK SEKOLAH TERHADAP ANAK DENGAN
PERKEMBANGAN NONNORMATIF

3. Sekolah secara demokratis merupakan sistem yang terorganisir,bersumber pada data dan
pemecahan masalah dimana semua personil seperti para pengelola,guru dan staf pendukung seperti
pekerja sosial .
4. Sekolah tidak memiliki batasan relasinya dengan keluarga dan masyarakat.6. Sekolah juga memiliki
dukungan dari kuminitas sekitar jika ada perubahan sistem yang besar.
5. Sekolah tidak memiliki batasan relasinya dengan keluarga dan masyarakat.
6. Sekolah juga memiliki dukungan dari kuminitas sekitar jika ada perubahan sistem yang besar.
KB 2
SEKOLAH INKLUSI
A. HAKIKAT SEKOLAH INKLUSI
Sekolah inklusi ada dua kata yang berbeda makna yaitu ada kata sekolah dan kata inklusi
Menurut KBBI sekolah merupakan bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta
tempat menerima dan memberi pelajaran.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata inklusif mempunyai arti termasuk;
terhitung. Pengertian inklusi digunakan sebagai sebuah pendekatan untuk membangun dan
mengembangkan sebuah lingkungan yang terbuka; mengajak dan mengikutsertakan semua orang
dengan berbagai perbedaan latar belakang, karakteristik, kemampuan, status, kondisi, etnik,
budaya dan lainnya.
A. HAKIKAT SEKOLAH INKLUSI
Pendidikan Inklusif atau sekolah inklusi adalah sekolah yang menyediakan sistem layanan pendidikan
yang mengatur agar siswa dapat dilayani di sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman
seusianya. Tanpa harus dikhususkan kelasnya, siswa dapat belajar bersama dengan aksesibilitas yang
mendukung untuk semua siswa tanpa terkecuali difabel.

sedangkan Hallahan, Kaufman dan pullen (2009) mengemukakan definisi sekolah inklusi adalah sebagai
berikut

1. Seluruh siswa yang memiliki keterbatasan, tanpa memperhitungkan tingkat kecacatan dan
keparahannya berhak untuk memperoleh pendidikan di sekolah umum
A. HAKIKAT SEKOLAH INKLUSI
2. Seluruh siswa berkebutuhan husus dapat ikut beerpartisipasi dalam memperoleh pendidikan
disekolah umum
3. Sekolah umum, bukan sekolah khusus,bertanggung jawab memberikan pendidikan yang
efektif bagi seluruh anak berkebutuhan khusus

Dan secara umum bisa dikatakan bahwa

4. Inclusion is Process
Inklusi adalah sebuah proses yang berkepanjangan untuk mencari cara yang terbaik untuk
menyikapi perbedaan
2. Inclusion is Concerned Whit identification and removal of bariers
Inklusi mengacu pada bagaimana mempergunakan bukti-bukti yang ada untuk mencari kreativitas
dan pemecahan masalah
A. HAKIKAT SEKOLAH INKLUSI
3. Inclusion is about the Presence, participation and Achievement of All Student
Presence memiliki makna dimana anak-anak dididik, dan bagaiman keaandalan dan ketepatan
hasil belajar mereka. Participation mengacu pada pengalaman belajar mereka. Dan terakhir ada
Achievement merujuk pada hasil belajar
4. Inclusion Involves a Particular Emphasis on Those Groups of Learnes Who May be at
Risk of Marginalization, Exclusion or Underachivement
Ada tanggung jawab moral untuk menjamin bahwa kelompok-kelompok marjinal (kelompok-
kelompok yang kurang beruntung) mendapatkan perhatian, dan jika diperlukan dapat diamabil
Langkah-langkah guna menjamin keberadaan partisipasi, dan pencapaian mereka dalam sistem
pendidian (UNESCO,2009)
B. KARAKTERISTIK DAN
PERSYARATAN
SEKOLAH INKLUSI

Skjorten (2001) mengatakan bahwa artinya kita siap untuk


mengubah dan menyesuaikan sistem, lingkungan hingga
aktivitas yang berkaitan dengan orang lain serta
mempertimbangkan kebutuhan semua orang, termasuk anak
berkebutuhan khusus. Untuk diperlukan fleksibilitas,
kreativitas dan sensitivitas
Dalam bukunya yang berjudul “Menuju Inklusi dan Pengayaan” Skjorten (2001)
mengemukakan bahwa :

Reorientasi yg berkaitan dengan Redefinisi peran guru dan


Perubahan hati dan sikap asesmen metode pengajaran &
realokasi sumber daya
manajemen kelas termasuk
penyesuaian lingkungan manusia

Redefinisi peran SLB Penyediaan bantuan Pembentukan, peningkatan &


yang ada profesional bagi para pengembangan kemitraan
guru antara guru & orang tua
Inklusi juga memerlukan sistem pendidikan yang fleksibel termasuk kurikulum dan
sistem ujian yang fleksibel. Dengan inklusi, akan ada :

1. Pengayaan bagi semua anak yang terlibat, baik mereka yang memiliki ataupun tanpa
kebutuhan khusus yang temporer dan/atau permanen

2. Pengayaan bagi semua guru yang langsung atau tak langsung terlibat

3. Pengayaan bagi semua orang tua dan keluarga yang terlibat

4. Pengayaan bagi komunitas sekolah secara keseluruhan

5. Pengayaan bagi masyarakat luas

(lihat juga befring 2001) (skjorten, 2001)


Model/Bentuk Kerja Sama Yang Harus
C. Terjadi Dalam Sekolah Inklusi
Untuk dapat mencapai sistem pendidikan yang inklusi, diperlukan kerja sama antara semua pihak,
baik dari individu, sekolah, orang tua, komunitas, maupun organisasi serta lembaga-lembaga dalam
pemerintahan lokal dan nasional.
Berikut adalah penjelasan dari ilustrasi yang ada pada modul 12.20 :
1. Kebijakan – Hukum – Undang-undang – Ekonomi
a) Kebijakan merefleksikan ideologi suatu negara
b) Satu hukum untuk semua adalah dasar inklusi
c) Implementasi undang-undang harus didukung dengan penyediaan alokasi dana yang
memadai.
2. Sikap – Pengalaman – Pengetahuan
Suatu reorientasi diperlukan dan karenanya akan penting untuk memfokuskan pada :
a) Pengakuan atas hak anak serta kemampuan dan potensinya
b) Kemajuan dalam pengetahuan mengenai anak, interaksi, komunikasi dan proses belajar
c) Mengakui bahwa kondisi lingkungan mengakibatkan hambatan belajar dan perkembangan
yang sama banyaknya atau bahkan mungkin lebih banyak daripada kecatatan.
d) Mengakui tentang perlunya penataran profesional yang berkesinambungan berdasarkan
pengalaman dan penelitian yang menekankan pemahaman terhadap sebab-akibat dari
pandangan holistik yang berkaitan dengan belajar dan interaksi sosial.
e) Mengenali bahwa bahasa mencerminkan sikap (“penderita cacat” versus “penyandang
cacat”)
f) Mendiseminasikan pengetahuan melalui program pengembangan kesadaran masyarakat :
• Kegiatan Budaya
• Pamflet
• Koran, Radio, TV

3. Kurikulum Lokal, Regional atau Nasional


Penting untuk selalu memastikan bahwa kurikulum sesuai dengan kebijakan dan undang-undang
4. Perubahan Pendidikan yang Potensial
Inklusi harus didukung oleh reorientasi di lapangan, dalam bidang Pendidikan guru dan dalam
penelitian
5. Kerja sama lintas sectoral
6. Lingkungan (Adaptasi – Penciptaan Lapangan Kerja)
Adaptasi lingkungan dapat menjadi suatu hal yang sangat penting dalam menciptakan lingkungan
belajar yang akrab dan meningkatkan dorongan belajar. Adanya penyesuaian lingkungan untuk
memenuhi kebutuhan penyandang cacat juga akan memberikan keuntungan bagi semua anggota
masyarakat
7. Pencipta Lapangan Kerja
Untuk mendapatkan atau menciptakan pekerjaan bagi semua orang dituntut adanya keterlibatan dan
kreativitas. Namun yang juga penting adalah, kita juga harus memberikan informasi kepada para user
dan pekerja lainnya. Seperti misalkan pengajaran Bahasa isyarat dan kemungkinan penyesuaian
lingkungan. (Skjorten, 2001)
D. CONTOH SEKOLAH INKLUSI
Mengacu pada pendapat Vaughn, Bos dan Schumn (dalam Rudiyati, 2011), bahwa dalam praktik, istilah inklusi
dipakai secara bergantian dengan istilah “mainstreaming”, yaitu penyediaan layanan Pendidikan yang layak bagi
anak berkebutuhan khusus sesuai dengan potensi dan jenis serta tingkat kelainannya, maka penempatan ABK di
sekolah inklusif di Indonesia dapat dilakukan dalam berbagai model sebagai berikut :

Kelas Reguler Kelas Reguler dengan Kelas Reguler dengan Pull


(Full Inclusion) Cluster Out
ABK belajar bersama dengan anak lain di kelas
ABK akan belajar bersama ABK belajar bersama dengan anak
reguler/inklusif, namun dalam waktu tertentu
dengan anak lain di kelas lain di kelas reguler/inklusif dalam
akan ditarik keluar dari kelas tersebut dan masuk
reguler/inklusif sepanjang hari kelompok khusus
ke ruang bimbingan untuk belajarr & mendapat
dengan menggunakan layanan bimbingan dari GPK
kurikulum yang sama
D. CONTOH SEKOLAH INKLUSI

Kelas Reguler dengan Kelas Khusus dengan Kelas Khusus Penuh


Cluster & Pull Out berbagai Pengintegrasian
ABK belajar dan mendapat
bimbingan dari GPK di dalam
ABK belajar dan mendapat kelas khusus yang ada pada
ABK akan belajar bersama dengan bimbingan dari GPK di dalam sekolah reguler/inklusif
anak lain di kelas reguler/inklusif kelas khusus pada sekolah
dalam kelompok khusus, dan dalam reguler/inklusif; tetapi dalam
waktu tertentu akan ditarik keluar bidang tertentu dapat belajar
dari kelas tersebut dan masuk ke bersama anak lain di kelas
ruang bimbingan untuk belajar dan reguler/inklusif
mendapat bimbingan dari GPK
Tujuan utama dari pendidikan inklusi di Sekolah ini adalah untuk membantu anak
berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain. Oleh karena itu, siswa
berkebutuhan khusus sebisa mungkin tidak selalu berada di ruang inklusi. Setiap 2x
seminggu anak akan diambil oleh GPK untuk menjalani asesmen. Namun jadwal ini
berjalan fleksibel tergantung pada kondisi siswa. Hasil evaluasi pembelajaran siswa
berkebutuhan khusus di sekolah ini diberikan dalam 2 bentuk, yaitu dalam bentuk
raport evaluasi akademis, yang dibuat berdasarkan penilaian wali kelas, dan juga
raport perkembangan yang dibuat oleh GPK berdasarkan kemampuan anak saat ini.
Presentasi Selesai !
Semoga Bermanfaat

Terimakasih…

Anda mungkin juga menyukai