Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

PERKEMBANGAN EMOSI PADA ANAK

DISUSUN OLEH :

YUSNITA

KELAS :

DESEN PEMBIMBING :

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) ‘AISYIYAH RIAU

2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan laporan kelompok
ini  dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam penulisan tugas  ini  banyak
hambatan dan kesulitan yang penulis hadap, namun berkat dukungan dan
bimbingan berbagai pihak maka penulis dapat menyelesaikan dengan baik dan
tepat pada waktu.

 Dalam kesempatan ini penulis  mengucapkan terima kasih kepada semua


pihak yang telah terlibat untuk membantu dalam menyelesaikan tugas ini , penulis
sangat mengharapkan semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi  kita semua.

Penulis  menyadari  bahwa tugas ini tidak  luput dari kesalahan dan


kekurangan, oleh karena itu  penulis memohon maaf  jika terdapat  banyak
kesalahan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari berbagai
berbagai pihak demi kesempurnaan tugas ini.

Pekanbaru, 18 Februari 2017

YUSNITA

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ i

DAFTAR ISI............................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah....................................................................... 1

1.3 Tujuan.......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Emosi......................................................................... 3

2.2 Perkembangan Emosi Anak........................................................ 5

2.3 Macam Ekspresi Emosi Anak..................................................... 10

2.4 Ciri Khas Emosi Anak................................................................. 15

2.5 Tingkat Perkembangan Emosi..................................................... 16

2.6 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Perkembangan Emosi.......... 17

2.7 Kekerasan Orang Tua Pada Anak................................................ 19

2.8 Kecerdasan Emosional................................................................ 22

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan.................................................................................. 25

3.2 Saran............................................................................................ 25

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 26

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG
Seorang anak dalam perkembangannya memiliki banyak keunikan yang
terkadang mengejutkan. Keunikan dalam perkembngan tersebut sulit dimengerti
oleh orang dewasa. Sehingga banyak kejadian orang tua bersikap kasar kepada
anaknya ketika anak memunculkan beberapa sifat khasnya. Hal yang sama tidak
jarang hal itu terjadi pada dewan pendidik di sekolah.
Perkembangan anak terdiri dari beberapa aspek. Salah satu aspek
perkembangan yang sering sekali menjadi masalah adalah perkembangan emosi
anak. Hal yang sangat sering di permasalahkan orang tua pada umumnya adalah
anak bergitu nakal. Mungkin saja hal itu bersifat normal tetapi ada kemungkinan
merupakan gangguan yang terjadi dari perkembangan emosi.
Banyaknya fenomena yang sering ditemui kemungkinan besar karena baik
orang tua maupun guru hanya belum mengerti tahap-tahap perkembangan anak
tersebut. Untuk mencegah terjadinya hal-hal yang akan merugikan anak, penulis
akan memaparkan tentang perkembangan emosi anak.
1.2  RUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang tentang isi makalah, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut.
1.      Apakah yang dimaksud emosi?
2.      Bagaimanakah perkembangan emosi pada anak?
3.      Apa sajaka macam ekspresi emosi pada anak?
4.      Apakah ciri khas emosi pada anak?
5.      Bagaimanakah tingkatan perkembangan emosi?
6.      Apa sajakah factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi pada
anak?
7.      Apa dampak kekerasan pada anak yang biasa dilakukan oleh orang tua?
8.      Bagaimana cara mengembangkan kecerdasan emosi anak?

1
1.3  TUJUAN
Penyusunan makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut.
1.      Kepada orang tua. Semoga dapat dijadikan pedoman untuk memahami
perkembangan anak. Setelah membaca makalah ini diharapkan agar tidak terjadi
kekerasan yang dilakukan orang tua terhadap anak.
2.      Kepada guru. Semoga dapat dijadikan bekal untuk mendidik anak yang
perkembangan masih labil. Agar hak-hak anak dalam pendidikan dapat terpenuhi.
3.      Kepada penulis. Semoga dapat dijaikan pelajaran dan dapat dijadikan bekal untuk
menjalani profesi nantinya. Selain itu, semoga dapat dijadikan batu loncatan untuk
menyusun makalah yang lebih baik lagi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1  PENGERTIAN EMOSI
Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak
menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan
hal mutlak dalam emosi. Menurut Daniel Goleman (2002 : 411) emosi merujuk
pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis
dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah
dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap rangsangan
dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira mendorong
perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi
sedih mendorong seseorang berperilaku menangis.
Emosi  berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi,
emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena
emosi dapat merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga
dapat mengganggu perilaku intensional manusia. (Prawitasari,1995).
Dalam kehidupan sehari-hari, emosi sering diistilahkan juga
dengan perasaan. Misalnya, seorang siswa hari ini ia merasa senang karena dapat
mengerjakan semua pekerjaan rumah (PR) dengan baik. Siswa lain mengatakan
bahwa ia takut menghadapi ujian. Senang dan takut berkenaan dengan perasaan,
kendati dengan makna yang berbeda.Senang termasuk perasaan,
sedangkan takut termasuk emosi.
Perasaan menunjukkan suasana batin yang lebih tenang dan tertutup karena
tidak banyak melibatkan aspek fisik, sedangkan emosi menggambarkan suasana
batin yang dinamis dan terbuka karena melibatkan ekspresi fisik. Perasaan
(feeling) seperti halnya emosi merupakan suasana batin atau suasana hati yang
membentuk suatu kontinum atau garis yang merentang dari perasaan sangat
senang/sangat suka sampai tidak senang/tidak suka. Perasaan timbul karena
adanya rangsangan dari luar, bersifat subjektif dan temporer. Misalnya, sesuatu
yang dirasakan indah oleh seseorang pada waktu melihat suatu lukisan, mungkin
tidak indah baginya beberapa tahun yang lalu, dan tidak indah bagi orang lain.

3
Ada juga perasaan bersifat menetap menjadi suatu kebiasaan dan membentuk
adat-istiadat. Misalnya, orang Padang senang makan pedas, orang Sunda senang
makan sayur/lalap sambal.
Simpati dan empati merupakan bentuk perasaan yang cukup penting dalam
kehidupan bersosialisai dengan orang lain. Simpati adalah suatu kecenderungan
untuk senang atau tertarik kepada orang lain. Empati adalah suatu kondisi
perasaan jika seseorang berada dalam situasi orang lain. Biasanya kita rasakan
saat melihat film atau sinetron dramatis.
Emosi merupakan perpaduan dari beberapa perasaan yang mempunyai
intensitas relatif tinggi dan menimbulkan suatu gejolak suasana batin. Seperti
halnya perasaan, emosi juga membentuk suatu kontinum atau garis yang bergerak
dari emosi positif sampai negatif.
Minimal ada empat ciri emosi, yaitu :
1.    Pengalaman emosional bersifat pribadi/subjektif, ada perbedaan pengalaman
antara individu yang satu dengan lainnya;
2.    Ada perubahan secara fisik (kalau marah jantung berdetak lebih cepat);
3.    Diekspresikan dalam perilaku seperti takut, marah, sedih, dan bahagia;
4.    Sebagai motif, yaitu tenaga yang mendorong seseorang melakukan kegiatan,
misalnya orang yang sedang marah mempunyai tenaga dan dorongan untuk
memukul atau merusak barang. (Kurnia, 2008 : 2.23)
Emosi adalah sebagai sesuatu suasana yang kompleks (a complex feeling
state) dan getaran jiwa (a strid up state) yang menyertai atau munculnya sebelum
dan sesudah terjadinya perilaku. (Syamsudin, 2005:114). Sedangkan menurut
Crow & crow (1958) (dalam Sunarto, 2002:149) emosi adalah “An emotion, is an
affective experience that accompanies generalized inner adjustment and mental
physiological stirred up states in the individual, and that shows it self in his overt
behavior.” Jadi emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari
dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah
laku yang tampak.
Menurut James & Lange, bahwa emosi itu timbul karena pengaruh
perubahan jasmaniah atau kegiatan individu. Misalnya menangis itu karena sedih,
tertawa itu karena gembira. Sedangkan menurut Lindsley bahwa emosi

4
disebabkan oleh pekerjaan yang terlampau keras dari susunan syaraf terutama
otak, misalnya apabila individu mengalami frustasi, susunan syaraf bekerja sangat
keras yang menimbulkan sekresi kelenjar-kelenjar tertentu yang dapat
mempertinggi pekerjaan otak, maka hal itu menimbulkan emosi.

2.2  PERKEMBANGAN EMOSI ANAK


Tahun-tahun awal kehidupan seorang anak ditandai dengan peristiwa-
peristiwa yang bersifat fisik, misalnya kehausan dan kelaparan serta peristiwa-
peristiwa yang bersifat interpersonal, seperti ditinggalkan di rumah dengan
pengasuh atau babysitter, yang dapat menyebabkan timbulnya emosi negatif.
Kemampuan dalam mengelola emosi negatif ini sangat penting bagi pencapaian
tugas-tugas perkembangan  dan berkaitan dengan kemampuan kognitif dan
kompetensi sosial (Garner dan Landry, 1994; Lewis, Alessandri dan Sullivan,
1994 dalam Pamela W., 1995:417). Perilaku awal emosi dapat digunakan untuk
memprediksi perkembangan kemampuan afektif (Cicchetti, Ganiban dan Barnet,
1991 dalam Pamela W., 1995:417). Keluarga dengan orang tua yang memiliki
emosi positif cenderung memiliki anak dengan perkembangan emosi yang juga
positif, demikian pula sebaliknya (Pamela W., 1995:422).
Emosi memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan anak,
baik pada usia prasekolah maupun pada tahap-tahap perkembangan selanjutnya,
karena memiliki pengaruh terhadap perilaku anak.
Woolfson, 2005:8 menyebutkan bahwa anak memiliki kebutuhan
emosional, yaitu :
1.      Dicintai,
2.      Dihargai,
3.      Merasa aman,
4.      Merasa kompeten,
5.      Mengoptimalkan kompetensi
Apabila kebutuhan emosi ini dapat dipenuhi akan meningkatkan
kemampuan anak dalam mengelola emosi, terutama yang bersifat negatif.

5
Hurlock, 1978:211 menyebutkan bahwa emosi mempengaruhi penyesuaian
pribadi sosial dan anak. Pengaruh tersebut antara lain tampak dari peranan emosi
sebagai berikut.
1.     Emosi menambah rasa nikmat bagi pengalaman sehari-hari. Salah satu bentuk
emosi adalah luapan perasaan, misalnya kegembiraan, ketakutan ataupun
kecemasan. Luapan ini menimbulkan kenikmatan tersendiri dalam menjalani
kehidupan sehari-hari dan memberikan pengalaman tersendiri bagi anak yang
cukup bervariasi untuk memperluas wawasannya.
2.     Emosi menyiapkan tubuh untuk melakukan tindakan. Emosi dapat mempengaruhi
keseimbangan dalam tubuh, terutama emosi yang muncul sangat kuat, sebagai
contoh kemarahan yang cukup besar. Hal ini memunculkan aktivitas persiapan
bagi tubuh untuk bertindak, yaitu hal-hal yang akan dilakukan ketika tibul
amarah. Apabila persiapan ini ternyata tidak berguna, akan dapat menyebabkan
timbulnya rasa gelisah, tidak nyaman, atau amarah yang justru terpendam dalam
diri anak.
3.     Ketegangan emosi mengganggu keterampilan motorik. Emosi yang memuncak
mengganggu kemampuan motorik anak. Anak yang terlalu tegang akan memiliki
gerakan yang kurang terarah, dan apabila ini berlangsung lama dapat mengganggu
keterampilan motorik anak.
4.     Emosi merupakan bentuk komunikasi. Perubahan mimik wajah, bahasa tubuh,
suara, dan sebagainya merupakan alat komunikasi yang dapat digunakan untuk
menyatakan perasaan dan pikiran (komunikasi non verbal).
5.     Emosi mengganggu aktivitas mental. Kegiatan mental, seperti berpikir,
berkonsentrasi, belajar, sangat dipengaruhi oleh kestabilan emosi. Oleh karena itu,
pada anak-anak yang mengalami gangguan dalam perkembangan emosi dapat
mengganggu aktivitas mentalnya.
6.     Emosi merupakan sumber penilaian diri dan sosial. Pengelolaan emosi oleh anak
sangat mempengaruhi perlakuan orang dewasa terhadap anak, dan ini menjadi
dasar bagi anak dalam menilai dirinya sendiri.
7.     Emosi mewarnai pandangan anak terhadap kehidupan. Peran-peran anak dalam
aktivitas sosial, seperti keluarga, sekolah, masyarakat, sangat dipengaruhi oleh
perkembangan emosi mereka, seperti rasa percaya diri, rasa aman, atau rasa takut.

6
8.     Emosi mempengaruhi interaksi sosial. Kematangan emosi anak mempengaruhi
cara anak berinteraksi dengan lingkungannya. Di lain pihak, emosi juga
mengajarkan kepada anak cara berperilaku sehingga sesuai dengan ukuran dan
tuntutan lingkungan sosial.
9.     Emosi memperlihatkan kesannya pada ekspresi wajah. Perubahan emosi anak
biasanya ditampilkan pada ekspresi wajahnya, misalnya tersenyum, murung atau
cemberut. Ekspresi wajah ini akan mempengaruhi penerimaan sosial terhadap
anak.
10. Emosi mempengaruhi suasana psikologis. Emosi mempengaruhi perilaku anak
yang ditunjukkan kepada lingkungan (covert behavior). Perilaku ini mendorong
lingkungan untuk memberikan umpan balik. Apabila anak menunjukkan perilaku
yang kurang menyenangkan, dia akan menerima respon yang kurang
menyenangkan pula, sehingga anak akan merasa tidak dicintai atau diabaikan.
11. Reaksi emosional apabila diulang-ulang akan berkembang menjadi kebiasaan.
Setiap ekspresi emosi yang diulang-ulang akan menjadi kebiasaan, dan pada suatu
titik tertentu akan sangat sulit diubah. Dengan demikian, anak perlu dibiasakan
dengan mengulang-ulang perilaku yang bersifat positif, sehingga akan menjadi
kebiasaan yang positif pula.
Anak mengkomunikasikan emosi melalui verbal, gerakan dan bahasa tubuh.
Bahasa tubuh ini perlu kita cermati karena bersifat spontan dan seringkali
dilakukan tanpa sadar. Dengan memahami bahasa tubuh inilah kita dapat
memahami pikiran, ide, tingkah laku serta perasaan anak. Bahasa tubuh yang
dapat diamati antara lain : ekspresi wajah, napas, ruang gerak, dan pergerakan
tangan dan lengan.
Pada usia prasekolah anak-anak belajar menguasai dan mengekspresikan
emosi (Saarni, Mumme, dan Campos, 1998 dalam De Hart, 1992:348). Pada usia
6 tahun anak-anak memahami konsep emosi yang lebih kompleks, seperti
kecemburuan, kebanggaan, kesedihan dan kehilangan (De Hart, 1992:348), tetapi
anak-anak masih memiliki kesulitan di dalam menafsirkan emosi orang lain
(Friend and Davis, 1993). Pada tahapan ini anak memerlukan pengalaman
pengaturan emosi, yang mencakup :
1.      Kapasitas untuk mengontrol dan mengarahkan ekspresi emosional.

7
2.      Menjaga perilaku yang terorganisir ketika munculnya emosi-emosi yang kuat dan
untuk dibimbing oleh pengalaman emosional.
Perkembangan emosi pada anak melalui beberapa fase yaitu :
1. Pada bayi hingga 18 bulan
a. Pada fase ini, bayi butuh belajar dan mengetahui bahwa lingkungan di sekitarnya
aman dan familier. Perlakuan yang diterima pada fase ini berperan dalam
membentuk rasa percaya diri, cara pandangnya terhadap orang lain serta interaksi
dengan orang lain. Contoh ibu yang memberikan ASI secara teratur memberikan
rasa aman pada bayi.
b. Pada minggu ketiga atau keempat bayi mulai tersenyum jika ia merasa nyaman
dan tenang. Minggu ke delapan ia mulai tersenyum jika melihat wajah dan suara
orang di sekitarnya.
c. Pada bulan keempat sampai kedelapan bayi mulai belajar mengekspresikan emosi
seperti gembira, terkejut, marah dan takut.
d. Pada bulan ke-12 sampai 15, ketergantungan bayi pada orang yang merawatnya
akan semakin besar. Ia akan gelisah jika ia dihampiri orang asing yang belum
dikenalnya. Pada umur 18 bulan bayi mulai mengamati dan meniru reaksi emosi
yang di tunjukan orangorang yang berada di sekitar dalam merespon kejadian
tertentu.
2. Usia 18 bulan sampai 3 tahun
a. Pada fase ini, anak mulai mencari-cari aturan dan batasan yang berlaku di
lingkungannya. Ia mulai melihat akibat perilaku dan perbuatannya yang akan
banyak mempengaruhi perasaan dalam menyikapi posisinya di lingkungan. Fase
ini anak belajar membedakan cara benar dan salah dalam mewujudkan
keinginannya.
b. Pada anak usia dua tahun belum mampu menggunakan banyak kata untuk
mengekspresikan emosinya. Namun ia akan memahami keterkaitan ekspresi
wajah dengan emosi dan perasaan. Pada fase ini orang tua dapat membantu anak
mengekspresikan emosi dengan bahasa verbal. Caranya orang tua menerjemahkan
mimik dan ekspresi wajah dengan bahasa verbal.

8
c. Pada usia antara 2 sampai 3 tahun anak mulai mampu mengekspresikan emosinya
dengan bahasa verbal. Anak mulai beradaptasi dengan kegagalan, anak mulai
mengendalikan prilaku dan menguasai diri.
3. Usia antara 3 sampai 5 tahun
a. Pada fase ini anak mulai mempelajari kemampuan untuk mengambil inisiatif
sendiri. Anak mulai belajar dan menjalin hubungan pertemanan yang baik dengan
anak lain, bergurau dan melucu serta mulai mampu merasakan apa yang dirasakan
oleh orang lain.
b. Pada fase ini untuk pertama kali anak mampu memahami bahwa satu peristiwa
bisa menimbulkan reaksi emosional yang berbeda pada beberapa orang. Misalnya
suatu pertandingan akan membuat pemenang merasa senang, sementara yang
kalah akan sedih.
4. Usia antara 5 sampai 12 tahun
a. Pada usia 5-6 anak mulai mempelajari kaidah dan aturan yang berlaku. Anak
mempelajari konsep keadilan dan rahasia. Anak mulai mampu menjaga rahasia.
Ini adalah keterampilan yang menuntut kemampuan untuk menyembunyikan
informasiinformasi secara.
b. Anak usia 7-8 tahun perkembangan emosi pada masa ini anak telah
menginternalisasikan rasa malu dan bangga. Anak dapat menverbalsasikan konflik
emosi yang dialaminya. Semakin bertambah usia anak, anak semakin menyadari
perasaan diri dan orang lain.
c. Anak usia 9-10 tahun anak dapat mengatur ekspresi emosi dalam situasi sosial dan
dapat berespon terhadap distress emosional yang terjadi pada orang lain. Selain itu
dapat mengontrol emosi negatif seperti takut dan sedih. Anak belajar apa yang
membuat dirinya sedih, marah atau takut sehingga belajar beradaptasi agar emosi
tersebut dapat dikontrol (Suriadi & Yuliani, 2006).
d. Pada masa usia 11-12 tahun, pengertian anak tentang baik-buruk, tentang norma-
norma aturan serta nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya menjadi bertambah
dan juga lebih fleksibel, tidak sekaku saat di usia kanak-kanak awal. Mereka
mulai memahami bahwa penilaian baik-buruk atau aturan-aturan dapat diubah
tergantung dari keadaan atau situasi munculnya perilaku tersebut. Nuansa emosi
mereka juga makin beragam.

9
Fungsi dan peranan emosi pada perkembangan anak yang
dimaksud adalah :
a.    Merupakan bentuk komunikasi.
b.    Emosi berperan dalam mempengaruhi kepribadian dan penyesuaian diri anak
dengan lingkungan sosialnya.
c.    Emosi dapat mempengaruhi iklim psikologis lingkungan.
d.   Tingkah laku yang sama dan ditampilkan secara berulang dapat menjadi satu
kebiasaan.
e.    Ketegangan emosi yang di miliki anak dapat menghambat aktivitas motorik dan
mental anak (Resa, 2010).

2.3  MACAM EKSPRESI EMOSI ANAK


Emosi dan perasaan yang umum pada peserta didik usia SD/MI adalah rasa
takut, khawatir/cemas, marah, cemburu, merasa bersalah dan sedih, ingin tahu,
gembira/senang, cinta dan kasih sayang.
Pola Emosi pada Anak menurut Syamsu (2008)
1.    Rasa takut
Takut yaitu perasaan terancam oleh suatu objek yang membahayakan. Rasa takut
terhadap sesuatu berlangsung melalui tahapan.
a.       Mula-mula tidak takut, karena anak belum sanggup melihat kemungkinan yang
terdapat pada objek.
b.      Timbulnya rasa takut setelah mengenal bahaya.
c.       Rasa takut bias hilang kembali setelah mengetahui cara-cara menghindari bahaya.
2.    Rasa malu
Rasa malu merupakan bentuk ketakutan yang ditandai oleh penarikan diri dari
hubungan dengan orang lain yang tidak dikenal atau tidak sering berjumpa.
3.    Rasa canggung
Seperti halnya rasa malu, rasa canggung adalah reaksi takut terhadap manusia,
bukan ada obyek atau situasi. Rasa canggung berbeda dengan rasa malu daam hal
bahwa kecanggungan tidak disebabkan oleh adanya orang yang tidak dikenal atau
orang yang sudah dikenal yang memakaai pakaian tidak seperti biasanya, tetapi
lebih disebabkan oleh keraguan-raguan tentang penilaian orang lain terhadap

10
prilaku atau diri seseorang. Oleh karena itu, rasa canggung merupakan keadaan
khawatir yang menyangkut kesadaran-diri (selfconscious distress).
4.    Rasa khawatir
Rasa khawatir biasanya dijelaskan sebagai khayalan ketakutan atau gelisah tanpa
alasan. Tidak seperti ketakutan yang nyata, rasa khawatir tidak langsung
ditimbulkan oleh rangsangan dalam lingkungan tetapi merupakan produk pikiran
anak itu sendiri. Rasa khawatir timbul karena karena membayangkan situasi
berbahaya yang mungkin akan meningkat. Kekhawatiran adalah normal pada
masa kanak-kanak, bahkan pada anak-anak yang penyesuaiannya paling baik
sekalipun.
5.    Rasa cemas
Rasa cemas ialah keadaan mental yang tidak enak berkenaan dengan sakit yang
mengancam atau yang dibayangkan. Rasa cemas ditandai oleh kekhwatiran,
ketidakenakan, dan merasa yang tidak baik yang tidak dapat dihindari oleh
seseorang; disertai dengan perasaan tidak berdaya karena merasa menemui jalan
buntu; dan di sertai pula dengan ketidakmampuan menemukan pemecahan
masalah yang dicapai.
6.    Rasa marah
Rasa marah adalah ekspresi yang lebih sering diungkapkan pada masa kanak-
kanak jika dibandingkan dengan rasa takut. Alasannya ialah karena rangsangan
yang menimbulkan rasa marah lebih banyak, dan pada usia yang dini anak-anak
mengetahui bahwa kemarahan merupakan cara yang efektif untuk memperoleh
perhatian atau memenuhi keinginan mereka.
7.    Rasa cemburu
Rasa cemburu adalah reaksi normal terhadap kehilangan kasih sayang yang nyata,
dibayangkan, atau ancaman kehilangan kasih sayang.
8.    Duka cita
Duka cita adalah trauma psikis, suatu kesengsaraan emosional yang disebabkan
oleh hilangnya sesuatu yang dicintai.
9.    Keingintahuan

11
Rangsangan yang menimbulkan keingintahuan anak-anak sangat banyak. Anak-
anak menaruh minat terhadap segala sesuatu di lingkungan mereka, termasuk diri
sendiri.
10.    Kegembiraan
Kegembiraan adalah emosi yang menyenangkan yang juga dikenal dengan
keriangan, kesenangan, atau kebahagian. Setiap anak berbeda-beda intensitas
kegembiraan dan jumlah kegembiraannya serta cara mengepresikannya sampai
batas-batas tertentu dapat diramalkan. Sebagai contoh ada kecenderungan umur
yang dapat diramalkan, yaitu anak-anak yang lebih muda merasa gembira dalam
bentuk yang lebih menyolok dari pada anak-anak yang lebih tua.
Takut, khawatir atau cemas berkenaan dengan adanya rasa terancam oleh
sesuatu. Rasa takut muncul karena adanya ancaman oleh sesuatu yang jelas
penyebabnya, sedangkan khawatir atau cemas karena adanya ancaman oleh
sesuatu yang tidak terlalu jelas penyebabnya. Ketakutan, kekhawatiran atau
kecemasan memiliki nilai positif asalkan intensitasnya tidak begitu kuat karena
mengakibatkan seseorang tetap waspada dan berharap agar situasi menjadi lebih
baik. Biasanya anak takut akan kegelapan, ditinggal sendirian, terhadap binatang
tertentu, serta tidak disayang dan diterima oleh keluarga dan teman sebaya.
Terjadi variasi rasa takut pada anak yang dipengaruhi oleh tingkat
intelegensi, jenis kelamin, status sosial ekonomi, kondisi fisik, hubungan sosial,
urutan kelahiran, dan kepribadian anak (introvert atau ekstrovert). Rasa takut pada
anak biasanya berkaitan dengan rasa malu yang merupakan bentuk penarikan diri
anak dari hubungan dengan orang lain, juga dengan rasa canggung dan ragu
apabila ada orang yang tidak dikenal atau orang yang dikenal dengan penampilan
tidak seperti biasanya.
Rasa khawatir dan cemas biasanya timbul tanpa alasan yang jelas, tetapi
lebih disebabkan karena membayangkan situasi bahaya atau kesakitan yang
mungkin terjadi. Biasanya terekspresikan dalam bentuk perilaku yang murung,
gugup, mudah tersinggung, tidur tidak nyenyak, dan cepat marah. Dapat juga
sebaliknya. Anak menyelubungi rasa takut, khawatir, dan cemas dengan
berperilaku tidak sebagaimana biasanya, seperti makan berlebihan, menonton
televisi berlebihan, dan menyalahkan orang lain. Tingkat kekhawatiran dan

12
kecemasan tergantung pada kemampuan anak dalam mengelola ancaman yang
dibayangkan akan terjadi.
Rasa marah merupakan suatu perasaan yang yang dihayati oleh anak yang
cenderung bersifat menyerang. Cukup banyak diekspresikan oleh anak karena
rangsangan yang menimbulkan rasa marah lebih banyak dibandingkan dengan
rangsangan yang menimbulkan rasa takut. Sebagaimana halnya variasi rasa takut,
rasa marah pada setiap anak juga berbeda-beda. Ada anak yang dapat menghadapi
dan mengatasi rasa marah lebi baik dibandingkan anak lainnya. Rangsangan yang
biasa menimbulkan kemarahan anak adalah rintangan (dari orang lain ataupun
ketidakmampuan dirinya) terhadap gerak yang diinginkan anak, juga rintangan
terhadap keinginan, rencana, dan niat yang ingin dilakukan anak, serta sejumlah
kejengkelan yang bertumpuk.
Reaksi anak terhadap kemarahan dapat digolongkan menjadi dua bagian
yaitu :
1.    Reaksi impulsif biasa disebut juga agresi, berupa rekasi fisik maupun kata-kata
yang ditujukan kepada orang lain, binatang, maupun benda. Ledakan kemarahan
pada anak kecil disebut “temper tantrum” dengan cara memukul, menggigit,
meludah, dan menyepak;
2.    Kemarahan yang ditekan dengan cara menyalahkan diri sendiri, mengasihani diri,
atau mengancam untuk melarikan diri, juga bersikap apatis/masa bodoh.
Rasa bersalah dan sedih berkenaan dengan kegagalan atau kesalahan dalam
melakukan sesuatu perbuatan yang bertentangan dengan norma yang berlaku.
Rasa sedih juga dapat diisebabkan oleh hilangnya sesuatu yang sangat dicintai
atau disayang atau kehilangan seseorang, dan binatang atau benda permainan
kesayangan. Perasaan ini merupakan salah satu emosi yang tidak menyenangkan.
Oleh karena itu, orang dewasa berusaha agar anak-anak terhindar atau sedikit
mungkin mengalami kesedihan karena dianggap dapat merusak kebahagiaan anak.
Anak, terutama apabila masih kecil, mempunyai ingatan yang tidak bertahan lama
dan mudah dialihkan rasa sedihnya kepada mainan atau orang yang disayangi.
Ekspresi rasa sedih pada anak umumnya tampak dengan menangis. Tangisan anak
ada yang memilukan dan berlarut-larut bahkan sampai ada yang mendekati
histeris. Akan tetapi, ada juga anak yang menekan rasa sedih, ditandai oleh

13
hilangnya minat terhadap hal-hal yang terjadi di sekitarnya, hilang selera makan,
sukar tidur, mimpi menakutkan, dan menolak untuk bermain. Rasa sedih yang
berlarut-larut dapat mengakibatkan perasaan tidak menyenangkan dan meng-
ganggu kebahagiaan anak.
Kegembiraan, keriangan, dan kesenangan merupakan emosi yang
menyenangkan. Setiap anak berbeda variasi kegembiraannya. Hal itu dipengaruhi
oleh perbedaan usia anak. Pada peserta didik usia SD/MI, kegembiraan antara lain
disebabkan oleh kondsi fisik yang sehat sehingga dapat melakukan berbagai
aktivitas dan permaainan, keberhasilan mengatasi rintangan sehingga mencapai
tujuan seperti yang telah mereka tetapkan, dan dapat memenuhi harapan dari
orang-orang yang dikasihinya. Reaksi kegembiraan anak diekspresikan dari
sekedar senyum sampai tertawa gembira sambil menggerakkan tubuh, dan
bertepuk tangan. Tuntutan sosial memaksa anak yang semakin besar untuk
semakin dapat mengendalikan ekspresi kegembiraannya.
Cemburu dan kasih sayang merupakan bentuk emosi yang umum terjadi
pada peserta didik usia SD/MI. Cemburu adalah reaksi normal terhadap
kehilangan kasih sayang yang nyaata dan adanya ancaman kehilangan kasih
sayang. Cemburu sering berasal dari rasa takut yang dikombinasikan dengan
kejengkelan ataupun kemarahan karena orang tua atau guru bersikap pilih kasih,
dan anak merasa ditelantarkan terhadap kepemilikan barang permainan. Rasa
cemburu biasanya hilang apabila anak dapat menyesuaikan diri dengan baik di
sekolah, dan dapat muncul kembali apabila guru membandingkannya dengan anak
atau teman lain. Reaksi langsung rasa cemburu diekspresikan dengan perilaku
perlawanan agresif seperti memukul, mendorong, dan berusaha mencelakaiorang
yang dianggap saingannya. Reaksi tidak langsung terhadap cemburu ditunjukkan
dengan bersikap kekanakan atau infantil, seperti mengisap jempol, ngompol, dan
ngambek, untuk mendapat perhatian dari orang tua atau guru. Perasaan dikasihi
atau disayangi sangat penting bagi anak. Adanya rasa dikasihi menyebabkan anak
merasa aman dan nyaman. Kasih sayang melibatkan empati dan berusaha
membuat orang yang dikasihi menjadi bahagia atau senang.
Rasa ingin tahu merupakan reaksi emosi terhadap hal-hal yang baru, aneh,
dan misterius yang terjadi di lingkungannya. Anak usia SD/MI akan bergerak ke

14
sumbernya dan mempunyai minat terhadap segala sesuatu di lingkungannya,
termasuk dirinya sendiri. Semakin luas lingkungan gerak atau area penjelajahan
anak, semakin besar dan luas pula rasa ingin tahunya. Anak bertanya atau
menanyakan segala macam yang mereka amati di sekitarnya. Semakin anak besar,
aktivitas bertanyanya digantikan dengan membaca, dan melakukan eksperimen
untuk memuaskan rasa ingin tahunya. Peringatan dan hukuman dapat
mengendalikan anak melakukan penjelajahan untuk memuaskan rasa ingin
tahunya.

2.4  CIRI KHAS EMOSI ANAK


Ciri khas emosi pada anak antara lain :
1.    Emosi yang kuat
Anak kecil bereaksi dengan intensitas yang sama, baik terhadap situasi yang
remeh maupun yang serius. Anak pra remaja bahkan bereaksi dengan emosi yang
kuat terhadap hal-hal yang tampaknya bagi orang dewasa merupakan soal sepele.
2.    Emosi seringkali tampak
Anak-anak seringkali memperlihatkan emosi yang meningkat dan mereka
menjumpai bahwa ledakan emosional seringkali mengakibatkan hukuman,
sehingga mereka belajar untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang
membangkitkan emosi. Kemudian mereka akan berusaha mengekang ledakan
emosi mereka atau bereaksi dengan cara yang lebih dapat diterima.
3.    Emosi bersifat sementara
Peralihan yang cepat pada anak-anak kecil dari tertawa kemudian menangis, atau
dari marah ke tersenyum, atau dari cemburu ke rasa sayang merupakan akibat dari
3 faktor, yaitu :
a.       Membersihkan sistem emosi yang terpendam dengan ekspresi terus terang.
b.      Kekurangsempurnaan pemahaman terhadap situasi karena ketidakmatangan
intelektual dan pengalaman yang terbatas.
c.       Rentang perhatian yang pendek sehingga perhatian itu mudah dialihkan. Dengan
meningkatnya usia anak, maka emosi mereka menjadi lebih menetap.
4.    Reaksi mencerminkan individualitas

15
Semua bayi yang baru lahir mempunyai pola reaksi yang sama. Secara bertahap
dengan adanya pengaruh faktor belajar dan lingkungan, perilaku yang menyertai
berbagai macam emosi semakin diindividualisasikan. Seorang anak akan berlari
keluar dari ruangan jika mereka ketakutan, sedangkan anak lainnya mungkin akan
menangis dan anak lainnya lagi mungkin akan bersembunyi di belakang kursi atau
di balik punggung seseorang.
5.    Emosi berubah kekuatannya
Dengan meningkatnya usia anak, pada usia tertentu emosi yang sangat kuat
berkurang kekuatannya, sedangkan emosi lainnya yang tadinya lemah berubah
menjadi kuat. Variasi ini sebagian disebabkan oleh perubahan dorongan, sebagian
oleh perkembangan intelektual, dan sebagian lagi oleh perubahan minat dan nilai.
6.    Emosi dapat diketahui melalui gejala perilaku
Anak-anak mungkin tidak memperlihatkan reaksi emosional mereka secara
langsung, tetapi mereka memperlihatkannya secara tidak langsung melalui
kegelisahan, melamun, menangis, kesukaran berbicara, dan tingkah yang gugup,
seperti menggigit kuku dan mengisap jempol.

2.5  TINGKAT PERKEMBANGAN EMOSI


Tiga reaksi emosi yang paling kuat adalah rasa marah, kaku, dan takut, yang
terjadi akibat dari peristiwa – peristiwa eksternal maupun proses tak langsung.
Reaksi tersebut dapat tercermin dalam individu yang meningkatkan aktivitas
kelenjar tertentu dan mengubah temperature tubuh. Reaksi umumnya berkurang
sesuai proporsi kematangan individu. Hal inidisebabkan oleh pebedaan jenis
reaksi emosi, misalnya dengan penyebab ketakutan pada diri seseorang anak
mungkin disebabkan oleh jenis emosi yang berbeda sesuai dengan tingkat
perkembangannya. Tingkat perkembangan emosi tidak terlepas dari tingkat
kestabilan emosi seseorang yang meliputi :
1.    Emosi stabil
Pada seseorang yang mempunyai emosi stabil mempunyai kecenderungan percaya
diri, cermat, kukuh. Mereka selaulu menjaga pikiran walaupun dalam keadaan
kritis, sedangkan orang-orang di sekitarnya kehilangan kendali.
2.    Emosi stabil rata-rata

16
Seseorang yang mempunyai derajat rata-rata tingkat emosional mempunyai
kecenderungan emosi keseimbangan yang baik, sabar, tak memihak, berkepala
dingin. Mereka tidak kebal atas rasa khawatir dan terkadang menunjukkan emosi
yang aneh, namun ini adalah pengecualian daripada kebiasaan.
3.    Emosi labil
Seseorang yang mempunyai emosi yang labil, tergesa-gesa, bernafsu, sentimental,
mudah tergugah, khawatir dan bimbang. Mereka mungkin agaknya tertekan oleh
kehidupan, hal ini membuat mereka mudah terkena hal-hal negatif dan positif,
sekaligus kerap dipengaruhi oleh tragedi dan kesenangan serta tiak ada upaya
untuk bereaksi mengatasi peristiwa-peristiwa tersebut dalam hidup (Wijaya,
2004).

2.6   FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERKEMBANGAN


EMOSI
Berberapa faktor yang dapat memengaruhi perkembangan emosi anak adlah
sebagai berikut.
1.    Keadaan anak
Keadaan individu pada anak, misalnya cacat tubuh ataupun kekurangan pada diri
anak akan sangat mempengaruhi perkembangan emosional, bahkan akan
berdampak lebih jauh pada kepribadian anak. Misalnya: rendah diri, mudah
tersinggung, atau menarik diri dari lingkunganya.
2.    Faktor belajar
Pengalaman belajar anak akan menentukan reaksi potensial mana yang mereka
gunakan untuk marah. Pengalaman belajar yang menunjang perkembangan emosi
antara lain:
a.       Belajar dengan coba-coba
Anak belajar dengan coba-coba untuk mengekspresikan emosinya dalam bentuk
perilaku yang memberi pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberi
kepuasan.
b.      Belajar dengan meniru

17
Dengan cara meniru dan mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang
lain, anak bereaksi dengan emosi dan metode yang sama dengan orang-orang
yang diamati.
c.       Belajar dengan mempersamakan diri
Anak meniru reaksi emosional orang lain yang tergugah oleh rangsangan yang
sama dengan rangsangan yang telah membangkitkan emosi orang yang ditiru.
Disini anak hanya meniru orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional
yang kuat dengannya.
d.      Belajar melalui pengondisian
Dengan metode ini objek, situasi yang mulanya gagal memancing reaksi
emosional kemudian berhasil dengan cara asosiasi. Pengondisian terjadi dengan
mudah dan cepat pada awal kehidupan karena anak kecil kurang menalar,
mengenal betapa tidak rasionalnya reaksi mereka.
e.       Belajar dengan bimbingan dan pengawasan
Anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika suatu emosi terangsang.
Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang
biasanya membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak
bereaksi secara emosional terhadap rangsangan yang membangkitkan emosi yang
tidak menyenangkan (Fatimah, 2006).
3.    Konflik – konflik dalam proses perkembangan
Setiap anak melalui berbagai konflik dalam menjalani fase-fase perkembangan
yang pada umumnya dapat dilalui dengan sukses. Namun jika anak tidak dapat
mengamati konflik-konflik tersebut, biasanya mengalami gangguan-gangguan
emosi.
4.    Lingkungan keluarga
Salah satu fungsi keluarga adalah sosialisasi nilai keluarga mengenai bagaimana
anak bersikap dan berperilaku. Keluarga adalah lembaga yang pertama kali
mengajarkan individu (melalui contoh yang diberikan orang tua) bagaimana
individu mengeksplorasi emosinya. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan
utama bagi perkembangan anak. Keluarga sangat berfungsi dalam menanamkan
dasar-dasar pengalaman emosi, karena disanalah pengalaman pertama didapatkan
oleh anak. Keluarga merupakan lembaga pertumbuhan dan belajar awal (learning

18
and growing) yang dapat mengantarkan anak menuju pertumbuhan dan belajar
selanjutnya.
Gaya pengasuhan keluarga akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan
emosi anak. Apabila anak dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang
emosinya positif, maka perkembangan emosi anak akan menjadi positif. Akan
tetapi, apabila kebiasaan orang tua dalam mengekspresikan emosinya negatif
seperti, melampiaskan kemarahan dengan sikap agresif, mudah marah, kecewa
dan pesimis dalam menghadapi masalah, maka perkembangan emosi anak akan
menjadi negatif (Syamsu, 2008).

2.7  KEKERASAN ORANG TUA PADA ANAK


1. Pengertian Kekerasan pada Anak
Anita lie dalam Suyanto (2002) menyatakan bahwa kekerasan adalah suatu
perilaku yang disengaja oleh seorang individu pada individu lain dan
memungkinkan menyebabkan kerugian fisik dan psikologi. Pengertian
kekerasan  terhadap anak-anak atau child abusepada mulanya berasal dari dunia
kedokteran sekitar tahun 1946. Sekarang istilah tersebut lebih dikenal dengan
Child Abuse (kekerasan anak) The National Commiaaion Of Inquiry(Andri,
2006), kekerasan pada anak adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh individu,
institusi atau suatu proses yang secara langsung depan keselamatan dan kesehatan
mereka kearah perkembangan kedewasaan.
Yetty Zem (2005) mendefinisikan kekerasan oleh orang tua sebagai setiap
tindakan yang bersifat menyakiti fisik maupun fisik dan psikis yang bersifat
traumatik yang dilakukan orang tua terhadap anaknya baik yang dapat dilihat
dengan mata telanjang atau dilihat dari akibat bagi kesejahteraan fisik maupun
mental anak. Menurut teori PAR, kekerasan terhadap anak merupakan segala
tindakan agresif orang tua, baik verbal maupun fisik yang dapat menimbulkan
penderitaan bagi anak fisik maupun psikis.
Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa
kekerasan orang tua terhadap anak adalah peristiwa perlukaan fisik, mental, dan
seksual yang sengaja yang dilakukan oleh orang tua yang mempunyai tanggung
jawab terhadap kesejateraan anak dan memungkinkan menyebabkan kerusakan

19
fisik dan psikologis yang mana itu semua diindikasikan dengan kerugian dan
ancaman terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak-anaknya.

2. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Kekerasan pada Anak


Faktor-faktor yang menyebabkan kekerasan pada anak yaitu:
a.    Kondisi anak
Anak yang mengalami cacat baik mental maupun fisik anak yang sulit diatur
sikapnya, anak yang meminta permintaan khusus, ataupun berposisi sebagai anak
tiri, anak angkat.
b.    Sosial kultural
Nilai / norma yang ada dimasyarakat yang kurang menguntungkan terhadap
anak, misalnya dalam praktek pengasuhan anak, pembiasaan bekerja sejak kecil
kepada anak yang berlindung atas nama adat budaya, misalnya dalam pola
pengasuhan anak yang menekankan dan menjunjung tinggi nilai kepatuhan yang
acap kali masyarakat membiarkan dan mentolerir hukum fisik (cambuk, pukul,
tending dan tempeleng), verbal (berkata-kata kotor, mengumpat, damprat atau
cemooh) maupun kekerasan dalam pengisolasian social.
c.    Persepsi masyarakat
Masyarakat menilai bahwa persoalan kekerasan terhadap anak yang
dilakukan keluarganya sendiri (orang tua) adalah urusan intern mereka sendiri.
Mereka melakukan itu dalam rangka mendidik anakanaknya yang bandel dan
membangkang orang tua dan adanya anggapan bahwa anak adalah milik orang
tuanya sendiri.
d.   Kondisi orang tua
Orang tua yang mengunakan alkohol, orang tua yang mengalami depresi
atau gangguan mental, dan orang tua yang dulu dibesarkan dengan kekerasan
cenderung meneruskan pendidikan tersebut kepada anaknya.
e.    Faktor keluarga
Keluarga yang cenderung berada dalam keadaan yang kacau secara ekonomi
dan lingkungan seperti, perceraian, pengangguran dankeadaan ekonomi kacau.
Karena adanya tekanan ekonomi bagi orang tua yang tidak kuat untuk
menghadapi akan menjadikannya semakin sensitif sehingga menjadi mudah

20
marah, anak sebagai pihak yang terlemah dalam keluarga menjadi sasaran
kemarahan.
f.     Persepsi orang tua
Munculnya anggapan yang salah terhadap anak (wrong perception). Orang
tua menganggap kehadiran anak sebagai hak paten yang dapat digunakan
sesukanya sehingga pada akhirnya orang tua akan merasa bebas dalam
memperlakukan anaknya sesuai dengankeinginannya, apapun yang dilakukan
orang tua terhadap anak adalah hak orang tua.

3. Bentuk Kekerasan terhadap Anak


Menurut Terry E, Lawson (2006), Psikiater Internasional kekerasan pada
anak di bagi menjadi 4 yaitu:
a.    Kekerasan emosional (Emotional Abuse)
Terjadi bila seseorang pengasuh atau orang tua mengabaikan anak,
permintaan perhatian orang tuanya. Hal ini bila terjadi terus menerus akan
berakibat anak akan melakukan hal yang sama kelak di masa depannya.
b.    Kekerasan verbal
Terjadi saat seseorang anak yang meminta perhatian orang tuanya, orang tua
malah menyuruhnya diam, meliputi: membentak, menghardik.
c.    Kekerasan fisik (Phisik Abuse)
Terjadi saat orang tua melakukan pemukulan fisik, misalnya: memukul anak
dengan menggunakan rotan, menghukum anak dengan menggunakan setrika agar
anak jera.
d.   Kekerasan seksual (Sexual Abuse)
Terjadi saat orang tua atau orang yang dikenal anak melakukan rabaan atau
sentuhan dengan tujuan meliputi: perkosaan oleh saudara kandung, sodomi pada
anak laki – laki.

4. Dampak Kekerasan terhadap Anak


a. Akibat pada fisik anak
1). Lecet, hematum, luka bekas gigitan, patah tulang, dan adanya kerusakan organ
dalam.

21
2). Sekuelec / cacat sebagai akibat trauma misalnya: jaringan paruh, gangguan
pendengaran , kerusakan mata, dan cacat lainya.
3) Kematian
b. Akibat pada tumbuh kembang anak.
Pertumbuhan dan perkembangan anak yang mengalami
perlakuan salah pada umumnya lambat dari anak yang normal. Yaitu:
1). Pertumbuhan fisik lebih lebih lambat dari anak normal yang sebayanya.
2). Perkembangan kejiwaan yang mengalami gangguan yaitu: emosi, konsep diri,
agresif, hubungan sosial.
2.8  KECERDASAN EMOSIONAL
Menurut Harmoko (2005), kecerdasan emosi dapat diartikan kemampuan
untuk mengenali, mengelola, dan mengekspresikan dengan tepat, termasuk untuk
memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, serta membina hubungan
dengan orang lain. Jelas bila seorang individu mempunyai kecerdasan emosi
tinggi, dapat hidup lebih bahagia dan sukses karena percaya diri serta mampu
menguasai emosi atau mempunyai kesehatan mental yang baik.
Faktor kematangan dan pengalaman belajar, juga kondisi lainnya
mempengaruhi perkembangan emosi seseorang. Pada perkembangan emosi
peserta didik, pengaruh faktor belajar lebih penting karena belajar merupakan
faktor yang lebih dapat dikendalikan. Terdapat berbagai cara untuk
mengendalikan lingkungan dan pengalaman belajar emosi, baik untuk
memperkuat pola reaksi emosi yang diinginkan, atau menghilangkan pola reaksi
yang tidak diinginkan.
Perkembangan emosi dapat dipelajari antara lain dengan cara atau metode
berikut. (Kurnia, 2008 : 2.29)
1.        Belajar emosi dengan cara coba dan ralat (trial and error), terutama melibatkan
aspek reaksi. Anak mencoba-coba dalam mengekspresikan emosinya dalam
bentuk perilaku yang dapat diterima.
2.        Belajar dengan cara meniru (imitasi) dilakukan melalui pengamatan yang
membangkitkan emosi tertentu pada orang lain. Anak belajar bereaksi dengan cara
yang sama dengan ekspresi dari orang yang diamati dan ditiru perilakunya.

22
3.        Belajar dengan cara mempersamakan diri (identifikasi) dengan orang lain yang
dikagumi atau mempunyai ikatan emosional dengan anak lebih kuat dibandingkan
dengan motivasi untuk meniru sembarang orang.
4.        Belajar melalui pengkondisian berarti belajar perkembangan emosi dengan cara
asoiasi atau menghubungkan antara stimulus (rangsangan) dengan respon (reaksi).
Pengkondisian lebih cepat terjadi pada anak kecilyang mempelajari
perkembangan perilaku karrena anak kurang mampu menalar, dan kurang
pengalaman.
5.        Belajar melalui pelatihan (training) dibawah bimbingan dan pengawasan guru
atau orang tua. Dengan pelatihan, anak dirangsang untuk bereaksi terhadap hal-hal
tertentu dan belajar mengendalikan lingkungan atau emosi dirinya.
Pada diri setiap individu, termasuk peserta didik usia SD/MI, ada emosi
dominan yaitu satu atau beberapa emosi yang menimbulkan pengaruh terkuat
terhadap perilaku seseorang dan mempengaruhi kepribadian anak, khususnya
dalam penyesuaian pribadi dan sosial. Emosi dominan ini biasanya terbentuk dan
bergantung pada lingkungan tempat anak hidupa dan menjalin hubungan dengan
orang-orang yang berarti atau berpengaruh dalam kehidupannya, seperti kondisi
kesehatan, suasana rumah, hubungan dengan anggota keluarga, hubungan dengan
teman sebaya, perlindungan aspirasi orang tua, serta cara mendidik dan bimbingan
orang tua.
Emosi dominan ini akan mewarnai temperamen anak dan bersifat menetap.
Anak yang bertemperamen periang akan memandang ringan rintangan yang
menghalangi langkahnya. Demikian juga, besarnya pengaruh emosi yang
menyenangkan seperti kasih sayang dan kebahagiaan menyebabkan timbulnya
perasaan aman yang akan membantu anak dalam menghadapi masalah dengan
penuh ketenangan, kepercayaan dan keyakinan dapat mengatasinya, bereaksi
terhadap rintangan denga ketegangan emosi yang minimal, dan dapat
mempertahankan keseimbangan emosi.
Kesimbangan emosi dapat diperoleh melalui cara : (1) pengendalian
lingkungan dengan tujuan agar emosi yang tidak/kurang menyenangkan dapat
cepat diimbangi dengan emosi yang menyenangkan; dan (2) mengembangkan
toleransi terhadap emosi yaitu kemampuan untuk menghambat pengaruh emosi

23
yang tidak menyenangkan (marah, kecemasan, dan frustrasi) dan belajar
menerima kegembiraan dan kasih sayang. Terjadinya ketidakseimbangan antara
emosi yang menyenangkan dan tidak menyenagkan akan membuat anak menjadi
murung, cepat marah, dan watak negatif lainnya. Untuk itu diperlukan “katarsis
emosi” yaitu keluarnya energi emosional yang dapat mengakngkat sebab
terpendam, dan sekaligus membersihkan tubuh dan jiwa dari gangguan emosional.
Kondisi emosi yang meninggi antara lain disebabkan oleh kondisi fisik (kesehatan
buruk, gangguan kronis, perubahan dalam tubuh), kondisi psikologis (kecerdasan
rendah, kecemasan, kegagalan mencapai aspirasi), dan kondisi lingkungan
(ketegangan karena pertengkaran, sikap orang tua/guru yang otoriter, dll).
Memasuki abad ke-21, para ahli psikologi mulai melakukan pelattihan-
pelatihan untuk mengembangkan emosi, yang dikenal dengan kecerdasan
emosional. Menurut Goleman (Kurnia, 2008 : 2.30), orang yang memiliki
keceradasan emosional yang tinggi adalah orang yang mampu mengendalikan diri
dan gejolak emosi, memelihara dan memacu motivasi untuk terus berupaya dan
tidak mudah menyerah atau putus asa, mampu mengendalikan dan mengatasi
stres, mampu menerima kenyataan, dan dapat merasakan kesenangan meskipun
dalam keadaan sulit.
Pelatihan kecerdasan emosional dimulai dengan cara mengenali diri
(kekuatan,kelemahan, cita-cita, dan harapan) serta perasaan-perasaan yang ada
pada diri seseorang, termasuk mengekspresikan dan mengkomunikasikan emosi
dengan perilaku yang dapat diterima. Belajar mengendalikan perasaan atau emosi
berarti mengarahkan energi emosi ke saluran emosi yang bermanfaat dan dapat
diterima secara sosial. Untuk mencapai pengendalian emosi, seseorang perlu
memberikan perhatian pada aspek mental emosi sebanyak perhatiannya pada
aspek fisik. Jadi, selain belajar cara menangani rangsangan yang membangkitkan
emosi, anak juga harus belajar cara mengatasi reaksi yang biasa menyertai emosi
tersebut. Anak harus mampu menilai rangsangan dan menentukan reaksi
emosinya secara benar. Tercapainya pengendalian emosi penting bagi
perkembangan anak secara keseluruhan. Semua kelompok sosial mengharap
bahwa semua anak belajar mengendalikan emosinya. Semakin dini anak belajar
mengendalikan emosinya, semakin lebih mudah pula mengendalikan dirinya

24
BAB III
PENUTUP

3.1  KESIMPULAN
Dari uraian pembahasan tentang perkembangan emosi anak, dapat
disimpulkan bahwa anak memiliki tahap-tahap perkembangan emosi dan setiap
tahapnya memiliki keunikan tersendiri.
Setiap tahap perkembangan emosi, orang tua dan guru harus mengetahui.
Agar tidak ada penyimpangan seperti kekerasan pada anak. Hak-hak anak dalam
perkembangannya harus dipenuhi untuk memaksimalkan kecerdasan emosinya.
Orang tua agar mengetahui factor-faktor yang dapat memengaruhi perkembangan
emosi pada anak.

3.2  SARAN
Dari uraian tentang perkembangan emosi anak di atas penulis memberikan
beberapa saran sebagai berikut.
1.      Kepada orang tua. Agar dapat memaksimalkan potensi anak khususnya dalam
perkembangan emosi anak.
2.      Kepada guru. Agar dapat memahami setiap tahap-tahap perkembangan emosi
anak. Sehingga hak-hak anak dapat dipenuhi secara maksimal.
3.      Kepada penulis. Agar dapat menambah pengetahuannya tentang perkembangan
emosi anak.

25
DAFTAR PUSTAKA

Kurnia, Ingridwati. dkk. 2008. Perkembangan Belajar Peserta Didik. Direktorat


Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Puspita, Widaya Ayu. 2008. Perkembangan Emosi Anak. http://www.bppnfi-
reg4.net/index.php/perkembangan-emosi-anak.html. Diakses pada tgl 25 Maret 2012.
Reza, Muhammad. 2010. Memahami Ekspresi Emosi. http://muhammad-
reza.blogspot.com/2010/01/memahami-ekspresi-emosi.html. Diakses pada
tgl 20 Maret 2012.
Sunarto & Agung, Hartono. 2002. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : PT. Rineka
Cipta.
Tim penyusun edukasi kompas. 2011. Sosio Emosional Aspek yang Melekat pada
Anak.http://edukasi.kompasiana.com/2011/01/04/sosio-emosional-aspek-yang-melekat-
pada-anak/. diakses pada tanggal 20 Maret 2012.

26

Anda mungkin juga menyukai