VALIDITAS PENGETAHUAN
(KEBENARAN PENGETAHUAN)
Kelompok 11 :
Shoimah (14030184004)
Nandah Ayu R. D. (14030184009)
Jannatul Alfaf W. (14030184015)
1 | Page
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Filsafat IPA ini dengan judul
Kami menyadari bahwa isi dari makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan
Akhir kata, terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan tugas ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai
Penyusun
2 | Page
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
BAB II
3 | Page
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN KEBENARAN
Kata Kebenaran dapat digunakan sebagai suatu kata benda yang konkret
maupun abstrak (Abas Hamami, Sekitar Masalah Ilmu, (Surabaya: Bina Ilmu, 1980), h.
35). Kebenaran berasal dari kata benar yang mendapat awalan dan imbuhan (ke-an),
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan bahwa benar berarti: 1. Sesuai
sebagaimana adanya (seharusnya), betul, tidak salah apa yang dikatakan itu, 2. Tidak
berat sebelah (adil), 3. dapat dipercaya (cocok dengan keadaan yang sesungguhnya).
Sehingga makna kebenaran adalah keadaan yang cocok dengan keadaan yang
sesungguhnya. (Purwadarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka,
Jakarta, 1995, hlm.114).
Kebenaran adalah persesuaian antara pengetahuan dan obyek (Dani
Vardiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Indeks, Jakarta,
2008. hlm.5). Bisa juga diartikan suatu pendapat atau perbuatan seseorang yang sesuai
dan tidak ditolak oleh orang lain yang tidak merugikan diri sendiri.
Kebenaran itu sendiri dapat diperoleh melalui pengetahuan indrawi,
pengetahuan akal budi, pengetahuan intuitif, dan pengetahuan kepercayaan. Apa yang
disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain. Oleh karena itu
diperlukan suatu ukuran atau kriteria kebenaran.
Kriteria kebenaran tersebut dapat diperoleh melalui berpikir. Karena
berpikirlah yang dapat dijadikan sebagai alat untuk mendapatkan pengetahuan.
4 | Page
Pendapat orang-orang yang memiliki kewibawaan, misalnya orang-orang yang
mempunyai kedudukan dan kekuasaan sering diterima sebagai kebenaran meskipun
pendapat itu tidak didasarkan pada pembuktian ilmiah.
Kebenaran ilmiah maksudnya adalah suatu pengetahuan yang jelas dan pasti
kebenarannya menurut norma-norma keilmuan. Kebenaran ilmiah cenderung bersifat
objektif, didalamnya terkandung sejumlah pengetahuan menurut sudut pandang yang
berbeda-beda, tetapi saling bersesuaian (A. Susanto, Filsafat Ilmu, Suatu Kajian dalam
Dimensi Ontologis, Epistimologis, dan Aksiologis, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), cet.
Ke-3, h. 85). Kebenaran ilmiah diperoleh secara mendalam berdasarkan proses penelitian
dan penalaran logika ilmiah.
Kebenaran ilmiah tidak datang tiba-tiba, atau mendadak, kebenaran ilmiah
akan muncul setelah diproses dengan mekanisme ilmiah juga. Maka kebenaran ilmiah
merupakan kebenaran yang telah diuji keabsahannya, baik secara nalar maupun empirik,
sehingga memiliki landasan yang kuat untuk dianggap benar, selama tidak digugurkan
oleh kebenaran ilmiah lainnya yang lebih terandalkan.
Kebenaran ilmu pengetahuan disebut dengan kebenaran ilmiah. Karena ilmu
pengetahuan merupakan kumpulan pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dan
metodis serta telah memenuhi syarat-syarat pengetahuan yang ilmiah. Di antaranya:
a. Rasional (masuk akal dan sesuai dengan hukum alam)
b. Empiris (berdasarkan pengamatan dan percobaan)
c. Sistematis (Mempunyai hubungan ketergantungan dan teratur)
d. Obyektif (bebas dari prasangka perseorangan)
e. Analitis (berusaha membedakan pokok persoalan ke dalam bagian-bagian yang
terperinci)
f. Verifikatif (dapat diperiksa/dibuktikan kebenarannya oleh siapapun juga
Banyak sekali para ahli yang berpendapat mengenai teori kebenaran. Dalam
makalah ini akan dijelaskan teori kebenaran ilmiah menurut Michael Williams.
Menurutnya ada lima teori kebenaran, yaitu 1) kebenaran koherensi, 2) kebenaran
korespondensi, 3) kebenaran pragmatis, 4) kebenaran performatif, 5) dan kebenaran
proporsi (A. Susanto, Filsafat Ilmu, Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis,
Epistimologis, dan Aksiologis, h. 86).
5 | Page
1. Teori Kebenaran Koherensi (coherence theory)
Teori ini dikembangkan oleh kaum idealis, dan sering disebut sebagai teori
saling berhubungan atau teori konsistensi. Menurut teori ini, suatu pernyataan
dianggap benar apabila pernyataan tersebut koheren atau konsisten dengan
pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Jadi, suatu pernyataan
dianggap benar apabila pernyataan tersebut saling berhubungan dengan pernyataan-
pernyataan lain yang benar, atau jika makna yang dikandungnya dalam keadaan saling
berhubungan dengan pengalaman kita. Dengan kata lain, suatu pernyataan itu benar
jika mempunyai ideide dari pernyataan yang telah ada dan benar adanya. Sebagai
contoh, bila kita beranggapan bahwa semua makhluk hidup akan mati adalah
pernyataan yang selama ini memang benar adanya. Jika Ahmad adalah manusia, maka
pernyataan bahwa Ahmad pasti akan mati, merupakan pernyataan yang benar pula.
Sebab pernyataan kedua konsisten dengan pernyataan yang pertama.
4. Kebenaran Performatif
Menurut teori ini, suatu pernyataan kebenaran bukanlah kualitas atau sifat
6 | Page
sesuatu, tetapi sebuah tindakan (performatif). Untuk menyatakan sesuatu itu benar,
maka cukup melakukan tindakan konsensi (setuju/menerima/membenarkan) terhadap
gagasan yang telah dinyatakan. Dengan demikian tindakan performatif tidak
berhubungan dengan deskripsi benar atau salah dari keadan faktual. Jadi, sesuatu itu
di anggap benar jika memang dapat di aktualisasikan dengan tindakan.
5. Kebenaran Proporsi
Menurut Aristoteles, proposisi (pernyataan) dikatakan benar apabila sesuai
dengan persyaratan formal suatu proposisi. Menurut teori ini, suatu pernyataan disebut
benar apabila sesuai dengan persyaratan materilnya suatu proposisi, bukan pada syarat
formal proposisi. Kebenaran ini akan sangat tergantung pada situasi dan kondisi yang
melatarinya, pengalaman, kemampuan, dan usia mempengarauhi kepemilikan
epistimo tentang kebenaran (A. Susanto, Filsafat Ilmu, Suatu Kajian dalam Dimensi
Ontologis, Epistimologis, dan Aksiologis, h. 88).
Proposisi adalah kalimat deklaratif yang bernilai benar (true) atau salah (false),
tetapi tidak dapat sekaligus keduanya. Kebenaran atau kesalahan dari sebuah kalimat
disebut nilai kebenarannya (truth value). Contoh berikut ini dapat mengilustrasikan
kalimat yang merupakan kebenaran proposisi: 6 adalah bilangan genap, Soekarno
adalah Presiden Indonesia yang pertama, 2 + 2 = 4. Sementara contoh berikut adalah
contah yang salah: ibu kota Jawa Tengah adalah Pekalongan, seharusnya ibu kota
Jawa Tengah adalah Semarang.
E. TINGKATAN KEBENARAN
7 | Page
Dalam kehidupan manusia, kebenaran adalah fungsi rohaniah. Manusia di
dalam kepribadian dan kesdarannya tidak mungkin hidup tanpa kebenaran. Berdasarkan
potensi subyek, maka macam macam tingkatan kebenaran sebagai berikut :
1. Tingkatan kebenaran indera adalah tingkatan yang paling sederhana dan pertama yang
dialami manusia.
3. Tingkatan filosofi, rasio dan pikiran murni, serta renungan yang mendalam untuk
mengolah suatu kebenaran agar semakin tinggi nilainya.
4. Tingkatan religius merupakan kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan Yang
Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas iman dan kepercayaan
masing-masing.
8 | Page
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kebenaran adalah persesuaian antara pengetahuan dan obyek. Kebenaran itu sendiri
dapat diperoleh melalui pengetahuan indrawi, pengetahuan akal budi, pengetahuan
intuitif, dan pengetahuan kepercayaan. Kriteria kebenaran tersebut dapat diperoleh
melalui berpikir. Karena berpikirlah yang dapat dijadikan sebagai alat untuk
mendapatkan pengetahuan.
2. Cara untuk menemukan kebenaran diantaranya yaitu (1). Penemuan secara kebetulan,
(2). Penemuan coba dan ralat (trial and eror), (3). Penemuan melalui otoritas atau
kewibawaan, (4). Penemuan kebenaran lewat cara berpikir kritis dan rasional, dan (5).
Penemuan kebenaran melalui penelitian ilmiah.
3. Teori-teori kebenaran ilmu pengetahuan yaitu sebagai berikut;
a) teori kebenaran koherensi adalah suatu pernyataan dianggap benar apabila
pernyataan tersebut koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan
sebelumnya yang dianggap benar.
b) teori kebenaran korespondensi adalah suatu pernyataan adalah benar jika materi
pengetahuan yang di kandung peryataan itu berkorespondensi (berhubungan)
dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut.
c) teori kebenaran pragmatis adalah suatu pernyataan dikatakan benar, jika pernyataan
tersebut atau konsekuensi dari pernyataan tersebut mempunyai kegunaan praktis
dalam kehidupan manusia.
d) teori kebenaran perfomatif adalah suatu pernyataan kebenaran bukanlah kualitas
atau sifat sesuatu, tetapi sebuah tindakan (performatif).
e) teori kebenaran proposisi adalah suatu pernyataan disebut benar apabila sesuai
dengan persyaratan materilnya suatu proposisi, bukan pada syarat formal proposisi.
4. Agama dan karakteristiknya sendiri memberikan jawaban atas segala persoalan asasi
yang dipertanyakan manusia, baik tentang alam, manusia, maupun tentang Tuhan.
Kalau teori yang lain mengutamakan akal, budi, rasio manusia, dalam agama yang di
kedepankan adalah wahyu yang bersumber dari Tuhannya. Dengan demikian sesuatu
dianggap banar apabila sesuai dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu
kebenaran mutlak.
5. Tingkatan-tingkatan kebenaran yaitu sebagai berikut:
a. Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhanan dan pertama
yang dialami manusia.
b. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui
indara, diolah pula dengan rasio.
c. Tingkatan filosofis, rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah
kebenaran itu semakin tinggi nilainya.
d. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa
dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan.
9 | Page
DAFTAR PUSTAKA
10 | P a g e