OLEH :
170651100022
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan anak usia dini (early childhood education) atau yang lebih
memberikan binaan kepada anak usia dini sejak dilahirkan ke dunia dalam
keadaan suci dan bersih yang belum mengerti dan belum bisa apapun hingga anak
berusia enam tahun yang dilaksanakan pada jalur pendidikan formal, nonformal,
(berkaitan dengan batiniah) agar anak memiliki kesiapan dari segi fisik dan mental
ketika kelak akan memasuki pendidikan yang lebih lanjut. Sedangkan menurut
Nasional) Bab 1 Pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini
merupakan upaya dalam melakukan proses binaan kepada anak sejak anak lahir ke
dunia yang tidak bisa dan mengerti apapun hingga anak berusia enam tahun yang
87
rohani (ruh) agar anak memiliki kesiapan dari segi fisik maupun mental ketika
akan memasuki pendidikan yang lebih lanjut.2 Namun apabila tidak ada
maka hal tersebut akan berdampak di kehidupan anak pada masa yang mendatang.
Maka dari itu, perlu kehati-hatian dan perhatian yang cukup ekstra dalam
Pendidikan perlu dilakukan sejak anak berada di masa usia dini. Namun
dalam faktanya masih banyak anak usia dini diluar sana yang tidak bisa
memperoleh pendidikan yang layak karena kendala biaya, sehingga banyak kita
jumpai anak usia dini yang bekerja, memulung sampah, dan ada pula yang
mengemis untuk mendapatkan sesuap nasi untuk dimakan. Anak usia dini
merupakan anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun yang mempunyai
bersifat egosentris, mempunyai rasa ingin tahu yang besar, dunianya adalah dunia
bermain, senang berfantasi dan berimajinasi, aktif dan energik, berjiwa petualang,
merupakan peniru ulung orang dewasa, pribadi yang spontan, memiliki semangat
Selain itu, anak usia dini merupakan individu yang berada pada masa gemilang
usia atau masa emas (golden age) atau usia emas pada usia awal kehidupan yang
2
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
h.4
aspek-aspek perkembangan yang mencakup enam aspek perkembangan anak
yaitu: perkembangan agama dan moral, fisik motorik (banyak menggunakan gerak
atau fungsi tubuh/alat indra), kogntif (akal pikiran, kecerdasan, dan pengetahuan),
bahasa, sosial-emosional (berkaitan dengan emosi yang muncul pada situasi yang
dianggap penting dan proses sosial terhadap orang lain), dan seni kreativitas. Hal
Pendidikan dan Kebudayaan) yang ditulis oleh Supartini dan Wati yang
peningkatan yang pesat pada usia dini yakni usia 0-5 tahun yang sering disebut
dengan fase “golden age”.3 Fase “golden age” merupakan masa yang sangat
perkembangan kelainannya.
Salah satu bentuk kreativitas guru dalam kegiatan belajar dan mengajar
dini dengan cara memberikan stimulasi, motivasi, dan dorongan belajar sehingga
3
Supartini, Elis dan Wati, Dini. 2016. Modul Guru Pembelajar Taman Kanak-kanak Kelompok
Kompetensi A. Jakarta: Kemdikbud. h.1
mengaktualisasikan berbagai potensi dan bakat yang ada pada dirinya untuk
Media berasal dari kata “medium” yang berarti perantara, yaitu perantara sumber
pesan dengan penerima pesan. Menurut Mais, media pembelajaran adalah media
atau alat yang berfungsi sebagai penyalur pesan antara guru dan peserta didik
berpikir kritis anak. Namun yang seringkali terjadi di lapangan, masih banyak
guru-guru yang belum mampu menerapkan media yang dapat digunakan untuk
dari media, minimnya biaya untuk pembelian media, malas menerapkan karena
membutuhkan persiapan yang cukup matang dan lebih lama, dan kurangnya
cergam atau cerita bergambar. Cergam atau cerita bergambar yang lebih sering
dikenal atau disebut dengan komik merupakan suatu bentuk karya seni yang
sebuah cerita yang indah dan menarik perhatian orang lain. Hal tersebut sesuai
4
Asrorul Mais. 2016. Media Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Jember: CV Pustaka
Abadi. h. 9
dengan pendapat Handayani yang menyatakan bahwa (cergam) cerita bergambar
merupakan sejenis komik atau gambar yang diberi teks yang teknik
dan lain-lain.5 Selain itu, cergam termasuk media yang unik karena
menggabungkan teks dan gambar dalam bentuk karya yang kreatif yang mampu
menarik perhatian orang lain, mulai dari anak kecil hingga orang dewasa. Proses
yang bersifat rekaan dan bertujuan untuk menyampaikan pesan moral yang
ataupun pengalaman orang lain) dan pengetahuan kepada orang lain yang
diharapkan dapat menarik perhatian anak sehingga hasil akhirnya anak akan
berpikir kritis. Keterampilan dalam bertanya memegang peran yang cukup penting
dan cara berpikir yang berbeda dengan orang dewasa. Orang dewasa berpikir
secara abstrak sedangkan anak-anak berpikir dengan konkrit dan lebih sederhana.
Begitu pula dalam melontarkan pertanyaan pada anak tidak semudah melontarkan
kita harus menggunakan bahasa sederhana yang mudah dipahami dan menarik
5
Handayani, T. Wahyu. 2015. Kuliah Jurusan Apa? Fakultas Seni Rupa dan Desain. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama. h. 20
perhatian anak serta hal-hal yang ditanyakan harus berkaitan dengan dunia sehari-
hari yang terjadi di sekitar anak. Kemampuan berpikir kritis anak dapat ditandai
pertanyaan sederhana yang dilontarkan oleh orang lain. Selain itu, dapat ditandai
didapatkannya dari kegiatan bertanya kepada orang lain. Dan fakta yang sering
atau menjawab pertanyaan dari guru ataupun orang lain dan sering bersikap pasif
dengan apa yang disampaikan oleh guru. Hal tersebut dikarenakan kurangnya
stimulus yang diberikan guru kepada anak dan kurangnya penggunaan media yang
dapat merangsang kemampuan berpikir kritis anak sehingga anak kurang dapat
1. Apabila ada kesalahan dalam memberikan rangsangan pada anak usia dini,
2. Masih ada beberapa anak usia dini yang tidak bisa mendapatkan pendidikan
berpikir kritis.
C. RUMUSAN MASALAH
D. TUJUAN PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis
b. Bagi Guru
c. Bagi Sekolah
Handayani, T. Wahyu. 2015. Kuliah Jurusan Apa? Fakultas Seni Rupa dan
CV Pustaka Abadi
Mansur. 2005. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pendidikan Nasional.
Supartini, Elis dan Wati, Dini. 2016. Modul Guru Pembelajar Taman Kanak-