Halaman Judul
KATA PENGANTAR........................................................................... i
BAB 1
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh siswa untuk suatu
perubahan dari tidak tahu menjadi tahu. Sehingga melibatkan banyak factor-faktor yang
memprngaruhi baik internal maupun eksternal. Faktor internal merupakan factor yang
menpengaruhi dari dalam diri siswa, meliputi : motivasi, pemenuhan gizi, serta kondisi
fisik serta kondisi mental. Peran kognitif sangatlah penting dalam melancarkan proses
belajar serta menghasilkan hasil belajar yang efektif. Siswa membutuhkan proses berpikir
yang sangat kompleks seperti menginterpretasi, persepsi serta evaluasi dalam proses
pembelajaran. Selain itu, kesehatan fisik juga penting dalam proses pembelajaran.
Adanya disfungsi fisik akan menghambat proses belajar dan kefektifan hasil belajar.
B.RUMUSAN MASALAH
2.Ciri-ciri & Faktor Penyebab Terjadinya Anak Berganguan Fisik dan Motorik?
C.TUJUAN
PEMBAHASAN
Menurut Piaget seperti oleh Lerner (1981;189) belajar sensori motor pada masa dini
merupakan bangunan dasar bagi perkembangan perseptuan dan kognitif yang lebih
kompleks. Sensorimotor adalah gabungan antara masukan sensasi (input of sensation) dengan
keluaran aktivitis motoric (outpu of motor activity). Menurut Myers (1986:1400), sensasi
(sensation) adalah proses yang dirasakan dan dialaminya energy rangsangan tertentu oleh
indra kita. Adanya sensasi tersebut menunjukkan adanya suatu proses yang terjadi di dalam
sistem syaraf pusat. Manusia memiliki enam indra sebagai saluran penerima data kasar dari
lingkungannya, yaitu penglihatan (visual), pendengaran (auditory), perubahan (tactile),
kinestetik (khesthetic), penciuman (alfactory), dan pengecap (gustatory).
Ada tiga teori tentang perkembangan motoric yang diadakan dibahas pada bab ini yaitu
Ketiga konsep tersebut secara berturut-turut dapat dijelaskan seperti berikut ini.
Perkembangan Pola Motorik. Yang pertama kali dipelakari oleh seorang indiviu
adalah belajar motoric yaitu respons otot dan gerak. Melalui perilaku motoric anak
berhubungan dengan dan belajar tentang dunia. Menurut Kephart, kesulitan belajar mungkin
berawal dari tahap ini karena respons motoric anak tidak berkembang ke dalam pola-pola
motoric. Perbedaan antara keterampikan motor (motor skill) dengan pola motoric (motor
pattern) merupakan suatu elemen penting dari kerangka pemikiran Kephart.
Jika anak dipaksa untuk menampilakn suatu kegiatan motoric yang belum saatnya
berkembang, anak tersebut mmungkin dapat melakukan, tetapi akan terjadi oleh Kephart
disebut keterampilan terpecah (splinter skill). Keterampilan terpecah bukan merupakan suatu
bagian integral dari perkembangan yang berurutan secara teratur. Kephart memberikan
contoh keterampilan terpecah tersebit dengan seorang anak yang dipaksa belajar menulis
meskipun ia belum memiliki kesiapan fisiologis untuk melakukan pekerjaan tersebut. Anak
dapat memeroleh suatu keterampilan terpecah yang memungkinkan ia dapat menulis
namanya sendiri dengan menghafalkan urutan gerakan-gerakan jari halus(fine finger
movement) yang tidak terkait dengan pergelangan tangan atau bagian tubuh yang lain. Contoh
lain adalah tentang anak yang menari dengan keteramplan terpecah, yang gerakan kaki atau
tangannya tampak tidak terkait dengan bagian-bagian tubunnya yang lain.
Generalisasi Motorik. Ada empat generalisasi motoric yang menurut Kephart sangat
penting bagi keberhasilan anak di sekolah, yaitu
3.Lokomosi (locomotion)
Menurut Kephart, anak belajar tentang struktur ruang melalui empat generalisasi
tersebut.
Jika penyesuaian perseptual-motor tidak dapat dilaksanakan denga baik, maka anak
akan hidup dalam dunia yang bertentangan, yaitu dunia perseptual dan dunia motoric. Anak
demikian tidak dapat mempercayai informasi yang diterima karena kedua jenis informasi
tersebut tidak memasang atau tidak sesuai dan tidak dapat disatukan. Dunia bagia anak
semacam itu tentu saja tidak menyenangkan,tidak konsisten, sehingga mereka tidak percaya
tempat dan tidak mempercayai yang ada dalam realitas. Kondisi semacam ini dapat
menyebabkan perilaku anak menjadi aneh atau ganjil. Anak yang terus-menerus merba
berbagai objek, mungkin karena mereka tidak percaya terhadap apa yang dilihat.
Belajar merupakan fungsi kompleks taraf tinggi dari sistem saraf pusat. Otak manusia
yang telah tersusun miliaran tahun, dapat beradaptasi dan telah berkembangn untuk merespon
terhadap kebutuhan kognitif kompleks manusia. Kemmapuan otak untuk berfungsi secara
efektif tergantung pada struktur saraf yang lebih rendah. Jika otak anak dipandang sebagai
memiliki kualitas lentur atau adaptabilitas, maka hipotesis adanya keterkaitan antara aktivitas
gerak dengan kesulitan belajar seperti yang dikemukakan oleh Ayres adalah masuk akal.
Ayres mengemukakan bahwa fungsi otak anak berkesulitan belajar dapat dimodifikasi
melalui terapi yang memberikan stimulasi integrasi sensori di dalam otak sehingga anak
dapat belajar secara normal. Ada tiga sistem penting dalam integrasi sensori yaitu sistem
vestibular, sistem taktil, dan sistem proprioseptif. Sistem vestibular mencangkup stimulasi
dari dalam tubuh itu sendiri. Ada berbagai metode terapi mencangkup aktivitas-aktivitas yang
memberikan stimulasi terhadap tiga sistem yang telah dikemukakan. Sebagai contoh,
stimulasi taktil melalui meraba dan menggosokkan permukaan kulit,stimulai vestibular
melalui aktivitas seperti berayun, berputasr dan bergulung pada bola besar dan stimulasi
proprioseptif melalui aktivitas papa skuter.
Hal ini disebabkan karena seringkali terdapat gangguan kesehatan. Sebagai contoh,
otak adalah pusat kontrol seluruh tubuh manusia. Apabila ada sesuatu yang salah pada otak
(luka atau infeksi), dapat mengakibatkan sesuatu pada fisik/tubuh, pada emosi atau terhadap
fungsifungsi mental, luka yang terjadi pada bagian otak baik sebelum, pada saat, maupun
sesudah kelahiran, menyebabkan retardasi dari mental (tunagrahita). Pada dasarnya kelainan
pada peserta didik tunadaksa dikelompokan menjadi dua bagian besar, yaitu kelainan pada
system
serebral (cerebral system) dan kelainan pada system otot dan rangka (musculoskeletal
system). Peserta didik tunadaksa memiliki kecacatan fisik sehingga mengalami gangguan
pada koordinasi gerak, persepsi dan kognisi disamping adanya kerusakan syaraf tertentu.
Kerusakan saraf disebabkan karena pertumbuhan sel saraf yang kurang atau adanya lika pada
system saraf pusat. Kelainan saraf utama menyebabkan adanya cerebral palsy, epilepsi, spina
bifida dan kerusakan otak lainnya.
Anak dengan cerebral palsy mempunyai masalah dengan persepsi visual meliputi
gerakan-gerakan untuk menggapai, menjakau dan menggenggam benda, serta hambatan
dalam memperikan jarak dan arah. Cerebral palsy merupakan kelainan koordinasi pada
control otot disebabkan oleh luka (mendapatkan cedera) diotak sebelum dan sesudah
dilahirkan atau pada awal masa anak-anak. Masalah utama gerak yang dihadapi oleh anak
spina bifida adalah kelumpuhan dan kurangnya
control gerak. Pada anak hydrocephalus masalah yang dihapi ialah mobilitas
gerak.Derajat keturunan akan mempengaruhi kemanpuan penyesuaian diri dengan
lingkungan, kecenderungan untuk bersifat pasif. Demikianlah pada halnya dengan tingkah
laku anak tunadaksa sangat dipengaruhi oleh jenis dan derajat keturunannya. Jenis kecacatan
itu akan dapat menimbulkan perubahan tingkah laku sebagai kompensasi akan kekurangan
atau kecacatan. Ditinjau dari aspek psikologis, anak tunadaksa cenderung merasa malu,
rendah diri dan sensitif, memisahkan diri dari lingkungan.
Deteksi dini gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran juga perlu dilakukan
untuk mengantisipasi terjadinya gangguan yang lebih berat. Jenis gangguan penglihatan yang
dapat diderita oleh anak antara lain adalah maturitas visual yang terlambat, gangguan
refraksi, juling, nistagmus, ambliopia, buta warna, dan kebutaan akibat katarak, neuritis optik,
glaukoma, dan lain sebagainya. (Soetjiningsih, 2003). Sedangkan ketulian pada anak dapat
dibedakan menjadi tuli konduksi dan tuli sensorineural.
Menurut Hendarmin (2000), tuli pada anak dapat disebabkan karena faktor prenatal
dan postnatal. Faktor prenatal antara lain adalah genetik dan infeksi TORCH yang terjadi
selama kehamilan. Sedangkan faktor postnatal yang sering mengakibatkan ketulian adalah
infeksi bakteri atau virus yang terkait dengan otitis media.
Dengan bermain anak dapat bereksplorasi dan dapat mengembangkan motorik kasar,
agar motorik kasar pada anak usia dini dapat berkembang secara optimal maka dirancanglah
berbagai bentuk permainan-permainan yang menarik bagi anak. Tugas perkembangan
jasmani berupa koordinasi gerakan tubuh, seperti berlari, berjinjit, melompat, bergantung,
melempar dan menangkap,serta menjaga keseimbangan. Kegiatan ini diperlukan dalam
meningkatkan keterampilan koordinasi gerakan motorik kasar.
Pada anak usia 4 tahun, anak sangat menyenangi kegiatan fisik yang mengandung
bahaya, seperti melompat dari tempat tinggi atau bergantung dengan kepala menggelantung
ke bawah. Pada usia 5 atau 6 tahun keinginan untuk melakukan kegiatan berbahaya
bertambah. Anak pada masa ini menyenangi kegiatan lomba, seperti balapan sepeda, balapan
lari atau kegiatan lainnya yang mengandung bahaya.
1.Berlari.
Orang tua bisa melakukan kegiatan ini di halaman, atau di ruangan yang luas untuk
memperkecil kemungkinan terjadinya kecelakaan dalam rumah. Lakukan improvisasi dengan
menggunakan bendera, kartu unik, atau benda yang dioper.
2. Memanjat.
Jika di dekat rumah Orang tua ada taman bermain yang terbuka untuk umum, Orang
tua bisa mengajak anak-anak Orang tua untuk bermain di area memanjat. Atau, buatlah area
memanjat sendiri di rumah dengan menggunakan meja dan kursi. Untuk menghindari ada
yang terluka, usahakan agar Orang tua menyediakan matras untuk mendarat jika mereka
melompat.
3. Permainan jingkat.
Dalam bahasa Jawa disebut engklek. Permainan ini baik untuk melatih keseimbangan
dan koordinasi tubuh si kecil.
4. Main bola.
Apapun jenis permainan bolanya, ini sangat bagus untuk melatih kekuatan otot anak-
anak
Ericson menambahkan bahwa bermain sangat berguna sebagai salah satu bentuk
penyesuaian diri, membantu anak menguasai kecemasan–kecemasan dan konfllik-konfliknya.
Permainan mampu meredakan ketegangan sehingga anak dapat melakukan penyesuaian diri
dengan permasalahan-permasalahan hidupnya dan bermain memungkinkan anak
menyalurkan energi fisiknya dan meredakan ketegangannya. Strategi pengembangan
penghayatan dan kesadaran tubuh menunjuk bagian-bagian tubuh, permainan puzzle, mencari
yang hilang, menggambar seukuran tubuh, meraba berbagai bagian tubuh, permainan
pantomim, mengikuti perintah, membuat estimasi, ekspresi wajah, dan aktivitas air.
Persiapan dan alat-alatnyapun sangat mudah didapatkan di sekitar kita bahkan itu
adalah sesuatu yang tanpa kita sadari bisa dijadikan sebagai sebuah pembelajaran buat si
anak. Adapun aktivitas-aktivitas yang bisa dilakukan adalah:
1.Senam Tangan
2.Menggunting Kertas
Kegiatan ini sangat baik sekali karena melatih otot-otot tangan, usahakan posisi dalam
memegang gunting tepat karena kegiatan memegang dan menggerakkan gunting sama halnya
dengan menulis, maka jikalau salah maka akan berpengaruh dengan cara anak menulis.
3.Menempel
Menempel adalah kegiatan yang melibatkan visual, imajinasi dan motorik halus anak.
Cobalah dengan gambar yang lebih sederhana seperti gambar sebuah mobil kemudian anak
disuruh menempel pada bidang kertas yang kosong.Setelah anak mulai terbiasa dengan hal
ini maka naiklah tingkat kesulitan tempelan dengan cara membuat gambar kemudian si anak
menempel pada kertas yang sebelumnyasudah diberikan pola yang sama dengan gambar yang
akan ditempel.
4.Menyambung titik-titik
Melipat kertas dengan menggunakan kertas origami adalah sesuatu yang sangat
menyenangkan bagi anak karena bisa dibuat apa saja, mulailah dengan kegiatan melipat yang
sederhana seperti melipat bentuk segitiga, segiempat kemudian ke bentuk yang agak sulit.
Yang dilatih dari kegiatan melipat ini adalah bagaimana anak menekan lipatan-lipatan itu
karena kegiatan ini akan memperkuat otot-otot telapak dan jari tangan anak.
6.Plastisin
Metode sensomotorik merupakan pelatihan yang mengajak anak untuk mau mencoba
sendiri. Dari mencoba sendiri, anak bisa lebih memahami apa yang sedang dicobanya, bisa
memperbaiki sesuatu jika ia anggap salah, juga bisa berkreasi dengan lebih baik lagi. Metode
ini termasuk dengan bagaimana para terapis dan guru ikut mengasah persepsi visual dan
auditori anak, sehingga anak mampu mengekspresikan apa yang dipikirkan dan dirasakannya.
Metode sensomotorik meliputi.:
4.Kemandirian sehingga anak bisa bersosialisasi dengan tepat dan dapat mengatasi
permasalahan
Metode sensomotorik bertujuan agar anak selalu mau mencoba bertahan hidup dalam
kondisi apa pun, sanggup mengembangkan pikirannya untuk sesuatu yang baru, sanggup
bersaing dengan siapa pun, sanggup mengutarakan apa yang dipikirkan dan dirasakannya,
sanggup bekerja dalam tim, serta menjadi kreatif, imajinatif, fleksibel, dan bertanggung
jawab.
Pada saat metode ini dilakukan, anak-anak mengikutinya tanpa merasa tertekan. Setiap
hari kita akan melihat ketertarikan dari anak sebagai torang tua adanya perbaikan
perkembangan, baik secara fisik maupun kejiwaan. Selain itu, anak-anak berkembang secara
individual sesuai karakter masing-masing, dan mau bermain dengan teman-teman di
sekitarnya.
Persepsi heptik dapat dikembangkan dengan berbagai cara seperti marasakan macam-
macam tekstur, papan raba (touch board), merasakan bentuk, merasakan temperature,
merasakan bobot, mencium, atau menjiplak pola.
BAB III
KESIMPULAN
Kamtini dan Tanjung, H.W. 2005. Bermain Melalui Gerak Dan Lagu di TK. Jakarta:
Depdiknas Dirjen Dikti.