Disusun oleh :
Audina Ratri Cahyaningtyas (17111241012)
Risa Agustina (17111241034)
Ndaru Subekti (17111241039)
Fina Setya Ramadanti (17111244003)
Meiliana Dwi Kurniati (17111244007)
Siti Sholichah (17111244028)
Bentuk tari yang diajarkan pada anak berbeda dengan tari yang diajarkan
untuk orang dewasa. Hal itu disebabkan karena kemampuan pada anak khususnya
anak usia dini masih terbatas. Maka dari itu diperlukan suatu proses dalam
pembelajaran yang baik dan tepat.
Pada prinsipnya tari pada anak usia dini adalah suatu bentuk dimana
bentuk itu mudah untuk dimengerti dan dapat ditarikan. Mudah dimengerti
maksudnya adalah apa yang ditarikan itu bisa dimengerti secara logika. Jadi
ketika anak menari, anak harus paham dengan apa yang ditaikannya. Dengan
begitu nantinya anak dapat dapat merasakan tarianiyu.
1. Tenaga
Dalam sebuah tari tendangan adalah salah satu unsur yang sangat penting
dimana tendangan berpengaruh dalam gerak yang menggambarkan suatu usaha
untuk mengawali dan mengendalikan. Komposisi tenaga yang digunakan dapat
menimbulkan gerak yang berbeda pula. Misalnya gerak dengan tenaga yang
banyak maka akan memperlihatkan gerak yang kuat atau keras, sedangkan yang
menggunakan tenaga sedikit gerak akan terlihat lemah atau lembut.
2. Ruang
Ruang dalam tari sangat bermakna karena aktivitas tari identik dengan
bergerak, dan gerak tersebut hadir di dalam ruang dimana bagi sang penari adalah
suatu posisi dan dimensi yang potensi. Posisi berpengaruh terhadap tinggi
rendahnya penari terhadap lantai pentas dan terhadap arah kemana penari harus
bergerak. Sedangkan dimensi adalah ukuran atau besar kecilnya gerakan sang
penari. Ruang merupakan suatu tempat yang dibutuhkan dalam melakukan
gerakan. Secara umum ruang diartikan sebagai:
a) Ruang sebagai tempat pentas yaitu tempat dimana penari untuk melakukan
gerakan sebagai wujud ruang secara visual.
b) Ruang gerak, yakni ruang yang diciptakan oleh penari untuk melakukan
gerakan. Contohnya gerak yang kecil tidak memerlukan tempat yang luas,
sedangkan gerak yang luas memerlukan tempat yang luas.
3. Waktu
Tempo meliputi cepat dan lambat. Tempo atau kecepatan dalam menari
ditentukan oleh waktu dimana penari harus menyesuaikan rangkaian gerak dalam
waktu tertentu. Gerakan yang cepat akan memperlihatkan kesan yang aktif,
sedangkan gerak yang lambat terkesan mengurangi rangkaian gerak. Dalam
menari tempo dapat dilatih dengan bertemuk dan sebagainya.
b) Ritme
Ritme dalam tari adalah sebuah hubungan timbal balik atau perbedaan. Dapat
dikatakan ritme adalah serangkaian permulaan dan akhir dalam pengaturan pola
pola gerak dalam tari. Rangkaian tersebut timbul melalui tegangan otot. Dalam
setiap gerak ada momen rileks (pengendoran) dan ketegangan (penuh energi).
Hubungan timbal balik itu disebut siklus. Ulangan dari siklus akan membentuk
ritme. Menurut Kamtini dkk, 2005(dalam Jaelah:2007) ritme dibagi menjadi dua
yaitu ritme ajeg (even rhythm) dan ritme tidak ajeg (uneven rhythm). Ritme ajeg
adalah pengulangan yang sederhana dalam interval-interval beranjak sama
sehingga mempunyai kesan yang teratur. Ritme tidak ajeg adalah pengulangan
tersusun bervariasi dalam interval-interval yang berjarak tidak sama.
Pendidikan seni tari diajarkan kepada anak usia dini karena fungsi dari
pendidikan seni tari antara lain :
Fungsi tari bagi anak usia dini adalah sebagai media ekspresi dan kreativitas,
tema tari anak usia dini harus disesuaikan dengan perkembangan psikologis anak
tersebut. Belajar menari pada anak akan terjadi perkembangan dari berbagai aspek
termasuk aspek Nilai Agama dan Moral.
Fungsi dan manfaat belajar seni tari bagi anak usia dini antara lain:
Fisik dan Koordinasi mantap
Melatih Disiplin
Meningkatkan Kreatifitas dan Kepercayaan Diri
Belajar Bekerjasama, Tidak Melulu Berkompetisi
Membentuk Saluran untuk Mekanisme Pertahanan Ego
Meningkatkan perkembangan emosional anak terutama dalam
memperhalus budi pekerti anak.
Mengembangkan kepekaan serta daya cipta (kreasi) anak untuk
mengekspresikan.
Mengembangkan kognisi anak.
Merangsang daya imajinasi yang sehat.
Jean Piaget (1932) dalam Upton (2012), memaparkan bahwa pada anak
usia dibawah lima tahun tidak memiliki pemahaman tentang moralitas. Anak-
anak antara usia lima dan tujuh tahun, meyakini bahwa aturan – aturan dan
keadilan atau nilai nilai dalam moralitas tidak dapat diubah dan berada diluar
kendali kita. Dalam Upton 2012, Piaget membagi tahap perkembangan kognitif
dan moral anak ke dalam tabel, berikut pemaparannya :
Contoh tari yang ada nilai dan moral yang bisa dicontoh oleh anak usia
dini yaitu tari Rampak. Berdasarkan penelitian skripsi Nawatri (2015), Tari
Rampak diciptakan sekitar tahun 1994-1995 oleh Untung Muljono dan merupakan
karya tari yang terinspirasi dari gerak prajurit kraton Yogyakarta. Tari ini
menggambarkan anak-anak yang sedang bermain menirukan para prajurit yang
sedang berlatih perang dan baris-berbaris. Tari Rampakdiciptakan untuk anak usia
5-8 tahun. Tari ini merupakan materi tari putra, namun juga dapat ditarikan oleh
anak perempuan, karena pada usia tersebut merupakan masa anak menirukan
lingkungan sekitar yang pembatasan gender belum menjadi perhatian khusus.
Tari Rampak merupakan jenis tari kreasi baru dan termasuk tari non-
dramatik karena tidak menyampaikan cerita atau drama. Tari Rampak bisa
disajikan secara berkelompok maupun tunggal. Gerakan pada tari Rampak
sederhana, dinamis, tegas, lincah, dan gagah. Untuk musik atau iringan, memakai
seperangkat gamelan Jawa berlaraskan slendro berbentuk pola lagu, kendangan
ritmis, drum digunakan sebagai penegas dan penambah harmoni, serta dilengkapi
dengan tembang. Kostum terinspirasi dari busana prajurit kraton dengan ornamen
yang disesuaikan dengan tema dan karakter anak usia dini. Kostum dapat
dikreasikan sesuai dengan wilayah, kebutuhan, dan ketersediaan kostum. Rias
pada tari Rampak merupakan rias untuk mempertegas garis wajah. Tari Rampak
dapat dipentaskan di berbagai tempat pertunjukan dan berbagai acara.
Dalam hal ini guru merupakan kunci keberhasilan dalam penanaman nilai-
nilai yang terkandung dalam tari Rampak. Dengan adanya satu contoh tari saja,
sudah dapat diambil beberapa contoh nilai moral yang dapat dipakai atau
dibiasakan pada diri anak dalam kehidupan sehari hari, untuk itu hal ini semakin
menguatkan kesimpulan bahwa belajar seni untuk anak usia dini, tidak hanya
belajar tentang estetika dan hal hal yang berkaitan dengan seni, namun lebih ke
pengalaman anak yang nantinya akan berkesan dan diterapkan dalam kehidupan
sehari hari yang sifatnya jangka panjang.
Daftar Pustaka :