Anda di halaman 1dari 18

RASIONAL DASAR HUKUM DAN SEJARAH INKLUSI DI INDONESIA

Mata Kuliah :

PENDIDIKAN INKLUSI

Dosen Pengampu : Dr. Septiyani Endang Yunitasari, S.KM, M.Pd

Nama Mahasiswa:

Cahyani Setiawati,S.Pd 4862160167

Diana Indah Palupi, S.Pd 4862160182

Hikmah Pertiwi, S.E 4862160204

Kasiati, S.Pd AUD 4862160221

Masita Nunlehu 4862160236

Nor Annisa, S.Pd 4862160249

Saniyya Putri Hendrayana, S.Pd 4862160278

PASCASARJANA (S-2)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


UNIVERSITAS PANCA SAKTI BEKASI

2022

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa,

atas berkat rahmat dan karunia-Nya, makalah yang berjudul Rasional Dasar Hukum

dan Sejarah Pendidikan Inklusi di indonesia

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas

mata kuliah Pendidikan Inklusi. Selain itu juga, makalah ini bertujuan untuk

menambah pengetahuan dan wawasan tentang hal- hal yang berkaitan dengan

Pendidikan Inklusi

Kami ucapkan terima kasih kepada Dr. Septiyani Endang Yunitasari, S.KM,

M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Inklusi yang telah

memberikan arahan dan bimbingan sehingga kami dapat menambah pengetahuan

serta wawasan.

Kami juga ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dan

memberikan sumbangsih ilmunya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami sadar, masih banyak kekurangan dan kesalahan yang ada pada makalah ini.

Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun kami nantikan untuk makalah

yang lebih baik.

Kelompok 3

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Manfaat dan Tujuan Penelitian

D. Tujuan Penulisan

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pengertian Dasar Hukum menurut para Ahli

B. Pengertian Pendidikan Inklusi

BAB III PEMBAHASAN

A. Dasar Hukum Pendidikan Inklusi

B. Sejarah Inklusi Di Indonesia

BAB IV KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diperkirakan ada 240 juta anak penyandang disabilitas di seluruh dunia.

Seperti semua anak, anak-anak penyandang disabilitas memiliki ambisi dan

impian untuk masa depan mereka. Seperti semua anak, mereka membutuhkan

pendidikan yang berkualitas untuk mengembangkan keterampilan mereka dan

mewujudkan potensi penuh mereka.

Namun, anak-anak penyandang disabilitas sering diabaikan dalam

pembuatan kebijakan, membatasi akses mereka ke pendidikan dan kemampuan

mereka untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial, ekonomi dan politik. Di

seluruh dunia, anak-anak ini termasuk yang paling mungkin putus sekolah.

Mereka menghadapi hambatan terus-menerus untuk pendidikan yang berasal

dari diskriminasi, stigma dan kegagalan rutin para pembuat keputusan untuk

memasukkan disabilitas dalam layanan sekolah. Hak mereka untuk belajar

dirampas, anak-anak penyandang disabilitas sering kali tidak diberi kesempatan

untuk mengambil bagian dalam komunitas mereka, dunia kerja, dan keputusan

yang paling mempengaruhi mereka.

Pendidikan inklusi adalah cara paling efektif untuk memberikan semua

anak kesempatan yang adil untuk bersekolah, belajar dan mengembangkan

keterampilan yang mereka butuhkan untuk berkembang. Pendidikan inklusi

berarti semua anak berada di ruang kelas yang sama, di sekolah yang sama. Ini

berarti kesempatan belajar yang nyata bagi kelompok-kelompok yang secara

tradisional dikucilkan – tidak hanya anak-anak penyandang disabilitas, tetapi

juga penutur bahasa minoritas. Sistem inklusi menghargai kontribusi unik yang

dibawa siswa dari semua latar belakang ke kelas dan memungkinkan kelompok

yang beragam untuk tumbuh berdampingan, untuk kepentingan semua.

3
Pelaksanaan pendidikan inklusi sudah diatur dengan sedemikian rupa

dalam perundang-undangan di Indonesia. Pada tataran sejarah di dunia, sistem

ini pada mulanya diprakarsai dan diawali dari negara-negara Skandinavia

(Denmark, Norwegia, Swedia), Amerika tahun 1960-an, Inggris dalam Ed.Act.

1991. Deklarasi Bangkok tahun 1994 mencetuskan perlunya pendidikan inklusi,

di Indonesia tahun 2004 lalu tahun 2005 diadakan simposium Internasional di

Bukit Tinggi. Sejarah pendidikan inklusi sampai masuk di Indonesia juga

memberikan gambaran bagaimana perjuangan panjang agar sistem ini dapat

diterima dan dilaksanakan pada semua jenjang layanan pendidikan dari mulai

tingkat PAUD sampai perguruan tinggi.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud pendidikan Inklusi ?

2. Apakah dasar hukum Pendidikan Inklusi?

3. Sejarah inklusi di Indonesia?

C. Manfaat & Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah diatas, tujuan makalah ini adalah untuk

mendeskripsikan pengertian Dasar Hukum, Pengertian Pendidikan inklusi dan

Dasar hukum pendidikan inklusi serta memberi tahu kepada pembaca tentang

Sejarah Pendidikan Inklusi di indonesia.

D. Tujuan Penulisan

Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, berdasarkan latar belakang

dan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan makalah ini yaitu:

1. untuk mengetahui lebih dalam mengenai Pendidikan Inklusi

2. untuk mengetahui dasar hukum Pendidikan Inklusi tingkat Internasional dan

Nasional.

3. untuk mengetahui sejarah Pendidikan Inklusi di Indonesia.

4
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pengertian Dasar Hukum menurut para Ahli

Pengertian mengenai hukum merupakan hal utama yang perlu dipelajari

terlebih dahulu sebelum membahas mengenai penegakan hukum itu sendiri.

Hukum merupakan suatu dasar dalam melakukan suatu penegakan hukum.

Berikut ini adalah beberapa pengertian hukum menurut para ahli antara lain :

Menurut E. Utrecht : “Hukum adalah himpunan petunjuk hidup

( perintah atau larangan ) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat

yang seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat dan jika dilanggar dapat

menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah dari masyarakat itu.”

Menurut Immanuel Kant : “Hukum adalah keseluruhan syarat

berkehendak bebas dari orang untuk dapat menyesuaikan dari dengan

kehendak bebas dari orang lain, dengan mengikuti peraturan tentang

kemerdekaan.”

Menurut Thomas Hobbes : “Hukum adalah perintah-perintah dari orang

yang memiliki kekuasaan untuk memerintah dan memaksakan perintahnya

kepada orang lain.”

Menurut J.C.T Simorangkir dan Woerjono Sastro Pranoto “ Hukum

adalah peraturan-peraturan bersifat memaksa yang dibuat oleh badan-badan

resmi yang berwajib, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan

masyarakat, pelanggaran terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat

diambilnya tindakan hukuman.”

Menurut John Austin : “Hukum adalah peraturan yang diadakan untuk

memberikan bimbingan kepada makhluk yang berakal oleh makhluk yang

berakal yang berkuasa atasnya.”

5
Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa Dasar Hukum

merupakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang melandasi

penerapan suatu tindakan / penyelenggaraan oleh orang atau badan, agar dapat

diketahui batasan, posisi dan sanksinya.

B. Pengertian Pendidikan Inklusi

Dalam Peraturan Permendiknas Nomor 70 tahun 2009 yang dimaksud

dengan pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang

memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan

dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti

pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara

bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.

Menurut Hilde Gunn Olsen (Tarmansyah, 2007;82), pendidikan inklusi

adalah sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi

fisik, intelektual, sosial emosional, linguistik atau kondisi lainnya. Ini harus

mencakup anak-anak penyandang cacat, berbakat.

Menurut Staub dan Peck (Tarmansyah, 2007;83), pendidikan inklusi

adalah penempatan anak berkelainan ringan, sedang dan berat secara penuh di

kelas. Hal ini menunjukan kelas reguler merupakan tempat belajar yang relevan

bagi anak-anak berkelainan, apapun jenis kelainanya.

Ilahi (2013: 24) menjelaskan pengertian pendidikan inklusif yakni sebuah

konsep yang menampung semua peserta didik yang mengalami berkebutuhan

khusus (ABK) ataupun anak yang memiliki masalah seperti kesulitan membaca

ataupun menulis. Semua peserta didik tanpa terkecuali dapat secara mudah

mendapatkan pendidikan yang tepat.

Garnida (2015: 48) mendefinisikan pendidikan inklusif yaitu sistem

penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang punya keterbatasan

tertentu dan peserta didik lainnya yang dijadikan satu dengan tanpa

menimbang keterbatasan masing-masing.

6
Lay Kekeh Marthan (2007:145) Pendidikan inklusi merupakan layanan

pendidikan untuk siswa yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus di

sekolah umum atau regular baik di tingkat SD, SMP, SMU, dan SMK yang

termasuk luar biasa baik dalam arti kesulitan belajar, lamban belajar, maupun

siswa berkelainan.

Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

pendidikan inklusi adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang

menjangkau semua anak tanpa terkecuali dan memberikan kesempatan

khususnya peserta didik yang memiliki keterbatasan tertentu dalam sekolah

reguler.

7
BAB III

PEMBAHASAN

A. Dasar Hukum Pendidikan Inklusi

1. Dasar Hukum Internasional

Dalam tataran Internasional dasar hukum yang menjadi landasan

dalam pendidikan Inklusif adalah sebagai berikut :

a. Konvensi Hak Anak (Convention on The Right of The Child) tahun 1989

mengindikasikan bahwa setiap anak berhak mendapatkan pendidikan

b. Konferensi Internasional di Jomtien Thailand tentang Pendidikan Untuk

semua (Education for All)

c. Konferensi Internasional di Salamanca Spanyol tahun 1994 yang

menghasilkan Kesepakatan Salamanka (Salamanca Statement) tentang

Pelaksanaan Pendidikan Inklusif

d. Kerangka Aksi Dakar untuk Pendidikan Untuk Semua tahun 2000.

2. Dasar Hukum Nasional

Pendidikan inklusi memiliki dasar hukum dan pelaksanaan yaitu

Permendiknas 70 tahun 2009 tentang Pendidikan inklusi bagi peserta didik

yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan / atau bakat

istimewa.

Gambaran pokok pelaksanaan Pendidikan inklusi dalam

Permendiknas 70 tahun 2009 tentang Pendidikan inklusi bagi Peserta Didik

yang memiliki Kelainan dan memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat

Istimewa, adalah:

1. Pendidikan inklusi adalah sistem penyelenggaraan Pendidikan yang

memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki

Kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan / atau bakat istimewa untuk

8
mengikuti Pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan Pendidikan

secara Bersama – sama dengan peserta didik pada umumnya

2. Pendidikan inklusi bertujuan :

a. Memberikan kesempatan yang seluas luasnya kepada semua peserta

didik yang memiliki kelainan fisik, emosional , mental dan sosial, atau

memiliki potensi kecerdasan dan/ atau bakat istimewa untuk

memperoleh Pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan

kemampuannya.

b. Mewujudkan penyelenggaraan Pendidikan yang menghargai

keanekaragaman dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik

3. Pemerintah kabupaten/ kota menjamin terselenggaranya pendidikan inklusi

sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

4. Satuan Pendidikan penyelenggara Pendidikan inklusi menggunakan

kurikulum tingkat satuan Pendidikan yang mengakomodasi kebutuhan dan

kemampuan peserta didik sesuai dengan bakat , minta, dan potensinya

5. Pembelajaran pada pendidikan inklusi mempertimbangkan prinsip- prinsip

pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik belajar peserta didik.

6. Pemerintah kabupaten/kota wajib menyediakan paling sedikit 1 (satu) orang

guru pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang ditunjuk untuk

menyelenggarakan pendidikan inklusi.

7. Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/ kota melakukan pembinaan

dan pengawasan Pendidikan inklusi sesuai dengan kewenangannya.

8. Pemerintah memberikan penghargaan kepada pendidik dan tenaga

kependidikan pada satuan Pendidikan penyelenggara Pendidikan inklusi,

dan pemerintah daerah yang secara nyata memiliki komitmen tinggi dan

berprestasi dalam penyelenggaraan Pendidikan inklusi

9. Satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusi yang terbukti

melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini diberi

sanksi sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan.

9
Selain dasar hukum pendidikan inklusif yang tertera pada Permendiknas No 70

tahun 2009, terdapat juga dasar hukum pendidikan inklusif yakni :

1. UUD 1945 (amandemen) pasal 31 ayat 1 dan 2. Menjelaskan bahwa setiap

warga negara berhak mendapatkan pendidikan dan mengikuti pendidikan

dasar serta pemerintah mempunyai kewajiban untuk membiayainya.

2. UU No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 ayat 1

sampai dengan 4. Dalam Undang-undang ini dijelaskan bahwa setiap warga

negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang

bermutu untuk seluruh warga yang memiliki kelainan fisik ,emosional,

mental, intelektual, serta yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat

istimewa berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.

3. UU No 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak pasal 48 dan 49 .

Dijelaskan pada undang-undang ini bahwa Pemerintah wajib

menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 tahun untuk semua anak

kemudian Pemerintah, keluarga serta orang tua wajib memberikan

kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk dapat memperoleh

pendidikan.

4. UU No 4 tahun 1997 tentang Penyandang cacat pasal 5. Disebutkan bahwa

setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam

segala aspek kehidupan dan penghidupan, termasuk hal untuk mendapatkan

pendidikan dan kesempatan yang sama dengan lingkungan umum.

5. PP No 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan

pasal 127 sampai 142. Dijelaskan bahwa Pendidikan khusus adalah

pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam

mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental,

sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Yang

tujuannya adalah agar peserta didik berkelainan bertujuan untuk

mengembangkan potensi peserta didik secara optimal sesuai

kemampuannya. Pemerintah pusat harus memastikan bahwa pada tingkat

10
pemerintah provinsi menyelenggarakan paling sedikit 1 (satu) satuan

pendidikan khusus untuk setiap jenis kelainan dan jenjang pendidikan

sebagai model sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Pendidikan khusus

bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa

dapat diselenggarakan pada satuan pendidikan formal TK/RA, SD/MI,

SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat. Sementara

untuk jenjang Perguruan tinggi, juga wajib menyediakan akses bagi

mahasiswa berkelainan.

6. Surat Edaran Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah

Kemendiknas No 380/C.C6/MN/2003 tanggal 20 Januari 2003. Dijelaskan

bahwa di setiap kabupaten/kota di seluruh indonesia sekurang kurangnya

harus ada 4 sekolah penyelenggaraan inklusi yaitu di jenjang SD, SMP, SMA,

dan SMK masing-masing minimal satu sekolah.

7. Deklarasi Bandung “Indonesia Menuju Pendidikan Inklusif” tanggal 11-14

Agustus 2004. dengan isi deklarasi sebagai berikut :

a. Menjamin setiap anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus

lainnya mendapatkan kesamaan akses dalam segala aspek kehidupan,

baik dalam bidang pendidikan,kesehatan, sosial, kesejahteraan,

keamanan, maupun bidang lainnya, sehingga menjadi generasi

penerus yang handal.

b. Menyelenggarakan dan mengembangkan pengelolaan pendidikan

inklusif yang ditunjang kerja sama yang sinergis dan produktif di

antara para stakeholders, terutama pemerintah, institusi pendidikan,

institusi terkait, dunia usaha dan industri, orang tua serta masyarakat.

c. Menciptakan lingkungan yang mendukung bagi pemenuhan anak

berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya, sehingga

memungkinkan mereka dapat mengembangkan keunikan potensinya

secara optimal.

d. Menjamin kebebasan anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus

11
lainnya untuk berinteraksi baik secara reaktif maupun proaktif dengan

siapapun, kapanpun dan di lingkungan manapun, dengan

meminimalkan hambatan.

e. Mempromosikan dan mensosialisasikan layanan pendidikan inklusif

melalui media massa, forum ilmiah, pendidikan dan pelatihan, dan

lain nya secara berkesinambungan.

f. Menyusun Rencana Aksi [Action Plan] dan pendanaannya untuk

pemenuhan aksesibilitas fisik dan non-fisik, layanan pendidikan yang

berkualitas, kesehatan, rekreasi, kesejahteraan bagi semua anak

berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainnya.

B. Sejarah Perkembangan Pendidikan Inklusi

Konsep dan implementasi pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus

mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Cara pandang masyarakat pun

terhadap pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus mengalami pergeseran dan

gradasi pemikiran mulai dari pemikiran segregatif, integratif, sampai inklusif.

Konsep dari pemikiran segregatif ditandai dengan pemisahan layanan

pendidikan anak berkebutuhan khusus dengan anak pada umumnya. Pemikiran

ini di Indonesia diawali dengan pendidikan khusus bagi penyandang cacat.

Blinden Instituut yang berdiri tahun 1901 di Bandung yang diprakarsai oleh dr.

Westhoff adalah awal pemberian pelayanan pendidikan kepada penyandang cacat

dimana para tunanetra diberikan latihan dengan program shetered workshop

(bengkel kerja). Program inilah yang menjadikan cikal bakal berdirinya sekolah

khusus bagi tunanetra di Indonesia. Selanjutnya Bijzonder Onderwijs pada tahun

1927 di Bandung juga membuka sekolah khusus bagi anak tunagrahita yang

diprakarsai oleh seorang yang bernama Folker, sehingga sekolah ini disebut Folker

School. Pada tahun1930 sekolah khusus untuk tunarungu wicara juga dibuka di

Bandung oleh seorang Belanda yang bernama C. M. Roelsema.

Pada masa kemerdekaan, keberadaan sekolah bagi penyandang cacat makin

terjamin dengan adanya UUD 45 yang menyatakan setiap warga negara berhak

12
mendapatkan pendidikan. Di samping itu UU Pendidikan No 12 tahun 1954

memuat ketentuan tentang pendidikan dan pengajaran luar biasa. Mulai saat

itulah Pendidikan Luar Biasa (PLB) membuka sekolah bagi penyandang cacat

disebut Sekolah Luar Biasa (SLB). Banyak asumsi-asumsi tidak tepat dalam

melihat Sekolah Luar Biasa, masyarakat berasumsi bahwa SLB adalah tempat

berkumpulnya anak-anak cacat yang harus terpisah dalam pemberian layanan

pendidikannya dengan anak-anak normal lainnya, bahwa anak sebagai pusat

permasalahan, yang bermasalah, bukan sistemnya atau gurunya, pendidikan luar

biasa ingin membuat anak menjadi ‘normal’.

Pada kenyatannya, anak akan belajar apabila mendapatkan lingkungan dan

orongan yang baik dari orang disekitarnya. jika anak tidak mau belajar maka guru

dan lingkungannya yang membuat anak itu gagal. kecacatan hanya merupakan

satu bagian saja dari diri anak. Sebagian besar kualitas dan karakteristik anak

penyandang cacat sama dengan anak pada umumnya, mereka membutuhkan

teman, butuh dilibatkan, dicintai, ambil bagian dalam masyarakatnya.

Lantas dalam perkembangannya, sejarah mencatat konsep pendidikan

terpadu di Indonesia diawali dengan disahkannya Surat Keputusan Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan

Terpadu di Indonesia. Pada pendidikan terpadu anak penyandang cacat juga

ditempatkan di sekolah umum namun, mereka harus menyesuaikan diri pada

sistem sekolah umum. Sehingga, mereka harus dibuat ‘Siap’ untuk diintegrasikan

ke dalam sekolah umum. Apabila ada kegagalan pada anak maka anak dipandang

yang bermasalah. Sedangkan, yang dilakukan oleh pendidikan Inklusi adalah

sebaliknya, sekolah dibuat siap dan menyesuaikan diri terhadap kebutuhan anak

penyandang cacat. Apabila ada kegagalan pada anak maka sistem dipandang yang

bermasalah.

Sehingga pada tahun 2004 Indonesia menyelenggarakan konvensi nasional

dengan menghasilkan Deklarasi Bandung dengan komitmen Indonesia menuju

pendidikan inklusif. Untuk memperjuangkan hak-hak anak dengan hambatan

13
belajar, pada tahun 2005 diadakan Simposium Internasional di Bukit Tinggi dengan

menghasilkan Rekomendasi Bukit tinggi yang isinya antara lain menekankan

perlunya terus dikembangkan program pendidikan inklusif sebagai salah satu cara

menjamin bahwa semua anak benar-benar memperoleh pendidikan dan

pemeliharaan yang berkualitas dan layak.

Sementara itu, pada pemikiran integrasi terjadi perkembangan pemikiran

bahwa anak berkebutuhan khusus dapat belajar dengan anak pada umumnya

dengan satu penekanan bahwa anak berkebutuhan khusus tersebut telah

dipersiapkan terlebih dahulu dan ditempatkan berdasarkan tingkat

pengetahuannya bukan berdasarkan usianya. Dengan mempertimbangkan bahwa

peserta didik yang memiliki memiliki kelainan fisik, emosional, mental, sosial,

dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa perlu mendapatkan

layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan hak asasinya serta bahwa

pendidikan khusus untuk peserta didik yang memiliki kelainan dan/atau peserta

didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dapat

diselenggarakan secara inklusif terbitlah Permendiknas 70 tahun 2009 tentang

Pendidikan inklusi bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi

kecerdasan dan / atau bakat istimewa. Lantas pada tahun 2010 Pemerintah

menguatkan kembali dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan

Pendidikan.

14
BAB IV

KESIMPULAN

Pendidikan inklusif merupakan sebuah Pendidikan yang dimana semua anak

harus memperjuangkan haknya untuk belajar dan mendapatkan pendidikan dengan

tidak ada keterbatasan dan hambatan dalam mencari ilmu. Dalam sekolah inklusif

itu terdapat anak-anak difabel atau anak-anak berkebutuhan khusus yang berharap

besar ingin sama seperti teman usia sebayanya, yaitu mereka ingin mendapatkan

hak dan kewajibannya seperti anak-anak pada umumnya yang mendapatkan

pendidikan juga melakukan banyak hal sebagaimana mestinya.

Kita semua menyadari betapa pentingnya Pendidikan inklusif di kalangan

masyarakat dan lingkungan, selain itu Pendidikan inklusif juga membawa dampak

positif dari kalangan peserta didik, juga mengembangkan tingkat kreativitas anak

dan memacu daya otak anak supaya lebih sering berinovasi untuk melakukan hal-

hal baru. Difabel hanyalah suatu bentuk kebhinekaan seperti halnya perbedaan

suku, ras, bahasa, budaya dan agama. Di dalam individu berkelainan, pastilah

ditemukan keunggulan-keunggulan tertentu. Sebaliknya, di dalam setiap individu

pasti terdapat juga kecacatan tertentu, karena tidak ada makhluk yang diciptakan

sempurna. Hal ini diwujudkan dalam sistem pendidikan inklusif yang

memungkinkan terjadi interaksi antar siswa yang beragam, sehingga mendorong

sikap yang penuh toleransi dan saling menghargai.

Dengan adanya Dasar Hukum dalam pendidikan Inklusi diharapkan dapat

memberikan perlindungan dan pemenuhan hak bagi anak yang memiliki kebutuhan

khusus. Tidak ada diskriminasi dan melalui payung hukum yang sudah ditetapkan

tersebut Pemerintah dapat memastikan bahwa pendidikan anak berkebutuhan

khusus tersebut akan membawa banyak manfaat bagi anak itu sendiri maupun bagi

lingkungan. Melalui pendidikan akan dikembangkan kemampuan mengenali

kemampuan anak berkebutuhan khusus yang nantinya berguna bagi kehidupannya,

karena banyak bakat anak berkebutuhan khusus yang biasanya tidak dimiliki oleh

anak lainnya. Dapat menjadikan anak lebih disiplin dan lebih mandiri sehingga

15
tidak lagi bergantung pada orang lain untuk kelangsungan hidupnya. Anak

berkebutuhan khusus dapat bersosialisasi dan berkomunikasi dengan masyarakat

sekitar sehingga mereka merasa menjadi bagian dari komunitas tersebut. Dapat

mewujudkan seseorang yang memiliki kehidupan yang lebih baik di masa depan.

16
DAFTAR PUSTAKA :

Alur, M. (1998). Invisible Children: A Study of Policy Exclusion. 1–321.

Oktaviani.J. (2018). Pengantar Pendidikan Inklusif. In Sereal Untuk (Vol. 51, Issue 1).

Waramiranti, K. (2019). Hk108372. Penegakan Hukum, 1–23.

Wibowo, S. B. (2016). Inclusive Education, Right for Children With Special Needs (Studies

in Metro City Lampung). International Conference on Child-Friendly

Education, 51–57.

Yuwono,Iman (2017) Indikator Pendidikan Inklusif. Zifatama Publisher

Yuniarti, S. L., Hayati, L., Zakaria, M. R., Prasetyo, N. E., & Nurmiyati. (2016).

Petunjuk teknis: Kemitraan sekolah luar biasa dengan keluarga dan masyarakat.

35. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal PAUD dan


Pendidikan Masyarakat Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga 2016

UU No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

UU No 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

UU No 4 tahun 1997 tentang Penyandang cacat

PP No 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan

17

Anda mungkin juga menyukai