Anda di halaman 1dari 19

A.

Hakikat Kecerdasan Sosial

Kecerdasan sosial pada dasarnya hampir mirip dengan perilaku sosial atau prososial. Sebagaimana telah
diuraikan pada bab sebelum nya, perilaku sosial adalah kegiatan yang berhubungan dengan orang lain,
kegiatan yang berkaitan dengan pihak lain yang memerlukan sosialisasi dalam hal bertingkah laku yang
dapat diterima oleh orang lain, belajar memainkan peran sosial yang dapat diterima oleh orang lain,
serta upaya mengembangkan sikap sosial yang layak diterima oleh orang lain. Adapun kecerdasan sosial
adalah kegiatan sosial yang berkaitan dengan pihak lain, namun dilandasi oleh pemahaman atau daya
pikir (nalar) yang tinggi, kegiatan yang dilandasi oleh pertim bangan dan pemikiran yang logis dan
rasional supaya diterima oleh orang/pihak lain.

Istilah kecerdasan atau yang biasa dikenal dengan IQ (intelligence quotient) adalah istilah umum yang
digunakan untuk menjelaskan si fat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan, seperti kemampuan
menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, me mahami gagasan, menggunakan
bahasa, dan belajar.

Kecerdasan erat kaitannya dengan kemampuan kognitif yang di miliki oleh individu. Kecerdasan
berkaitan dengan kemampuan se seorang untuk berinteraksi dengan orang lain. Pada saat berinteraksi
dengan orang lain, seseorang harus dapat memperkirakan perasaan,temperamen, suasana hati, maksud
dan keinginan teman interaksinya, kemudian memberikan respons yang layak. Hal ini juga yang men
dasari kecerdasan sosial (social intelligence), di mana kecerdasan sosial merupakan suatu keterampilan
individu dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemudian Thorndike (dalam Goleman, 1995) menambah
kan pengertian kecerdasan sosial adalah kemampuan untuk mema hami dan mengatur orang untuk
bertindak bijaksana dalam menjalin hubungan dengan orang lain.

Kecerdasan sosial tidak kalah penting dibandingkan dengan kecer dasan intelektual. Banyak orangtua
yang sangat senang apabila anak nya mendapat nilai yang bagus di sekolahnya. Hal tersebut memang
benar, namun tidak seutuhnya benar. Sebab menurut penelitian yang dilakukan oleh Daniel Goleman
(1998) menunjukkan bahwa kecer dasan sosial, emosional, dan spiritual memberikan konstribusi
sebesar 80% terhadap tingkat kesuksesan seseorang, sedangkan kecerdasan in telektual hanya
memberikan konstribusi sebesar 20%.

Kecerdasan sosial merupakan kecerdasan yang mencakup interak si kelompok dan erat kaitannya
dengan sosialisasi. Kemampuan untuk mengenal diri sendiri dan untuk mengetahui orang lain adalah
bagian yang tak terpisahkan dari kondisi manusia. Kecerdasan sosial adalah kemampuan dalam
mencapai kematangan pada kesadaran berpikir dan bertindak untuk menjalankan peran manusia
sebagai makhluk sosial di dalam menjalin hubungan dengan lingkungan atau kelompok masyarakat.

Menurut Anderson (dalam Safaria, 2005) mengungkapkan kon sep kecerdasan sosial diartikan sebagai
kemampuan dan keterampilan seseorang dalam menciptakan relasi, membangun relasi dan men
tahankan relasi sosialnya sehingga kedua belah pihak berada dalam situasi saling menguntungkan.

Sementara Ambron (1981) mengartikan sosialisasi itu sebagai proses belajar yang membimbing
seseorang ke arah perkembang an kepribadian sosial sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang
bertanggung jawab dan efektif. Pengertian tersebut sejalan de ngan pengertian yang dikemukakan oleh
Syamsu Yusuf (2007), yang menjelaskan bahwa kecerdasan sosial merupakan suatu kemampuan untuk
memahami dan mengelola hubungan manusia Kecerdasan iniadalah kecerdasan yang mengangkat
fungsi jiwa sebagai perangkat in ternal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat
makna yang ada di balik kenyataan apa adanya ini.

Berbeda dengan pengertian yang dikemukakan oleh Ambron dan Syamsu Yusuf di atas, Buzan
memberikan definisi kecerdasan sosial lebih bersifat pragmatis, yaitu bahwa kecerdasan sosial dimaknai
se bagai ukuran kemampuan diri seseorang dalam pergaulan di masyara kat dan kemampuan
berinteraksi sosial dengan orang-orang di sekeli ling atau sekitarnya.

Dengan demikian, dari beberapa definisi kecerdasan sosial yang telah dikemukakan oleh para ahli di
atas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan sosial adalah kemampuan seseorang untuk memahami
lingkungan sosial serta kemampuan memahami hubungan antar pri badi dalam lingkungan tersebut.
Dengan kata lain, kecerdasan sosial dapat dimaknai sebagai kemampuan dalam mencapai kematangan
pada kesadaran berpikir dan bertindak untuk menjalankan peran manusia sebagai makhluk sosial dalam
menjalin hubungan dengan lingkungan atau kelompok masyarakat. Jenis kecerdasan ini sangatlah
penting dalam menunjang kehidupan bermasyarakat.

B. Aspek-aspek Kecerdasan Sosial

Sejalan definisi kecerdasan sosial yang dikemukakan di atas, kecer dasan sosial merupakan kecerdasan
yang mencakup interaksi kelom pok dan erat kaitannya dengan sosialisasi. Kemampuan untuk menge nal
diri sendiri dan untuk mengetahui orang lain adalah bagian yang tak terpisahkan dari kondisi manusia.
Manusia merupakan makhluk sosial. Oleh karena itu, manusia tidak bisa hidup sendiri. Dalam setiap
kehidupan, manusia pasti membutuhkan bantuan orang lain.

Kecerdasan sosial ini membahas beberapa aspek kehidupan ma nusia, yaitu bagaimana kemampuan
manusia untuk bisa memahami keadaan lingkungan sosialnya. Dengan demikian setiap manusia akan
memahami setiap timbal balik yang diterima, dan juga akan mema hami apa yang sedang dibutuhkan
lingkungan sosial.

Kecerdasan sosial (social intelligence) kini tampaknya kian men duduki peran yang amat penting ketika
kita hendak membangun sebuah relasi yang produktif nan harmonis. Relasi kita dengan kerabat, dengan
tetangga, dengan rekan kerja atau juga dengan atasan mung kin bisa berjalan dengan lebih asyik kalau
saja kita mampu mende monstrasikan sejumlah elemen penting dalam kecerdasan sosial.

Aspek-aspek kecerdasan sosial yang paling populer diperkenal kan oleh Karl Albrecht (2005) yang
mengusulkan sebuah model social intelligence yang terdiri dari lima elemen kunci yang bisa mengasah
kecerdasan sosial. Kelima aspek tersebut oleh Albrecht disebut dengan istilah SPACE, yang terdiri dari
lima huruf dengan singkatan masing

masing, yaitu:

1. S adalah singkatan dari situational awareness atau kesadaran situa sional, yaitu sebuah kehendak
untuk bisa memahami dan peka ter hadap kebutuhan serta hak orang lain. Salah satu contohnya yakni
orang yang tanpa dosa mengeluarkan gas di lift yang penuh sesak. Selain itu contoh lainnya adalah orang
yang merokok di ruang ber AC atau merokok dalam kendaraan umum dan menghembuskan asap secara
sembarangan pada semua orang disekitarnya. Melihat dari contoh-contoh tersebut pastilah orang
tersebut bukanlah tipe pribadi yang paham akan makna kesadaran situasional.

2. P adalah singkatan dari presence atau kemampuan membawa diri, yaitu: kemampuan yang berkenaan
dengan etika penampilan, tu tur kata dan sapa, gerak tubuh ketika bicara dan mendengarkan adalah
sejumlah aspek yang tercakup dalam elemen ini. Setiap orang pasti akan meninggalkan impresi yang
berlainan tentang mutu presense yang dihadirkannya. Anda mungkin bisa meng ingat siapa rekan atau
atasan Anda yang memiliki kualitas presen se yang baik dan mana yang buruk.
3. A adalah singkatan dari authenticity atau keaslian. Sinyal dari pe rilaku kita yang akan membuat orang
lain menilai kita sebagai orang yang layak dipercaya (trusted), jujur, terbuka, dan mampu menghadirkan
sejumput ketulusan. Elemen ini sangat penting se bab hanya dengan aspek inilah kita bisa
membentangkan berjejak relasi yang mulia dan bermartabat.

4. C adalah singkatan dari charity atau kejelasan. Aspek ini menje laskan sejauh mana kita dibekali
kemampuan untuk menyam paikan gagasan dan ide kita secara renyah nan persuasif sehinggaorang lain
bisa menerimanya dengan tangan terbuka. Sering kali kita memiliki gagasan yang baik, namun gagal
mengkomunika sikannya secara baik sehingga atasan atau rekan kerja kita tidak berhasil diyakinkan.
Kecerdasan sosial yang produktif barangkali memang hanya akan bisa dibangun dengan indah manakala
kita mampu mengartikulasikan segenap pemikiran kita dengan penuh kejernihan dan kebeningan.

5. E adalah singkatan empathy atau empati. Aspek ini merujuk pada sejauh mana kita bisa berempati
pada pandangan dan gagasan, serta perasaan orang lain. Dan juga, sejauh mana kita memiliki
keterampilan untuk bisa mendengarkan dan memahami maksud pemikiran orang lain. Kita barangkali
akan bisa merajut sebuah ja linan relasi yang baik kalau saja kita semua selalu dibekali dengan rasa
empati yang kuat terhadap sesama rekan kita.

Dari kelima aspek kecerdasan tersebut di atas, dapat dianalogikan bahwa orang dengan kecerdasan
sosial tinggi adalah orang yang me miliki sikap dan jiwa sosial yang tinggi, dan orang tersebut tidak akan
menemui kesulitan saat memulai suatu interaksi dangan seseorang atau sebuah kelompok, baik
kelompok kecil maupun besar. Ia dapat memanfaatkan dan menggunakan kemampuan otak dan bahasa
tu buhnya untuk "membaca" teman bicaranya. Kecerdasan sosial diba ngun antara lain atas kemampuan
inti untuk mengenali perbedaan, secara khusus perbedaan besar dalam suasana hati, temperamen,
motivasi, dan kehendak. Dalam bentuk yang lebih maju, kecerdasan ini memungkinkan orang dewasa
membaca kehendak dan keinginan orang lain, bahkan ketika keinginan itu disembunyikan. Kecerdasan
sosial ini juga mencakup kemampuan bernegoisasi, mengatasi segala konflik, segala kesalahan, dan
situasi yang timbul dalam proses nego isasi. Semua keterampilan itu membolehkan seseorang dengan
kecer dasan sosial tinggi sanggup berperan sebagai teman bicara dan sekali gus pendengar yang baik,
serta sanggup berhubungan dengan banyak

orang. Seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan sosial yang tinggi, cenderung akan lebih mudah
beradaptasi dan pandai berkomuni kasi, sehingga akan memiliki banyak teman dan dia akan bermanfaat
bagi diri sendiri maupun orang lain. Kemampuan seperti itulah yangdibutuhkan untuk menghadapi
berbagai tantangan yang ada pada za man sekarang ini. Karena itu, tidaklah cukup apabila orang tua
men dambakan anak-anaknya menjadi anak yang cerdas, sehat, bermoral, berbudi luhur, ceria, mandiri,
dan kreatif hanya menyerahkan kepada sekolah saja. Anak membutuhkan kesempatan lebih luas, seperti
ber sosialisasi dengan orang lain dan mendapatkan kegiatan untuk men gungkapkan potensi serta
kreativitas salah satunya dengan peningkat an kecerdasan sosial pada anak. Kecerdasan sosial adalah
kemampuan dalam mencapai kematangan pada kesadaran berpikir dan bertindak untuk menjalankan
peran manusia sebagai makhluk sosial dalam menjalin hubungan dengan lingkungan atau kelompok
masyarakat. Jenis kecerdasan ini sangatlah penting dalam menunjang kehidupan bermasyarakat, karena
sukses tidaklah identik dengan kemampuan Intellegences Quetiont (IQ), namun ada peran kecerdasan
sosial juga.

Masyarakat diharapkan lebih siap dalam menghadapi segala per ubahan sekaligus menjadi bagian dari
perubahan tersebut. Perubah an yang dimaksud tentunya perubahan yang mengarah kepada ke majuan.
Masyarakat merupakan kumpulan individu dan kelompok yang membentuk organisasi sosial yang
bersifat kompleks. Dalam organisasi sosial tersebut terdapat nilai-nilai dan norma-norma so sial yang
berfungsi sebagai aturan-aturan untuk bertingkah laku dan berinteraksi dalam kehidupan masyarakat.
Adanya suatu perubahan dalam masyarakat akibat perubahan sosial bergantung pada keadaan
masyarakat itu sendiri yang mengalami perubahan sosial. Dengan kata lain, perubahan sosial yang
terjadi tidak selamanya suatu kemajuan (progress). Bahkan, dapat pula sebagai suatu kemunduran
masyarakat.

Sebaliknya, bagi orang yang tidak memiliki kecerdasan sosial, atau lemah dalam hal kecerdasan sosial,
maka akan berdampak pada aki bat yang ditimbulkan dari kecerdasan sosial yang lemah tersebut pada
individu adalah memberi konstribusi pada perilaku anarkis. Hal ini dikarenakan individu yang kecerdasan
sosialnya rendah tidak akan mampu berbagi dengan orang lain dan ingin menang sendiri. Kalau dia gagal
akan melakukan apa saja, asal tujuannya bisa tercapai, tak peduli tindakannya merusak lingkungan, dan
tidak merasa yang di kerjakannya menginjak harkat dan martabat kemanusiaan. Sehingga diskripsi
kepribadian seperti ini, berpotensi melakukan perilaku anarkis, ketika hasrat pribadinya tidak tercapai
atau sedang menghadapi masalah dengan orang atau kelompok lain. Betapa pentingnya peran an
kecerdasan sosial untuk mencegah perilaku anarkis, maka perlu dicari solusi untuk mengembangkan
kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial menjadi solusi efektif meredam anarkis, karena orang yang me
miliki kecerdasan sosial tinggi, mempunyai seperangkat keterampilan psikologis untuk memecahkan
masalah dengan santun dan damai.

Keterampilan itu berkaitan dengan kecakapan keterampilan sosial yang perlu dimiliki oleh seseorang.
Keterampilan sosial merupakan indikator untuk melihat seseorang kecerdasan sosialnya tinggi atau
rendah. Seseorang memiliki kecerdasan sosial tinggi, apabila dalam dirinya memiliki keterampilan sosial
yang terdiri dari sejumlah sikap sebagaimana yang telah disinggung di atas, sikap kesadaran situasional
(social awarenes), sikap kecakapan (charity), sikap empati (empathy), dan sikap keaslian (authenticity).
Dengan keterampilan sosial yang tertanam dalam diri dapat men jadi pijakan, apabila tujuannya
mengalami hambatan atau mengha dapi masalah dengan orang lain. Keterampilan tersebut juga berman
faat, ketika keinginannya ada rintangan atau dirinya sedang punya masalah dengan orang atau
kelompok lain. Dia akan mengobservasi, mengamati, dan mencari tahu berkaitan dengan problem yang
sedang dihadapinya. Hasil dari pencariannya tersebut, dapat menjadi pondasi untuk menentukan
langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah. Setelah ditemukan strategi efektif untuk memecahkan
masalah, lalu dikomunikasikan kepada orang lain dengan empati. Dari proses ini dapat terjalin hubungan
interpersonal mendalam yang bisa membuka sekat-sekat perbedaan, membincangkan berbagai masalah
dari hati ke hati, mencari jalan terbaik yang memberi kemaslahatan semua pi hak, dan luwes
menerapkan pola yang sudah ditemukan untuk me nyelesaikan masalah dengan disesuaikan pada
situasi. Apabila upaya ini diterapkan, tentu akan menghasilkan kedamaian dan kesantunan dalam
menyelesaikan setiap persolaan. Agar kecerdasan sosial menjadi solusi untuk menyelesaikan masalah,
perlu ada gerakan memaham kan, membudayakan, dan mengimplementasikan kecerdasan sosial di
tengah-tengah komunitas masyarakat. Untuk mewujudkan gerakan tersebut, diperlukan sumbangsih
dari berbagai elemen masyarakat.Pendidikan dapat menjadi salah satu sarana belajar individu untuk
mengembangkan kecerdasan sosial. Individu mulai dikenalkan dengan berbagai bentuk emosi dan
bagaimana mengelolanya melalui pendi dikan. Pendidikan tidak hanya berlangsung di sekolah, tetapi
juga di lingkungan keluarga dan masyarakat. Sistem pendidikan di sekolah tidak boleh hanya
menekankan pada kecerdasan akademik saja, me misahkan kehidupan dunia dan akhirat, serta
menjadikan ajaran aga ma sebagai ritual saja. Pelaksanaan ajaran agama yang terus-menerus dapat
membentuk pengalaman keagamaan yang memunculkan kecer dasan secara sosial. Pendidikan juga bisa
mengantarkan manusis un tuk lebih cerdas secara emosional sehingga dapat mengedalikan diri dalam
bertindak dan bergaul dalam kehidupan sosial dan masyarakat.

Selanjutnya, dilihat dari jenis dan karakteristiknya, kecerdasan so sial ini dapat dibedakan menurut
unsur-unsur kecerdasan sosial, yang secara garis besar dapat diorganisir ke dalam dua kategori besar,
yaitu kesadaran sosial dan fasilitas sosial. Kesadaran sosial adalah apa yang kita rasakan tentang orang
lain dan fasilitas sosial adalah apa yang kita lakukan dengan kesadaran itu. Kedua kategori tersebut
dapat diba gi pada unsur-unsur kecerdasan sosial, sebagaimana tampak dalam Gambar 7.1.

Dari Gambar 7.1 dapat diketahui bahwa kecerdasan sosial dalam aplikasinya terbagi atas dua bagian
besar, yaitu kesadaran sosial dan fasilitas sosial. Selanjutnya dari kedua bagian tersebut dipecah menjadi
unsur-unsur penting yang menggambarkan tentang kecerdasan sosial yang baik, yang secara perinci
dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Kesadaran sosial.
Kesadaran sosial merujuk pada spektrum yang merentang secara instan merasakan keadaan batiniah
orang lain sampai pada me mahami perasaan dan pikirannya, untuk mendapatkan situasi so sial yang
baik, yang meliputi:

a. Empati dasar, yaitu suatu kemampuan untuk merasakan isyarat-isyarat nonverbal dengan orang lain
dalam berinter aksi dengan orang lain. Kemampuan merasakan emosi orang lain berupa sebuah
kemampuan jalan-rendah yang berlang sung spontan dan cepat atau muncul dan gagal dengan cepat
dan otomatis.b. Penyelarasan; berupa perhatian yang melampaui empati se saat ke kahadiran yang
bertahan untuk melancarkan hubung an yang baik, yaitu dengan menawarkan perhatian total ke pada
seseorang dan mendengarkan sepenuhnya, berusaha memahami orang lain lebih daripada
menyampaikan maksud tertentu. Mendengarkan secara mendalam seperti itu kelihat annya merupakan
kemampuan alamiah. Meskipun begitu, seper halnya dengan dimensi-dimensi kecerdasan sosial lainnya
orang bisa memperbaiki keterampilan penyelarasan nya yang baik.

c. Ketepatan empatik. Ketepatan empatik dibangun di atas em pati dasar namun menambahkan suatu
pengertian lagi yaitu adanya suatu kemampuan untuk memahami pikiran, perasaan dan maksud orang
lain dalam berinteraksi dengan orang lain sehingga tercipta interaksi yang baik dan harmonis.

d. Pengertian sosial; merupakan aspek keempat dari kesadaran sosial yang merupakan pengetahuan
tentang bagaimana dunia sosial itu sebenarnya bekerja. Orang yang memiliki kema hiran dalam proses
mental ini akan banyak mengetahui apa yang diharapkan dalam kebanyakan situasi sosial. Kemahir an
sosial ini dapat dilihat pada diri mereka yang secara tepat membaca arus-arus politik dalam sebuah
organisasi.

2. Fasilitas sosial. Fasilitas sosial juga berpengaruh dalam kecerdasan sosial, yang di dalamnya meliputi:

a.

Sinkroni; berinteraksi secara mulus pada tingkat nonverbal. Sebagai landasan fasilitas sosial, sinkroni
adalah batu fondasi yang menjadi landasan dibangunnya aspek-aspek lain. Kega galan dalam sinkroni
merusak kompetensi sosial, membuat interaksi menjadi tidak selaras. Sinkroni memungkinkan kita
bergerak dengan anggun melalui tarian nonverbal bersama orang lain dengan tanda-tanda sinkroni
mencakup rentang interaksi yang terkonsentrasi secara harmonis, dari senyuman atau mengangguk
pada waktu yang tepat untuk semata-mata mengarahkan tubuh kita pada orang lain.

Sinkroni adalah batu fondasi yang menjadi landasan diba ngunnya aspek-aspek lain. Kegagalan dalam
sinkroni merusak kompetensi sosial, membuat interaksi menjadi tidak selaras. Efektivitas interaksi
sangat bergantung pada penggunaan ba hasa lisan yang merupakan sarana simbolis dalam komunika si.
Keselarasan interaksi tidak saja berlaku dalam komunikasi antarpribadi, melainkan interpribadi pun
perlu keselarasan

seluruh bahasa lisan.

Bagaimana harmonisasi bahasa verbal yang terucap dari seorang individu dipertegas maknanya dengan
bahasa tubuh seperti ekspresi wajah serta bahasa tubuh lainnya. Bahwa ke dahsyatan bahasa tubuh
jauh lebih efektif dibandingkan de ngan bahasa verbal dalam mengirimkan pesan pada orang lain.

Ungkapan bahasa tubuh lebih dapat dipercaya untuk mengusung substansi dan mudah dibaca oleh si
penerima pesan. Sementara bahasa verbal sering menjebak pendengar karena permainan retorikanya.
Oleh karena itu, komunikasiverbal harus disertai dengan komunikasi visual secara sinkron agar
menghasilkan kesan yang diharapkan.

Betapa penting bahasa nonverbal (bahasa tubuh) sebagai media komunikasi dengan pihak lain. Dengan
demikian ke lenturan anggota tubuh perlu mendapatkan perhatian. Sebab tanpa terlatih dan terbiasa
dengan gerakan-gerakan anggota tubuh akan terkesan kaku dan bisa menyebabkan miskomuni kasi.

Kemampuan saraf untuk sinkronisasi terletak dalam sis tem jalan-rendah seperti osilator dan neuron
cermin. Menja di selaras menuntut kita membaca isyarat-isyarat nonverbal secara instan dan
berdasarkan hal itu, bertindak tanpa harus memikirkannya. Tanda-tanda nonverbal sinkroni mencakup
rentang interaksi yang terorkestrasi secara harmonis, dari tersenyum atau mengangguk pada waktu
yang tepat untuk semata-mata mengarahkan tubuh kita pada orang lain. Alih alih, mereka yang gagal
masuh dalam keselarasan bisa merasa gelisah dan gugup, diam saja, atau semata-mata tidak sadar telah
gagal melangkah dengan tepat dalam duet nonverbal.
b. Presentasi diri; suatu kemampuan untuk menampilkan diri sendiri secara efektif untuk menghasilkan
kesan yang dikehen daki. Salah satu hal yang di pandang penting dalam presen tasi diri yaitu adanya
kemampuan untuk "mengendalikan dan menutupi". Orang yang mahir dalam pengendalian merasa
percaya diri dalam segala situasi sosial, memiliki kemampuan untuk bertindak yang sesuai pada
tempatnya. Dengan begitu mereka dengan mudah bisa tampil tenang dan penuh kendali diri.

Aktor-aktor profesional sangat pandai dalam hal presen tasi diri, atau kemampuan menampilkan diri
sendiri untuk menghasilkan kesan yang dikehendaki. Sudah barang tentu kepandaian seorang aktor
tidak secara tiba-tiba, akan tetapi merupakan hasil proses latihan dan reinterpretasi pengalam an.
Kebiasaan seorang aktor adalah menafsirkan tentang se gala hal dengan cara kontemplasi. Kemudian
buah renungan itu direfleksikan melalui bahasa ungkap emosi dalam bentuksimbol-simbol yang kelak
akan ditafsirkan kembali oleh pe

nonton.

Jika gagasan-gagasan atau pesan-pesan simbolik yang dikomunikasikan oleh seorang aktor diterima
selaras dengan maksud, maka pesan bisa dianggap sampai dan presentasi diri berhasil. Cara aktor yang
selalu mewujudkan keselarasan dalam proses interaksi yaitu kebiasaan positif dalam rangka
mengembangkan kepribadian. Tidak heran jika banyak pakar menyerankan agar menggunakan
pendekatan seni terutama seni drama untuk menuju kepribadian yang sehat.

Tampil menarik di depan publik adalah target capaian yang menjadi obsesi bagi semua aktor atau aktris.
Banyak syarat yang harus dipenuhi oleh seorang aktor dalam mewu judkan impiannya. Oleh karena itu,
mereka berusaha keras un tuk selalu belajar dan berlatih dalam mempersiapkan dirinya tampil di depan
publik. Seorang aktor harus memiliki multi kecerdasan, di antaranya: kecerdasan intelektual, kecerdasan
emosional, kecerdasan sosial, kecerdasan musikal, kecerdasan kinestetik, kecerdasan spesial, dan
kecerdasan bahasa.

Di samping memiliki multikecerdasan, seorang aktor juga harus menyadari betul bahwa tubuhnya
adalah media ungkap dalam hal komunikasi dengan penonton. Dengan demikian, penguasaan tubuh
dengan fleksibilitasnya menjadi sarana simbolis untuk mengomunikasikan gagasan keseniannya.
Pengaruh, adalah adanya suatu kemampuan untuk memenga ruhi orang lain agar dapat membentuk
hasil interaksi sosial yang baik. Dengan menggunakan kemampuan bicara yang hati-hati dan adanya
kendali diri dan mendekati orang lain dengan perilaku profesional, tenang, dan penuh perhatian.

Interaksi sosial akan berpengaruh pada pola perilaku in dividu dan melalui itulah manusia berkembang.
Konsep diri bukanlah murni ciptaan sendiri melainkan hasil proses inter aksi sosial, proses saling
memengaruhi antar-individu dalam sebuah lingkungan. Konsep diri yang memiliki kekhasan da ri
seorang individu, merupakan bentukan akumulatif ling kungannya. Tidak heran banyak orang
menggeneralisasikankarakteristik manusia pada sebuah lingkungan tertentu, ko munitas tertentu, atau
daerah tertentu baik etnik, warna kulit, budaya dan sebagainya. Karena lingkungan adalah wahana yang
sangat kuat pengaruhnya dalam proses pengembangan kepribadian. Semakin banyak pengaruh,
semakin banyak pula bahan baku untuk membentuk konsep diri.

d. Kepedulian, merupakan kemampuan seseorang untuk berbe las kasihan, peduli akan kebutuhan
orang lain dan melakukan tindakan yang sesuai dengan hal itu. Kepedulian mendorong kita untuk
mengambil tanggung jawab apa yang perlu dilaku kan dengan baik dan akan menimbulkan orang-orang
yang prihatin, yaitu seseorang yang paling bersedia mengambil waktu dan berusaha untuk membantu
seorang koleganya.

Fasilitas sosial menyediakan format bagi individu bagai mana seyogianya ia bertindak. Kepedulian
seseorang terha dap orang lain yang membutuhkan pertolongan, harus diter jemahkan ke dalam bahasa
ungkap yang bersesuaian dengan mekanisme yang berlaku. Dengan demikian bentuk kepedu lian itu
akan selaras dengan kehendak orang yang membu tuhkan pertolongan. Bentuk kepedulian seseorang
terhadap perasaan orang lain disertai dengan tindakan yang tepat dan efektif untuk menciptakan
harmonisasi interaksi dilandasi oleh empati.

Kecerdasan sosial tidak terlepas dari kecerdasan emosio nal dan kecerdasan moral dalam konteks
interaksi sosial. Ke cerdasan sosial yang hanya mengandalkan adaptasi terhadap mekanisme sosial yang
berlaku nyaris menjadi perilaku yang semu. Tanpa muatan rasa yang mencerminkan kesungguhan
berinteraksi. Kesan yang akan diterima oleh mitra komunika si akan terasa tawar dan kamuflatif. Ini
merupakan ancaman bagi kemanusiaan jika segala perilaku bersifat fragmatis dan dilatarbelakangi oleh
siasat serta strategi untuk mencapai tar get tertentu melalui interaksi.

Jika demikian adanya, interaksi sosial bukan lagi fitrah makhluk manusia, melainkan hanyalah strategi
adaptasi da lam pergaulan semu. Seorang bawahan kerap menyapa atasannya seolah-olah penuh
dengan rasa hormat, karena didasari rasa takut akan kedudukannya, dia menggunakan akting ke
santunannya supaya memiliki kesan yang diharapkan dari atasannya sebagai seorang bawahan yang
baik. Namun di be lakang ini kerap merumpi tentang kebobrokan atasannya di depan sejawatnya.

Kecerdasan sosial yang sejati tidak cukup hanya dengan fasilitas sosial dan kesadaran sosial, akan tetapi
harus diser tai dengan kecerdasan emosional. Sehingga performa yang tampak merupakan perwujudan
dari ketulusan dan kejujuran serta keikhlasan hati yang divisualisasikan melalui bahasa non-verbal.
Keselarasan tentang apa yang dirasakan dan di lakukan oleh seseorang dalam berkomunikasi. Begitu
juga ba hasa verbal yang kerap menjebak seseorang karena retorika nya harus selaras dengan tindakan
dan perasaan. Kecerdasan sosial tanpa disertai dengan kecerdasan emosional akan ber kesan kamuflatif
sungguhpun dia telah beretika menurut me kanisme sosial, namun etika kamuflatif yang tujuannya
untuk mengelabui lawan bicara demi target kesan yang diharapkan.

Di samping kecerdasan emosional, kecerdasan sosial juga harus direkatkan dengan kecerdasan moral.
Sebab jika tidak, akan terjadi komunikasi tanpa makna. Karena tidak ada subs tansi moral yang
diperjuangkan atau dibela demi tegaknya sistem moral yang dianut. Perjumpaan seseorang sering hanya
melintas tanpa kesam karena tidak ada persamaan rasa serta persamaan moral yang diperjuangkan.
Pertemuan yang tidak berujung pada titik temu persamaan, sering berubah menjadi bahan perdebatan
tanpa ujung. Bahkan perbedaan itu dicari cari hanya untuk mempertajam kadar konflik antar-individu.
Oleh karena itu, seseorang harus memahami dan mengguna kan emosi dasar dalam berkomunikasi yaitu
empati agar per jumpaan menjadi wahana dalam proses pengembangan diri.C. Esensi Empati dalam
Pengembangan

Kecerdasan Sosial

Empati adalah kemampuan seseorang dalam menempatkan diri nya pada situasi atau kondisi yang
dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama dalam memiliki sikap empati yaitu kemampuan
sese orang dalam mendengarkan atau mengerti terlebih dahulu sebelum didengarkan atau dimengerti
oleh orang lain.

Secara khusus Covey (2004: 122) menempatkan kemampuan un tuk mendengarkan sebagai salah satu
dari delapan kebiasaan manusia yang sangat efektif, yaitu "seek first to understand understand then be
understood to build the skills of empathetic that inspires openness and trust", yaitu kebiasaan untuk
mengerti terlebih dahulu baru di mengerti. Inilah yang disebutnya dengan 'komunikasi empatik. De ngan
memahami dan mendengar orang lain terlebih dahulu, kita dapat membangun keterbukaan dan
kepercayaan yang kita perlukan dalam membangun kerja sama atau sinergi dengan orang lain. Rasa
empati akan memampukan kita untuk dapat menyampaikan pesan (message) dengan cara dan sikap
yang akan memudahkan penerima pesan (re ceiver) menerimanya.

Ada dua bentuk pelengkap empati yaitu bela rasa dan pemaham an. Bela rasa (compassion) diaktifkan
dalam inti emosi dari otak yang dikenal sebagai sistem limbik. Sementara pemahaman (comprehen sion)
bersifat pemikiran. Kita melihat pengalaman orang lain dari su dut pandang mereka. Pemahaman
dibangkitkan dalam bagian otak yang digunakan untuk berpikir, yaitu daerah yang oleh Smith (2004:
136) disebut sebagai "korteks prefrontal".

Empati berperan meningkatkan sifat kemanusiaan, keadaban, dan moralitas. Empati merupakan emosi
yang mengusik hati nurani ketika melihat kesusahan orang lain. Hal tersebut juga yang membuat indivi
du dapat menunjukkan toleransi dan kasih sayang, memahami kebu tuhan orang lain, serta mau
membantu orang yang sedang dalam kes ulitan. Individu yang belajar berempati akan jauh lebih
pengertian dan penuh kepedulian, dan biasanya mampu mengendalikan kemarahan.

Empati, kebajikan utama yang pertama dari kecerdasan moral, adalah kemampuan memahami dan
merasakan kekhawatiran oranglain. Ini merupakan hal yang dapat mencegah perbuatan kejam dan
mendorong kita untuk memperlakukan orang lain dengan baik. Em pati muncul secara alamiah dan sejak
usia dini, anak-anak lahir dengan membawa sifat yang besar manfaatnya bagi perkembangan moral ini.
Namun tak ada jaminan bahwa kelak kapasitas untuk bisa memahami perasaan orang lain bisa
berkembang baik.

Beberapa indikator empati pada anak meliputi: (1) menunjukkan kepekaan sosial; (2) memahami
perasaan orang lain; (3) menunjukkan kepekaan terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain; (4)
memahami perasaan orang lain secara tepat dari sikap tubuh, bahasa dan ekspresi wajah dan nada
suara; (5) memahami ekspresi wajah yang ditunjuk kan orang lain dan memberi reaksi yang tepat; (6)
memahami kese dihan orang lain dan memberi respons yang tepat; (7) menunjukkan bahwa ia mengerti
perasaan orang lain; (8) menetaskan air mata atau ikut bersedih ketika orang lain sedang bersusah hati;
(9) menunjukkan kepedulian ketika orang lain diperlakukan tidak adil dan tidak baik; (10) menunjukkan
keinginan untuk memahami sudut pandang orang lain; dan (11) mengungkapkan secara lisan
pemahaman terhadap pe rasaan orang lain.

Dengan mengacu pada uraian di atas, dapat ditegaskan di sini bah wa empati merupakan inti sekaligus
pondasi dari kecerdasan sosial. Empati mendasari seluruh aktivitas hubungan sosial antar-individu,
sehingga posisi empati berada di antara kesadaran sosial dan fasilitas sosial, yang akhirnya menuju
kecerdasan sosial, seperti tampak pada Gambar 7.2.

Dari Gambar 7.2 dapat ketahui bahwa empati berperan sentral dalam membangun kecerdasan sosial
seseorang. Empati berada dan menjadi pusat di antara kesadaran sosial dan fasilitas sosial. Kecer dasan
sosial menjadi tidak bermakna tanpa ada empati di dalamnya. empati adalah intinya dari kecerdasan
sosial yang mengejawantah dalam bentuk perilaku individu melalui proses interaksi dan komuni kasi
sosial seseorang.

Empati dibangun berdasarkan kesadaran diri, semakin terbuka kita kepada emosi diri sendiri, semakin
terampil kita membaca pe rasaan. Kemampuan berempati yaitu kemampuan untuk mengetahui
bagaimana perasaan orang lain, ikut berperan dalam pergulatan dalamarena kehidupan. Kunci untuk
memahami perasaan orang lain, menu rut Goleman (1996: 136) adalah mampu membaca pesan
nonverbal; nada bicara, gerak-gerik, ekspresi wajah, dan sebagainya.

Semua bentuk perilaku individu terhadap individu lain dipenga ruhi oleh takaran empatinya. Baik
buruknya sikap seorang individu terhadap orang lain merupakan refleksi dari kadar empati yang dimi
likinya. Bahkan sikap saja tidak cukup untuk sebuah empati yang baik, namun harus disertai dengan
perbuatan yang selaras dengan kebutuh an orang lain. Empati yang ideal paling tidak harus diletakkan di
an tara tiga pilar, yaitu aspek sosial, aspek emosional, dan aspek moral. Ketiga pilar tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:Tiga pilar di atas akan saling memengaruhi hingga membentuk kekuatan
empati yang sejati. Jika empati tanpa mempertimbangkan aspek sosial, akan menghambat interaksi
sosial individu. Empati tanpa aspek emosi akan menjadi tawar dan nyaris hanya kamuflase (pura pura)
saja. Begitu juga empati tanpa mempertimbangkan aspek moral, akan melahirkan kepribadian tanpa
peta dalam konteks nilai. Untuk mewujudkan sikap empatik harus ditunjang oleh penguasaan bahasa
ungkap sebagai media dalam berkomunikasi. Keterampilan menggu nakan bahasa hanya bisa dicapai
melalui proses latihan secara terus menerus sejak usia dini. Kepasihan dalam menggunakan bahasa ung
kap akan memperkuat makna komunikasi antar individu.

Bahasa sebagai alat komunikasi, merupakan sarana yang sangat penting dalam kehidupan anak. Di
samping itu bahasa juga merupa kan alat untuk menyatakan pikiran dan perasaan terhadap orang lain.
Mengingat besarnya peranan pengembangan bahasa bagi kehidupan anak, maka perlu dikembangkan
pada anak didik sejak usia taman kanak-kanak baik bahasa verbal maupun bahasa nonverbal.
Menurut Borba (2008: 25) ada tiga hal penting dalam membangun empati, yaitu: (1) bagaimana
meningkatkan kesadaran dan perbenda haran bahasa ungkap emosi; (2) bagaimana meningkatkan
kepekaan terhadap perasaan orang lain; (3) bagaimana mengembangkan empati dari sudut pandang
orang lain.

Kepekaan terhadap perasaan orang lain merupakan bentuk dari kesadaran sosial. Mengetahui dan
memahami empati dari sudut pan dang orang lain termasuk ke dalam kognisi sosial. Adapun bahasa
ungkap emosi merupakan fasilitas sosial. Jika ketiga hal tersebut di kuasai oleh individu maka bisa
dijamin mulus dalam melakukan in teraksi sosial.

Merasakan kebutuhan dan perasaan orang lain dan respons yang tak diminta terhadap kebutuhan dan
perasaan itu, memperlihatkan nilai tinggi yang ditempatkan pada modus interaksi. Merasakan saja
tentang kebutuhan, perasaan, dan pikiran orang lain dalam konteks empati, tidak cukup, namun harus
disertai dengan bagaimana kita berkata dan beraksi untuk orang lain itu agar terjalin hubungan yang

empirik. Empati dalam konteks kecerdasan emosional akan bermuara padakepekaan terhadap perasaan
orang lain dna melakukan tindakan yang tepat terhadapnya. Empati dalam konteks kecerdasan moral
merupa kan kebajikan yang utama dan pertama dalam rangka memperlaku kan orang lain dengan baik.
Adapun empati dalam kecerdasan sosial adalah harmoni atau keselarasan dalam interaksi sosial yang
menuntut presentasi diri yang efektif dan relevan berdasarkan mekanisme yang berlaku. Untuk itu
dibutuhkan kepasihan dalam menggunakan dan menafsirkan bahasa ungkap emosi, sesuai dengan nilai-
nilai moral dan sosial, terutama bahasa nonverbal. Bahasa nonverbal berupa sim bol akan mengirimkan
pesan kepada si penerima tentang sesuatu hal baik melalui bahasa tubuh maupun ekspresi wajah. Oleh
karena itu, supaya menjadi fasih dalam menggunakan bahasa tubuh dan ekspresi wajah dibutuhkan
proses pendidikan sejak usia dini.

D. Bimbingan dan Konseling untuk Meningkatkan Kecerdasan Sosial

Untuk menciptakan generasi yang berkarakter positif dan mampu membangun peradaban harus dimulai
sejak usia dini. Oleh sebab itu, misi utama dari lembaga pendidikan prasekolah (taman kanak-kanak),
adalah mempersiapkan individu-individu yang memiliki kepekaan so sial, kokoh, dan berjiwa tangguh.
Sebab, lembaga ini bagaikan adonan yang menentukan kualitas rasa dari sebuah produk makanan.
Dalam merealisasikan misi ideal tersebut, diperlukan sebuah lembaga pen didikan yang sejak dini
mendidik anak-anak untuk peka terhadap kondisi sekitar. Tujuannya guna menciptakan kepekaan diri
secara permanen ketika kelak di sekitarnya ada orang yang membutuhkan pertolongan.
Taman kanak merupakan lembaga pendidikan yang menitikbe ratkan pada peletakan dasar ke arah
pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan daya pikir, daya
cipta, kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama),
bahasa dan komunikasi, sesuai de ngan keunikan, dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak
usia dini. Anak usia dini merupakan sosok individu yang sedang men jalani suatu proses perkembangan
dengan pesat dan sangat fundamental bagi kehidupan selanjutnya.

Taman kanak-kanak merupakan lembaga pendidikan praseko lah yang turut membantu
mengembangkan potensi anak didik secara optimal. Melalui proses pendidikan dan komunikasi dengan
unsur unsur yang ada, di taman kanak-kanak anak dapat merealisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya dalam kehidupan sehari-hari. De ngan demikian taman kanak-kanak merupakan lingkungan
yang tu rut memengaruhi perkembangan anak selain lingkungan keluarga dan masyarakat.

Pendidikan taman kanak-kanak pada hakikatnya memberi ke mungkinan kepada anak didiknya untuk
mengembangkan seluruh as pek perkembangan, memupuk sifat dan kebiasaan yang baik, menurut
falsafah bangsa Indonesia, memupuk kemampuan dasar yang diperlu kan untuk belajar pada pendidikan
selanjutnya. Membentuk manusia seutuhnya, yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang cakap
sehat dan terampil, serta bertanggung jawab terhadap Tuhan, ma syarakat dan negara. Adapun tujuan
khusus pendidikan taman kanak kanak adalah (1) memberi kesempatan kepada anak untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan fisik maupun psikologinya dan mengembang kan potensi-potensi yang ada
padanya secara optimal sebagai individu yang unik; (2) memberi bimbingan yang saksama agar anak
memiliki sifat dan kebiasaan yang baik, sehingga mereka dapat diterima oleh masyarakatnya; (3)
mencapai kematangan mental dan fisik yang dibu tuhkan agar dapat melanjutkan pada jenjang
pendidikan yang lebih tinggi.

Dalam kaitannya dengan bimbingan dan konseling untuk mening katkan kecerdasan sosial,
meningkatkan kecerdasan empati anak, ma ka pendidikan taman kanak-kanak merupakan pondasi yang
harus kukuh untuk melanjutkan ke jenjang selanjutnya. Untuk itu, kecer dasan sosial (empati) sedini
mungkin harus diletakkan pada posisinya agar berkembang sesuai dengan harapan. Tubuh anak sebagai
sarana komunikasi dengan orang lain perlu dilatih sedemikian rupa agar bisa memberikan pesan pada
orang lain serta respons apa yang dirasakan oleh orang lain. Melalui bahasa lisan dan bahasa tubuhnya,
komuni kasi baik verbal maupun nonverbal akan berjalan harmonis dan tepat aksi.Pertama, komunikasi
verbal. Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan sarana yang penting da;am kehidupan anak. Di
samping itu bahasa juga merupakan alat untuk menyatakan pikiran dan pera saan terhadap orang lain.
Mengingat besarnya peranan pengembang an bahasa bagi kehidupan anak, maka perlu dikembangkan
pada anak didik sejak usia taman kanak-kanak. Anak usia 5-6 tahun pada umumnya sudah mampu
berkomunikasi baik dengan orang tua dan saudara-saudaranya maupun dengan teman sebayanya.

Menurut Einon (2004: 17) anak usia 5-6 tahun dapat mengua sai lebih dari 2.000 kata dan akan belajar
1.000 kata per tahun pada beberap tahun berikutnya. Bicara dengan kalimat lebih panjang (6-8 kata).
Terus bertanya mengapa, apa, dan di mana, tetapi masih kesulit an dalam menjawab pertanyaan
tersebut.

Komunikasi verbal ini merupakan komunikasi yang paling sering

digunakan dalam kehidupan sosial sehari-hari, misalnya di rumah, di pasar, di acara pesta, di sekolah,
dan di tempat kerja. Melalui ucapan untuk menyampaikan informasi, keinginan, pertanyaan, jawaban
atas pertanyaan, perasaan, dan juga cerita. Segala sesuatu yang kita ucap kan dapat menjadi informasi
bagi orang yang mendengarkannya. Ko munikasi (ucapan) secara lisan/verbal cara penyampaian
informasinya melalui ucapan/dialog. Dalam komunikasi verbal, si penerima pesan akan memperoleh dua
makna sekaligus dari kata-kata atau kalimat kalimat yang diucapkan memiliki konotasi yang bermacam-
macam bergantung pada bagaimana si pengirim pesan mengucapkannya. Makna kata yang dilisankan
(verbal) sangat dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat nonverbal. Dalam hal komunikasi, anak usia 5-6
tahun telah mulai mempertimbangkan apa yang dirasakan dan dilihat orang lain, tapi belum
menggunakan strategi, tapi anak mulai mengerti lelu con, bercanda, dan senang-senang.

Kedua, komunikasi nonverbal. Bahasa tubuh sebagai alat komu nikasi akan membantu pembentukan
dan mendorong perkembangan pikiran, karena dalam berkomunikasi, apa yang ada dalam pikiran di
tuangkan ke dalam gerak-gerak tubuh. Komunikasi nonverbal (bahasa tubuh) cara penyampaian
informasi melalui suara, gerakan tubuh dan ekspresi muka.

Bahasa mengandung simbol untuk bertukar informasi. Kemampuan berbahasa nonverbal lebih pada
kemampuan yang dapat dinilai atau dilihat. Bahasa merupakan segala bentuk komunikasi di mana
pikiran dan perasaan manusia disimbolkan agar dapat menyampaikan arti kepada orang lain. Hal ini
mencakup berbagai bentuk bahasa, yai tu bahasa lisan, bahasa tulisan, bahasa isyarat, bahasa tubuh,
ekspresi

wajah, pantomime, dan seni. (Mangoenprasodjo, 2005: 42). Komunikasi nonverbal merupakan isyarat
atau informasi yang
ditampilkan oleh tubuh ketika melakukan komunikasi secara lisan. Disadari atau tidak, sesungguhnya
tubuh manusia (ekspresi muka, te kanan dan kerasnya suara, posisi tubuh, gerakan tubuh, tangan dan
bahkan kaki) menyampaikan informasi/pesan kepada lawan bicara tentang apa yang dirasakan dan
diinginkan, misalnya suara akan men jadi tinggi ketika seseorang merasa marah atau kecewa. Bahkan
ada kalanya tanpa bicara pun, orang lain sudah dapat menangkap infor masi yang dimaksud melalui
bahasa tubuh dan ekspresi wajah yang tampil.

Komunikasi lisan dan bahasa tubuh merupakan dua kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama
lain. Oleh karena itu, sebelum dapat memahami dan mempelajari bagaimana melakukan komuni kasi
lisan yang baik maka terlebih dahulu harus mempelajari arti atau makna yang ditampilkan melalui
bahasa tubuh, misalnya cara mata memandang, garis bibir, arah kepala berpaling, dan sebagainya. Ba
hasa tubuh yang merupakan salah satu sarana dari potensi manusia mengantarkan makna dalam
berkomunikasi. Di samping itu, bahasa tubuh dalam penggunaannya relatif lebih efektif dibandingkan
dengan

bahasa verbal dalam hal komunikasi.

Banyak cara yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan ke cerdasan sosial anak, yang salah satunya
adalah dengan cara pembe lajaran melalui bermain peran (role playing). Bermain peran dapat
diterapkan dalam pendidikan di taman kanak-kanak, dan anak-anak sangat tertarik dengan model
pembelajaran bermain peran tersebut. Bermain peran merupakan salah satu kegiatan yang dapat
menstimu lasi perkembangan kognitif, psikososial, psikomotorik, dan model ko munikasi yang positif.

Secara teoretis pembelajaran dengan model bermain peran dapat mengandung empat jenis makna
pembelajaran, yaitu: apresiasi, pentunjukan, analisis, dan kesadaran sosial. Apresiasi seni mengandung
makna mengamati dan menghargai karya seni. Dengan apresiasi terse but dapat mengembangkan
kepekaan reaksi, memperluas pengetahuan terhadap karya seni yang diamati. Adapun pertunjukan,
mengandung makna mempelajari suatu cara bagaimana seluruh ungkapan seni itu dinyatakan.
Sementara analisis merupakan kupasan dengan menggu nakan jalan pikiran atau nalar (secara
intelektual) terhadap karya seni. Adapun kesadaran sosial dengan bermain peran dapat menghargai seni
sebagai gejala sosial, mengandung makna mempelajari peranan seni terhadap kehidupan manusia,
sehingga membangkitkan kesadar an sosial.
Totalitas dalam aktivitas bermain peran merupakan hal yang di utamakan, sehingga anak-anak yang ikut
dalam proses kegiatan ber main peran akan memperoleh manfaat baik langsung maupun tindak
langsung. Manfaat langsung maksudnya adalah perubahan perilaku anak-anak yang sedianya pendiam
menjadi lincah, yang tadinya min der menjadi percaya diri, yang tadinya pemalu, menjadi anak yang
berani tampil di depan teman-temannya atau gurunya. Adapun man faat tidak langsung berupa efek
beranting akibat proses pencarian (eksplorasi) secara total. Jika anak memerankan sebagai pedagang,
maka anak secara tidak langsung belajar tentang cara berjualan, jual beli, jadi pembeli, dan sebagainya.
Totalitas menjadi ciri khas dalam melaksanakan pembelajaran melalui bermain peran, karena dalam
bermain peran ini merupakan salah satu refleksi dari kompelksitas kehidupan manusia. Oleh karena
pendidikan melalui bermain peran

adalah pendidikan kehidupan manusia.

Sebagai media atau sebagai pendekatan pembelajaran komunikasi bagi anak-anak, bermain peran
merupakan media yang paling tepat dan efektif. Menurut Fernandez and Coll (1986: 18) menyatakan
bah wa melalui bermain peran atau drama, anak-anak diajari bagaimana teknik komunikasi yang baik,
serta apa saja yang harus dipersiapkan untuk memuluskan komunikasi dengan orang lain. Bahasa, baik
verbal maupun nonverbal merupakan media utama dalam bermain peran.

Selain itu, dengan bermain peranakan memotivasi anak untuk belajar memaknai sesuatu secara lebih
mendalam tentang sesuatu hal yang dilihat, dirasakan, dan diperankan melalui kerja keras. Bermain
peran bagi anak usia dini akan memiliki dampak positif dalam rangka pengembangan potensinya. Anak-
anak yang pendiam, pema lu, penyendiri akan terhambat perkembangan sosialnya. Melalui ber main
peran ini yang selalu menuntut kerja sama dan empati terha dap sesama teman sepermainannya,
kebiasaan itu akan hilang dengan sendirinya. Anak-anak akan percaya diri serta memiliki keterampilan
berkomunikasi dalam kehidupan sosialnya.

Dalam kegiatan belajar mengajar mata pelajaran apa pun, bermain peran sangat efektif baik sebagai
media atau pendekatan. Bermain peran merupakan miniatur kehidupan. Dengan mempelajari peran
tertentu, secara tidak langsung mempelajari kehidupan peran tertentu yang merupakan substruktur dari
kehidupan sosial masyarakatnya. Apa yang tampak pada sebuah peran adalah cerminan dari kehidupan
di baliknya.
Salah satu kegiatan yang biasa dilakukan anak-anak taman kanak kanak adalah bermain peran
sosiodramatik. Kegiatan tersebut sangat penting dalam mengembangkan kreativitas pertumbuhan
intelektual, dan kecakapan sosial. Bentuk permainan sosiodramatik memiliki be berapa elemen, yaitu:

1. Bermain dengan melakukan imitasi. Anak bermain pura-pura dengan melakukan peran orang di
sekitarnya, dengan menirukan tingkah laku dan pembicaraannya.

2. Bermain pura-pura seperti suatu objek. Anak melakukan gerakan

dan menirukan suara sesuai dengan objeknya, misalnya anak pu ra-pura menjadi mobil sambil lari dan
menirukan suara mobil. 3. Bermain peran dengan menirukan gerakan. Misalnya, bermain menirukan
pembicaraan antara guru dan murid atau orang tua dengan anak.

4. Interaksi, paling sedikit ada dua orang dalam satu adegan. 5. Komunikasi verbal, pada setiap adegan
ada interaksi verbal antar anak yang bermain.

Bermain peran sebagai media pendidikan, tidak semata-mata ber orientasi pada produk pertunjukan
peran, akan tetapi nilai-nilai dari perilaku anak itu. Belajar empati tidak hanya datang dari melihat atau
membaca dan mendengar saja, tetapi akan lebih efektif bila datangdari perlakuan, perbuatan,
pengalaman melalui bentuk bermain pe ran. Dunia bermain adalah dunia anak-anak. Oleh karena itu,
belajar berbuat sebaiknya menggunakan cara bermain atau permainan.

Bermain peran sebagai media pendidikan sangat tepat diterapkan dalam proses belajar mengajar pada
anak usia dini, pertama, dengan bermain peran adalah belajar menghargai orang lain, belajar tentang
dirinya sendiri, belajar tentang lingkungannya, belajar tentang nega ranya, belajar tentnag dunianya,
yang dilandasi oleh rasa empati. Se hingga kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ)
dan kecerdasan spiritual (SQ) akan mencapai keseimbangan.

Kedua, melalui pendidikan bermain peran, anak akan terbantu dalam rangka mewujudkan
kepribadiannya yang berkarakter, mela tih cara mengendalikan emosi, melatih kontemplasi berbagai
makna, melatih nalar, melatih berbicara di depan umum, melatih solidaritas antarteman, melatih
kekompakkan atau kerja sama, melatih kepekaan sosial, melatih konsentrasi baik yang emosional
maupun yang spiritu al, jujur, berani, beretika, dan saleh atau kesantunan, serta rendah diri.

Anda mungkin juga menyukai