Anda di halaman 1dari 42

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING

TERHADAP KETERAMPILAN BERFIKIR KRITIS SISWA PADA


PEMBELAJARAN IPA KELAS IV SD N 1 PAREREJO

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mengikuti Mata Kuliah


Seminar Proposal Skripsi
Progran Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh :
Devi Vindia Anggraeni
2019406405106

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2022

i
HALAMAN PERSETUJUAN

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING


TERHADAP KETERAMPILAN BERFIKIR KRITIS SISWA PADA
PEMBELAJARAN IPA KELAS IV SD N 1 PAREREJO

(Proposal Penelitian)

Oleh
Devi Vindia Anggraeni
2019406405106

Mengetahui
Komisi Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Arman, M.Pd. Deny Apriani Juhri, M.Pd


NIDN. 213039301 NIDN.0207048201

Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah dasar

Yunni Arnidha, M.Pd


NIDN. 0229097801

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi ALLAH SWT. Sehingga proposal ini dapat di selesaikan
tepat waktu dengan judul “ Pengaruh Model Pembelajaran Discovery Learning
Terhadap Keterampilan Berfikir Kritis Siswa Pada Pembelajaran IPA Kelas IV
SD N 1 Parerejo”.
Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan
pengaruh model pembelajaran discovery learning terhadap keterampilan berfikir
kritis pada pembelajaran IPA kelas IV di SD N 1 Parerejo. Selain itu,
penyususnan proposal ini untuk memenuhi salah satu syarat dalam mencapai gelar
sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiya Pringsewu.
Ucapan terimakasih peneliti ini ditunjukan kepada
1. Ibu Rahma Faelosifi, S.Mc. sebagai pihak dekan FKIP Universitas
Muhammadiyah Pringsewu Lampung
2. Ibu Yunni Arnidha, S.Pd., M.Pd sebagai ketua program studi pendidikan
guru sekolah dasar fkip universitas muhammadiyah pringsewu lampung
3. Dr. Arman, M.Pd selaku pembimbing I
4. Ibu Deny Apriyani Jurri,M.Pd selaku pembimbing II
Semoga ALLAH SWT. Selalu memberi rahmat, hidayah, taufik serta
ridhonya kepada kita semua. Penulis juga berharap proposal skripsi yang
dibuat ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca
umumnya. Aamiin

Pringsewu, Juni 2022


Peneliti

Devi Vindia Anggraeni


2019406405106

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i

HALAMAN PERSETUJUAN..............................................................................ii

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Larat Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................5
C. Tujuan Penelitian.........................................................................................6
D. Ruang Lingkup Penelitian............................................................................6
E. Manfaat Penelitian.......................................................................................6

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Berfikir Keritis.............................................................................................8
B. Model Pembelajaran Discovery Learning..................................................13
C. Pembelajaran IPA SD................................................................................19
D. Penelitian yang Relevan.............................................................................22
E. Kerangka Konsep.......................................................................................24
F. Hipotesis.....................................................................................................26

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian........................................................................27


B. Tempat dan Waktu Penelitian....................................................................29
C. Populasi dan Sampel Penelitian.................................................................29
D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data.................................................30
E. Validitas dan Reabilitas Instrumen............................................................34
F. Teknik analisis Data...................................................................................35

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perubahan global secara tidak langsung berdampak pada dunia pendidikan,
terutama pada pembelajaran abad ke-21 yang memerlukan keterampilan-
keterampilan baru diantaranya yaitu keterampilan berfikir kritis, keterampilan
berfikir kritis sangat penting bagi peserta didik untuk memecahkan berbagai
masalah yang muncul dengan penalaran yang logis dan solusi yang tepat.
Peserta didik dalam ranah pendidikan pada abad ke-21 diperlukan pembiasaan
untuk memecahkan masalah pada setiap pembelajaran, dalam proses
pembelajaran keterampilan berfikir kritis peserta didik sangat diperlukan.

Berfikir kritis sangat diperlukan untuk melatih kemampuan berfikir tingkat


tinggi, berfikir kritis akan membuat peserta didik terampil dalam
menyelesaikan masalah yang sederhana hingga masalah yang kompleks baik
dalam proses pembelajaran maupun dalam kehidupan sehari-hari. Pentingnya
berfikir krtis harus dimiliki peserta didik untuk menghadapi perkembangan
zaman yang semakin pesat, dimana informasi sangat berlimpah dari berbagai
sumber dan belum diketahui kebenarannya. Ketika peserta didik memiliki
keterampilan berfikir kritis maka peserta didik tidak hanyak sekedar percaya
dengan fakta di sekitar tanpa melakukan pembuktian dan berusaha
membuktikan bahwa informasi tersebut benar-benar valid dan dapat
dipertanggung jawabkan.

Keterampilan berfikir kritis adalah potensi intelektual yang dapat


dikembangkan melalui proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran
pendidik hendaknya menerapkan kegiatan yang dapat melatih keterampilan
berfikir ktitis peserta didik untuk memberikan kesempatan peserta didik
mengasah keterampilan berfikir krtitis mereka. Dengan memanfaatkan berfikir
kritis peserta didik mampu membangun kualitas berfikir sehingga
menghasilkan aktifitas pembelajaran dengan baik.

1
Aktivitas pembelajaran peserta didik di sekolah dasar terdapat peserta didik
yang memililik kemampuan berfikir kritis dan ada juga peserta didik yang
tidak memiliki kemampuan berfikir kritis. Peserta didik yang memiliki
keterampilan berfikir kritis dapat diungkapkan dari suatu proses berfikir dalam
mengelolah suatu pengetahuan yang diperoleh secara berstruktur dengan
menganalisis, memilih, memecahkan masalah, membuat keputusan, menilai
fakta dan logika dengan alasan yang logis dan dapat di pertanggung jawabkan.

Selain itu dengan memiliki keterampilan berfikir kritis peserta didik dapat
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi secara mandiri peserta didik bisa
memiliki kemampuan dalam menyusun dan mengungkapkan, menganalisa,
dan menyelesaikan masalah. dengan memiliki keterampilan berfikir kritis
peserta didik akan mampu memecahkan masalah dengan langkah-langkah
yang dapat melatih berfikir secara terstruktur dalam setiap proses
pembelajaran.

Proses pembelajaran peserta didik yang kurang dalam memiliki keterampilan


berfikir kritis dapat dilihat dari ketidak mampuan dalam melakukan sebuah
pertanyaan dan menjawab pertanyaan dalam proses belajar, serta tidak dapat
mampu menganalisis permasalahan dalam pembelajaran, menunjukan bahwa
peserta didik yang kurang memiliki keterampilan berfikir kritis mengalami
kesulitan dalam mengerjakan soal, belum mampu untuk menganalisis. Selain
itu bahwa peserta didik yang kurang memiliki keterampilan berfikir kritis
terlihat dari belum mampunya peserta didik dalam memberi pendapat terutama
dalam proses pemecahan masalah, dan peserta didik belum mampu
memberikan tanggapan terhadap permasalahan ataupun rangsangan yang
diberikan pendidik. Oleh sebab itu mata pelajaran yang membutuhkan
keterampilan berfikir kritis yaitu mata pelajaran IPA.

Pembelajaran IPA di sekolah dasar peserta didik dituntut untuk menemukan


konsep-konsep yang menarik, teori-teori atau rumusan-rumusan yang harus

2
dipahami secara mendalam, dengan demikian peserta didik dituntut untuk
dapat berfikir kritis dengan membangun pengetahuan dalam proses
pembelajaran. Pembelajaran IPA disekolah dasar merupakan mata pelajaran
yang tersusun secara sistematis yang mempelajarai tentang gejala-gejala alam,
melalui serangkaian proses yang disebut dengan proses ilmiah, sikap ilmiah,
hasilnya sebagai produk ilmiah. Pembelajaran IPA dapat digunakan untuk
menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri, alam
sekitar dalam menerapkan kehidupan sehari-sehari. Jadi pembelajaran IPA di
SD menekankan pengalaman belajar secara langsung dengan mengembangkan
keterampilan proses dan sikap ilmiah.

Untuk mendapatkan gambaran permasalahan diatas dengan ini peneliti


membuktikannya melalui data prasurvey dengan kondisi lapangan

No. Indikator Berfikir Kritis Jumlah Persentase


Siswa
1. Memberikan penjelasan sederhana 6 16%
2. Menyimpulkan 6 16%
3. Mendefinisikan masalah 7 19%
4. Bertanya dan menjawab pertanyaan 10 27%
5. Menganalisis hasil observasi 8 22%
JUMLAH 37

Tabel diatas menunjukan bahwa keterampilan berfikir kritis peserta didik


kelas IV SD N 1 Parerejo masih rendah. Hal ini disebabkan karena
penggunaan model pembelajaran yang digunakan belum tepat, hal ini
mengakibatkan peserta didik memiliki keterampilan berfikir kritis yang
rendah.

Hasil wawancara tehadap guru kelas IV mengenai model pembelajaran guru


masih menggunakan model pembelajaran yang belum menarik dan bervariasi,
selain itu guru lebih banyak memberikan soal-soal pengetahuan serta
pemahaman, peserta didik tidak diberikan soal dengan tingkat tinggi, seperti

3
soal tentang soal menganalisis, menyimpulkan dari hasil eksperimen yang
dapat melatih keterampilan berfikir kritis peserta didik dalam pembelajaran.
Selain itu peserta didik kurang dapat memberikan alasan atau pendapat dengan
jawaban yang diberikan. Hal ini lah yang menyebabkan peserta didik kurang
mengembangkan keterampilan berfikir kritis dan menerapkan konsep-konsep
yang dipelajari di sekolah kedalam kehidupan sehari-hari

Upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan keterampilan berfikir kritis


peserta didik pada mata pelajaran IPA salah satunya dengan menggunakan
model pembelajaran yang sesuai, model pembelajaran yang tepat digunakan
salah satunya melalui model pembelajaran discovery learning. Model
pembelajaran discovery learning dapat meningkatkan keterampilan berfikir
kritis peserta didik, dimana sistem pembelajaran ini berpusat pada peserta
didik dan mengembangkan belajar siswa aktif, dimana siswa mencari dan
menemukan sendiri konsep pembelajaran yang dipelajari yaitu dengan
melakukan suatu pengamatan dan penelitian dari masalah yang diberikan oleh
pendidik yang bertujuan agar peserta didik berperan sebagai subjek belajar
secara aktif dalam pembelajaran dikelas.

Model pembelajaran discovery learning ini memiliki kelebihan yaitu:


Meningkatkan kemampuan berfikir kritis, membantu siswa memperkuat
konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan untuk bekerjasama dengan
siswa lain, mendorong keterlibatan siswa dalam pembelajaran, situasi belajar
menjadi lebih terangsang, melatih siswa belajar mandiri, siwa aktif dalam
pembelajaran karena siswa berfikir dan menggunakan kemampuan untuk
menemukan hasil akhir.
Model pembelajaran discovery learning memiliki kelebihan yaitu dapat
membuat peserta didik dapat belajar dengan suasana yang menyenangkan,
peserta didik lebih aktif dalam aktivitas pembelajaran peserta didik memiliki
kemampuan untuk menemukan sesuatu yang baru, meningkatkan kemampuan
peserta didik dalam memecahkan masalah, mengurangi rasa takut dan
ketegangan peserta didik ketika mengikuti kegiatan pembelajarann, selain itu

4
serta peserta didik dapat berinteraksi dan bekerja sama dengan baik dengan
peserta didik lainnya.

Dengan kelebihan yang dimiliki model discovery learning tersebut, maka


proses pembelajaran yang diterapkan model discovery learning dapat
meningkatkan keterampilan berfikir kritis siswa, bahwa keterampilan berfikir
kritis dapat ditingkatkan melalui model pembelajaran discovery learning.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan


judul “Pengaruh Model Pembelajaran Discovery Learning Terhadap
Keterampilan Berfikir Kritis Siswa Pada Pembelajaran IPA Kelas IV SD N 1
Parerejo”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan latar belakang di atas peneliti merumuskan masalah
Apakah ada pengaruh model pembelajaran discovery learning terhadap
keterampilan berfikir kritis siswa pada pembelajaran IPA kelas IV SD N 1
Parerejo ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan paparan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini yaitu
untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran discovery learning terhadap
kreativitas berfikir kritis siswa pada pembelajaran IPA kelas IV SD N 1
Parerejo.

D. Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup atau batasan penelitian ini sebagai berikut :
1. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Pengaruh Model Pembelajaran
Discovery Learning Terhadap Keterampilan Berfikir Kritis Siswa Pada
Pembelajaran IPA Kelas IV SD N 1 Parerejo.
2. Siswa yang dijadikan subjek penelitian adalah kelas IV SD N 1 Parerejo.

5
3. SD N 1 Parerejo dijadikan sebagai objek penelitian.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik manfaat
praktik maupun manfaat teoritis.
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat diharapkan memberikan wawasan, menambah
refrensi dan menambah ilmu bagi pembaca.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
Hasil penelitian ini diharapkan pembelajaran di kelas dapat meningkatkan
kreativitas berfikir kritis siswa dalam pembelajaran IPA.
b. Bagi Pendidik
Hasil penelitian ini di harapkan pendidik dapat menerapkan model
pembelajaran discovery learning terhadap pembelajaran IPA, agar
peserta didik memiliki kemampuan kreativitas berfikir kritis.

c. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini dapat memberikan refrensi bagi sekolah dalam
rangka perbaikan sistem pembelajaran sebagai inovasi sekolah
tersebut.
d. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi acuan untuk
mengembangkan penelitian berikutnya.

6
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Berfikir Kritis
1. Pengertian Keterampilan Berfikir Kritis
Kata kritis diturunkan dari Bahasa Yunani Kuno, ‘krities’ artinya “orang
yang memberikan pendapat beralasan “atau“analisis“pertimbangan nilai“,
“ interpretasi”, atau “ pengamatan”. Istilah ini biasa dipergunakan untuk
mengembangkan seseorang pengikut yang berselisih dengan atau
menebeng objek kritikan. Dalam pengertian ini istilah “berfikir kritis“
umumnya digunakan untuk menunjukan tingkat keahlian kognitif dan
disposisi intelektual yang dibutuhkan untuk berbaggai kegiatan, yakni
mengidentifikasi, menganalisa, mengevaluasi argument dan klaim,
memformulasikan dan menghadirkan alasan-alasan yang mendukung
kesimpulan.

Menurut Nories dan Ennis berfikir kritis adalah berfikir masuk akal dan
reflektif yang difokuskan terhadap pengambilan keputusan tentang apa
yang dilakukan atau diyakini, berdasarkan fakta-fakta untuk
menghasilkan keputusan terbaik dan terarah pada tujuan.

Sementara menurut choy & cheah (2009) mendefinisikan bahwa berfikir


kritis sebagai proses penjelasan yang rinci dengan memerlukan
kemampuan pengetahuan tingkat tinggi untuk memproses suatu
informasi. Sehingga seseorang dalam hal ini diperlukan keterampilan
berfikir kritis guna untuk menganlis dan mengevaluasi suatu informasi
yang diperolehnya. Sedangkan menurut Saregar,dkk (2016)
mendeskripsikan berfikir kritis adalah suatu proses berfikir tinggkat tinggi
untuk pembentukan ide atau konsep pada peserta didik. Seperti yang
diungkapkan oleh Glaser, orang berfikir kritis tidak asal berbicara,
melainkan memiliki dalam mengambil keputusan, sedangkan menurut
Robert ennis berfikir kritis sebagai pemikiran yang refleksi dan
kemampuan seseorang untuk mengambil suatu keputusan.

7
Dari beberapa pendapat para ahli tentang definisi berfikir kritis di atas
dapat disimpulkan bahwa berfikir kritis adalah kemampuan intelektual
untuk menganalisis suatu informasi yang yang luas untuk mendapatkan
suatu fakta informasi yang diperoleh atau argument yang disampaikan.

2. Indikator Ketetampilan Berfikir Kritis


Dalam berfikir kritis terdapat beberapa indikator didalamnya sehingga
ada beberapa ahli yang menyebutkan macam-macam indikator dalam
keterampilan berfikir kritis, diantaranya adalah:
Menurut Bashied & Amin (2017:93) berpendapat bahwa indikator
keterampilan berfikir kritis di kelompokan ke dalam lima indikator yaitu:
a. Memberikan penjelasan sederhana.
b. Membangun keterampilan dasar.
c. Membuat kesimpulan.
d. Memberi penjelasan lebih lanjut
e. Mengatur strategi dan taktik.

Lain halnya dengan pendapat diatas menurut Ennis (1985) indikator


berfikir kritis yang dijadikan dasar dalam mensintesis indikator
keterampilan berfikir kritis diantaranya yaitu:
a. Memberi penjelasan dasar.
b. Membangun keterampilan dasar.
c. Menyimpulkan.
d. Membuat penjelasan lanjut dan
e. Strategi dan taktik.

Selain Focian (2015) menyuusn indikator berfikir kritis yaitu:


a. interpretasi.
b. Analisis.
c. Kesimpulan.
d. Evaluasi.
e. penjelasan dan regulasi diri.

8
WGCTA ( Watson-Glaser Critical Thinking Apprasial) telah
didefinisikan sebagai tes yang melopori pengukuran berfikir kritis
( Grimard & Wagner, 1981) indikator diantaranya:
a. mendefinisan masalah.
b. memilih informasi yang relevan dengan solusi masalah.
c. menyatakan asumsi yang dinyatakan dan tidak dinyatakan.
d. merumuskan dan memilih hipotesis yang relevan dan menjajikan, dan
e. menarik kesimpulan secara valid dan menilai validitas pada
kesimpulan.

Sedangkan Wowo (2012:198) menjelaskan berfikir kritis menjadi


beberapa indikator:
a. mengidentifikasi masalah,bertanya, dan menjawab pertanyaan.
b. menganalisis argument.
c. Bertanya dan menjawab pertanyaan.
d. mengidentifikasi keputusan dan menangani sesuai alasan.
e. mengamati dan menilai hasil observasi.
f. menyimpulkan dan menilai keputusan.
g. mempertimbangkan alasan tanpa membiarkan keraguab yang
mengganggu pemikiran.
h. mengintegrasikan kemampuan lain dalam membuat dan
mempertahankan keputusan.

Namun dalam hal ini peneliti akan memfokuskan indikator dari klasifikasi
keterampilan berfikir kritis sebagai bahan penelitian, yaitu peserta didik
mampu memberikan penjelasan sederhana, peserta didik mampu
menyimpulkan, peserta didik mampu membangun keterampilan dasar,
peserta didik mampu memberi penjelasan lanjut, dan peserta didik mampu
mengatur strategi dan taktik.

9
3. Karakteristik Keterampilan Berfikir Kritis
Gambrill (2009) mengemukakan bahwa berfikir kritis memiliki beberapa
karakteristik, yaitu :
a. Mengetahui tujuannya.
b. Bersifat yang responsive dengan berdasarkan standar, seperti
relevansi, akurasi, presisi, kejelasan, kedalaman, dan keluasan.
c. Dapat mendukung untuk mengembangkan sifat-sifat rendah hati,
integritas, ketekunan, empati, dan disiplin diri.
d. Pemikir dapat mengidentifikasi unsur-unsur yang dipikirkan untuk
memecahkan masalah, sehingga pemikir dapat membuat hubungan
yang logis dan masuk akal antara unsur yang ada dipikiran dan
masalah yang dihadapi.
e. Menilai diri sendiri, berfikir untuk mengambil langkah-langkah untuk
menilai pemikirannya sendiri dengan menggunakan standar
intelektual yang tepat.
f. Integrasi seluruh sistem, pemikir mampu memeriksa pemikirannya
secara keseluruhan dan menempatkan pada bagian-bagiannya.

Menurut Wade (Supraptojiel, 2005) mengidentifikasi karakteristik


berfikir kritis meliputi :
a. Kegiatan merumuskan pertanyaan.
b. Membatasi permasalahan.
c. Menguji data-data.
d. Menganalisis berbagai pendapat dan bias.
e. Menghindari pertimbangan yang sangat emosional.
f. menghindari penyederhanaan berlebihan.
g. Mempertimbangkan berbagai interpretasi.
h. Menoleransi ambiguitas.

10
Menurut Endang (2018) ciri-ciri kemampuan berfikir kritis adalah
kemampuan:
a. Mengetahui isu, masalah, kegiatan atau keputusan yang sedang
dipertimbangkan.
b. Mengetahui sudut pandang masalah.
c. Menjelaskan suatu kejadian.
d. Membuat asumsi-asumsi.
e. Menggunakan bahasa yang jelas dan efektif.
f. membuktikan asumsi-asumsi.
g. Membuat kesimpulan.
h. Mengetahui konsekuensi dari keputusan yang diambil.

Dari beberapa uraian tentang berfikir kritis diatas maka dapat


disimpulkan bahwa karakteristik berfikir kritis yaitu bertujuan untuk
mencapain nilai yang kritis, menerapkan berbagai strategi yang telah
tersusu, mencari sebuah informasi yang dapat dipercaya untuk digunakan
sebagai bukti yang mendukung suatu penilaian, menggunakan fakta-fakta
yang tepat dan jujur, dapat membedakan antara kesimpulan yang
didasarkan pada logika yang valid dan tidak valid, menyangkal sebuaah
argumen yang dianggap tidak relevan dan menyimpulkan argument yang
relevan.

4. Upaya Meningkatkan Keterampilan Berfikir Kritis


Upaya dalam meningkatkan keterampilan berfikir kritis dapat dilakukan
dengan berbagai cara diantaranya yaitu implementasi pendekatan,
pemilihan dan penggunaan model pembelajaran, serta pengunaan strategi
dan media pembelajaran yang berinovasi serta pengkaitan materi
pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari.

11
Sedangkan menurut Zamroni dan Mahfudz (2009:30) mengemukakan
empat upaya dalam meningkatkan keterampilan berfikir kritis diantarnya:
a. Penggunaan model pembelajaran.
b. Pemberian tugas menganalisis sebuah buku.
c. Penggunaan cerita.
d. Penggunaan model pembelajaran yang tepat.

B. Model Pembelajaran Discovery Learning


1. Definisi Model Pembelajaran Discovery Learning
Model pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu rencana atau pola
yang dapat digunakan untuk membentuk rencana pembelajaran,
merancang bahan-bahan pembelajaran dan membimbing pembelajaran di
kelas, guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien
untuk mencapai tujuan pendidikannya. Joyce & Weil (1980:1).

Dalam bahasa inggris, istilah discovery learning berarti penemuan dan


learning berarti belajar. Maka dari itu jika diartikan discovery learning
berarti belajar penemuan. Menurut Bruner, belajar dengan penemuan
adalah belajar untuk menemukan, dimana seorang peserta didik
dihadapkan dengan satu masalah atau situasi yang tampaknya ganjil
sehingga siswa dapat mencari jalan pemecahannya (Markaban, 2006:9).
Pembelajaran discovery learning pembelajaran yang menekankan
pentingnya membantu peserta didik dalam memahami ide-ide kunci
suatu disiplin ilmu kebutuhan akan terlibat aktif siswa dalam proses
pembelajaran, dan kenyakinan bahwa pembelajaran sejatinya terjadi
melalui proses penemuan pribadi (personal discovery).

Menurut Hosnan (2014:282) discovery learning adalah suatu model


untuk mengembangkan cara belajar aktif dengan menemukan konsep
atau ide sendiri, menyelediki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan
setia dan tahan lama dalam ingatan. Melalui belajar penemuan, siswa

12
juga bias belajar berfikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri
masalah yang dihadapi.

Sejalan yang diuraikan oleh Anitah (2009:55) menyatakan bahwa model


pembelajaran discovery learning merupakan suatu pembelajaran yang
melibatkan siswa dalam pemecahan masalah untuk mengembangkan
pengetahuan dan keterampilan. Dalam hal ini, siswa dituntut untuk
belajar aktif dengan menemukan, menyelidiki, serta memecahkan
permasalahan dalam kegiatan proses pembelajara.

Menurut Mulyasa (2013:101) mengungkapkan bahwa model


pembelajaran discovery learning adalah suatu pembelajaran yang
melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat
dengan berdiskusi, membaca sendiri. Model ini menekankan pentingnya
pemahaman struktur atau pemahaman ide-ide penting terhadap suatu
disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam proses
pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas, jadi dapat disimpulkan bahwa model


pembelajaran Discovery Learning adalah model pembelajaran penemuan
dimana dalam proses pembelajaran yang menuntut peserta didik
menemukan suatu konsep,yang belum diketahui sebelumnya dengan cara
melakukan suatu pengamatan atau sebuah penelitian dari masalah yang
diberikan oleh pendidik sehingga peserta didik tidak hanya diam
menunggu pendidik, dengan model pembelajaran ini pembelajaran
berpusat pada peserta didik dengan tujuan agar peserta didik berperan
secara aktif dan berfikir kritis dan mencoba memecahkan sendiri
masalah yang dihadapi dalam pembelajaran di kelas maupun dalam
kehidupan bermasyarakat.

13
2. Jenis Dan Bentuk Discovery Learning
Menurut Suprihartiningrum (2014:244) terdapat dua cara dalam
pembelajaran Discovery learning pada proses pembelajaran yaitu :
a. Pembelajaran penemuan bebas (free discovery learning) yaitu
pembelajaran dengan tanpa adanya petunjuk atau arahan.
b. Pembelajaran penemuan terbimbing (guided discovery learning) yaitu
pembelajaran yang membutuhkan peran guru sebagai fasilitator dalam
proses pembelajaran.

Dalam bentuk metode pembelajaran discovery learning dapat dilakukan


dengan komunikasi satu arah atau komuniksi dua arah bergantung pada
besarnya kelas, hal ini dijelaskan lebih detail sebagai berikut (Oemar
Hamalik, 2009:187 )
a. Sistem satu arah, pendekatan satu arah berdasarkan penyajian satu arah
yang dilakukan guru, struktur penyajiannya dalam bentuk usaha
merangsang siswa melakukan proses pembelajaran discovery learning
di depan kelas. Dalam hal ini guru mengajukan suatu permasalahan,
dan kemudian memecahkan masalah tersebut melalui langkah langkah
pembelajaran discovery learning.
b. Sistem dua arah, sistem dua arah melibatkan siswa dalam menjawab
suatu persoalan yang diberikan oleh pendidik. Dan siswa melakukan
pembelajaran discovery learning, sedangkan guru membimbing
mereka kea rah yang tepat dan benar.

Sedangkan menurut Sapriati (2009:128) ada 2 macam atau jenis


pembelajaran discovery, yaitu :
a. Pembelajaran penemuan murni (free discovery) merupakan
pembelajaran penemuan tanpa adanya suatu petunjuk atau arahan.
b. Pembelajaran penemuan terarah (guided diacovery) merupakan
pembelajaran yang membutuhkan peran pendidik segabai fasilitator
dalam suatu proses pembelajaran.

14
Demikian juga menurut Suwangsih dan Tiurlina (2006:204-205) model
discovery atau pengajaran penemuan dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
a. Penemuan murni, pada pembelajaran dengan penemuan murni terpusat
pada peserta didik dan tidak terpusat pada pendidik. Kegiatan
penemuan ini hamper tidsak mendapatkan bimbingan dari pendidik.
b. Penemuan terbimbing, pada penemuan ini pembelajaran pendidik
mengarahkan tentang materi pelajaran, berupa: petunjuk, arahan,
pertanyaan atau dialog, sehingga diharapkan peserta didik dapat
menyimpulkan (mengnalisis sesuai dengan rancangan peserta didik)

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat ditarik suatu


kesimpulan bahwa terdapat dua jenis model pembelajaran discovery
learning yaitu berupa model penemuan murrni (free discovery) dimana
proses pembelajaran berpusat pada peserta didik (student center) dan
model penemuan terbimbing (guided learning) dimana proses
pembelajaran pendidik hanya sebagai fasilitator dalam hal ini siswa di
tuntut untuk aktif dan menemukan konsep-konsep dalam pembelajaran.

3. Tujuan Discovery Learning


Menurut Bell ( 1978 ) dalam M. Hosnan (2014 :284) terdapat beberapa
tujuan dari model discovery learning yaitu:
a. Dalam penemuan peserta didik memiliki kesempatan untuk terlibat
secara aktif dalam aktivitas pembelajaran,kenyatannya menunjukan
bahwa partisipasi peserta didik dalam aktivitas pembelajaran
meningkat.
b. Melalui pembelajaran sebuah penemuan, peserta didik belajar banyak
menemulkan pola dalam situasi yang konkrit maupun yang
abstrak,selain itu peserta didik banyak mencermati sebuah fakta
informasi tambahan yang diberikan.
c. Peserta didik belajar merumuskan cara tanya jawab yang tidak rancau
serta melakukan tanya jawab untuk memperoleh suatu informasi yang
bermanfaat.

15
d. Pembelajaran dengan penemuan membantu peserta didik membentuk
kerja secara bersamaan yang efektif, saling berbagi suatu informasi,
serta mendengar dan menggunakan pendapat dari orang lain.
e. Terdapat beberapa fakta yang menunjukan bahwa keterampilan-
keterampilan, konsep-konsep, prinsip-prinsip yang dipelajarai melalui
penemuan yang lebih bermakna.
f. Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dari
beberapa kasus, lebih mudah di terima dalam aktifitas baru dan
diterapkan dalam situasi belajar yang baru.

Dari pendapat diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa tujuan model


discovery learning adalah dapat menciptakan peserta didik yang aktif dan
mandiri dalam menemukan solusi dari masalah dalam kegiatan
pembelajaran, memberi kesempatan peserta didik untuk aktif secara
terampil dalam belajar, sehingga siswa mampu membentuk kerjasama
yang efektif antar peserta didik lainnya, selain itu dapat melatih
kemampuan berfikir kritis siswa dan keterampilan kepercayaan diri dalam
memutuskan sesuatu secara yang objektif.

4. Kelebihan Dan Kelemahan Model Pembelajaran Discovery Learning


Setiap model pembelajaran memiliki kelemahan dan kelebihan, tidak
terkecuali dengam model pembelajaran discovery learning juga memiliki
kelebihan dan kelemahan diantarnya :
a. Kelebihan Dari Model Pembelajaran Discovery Learning
Diantaranya
1) Dapat mengembangkan penguasaan sebuah keterampilan dan
proses kognitif pada peserta didik.
2) Pengetahuan yang didapatkan oleh peserta didik akan bersifat
lama
3) Membangkitkan motivasi belajar peserta didik, karena dalam
aktifitas pembelajaran peserta didik akan diajak untuk merasakan

16
susah payahnya dalam melakukan penemuan. Kadang berhasil
dan kadang gagal
4) Memberikan waktu peserta didik untuk belajar sesuai dengan
kemampuan dirinya sendiri
5) Membantu meningkatkan rasa percaya diri pada peserta didik.
(Suryosubroto 2009:185)

b. Kelemahan Model Pembelajaran Discovery Learning


Kelemahan dari model pembelajaran discovery learning yaitu:
1) Diperlukannya persiapan mental yang matang dari peserta didik.
2) Jika diterapkan dengan jumlah peserta didik yang banyak kurang
berhasil.
3) Dalam pembelajaran penemuan dianggap kurang dalam
mementingkan sikap dan keterampilan.
4) Diperlukannya peralatan yang cukup banyak untuk menerapkan
model pembelajaran ini, seperti mata pemlajaran IPA
(Suryosubroto:2009:185)
Mengacu pada kelebihan dan kelemahan dari model pembelajaran
discovery learning diatas, oleh sebab itu kesiapan dari pendidik dan
peserta didik sangat diperlukan agar bisa menutupi kelemahan dari
model pembelajaran ini agar aktivitas pembelajaran bisa berjalan
dengan lancar.

5. Langkah – Langkah Model Pembelajaran Discovery Learning


Menurut Syah (2014:177) mengungkapkan tahapan pelaksanaa discovery
learning yang digunakan untuk merancang pembelajaran adalah sebagai
berikut :
a. Stimulation (Stimulasi) pada tahap ini kegiatan belajar mengajar
dimulai dengan mengajukan pertanyaan, ajuran membaca buku
refrensi, dan aktifitas belajar lain yang mengarah pada persiapan
suatu pemecahan masalah. Tahap ini berfungsi untuk menyediakan
kondisi interaksi belajar yang dapat membantu peserta didik, peserta

17
didik dihadapkan pada suatu yang dapat menimbulkan pertanyaan
agar peserta didik mempunyai suatu keinginan untuk menyelidiki
sendiri permasalahan yang dihadapinya.
b. Problem statement (identifikasi masalah) pada tahap ini pendidik
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengidentifikasi
sebanyak mungkin masalah-masalah yang relevan dengan bahan
pelajaran, kemudai salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam
bentuk hipotesis.
c. Data collection (pengumpulan data) siswa diberi kesempatan untuk
mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk
membuktikan kebenaran hipotesis yang telah diajukan, benar atau
tidak. Hal ini dapat dilakukan dengan cara wawancara dengan
narasumber, kunjungan lapangan dengan mengamati objek,
melakukan eksperimen dan lain sebagainnya.
d. Data processing (pengolahan data) pada tahap ini dilakukan
pengolahan data dan informasi yang telah di dapatkan oleh peserta
didik baik melalui wawancara maupun observsi dan sebagainnya, lalu
ditafsirkan.
e. Verification (pembuktian) pada tahap ini peserta didik melakukan
pemeriksaan secara teliti dan benar tu tidaknya hipotesis yang
ditetapkan tadi, dihubungkan dengan hasil pengolahan data.
f. Generalization (menarik kesimpulan) pada tahap ini peserta didik
menyimpulkan jawaban atas permasalahan yang telah diselesaikan
dengan merumuskan prisip-prinsip yang mendasari, dan tentunya
dengan memperhatikan verifikasi atau pembuktian.

C. Pembelajaran IPA SD
1. Definisi Pembelajaran IPA SD
Pembelajaran IPA disekolah dasar merupakan mata pelajaran yang
tersusun secara sistematis yang mempelajari tentang gejala-gejala alam,
melalui serangkaian proses yang disebut dengan proses ilmiah, sikap
ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah. Pembelajaran IPA
dapt digunakan untuk menjadi wahana bagi peserta didik untuk

18
mempelajari diri sendiri, alam sekitar, prospek pengembangan lebih
lanjut dalam menerapkannya pada kehidupan sehari-hari. Jadi,
pembelajaran IPA di SD menekankan pemberian pengalaman belajar
secara langsung dengan mengembangkan keterampilan proses dan
ilmiah. (Yudi Wijayanorko,2017:55).

Keterampilan pada proses ilmiah pada pembelajaran IPA dapat berupa


kegiatan inquiri atau penyelidikan ilmiah. Pada proses ini peserta didik
belajar mencari pengetahuan dan kebenaran. Sedangkan sikap ilmiah
pada pembelajaran IPA SD, peserta didik dituntut untuk menemukan
pengetahuan dan kebenaran secara objektif.

Berdasarkan penjelasan mata pelajaran IPA di SD, maka peserta didik


dituntut untuk menemukan sendiri pengetahuannya mengenai alam
sekitar sehingga pembelajaran akan lebih bermakna untuk peserta didik
itu sendiri.

2. Konsep Pembelajaran IPA


Konsep dasar pembelajaran IPA disekolah dasar merupakan suatu bentuk
kesatuan dalam pemahaman konsep IPA yang berorientasi pada aspek
kimia, fisika, biologi. Seperti yang diungkapkan oleh Trianto (2012:137)
menjelaskan bahwa IPA secara umum meliputi tiga bidang ilmu dasar,
yaitu kimia, fisika, biologi. Bidang kimia mempelajari tentang materi dan
sifatnya, bidang fisika mempelajari tentang energi dan perubahannya,
dan biologi mempelajari tentang mahkluk hidup dan proses
kehidupannya.Namun disekolah dasar peserta didik tidak memahami
adanya bidang ilmu dasar dalam IPA, karena keterpaduan antar bidang,
oleh karena itu pendidik harus bisa memadukan antar bidangnya agar
terjadi aktivitas pembelajaran yang terorganisasi dan tersusun antar
bidangnya.

19
Perubahan fisika dan kimia merupakan kajian yang penting karena
adanya perubahan fisika dan kimia dapat dikenali dari keawalan materi
yang berbeda dengan keadaan akhir materi setelah mengalami perubahan.
Hal ini menandakan bahwa sifat-sifat setiap materi perlu dipelajari
sebelum dan sesudah terjadi perubahan. Untuk itu dalam penelitian ini
memfokuskan pada satu bidang dasar IPA SD yaitu bidang fisika dengan
materi cahaya dan sifat-sifatnya. Materi cahaya dan sifat-sifatnya pada
bidang fisika ditandai dengan adanya sinar.

3. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA SD


Ruang lingkup pembelajaran IPA SD pada kurikulum 2013 disesuaikan
sesuai tingkat kebutuhan peserta didik. Adapun ruang lingkup mata
pelajaran IPA di sekolah dasar berdasarkan keputusan permendiknas
nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi adalah sebagai berikut.

Ruang lingkup materi pembelajaran IPA di SD mencakup tubuh dan


panca indra, mahkluk hidup dan proses kehidupannya, yaitu meliputi
manusia, hewan, tumbuhan, dan interaksinya dengan lingkungan serta
kesehatan, benda/materi, sifat-sifat dan kegunaanya meliputi: cair, padat,
dan gas, energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet,
listrik,cahaya, dan pesawat sederhana, bumi dan alam semesta meliputi:
tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.

Ruang lingkup dalam pembelajaran IPA mempunyai cangkupan materi


yang sangat luas, oleh karena itu peneliti memfokuskan pada materi
macam-macam gaya dengan menggunakan Model Pembelajaran
Discovery Learning khususnya pada peserta didik kelas IV.

Penerapan model pembelajaran discovery learning dalam pembelajaran


IPA ini menggunakan teori belajar kontruktivisme. Dimana teori ini
mendapatkan pengetahuan dari pengalaman yang didapatkan peserta
didik. Menurut Abdulwahed (2015) menyatakan bahwa kontruktivisme

20
adalah teori belajar tentang bagaimana peserta didik memperoleh
pengetahuan dari pengalaman, serta pembelajaran kontruktivisme ini
berpusat pada peserta didik dan pengalaman sebanyak mungkin sehingga
dalam hal ini peserta didiklah yang berperan secara aktif dalam aktivitas
pembelajaran.

Pelajaran IPA materi cahaya dan sifat-sifatnya yang menggunakan model


pembelajaran discovery learning menggambarkan peserta didik akan
memperoleh pengetahuan melalui pengalaman dengan sebuah
eksperimen atau praktik. Dimana sebelum melakukan praktik
pembelajaran pendidik memberikan penjelasan serta contoh gambar
mengenai materi yang akan dijelaskan. Setelah itu peserta didik
diarahkan untuk melakukan praktek materi cahaya dan sifat-sifatnya.

D. Penelitian Yang Relevan


Penelitian ini mengenai pengaruh model pembelajaran discovery learning
terhadap keterampilan berfikir kritis siswa pada pembelajaran IPA kelas IV di
SD N 1 Parerejo. Berdasarkan pengamatan peneliti ditemukan beberapa
tulisan yang berkaitan dengan penelitian ini, walaupun secara tidak sama,
namun memiliki arti atau makna yang sama.

Penelitian yang relevan yang pertama dari penelitian yang dilakukan oleh
Dianita Eka Prastiwi tahun (2019) dengan judul penelitian “Peningkatan
Keterampilan Berfikir Kritis san Hasil Belajar Matematika Melalui Model
Discovery Learning di Kelas IV SD”. Hasil dari penelitian yang dilakukan
oleh Dianita Eka Prastiwi tahun (2019) pada pembelajaran Matematika sangat
memuaskan dan hasil dalam penelitian meningkatkan kemampuan berfikir
kritis dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Negeri Tegalrejo 02 Salatiga. Hal
ini dibuktikan melalui hasil dalam penelitian yang melalui siklus dalam PTK.
Prasiklus mendapatkan hasil dengan rata-rata 12,15 selanjutnya dilakukan
siklus 1 menghasilkan rata-rata 16,54. Serta siklus ke II menghasilkan rata-
rata 19,27 atau terdapat 22 siswa dari 26 siswa yang berhasil meningkatkan

21
keterampilan berfikir kritis dan hasil belajar pada pembelajaran matematika
kelas IV.

Terdapat persamaan dan perbedaan pada penelitian ini dengan penelitian


Dianita Eka Prastiwi (2019). Persamaan yang terjadi pada penelitian ini guru
menggunakan model pembelajaran Discovery Learning untuk meningkatkan
keterampilan berfikir kritis peserta didik. Sedangkan perbedaan terletak pada
metode penelitian mata pelajaran dan hasil penelitian serta, pada penelitian ini
menggunakan metode kuantitatif.

Penelitian relevan yang ke dua dari penelitian Karlina Wong Lieung pada
tahun (2019) yang berjudul “pengaruh model discovery learning terhadap
keterampilan berfikir kritis siswa sekolah dasar”. Pada penelitian ini
menggunakan penelitian kuantitatif dengan teknik pengumpulan data pre test
dan post test serta penilaian aktivitas belajar siswa dengan hasil penelitian pre
test kelas kontrol dan kelas eksperimen menunjukan hasil rata-rata 61,86 dan
62,50 namun setelah dilakukan post tes mengasilkan nilai rata-rata kelas
control 76,44 dan kelas eksperimen 83,81. Dari hasil post test menunjukan
bahwa model discovery learning berpengaruh positif terhadap keterampilan
berfikir kritis secara signifikan pada siswa kelas IV.
Penelitian yang dilakukan oleh Karlina Wong Lieung memiliki persamaan
dan perbedaan dengan penelitian ini, persamaan terletak pada hasil penelitian
dan metode penelitian. Sedangkan perbedaan terletatak pada mata pelajaran.

Penelitian yang selanjutnya yaitu yang dilakukan oleh Wahyu Candra pada
tahun 2021 yang berjudul “penerapan model discovery learning dalam
pembelajaran ipa untuk meningkatkan kemampuan berfikir kritis dan hasil
belajar siswa sekolah dasar”. Pada penelitian ini menggunakan penelitian
tindak kelas (PTK) yang bertujuan untuk mengetahui penerapan model
discovery learning yang dibuktikan melalui persentase pada siklus 1 dengan
hasil 42% dan kategori sangat rendah 8%, serta siklus yang ke II dengan hasil
54% dengan kategori tinggi 30%. Dari hasil persentase dapat disimpulkan

22
bahwa model discovery learning dapat meningkatkan keterampilan berfikir
kritis dan hasil belajar peserta didik.

Penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Candra memiliki persamaan dan


perbedaan dengan penelitian ini, persamaannya terletak pada hasil penelitian,
sedangkan perbedaanya terletak pada metode penelitian, pada penelitian ini
menggunakan metode kuantitatif, dimana peneliti melakukan observasi
dengan teknik pengumpulan data menggunakan pre test dan post tes.

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dapat diambil kesimpulan bahwa pada


penelitian ini dikatakan tidak sama persis dengan hasil penelitian terdahulu.
Terdapat perbedaan antar penelitain ini dan penelitian terdahulu yaitu
terletak pada metode penelitia, materi penelitian.

E. Kerangka Konsep
Model pembelajaran discovery learning memiliki langkah-langkah dalam
pembelajaran diantaranya perencanaan, pelaksanaan pembelajaran, dan
evaluasi,dalam tahap pelaksanannya kondisi peserta didik sebelum
menggunakan model pembelajaran discovery learning memiliki keterampilan
berfikir kritis yang rendah ditandai dengan adanya peserta didik yang tidak
dapat memberikan penjelasan sederhana, menyimpulkan, mendefinisikan
masalah, bertanya dan menjawab, dan menganalisis hasil observasi.
Kemudian setelah diterapkan model pembelajaran discovery learning peserta
didik memiliki keterampilan berfikir kritis yang baik oleh karena ditandai
dengan peserta didik dapat memberikan penjelasan, menyimpulkan,
mendefinisikan masalah, bertanya dan menjawab dan menganalisis hasil
observasi pada pembelajaran IPA.

23
Model Pembelajaran
Discovery Learning

Pelaksanaan
Perencanaan pembembelajaran Evaluasi

Kondisi Sebelum di Kondisi Setelah di


Terapkan Terapkan

Keterampilan Berfikir Krtis Keterampilan Berfikir


Rendah Kritis baik

1. Memberi penjelasan 1. Memberi penjelasan


sederhana sederhana
2. Menyimpulkan 2. Menyimpulkan
3. Mendefinisan masalah 3. Mendefinisan masalah
4. Bertanya dan menjawab 4. Bertanya dan menjawab
pertanyaan pertanyaan
5. Menganalisis hasil observasi 5.Menganalisis hasil observasi

Pembelajaran IPA

24
F. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
sebuah kalimat pertantaan(Sugiyono, 2017:96). Adapun hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ha : Terdapat pengaruh model pembelajaran discovery learning terhadap


peningkatan berfikir kritis pada pembelajaran IPA di SD N 1 Parerejo.

Ho : Tidak ada pengaruh dari penggunaan model discovery learning terhadap


keterampilan berfikir kritis pada pembelajaran IPA di SD N 1 Parerejo.

25
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Dan Desain Penelitian


Penelitian ini meggunakan jenis penelitian kuantitatif untuk menggambarkan
masalah secara lengkap dan deskriptif berdasarkan fakta dan data. Menurut
Sugiyono( 2016: 14) metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai
metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel
tertentu, teknik pengambilan sampel, pengumpulan data dengan menggunakan
instrument penelitian. Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan
bahwa penelitian kuantitatif berupa analisis data yang bersifat kuantitatif atau
statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Melalui
metode ini peneliti diharapkan dapat menjelaskan secara sistematis hasil
penelitian berdasarkan fakta dan data yang di dapat dari lapangan atau tempat
penelitian berdasarkan permasalahan terkait dengan latar belakang masalah
dan objek penelitian. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen sama
halnya seperti yang dijelaskan dalam Sugiyono (2017:107) bahwa metode
penelitian eksperimen merupakan metode penelitian yang memberikan
treatment (perlakuan), dengan demikian metode penelitian eksperimen dapat
digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu.

Menurut Sugiyono (2017:499-500) rancana penelitian ini dikategorikan


sebagai rancangan pre eksperimental design dengan bentuk one grup pretest-
posttes design, dimana pada desain ini terdapat pretest, sebelum diberi
perlakuan. Dengan demikian hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat,
karena dapat membandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan.
Rancangan ini juga digambarkan sebagai berikut:

O1 X O2

Keterangan:

26
O1 : Nilai pretest (sebelum diberi diklat)

O2 : Nilai posstest (setelah diberi diklat)

Pada desain ini tes yang dilakukan sebanyak dua kali, yaitu sebelum dan
sesudah diberikan perlakuan eksperimen. Tes yang dilakukn sebelum
mendapat perlakuan disebut posttest. Posttest diberikan pada kelas eksperimen
(O1). Setelah dilakukan pretest, dengan menggunakan model pembelajaran
discovery learning (X). Pada tahap akhir peneliti memberikan posttest (O2).

Rancangan perlakuan pada penelitian ini adalah sebagai berikut

No. Tahap Aktivitas


1. Persiapan  Menentukan studi literatur sebagai
sumber pustaka
 Menentukan indikator yang akan diteliti
 Menyusun isntrumen penelitian dan
perangkat pembelajaran (RPP)
 Melakukan koordinasi dengan guru kelas
 Membuat indikator soal, soal uraian
 Menguji validitas instrument soal

2. Pelaksanaan  Pengukuran awal dengan memberikan


soal pretest berupa soal esay/uraian
 Pemberian perlakuan kepada masing-
masing kelas dengan waktu bersamaan
antara kelas kontrol dan kelas ekperimen
 Pemberian soal posttes setelah proses
pembelajaran dari masing-masing kelas
3. Tahap akhir  Pengelolaan dan menganalisis dari hasil
pretest dan posttes.
 Membahas dan menarik kesimpulan hasil
penelitian

27
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelituan
Penelitian ini dilaksanakan di SD N 1 Parerejo kelas IV yang beralamatkan
di jl. Raya Parerejo, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu,
Provinsi Lampung.

2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap pada tahun ajaran
2022/2023.

C. Populasi Dan Sample Penelitian


1. Populasi
Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti harus menentukan populasi dan
sampel terlebih dahulu, kemudian diberi perlakuan agar tercapai tujuan dari
penelitian yang akan dilaksanakan. Sugiyono (2017:117) menyatakan
bahwa populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas
objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemedian ditarik
kesimpulannya. Populasi bukan hanya orang, tetapi juga objek dan benda-
benda alam lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada
objek/subjek yang diteliti namun meliputi seluruh katakteristik/sifat yang
dimiliki oleh subjek atau objek itu. Berdasarkan pernyataan diatas populasi
dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas IV SD N 1 Parerejo.

2. Sampel
Setelah menentukan populasi penelitian, selanjutnya harus menentukan
sampel untuk memudahkan proses pelaksanaan penelitian sehingga jumlah
abjek yang diamati menjadi lebih sedikit namun akurat. Sugiyono
(2017:118) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak
mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misal karena
keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan

28
sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel
tersebut, kesimpulannya akan dapat diberlakuan untuk populasi. Untuk itu
sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul reprensitatif
(mewakili).

Teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel. Untuk


menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian. Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan teknik sampling nonprobability
sampling. Jenis sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sampel
jenuh. Menurut Sugiyono (2017:124) sampel jenuh adalah teknik
penentuan sampel apabila semua anggota populasi digunakan sebagai
sampel. Hal ini dilakukan bila jumlah populasi relative kecil atau penelitian
ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil.

No. Kelas Siswa Jumlah


Laki-laki Perempuan
1. IV 20 17 37

D. Teknik dan Instrument Pengumpulan Data


1. Teknik Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang
dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Teknik yang
digunakan untuk mengumpulkan keseluruhan data yang berkaitan dengan
penelitian ini yaitu:
a. Teknik nontes
1) observasi
observasi asalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara melihat langsung ke lapangan terhadap objek yang diteliti
(populasi dan sampel). Menurut Hadi (dalam Sugiyono 2019:203)
obsevasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses
yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis.

29
2) wawancara
teknik wawancara digunakan untuk mengumpulkan data empiris
terkait dengan penelitian. Sugiyono (2017:194) menyatakan
wawancara adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang
dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak,
berhadapan muka, dengan arah tujuan yang terarah, wawancara
dilakukan dengan pendidik kelas IV SD N 1 Parerejo ( dalam hal
ini sebagai narasumber) untuk mengetahui sejumlah permasalahan
yang akan diteliti.
3) kuisoner (angket)
kuisoner merupakan teknik pengumpulan data yang akan dilakukan
dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan
tertulis kepada responden untuk dijawab, selain itu kuisoner juga
cocok digunakan bila responden cukup besar.

b. teknik tes
Teknik tes digunakan untuk tingkat pemahaman peserta didik terhadap
materi pembelajaran IPA. Menurut Arikunto (2013:193) tes adalah
deretan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk
mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau
bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Bentuk tes berupa
soal uraian, tes diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol
masing-masing sebanyak 2 kali yaitu awal pembelajaran (pretest) dan
di akhir pembelajaran (posttest).

c. instrument pengumpulan data


Alat ukur pene;itian dinamakan instrument penelitian. Dalam
pengukuran tersebut diperlukan alat ukur yang baik agar hasil
pengukurannya baik pula. Jadi instrument penelitian adalah alat yang
digunakan untuk memperoleh, mengelola dan menginterpretasi
informasi yang diperoleh dari para responden yang dilakukan dengan

30
menggunakan pola ukur yang sama. (Sugiyono, 2017:148) instrument
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes
1) definisi konsep
Keterampilan berfikir kritis meliputi kemampuan intelektual dalam
menganalisis suatu informasi yang luas untuk mendapatkan suatu
fakta informasi dengan adanya diperoleh atau argument yang
disampaikan.
Dengan ini model pembelajran discovery learning adalah model
pembelajaran penemuan dimana dalam proses pembelajaran yang
menuntut peserta didik dengan menemukan suatu konsep yang
belum diketahui sebelumnya dengan cara melakukan suatu
pengamatan atau sebuah peneliti dari masalah yang diberikan.

2) definisi operasional
Definisi Oprasional Variabel
Definisi operasional merupakan definisi suatu variable dengan
mengkategorikan sifat-sifat menjadi elemen yang dapat diukur.
Penjelasan mengenai variable-variabel yang dipilih dalam
penelitian ini sebagai berikut:
a) Model pembelajaran discovery learning
Model discovery learning adalah proses mental siswa sehingga
mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Pada
pengajaran penemuan, isi dari apa yang harus dipelajari tidak
disajikan oleh guru, tetapi dikemukakan oleh siswa selama
bekerja melalui masalah yang diatur oleh guru.
b) Kemampuan berfikir kritis adalah kecakapan seseorang
memperoleh pengetahuan yang melibatkan aktivitas mental
seperti memecahkan masalah, pembuatan keputusan yang
masuk akal, menganalisis dan membuat keputusan berdasarkan
fakta yang diyakini kebenarannya.

31
d. Kisi-Kisi Instrument
1) soal tes kemampuan berfikir kritis peserta didik
Tes dalam penelitian ini terdiri dari menjadi dua tahap yaitu pretest
dan posttes. Soal tes dalam bentuk uraian digunakan untuk
mengukur krmampuan berfikir kritis kritis peserta didik. Adapun
instrument soal tes dan kisi-kisi soal tes sebagai berikut.

Tabel 1.1
kisi kisi instrument soal tes uraian kemampuan berfikir kritis peserta didik

No. Aspek Berfikir Kritis Indikator Keterampilan No. Soal


Berfikir Kritis Yang
Akan Diukur

1. Memberi penjelasan 1. Menjawab pertanyaan/ 8,14


sederhana masalah secara
kontekstual

2. Mengajukan 9,13
pertanyaan/ masalah
yang relevan
2. Menyimpulkan 3. Menarik sebuah 6,7
kesimpulan

3. Membangun keterampilan 4. Melakukan observasi 10,12


dasar serta menjelaskan
perbedaannya.

5. Melakukan observasi 13,10


4. Memberi penjelasan lanjut 6. Mendefinisikan dan 1,3,5,11
mempertimbangkan suatu
istilah

7. Menunjukan 4,6
pemahaman siswa
terhadap suatu masalah
8. Menjawab pertanyaan 2,8
dengan menyatakan
alasan yang logis

32
5. Mengatur strategi dan taktik 9. Memberikan solusi 15
berdasarkan masalah

Jumlah soal 15

E. Validitas dan Relebilitas Instrument


Menurut Sugiyono (2017:173) menyatakan bahwa validitas merupakan
instrument yang dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya
diukur. Tinggi rendahnya validitas instrument menunjukan validnya data yang
terkumpul. Instrument dalam penelitian ini terlebih dahulu kepada para ahli
untuk melihat apakah instrument itu layak digunakan untuk pengambilan data
penelitian atau tidak. Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan validitas isi dan validitas konstrak. Pengujian validitas ini dibantu
dengan menggunakan rumus korelasi product moment adalah sebagai berikut :

n Ʃxiyi−(Ʃxi)( Ʃyi)
r xy=
√ {NƩ x −¿ ¿
2
1

Keterangan
r xy= koefisien korelasi yang dicari
N = Banyaknya subjek pemilik nilai
x = jumlah skor item
y = jumlah skor total

Relebilitas instrument
Setelah tes diuji tingkat validnya, tes yang valid kemudia diukur tingkat
relebilitasnya relebilitas menunjuk pada tingkat keterandalan sesuatu. Suatu
tes dikatakan relibel apabila instrumen itu dicobakan kepada subjek yang sama
secara berulang-ulang namun hasilnya tetap sama atau relative sama,
menghitung relebilitas digunakan rumus KR.20 (Kuder Richarson) dengan
rumus sebagai berikut

33
k s
2−Ʃpiqi

r 1= { t }
(k −1) s t2

Keterangan :
r i = relebilitas instrument seluruh instrumen
K = jumlah item dalam instrument
Pi = proporsi banyaknya subjek yang menjawab pada item 1
qi = 1-pi
2
st = varian total

F. Teknik Analisis Data


1. Analisis Deskriptif
Data dalam penelitian ini dianalisis menggunakan analisis deskriptif dan
statistik inferensial. Data yang dianalisis secara deskriptif adalah data hasil
observasi pelaksanaan pembelajaran di kelas eksperimen dan kontrol serta
data hasil pretest dan posttest peserta didik. Statistis inferensial adalah
teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis data sampel dan
hasilnya diperlakuan untuk populasi. Statistik inferensial cocok digunakan
apabila sampel diambil dari populasi yang jelas dan teknik pengambilan
sampel sampel dari populasi dilakukan secara randon (Sugiyono,
2016:209). Statistik inferensial terdapat statistik parameris dan statistik non
parameris. Apabila distribusi data normal maka menggunakan statistik
parametris, sedangkan jika distribusi data tidak harus normal/bebas maka
menggunakan statistik non parametris. Dalam penelitian ini data
berdistribusi normal sehingga menggunakan statistik parametris. Statistik
parametris terdiri dari dua tahap yaitu uji prasarat dan uji hipotesis.
Terdapat dua uji prasyarat yang dilakukan, yaitu menggunakan uji
homogenitas dan uji normalitas. Selain uji prasyarat, dilakukan juga uji
hipotesisis menggunakan T-test.

2. Uji prasyarat

34
Sebelum dilakukan uji hipotesis perlu dilakukan terlebih dahulu uji
prasyarat yaitu pengkonversian skor menjadi nilai, uji normalitas dan uji
homogenitas dan uji hipotesis. Langkah-langkah uji prasyarat yang
digunakan dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal tidaknya data skor
pretest dan posttest siswa kelas ekperimen dan kelas kontrol.
Pengujian normalitas dilakukan dengan uji Chi Kuadrat dengan
ketentuan sebagai berikut:
Taraf signifikan
Tarf signifikan yang digunakan ɑ = 5%
Hipotesis
Ho = data yang berdistribusi normal
Ha = data yang berdistribusi tidak normal
Rumus yang digunakan yaitu chi-kuadrat dengan rumus sebagai
berikut:

Statistik Uji

2
x=

Keterangan:
= Frekuensi harapan
= Frekuensi yang diharapkan
K = Banyaknya pengamatan
Keputusan Uji
Tolak H0 jika x2 ≥ x dk = (k-1) dengan taraf α 5% = taraf nyata
untuk pengujian.

b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dimaksudkan untuk memperlihatkan banwa kedua
atau lebih kelompok sampel berasal dari populasi yang dimiliki variasi

35
sama atau tidak. Uji homogenitas dalam penelitian ini menggunakan
uji-F berikut langkah-langkah homogenitas.
1) menentukan hipotesis
Ha: varians pada tiap kelompok sama (homogeny)
Ho: varians pada tiap kelompok tidak sama (tidak homogeny)
2) Menentukan taraf signifikan, dalam penelitian ini taraf
signifikannya adalah ɑ= 5% atau 0,05.
3) Uji homogenitas menggunakan uji-F dengan rumus
varian terbesar
F=
varianterkecil

4) Kriteria pengujian adalah Ha diterima jika Fhitung < Ftabel artinya


varians kedua kelompok tersebut homogeny sedangkan Ha
ditolak jika Fhitung > Ftabel artinya varians kedua kelompok

c. Uji hipotesis
Jika sampel atau data dari populasi berdistribusi normal maka
pengujian hipotesis untuk mengetahui apakah ada pengaruh X (model
pembelajaran discovery learning) terhadap Y (keterampilan berfikir
kritis) maka diadakan uji kesamaan rata-rata. Pengujian hipotesis pada
penelitian ini menggunakan model t-test yang digunakan untuk
menguji perbedaan rata-rata dari dua kelompok data atau sampel yang
independent. Rumus statistik:

X 1−X 2
t=
√( n −1 ) s
1 1+¿ ¿ ¿¿¿

Keterangan
x 1= Nilai rata-rata kelompok eksperimen
x 2= Nilai rata-rata kelompok kontrol
2
s1= varians eksperimen
s22= varians kontrol

36
n1 = Banyaknya sampel pada kelompok eksperimen
n2 = Banyaknya sampel pada kelompok kontrol.

Berdasarkan rumus tersebut, ditetapkan taraf signifikan 5% atau ɑ=


0,05 maka kaidah keputusan yaitu, thitung < ttabel maka ditolak, sedangkan
jika thitung >ttabel maka Ha diterima. Apabila Ha diterima berarti ada
pengaruh yang positif dan signifikan. Rumusan hipotesisnya adalah
sebagai berikut :

Ha : Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan pada penerapan


model pembelajaran discovery learning tehadap keterampilan berfikir
kritis siswa pada mata pelajaran IPA kelas IV SD N 1 Parerejo.
Ho : Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan pada penerapan
model pembelajaran discovery learning terhadap keterampilan berfiki
kritis siswa pada mata pelajaran IPA kelas IV SD N 1 Parerejo.

Hipotesis statistik
hipotesis statistik yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah:

H O= µ1 = μ2
H a =μ1 ≠ μ2

HO : Tidak terdapat pengaruh penggunaan model Discovery Learning


terhadap kemampuan berfikir kritis siswa pada mata pelajaran IPA SD
N 1 Parerejo
Ha : Terdapat pengaruh penggunaan model Discovery Learning
terhadap kemampuan berfikir kritis siswa pada mata pelajaran IPA SD
N 1 Parerejo.
μ1 :
Rata-rata kemampuan berfikir kritis siswa pada kelas eksperimen.
μ2 : Rata- rata kemampuan berfikir kritis siswa pada kelas kontrol

37
38

Anda mungkin juga menyukai