Anda di halaman 1dari 10

FILSAFAT IPA

VALIDITAS PENGETAHUAN
(KEBENARAN PENGETAHUAN)

Kelompok 11 :
Shoimah (14030184004)
Nandah Ayu R. D. (14030184009)
Jannatul Alfaf W. (14030184015)

Pendidikan Fisika A 2014

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
TAHUN AJARAN 2016/2017

1 | Page
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya

sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Filsafat IPA ini dengan judul

VALIDITAS ILMU PENGETAHUAN ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin saya tidak

akan mampu menyelesaikan tugas ini dengan baik.

Kami menyadari bahwa isi dari makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena

itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan

demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam

penyusunan tugas ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai

segala usaha kita. Amin.

Surabaya , November 2016

Penyusun

2 | Page
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran. Seandainya manusia


mengerti dan memahami kebenaran, maka, sifat asasinya yang berada didalam lubuk hati
terdalam akan terdorong untuk melaksankan kebenaran itu.
Dalam perkembangan dunia filsafat terutama dalam dunia filsafat ilmu
pendidikan hakikat-hakikat kebenaran sangat penting dan berperan sekali terhadap
pencarian kebenaran tersebut. Setiap kebenaran harus diserap oleh kebenaran itu sendiri
serta kepastian dari pengetahuan tersebut, dari suatu hakikat kebeneran merupakan suatu
obyek yang terus dikaji oleh manusia terutama para ahli filsuf, karena hakikat kebenaran
ini manusia akan mengalami pertentangan batin yakni konflik pikologis.
Beberapa cara ditempuh untuk memperoleh kebenaran, antara lain dengan
menggunakan rasio seperti para rasionalis dan melalui pengalaman atau empiris.
Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia membuahkan prinsip-prinsip yang
lewat penalaran rasional, kejadian-kejadian yang berlaku di alam itu dapat dimengerti.
Dari sini muncullah teori-teori kebenaran seperti teori korespondensi, koherensi, dan
pragramatisme.
Membahas tentang kebenaran tidak akan ada habisnya. Karena kebenaran
sendiri bersifat falsibilitas. Artinya akan mengalami degradasi karena adanya teori yang
baru. Sementara kebenaran yang mutlak adalah kebenaran yang dari Maha Yang Paling
Benar. Oleh karena itu selain menggunakan rasio penemuan kebenaran yang terakhir
adalah kebenaran yang bersumber dari wahyu.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian kebenaran?


2. Bagaimana cara menemukan kebenaran?
3. Apa saja teori kebenaran dalam ilmu pengetahuan?
4. Bagaimana cara menemukan kebenaran melalui agama?
5. Bagaimana tingkatan-tingkatan kebenaran?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui pengertian kebenaran.


2. Untuk mengetahui cara-cara menemukan kebenaran.
3. Untuk mengetahui apa saja teori kebenaran ilmu pengetahuan.
4. Untuk mengetahui cara menemukan kebenaran melalui agama.
5. Untuk mengetahui tingkatan-tingkatan kebenaran.

BAB II

3 | Page
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KEBENARAN

Kata Kebenaran dapat digunakan sebagai suatu kata benda yang konkret
maupun abstrak (Abas Hamami, Sekitar Masalah Ilmu, (Surabaya: Bina Ilmu, 1980), h.
35). Kebenaran berasal dari kata benar yang mendapat awalan dan imbuhan (ke-an),
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan bahwa benar berarti: 1. Sesuai
sebagaimana adanya (seharusnya), betul, tidak salah apa yang dikatakan itu, 2. Tidak
berat sebelah (adil), 3. dapat dipercaya (cocok dengan keadaan yang sesungguhnya).
Sehingga makna kebenaran adalah keadaan yang cocok dengan keadaan yang
sesungguhnya. (Purwadarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka,
Jakarta, 1995, hlm.114).
Kebenaran adalah persesuaian antara pengetahuan dan obyek (Dani
Vardiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Indeks, Jakarta,
2008. hlm.5). Bisa juga diartikan suatu pendapat atau perbuatan seseorang yang sesuai
dan tidak ditolak oleh orang lain yang tidak merugikan diri sendiri.
Kebenaran itu sendiri dapat diperoleh melalui pengetahuan indrawi,
pengetahuan akal budi, pengetahuan intuitif, dan pengetahuan kepercayaan. Apa yang
disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain. Oleh karena itu
diperlukan suatu ukuran atau kriteria kebenaran.
Kriteria kebenaran tersebut dapat diperoleh melalui berpikir. Karena
berpikirlah yang dapat dijadikan sebagai alat untuk mendapatkan pengetahuan.

B. CARA PENEMUAN KEBENARAN

Cara untuk menemukan kebenaran berbeda-beda. Dari berbagai cara untuk


menemukan kebenaran dapat dilihat cara yang ilmiah dan yang nonilmiah. Cara untuk
menemukan kebenaran sebagaimana diuraikan oleh Hartono Kasmadi, dkk. (Surajiyo,
Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, h.100-101), sebagai berikut:
1. Penemuan secara Kebetulan
Penemuan kebenaran secara kebetulan adalah penemuan yang berlangsung
tanpa disengaja. Cara ini tidak dapat diterima dalam metode keilmuan untuk menggali
pengetahuan atau ilmu.

2. Penemuan Coba dan Ralat (Trial and Eror)


Penemuan coba dan ralat terjadi tanpa adanya kepastian akan berhasil atau
tidak berhasil kebenaran yang dicari. Penemuan ini mengandung unsur spekulatif atau
untung-untungan. Cara coba dan ralat ini pun tidak dapat diterima sebagai cara
ilmiah dalam usaha untuk mengungkapkan kebenaran.

3. Penemuan Melalui Otoritas atau Kewibawaan

4 | Page
Pendapat orang-orang yang memiliki kewibawaan, misalnya orang-orang yang
mempunyai kedudukan dan kekuasaan sering diterima sebagai kebenaran meskipun
pendapat itu tidak didasarkan pada pembuktian ilmiah.

4. Penemuan Kebenaran Lewat Cara Berpikir Kritis dan Rasional


Dalam menghadapi masalah, manusia berusaha menganalisisnya berdasarkan
pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki untuk sampai pada pemecahan yang tepat.

5. Penemuan Kebenaran melalui Penelitian Ilimah


Cara mencari kebenaran yang dipandang ilmiah ialah yang dilakukan melalui
penelitian. Penelitian adalah penyaluran hasrat ingin tahu pada manusia dalam taraf
keilmuan

C. TEORI KEBENARAN ILMU PENGETAHUAN

Kebenaran ilmiah maksudnya adalah suatu pengetahuan yang jelas dan pasti
kebenarannya menurut norma-norma keilmuan. Kebenaran ilmiah cenderung bersifat
objektif, didalamnya terkandung sejumlah pengetahuan menurut sudut pandang yang
berbeda-beda, tetapi saling bersesuaian (A. Susanto, Filsafat Ilmu, Suatu Kajian dalam
Dimensi Ontologis, Epistimologis, dan Aksiologis, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), cet.
Ke-3, h. 85). Kebenaran ilmiah diperoleh secara mendalam berdasarkan proses penelitian
dan penalaran logika ilmiah.
Kebenaran ilmiah tidak datang tiba-tiba, atau mendadak, kebenaran ilmiah
akan muncul setelah diproses dengan mekanisme ilmiah juga. Maka kebenaran ilmiah
merupakan kebenaran yang telah diuji keabsahannya, baik secara nalar maupun empirik,
sehingga memiliki landasan yang kuat untuk dianggap benar, selama tidak digugurkan
oleh kebenaran ilmiah lainnya yang lebih terandalkan.
Kebenaran ilmu pengetahuan disebut dengan kebenaran ilmiah. Karena ilmu
pengetahuan merupakan kumpulan pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dan
metodis serta telah memenuhi syarat-syarat pengetahuan yang ilmiah. Di antaranya:
a. Rasional (masuk akal dan sesuai dengan hukum alam)
b. Empiris (berdasarkan pengamatan dan percobaan)
c. Sistematis (Mempunyai hubungan ketergantungan dan teratur)
d. Obyektif (bebas dari prasangka perseorangan)
e. Analitis (berusaha membedakan pokok persoalan ke dalam bagian-bagian yang
terperinci)
f. Verifikatif (dapat diperiksa/dibuktikan kebenarannya oleh siapapun juga

Banyak sekali para ahli yang berpendapat mengenai teori kebenaran. Dalam
makalah ini akan dijelaskan teori kebenaran ilmiah menurut Michael Williams.
Menurutnya ada lima teori kebenaran, yaitu 1) kebenaran koherensi, 2) kebenaran
korespondensi, 3) kebenaran pragmatis, 4) kebenaran performatif, 5) dan kebenaran
proporsi (A. Susanto, Filsafat Ilmu, Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis,
Epistimologis, dan Aksiologis, h. 86).

5 | Page
1. Teori Kebenaran Koherensi (coherence theory)
Teori ini dikembangkan oleh kaum idealis, dan sering disebut sebagai teori
saling berhubungan atau teori konsistensi. Menurut teori ini, suatu pernyataan
dianggap benar apabila pernyataan tersebut koheren atau konsisten dengan
pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Jadi, suatu pernyataan
dianggap benar apabila pernyataan tersebut saling berhubungan dengan pernyataan-
pernyataan lain yang benar, atau jika makna yang dikandungnya dalam keadaan saling
berhubungan dengan pengalaman kita. Dengan kata lain, suatu pernyataan itu benar
jika mempunyai ideide dari pernyataan yang telah ada dan benar adanya. Sebagai
contoh, bila kita beranggapan bahwa semua makhluk hidup akan mati adalah
pernyataan yang selama ini memang benar adanya. Jika Ahmad adalah manusia, maka
pernyataan bahwa Ahmad pasti akan mati, merupakan pernyataan yang benar pula.
Sebab pernyataan kedua konsisten dengan pernyataan yang pertama.

2. Teori Kebenaran Korespondensi (corespondence theory)


Kalau teori koheren diterima oleh kaum idealis, maka teori korespondensi ini
diterima oleh kaum realis dan mungkin kebanyakan orang. Menurut teori ini, suatu
pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang di kandung pernyataan itu
berkorespondensi (berhubungan) dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut.
Teori ini antara lain menyatakan bahwa jika suatu pertimbangan sesuai fakta, maka
pertimbangan itu benar. Jika tidak, maka pertimbangan itu salah. Kebenaran adalah
persesuaian antara pernyataan dengan fakta itu sendiri. Maksudnya adalah jika
seseorang mengatakan bahwa Tugu Monas ada di kota Jakarta maka pernyataan itu
benar, sebab pernyataan tersebut dengan objek yang faktual yakni Jakarta yang
memang tempat berdirinya Tugu Monas. Apabila ada orang yang mengatakan bahwa
Tugu Monas berada di Semarang maka pernyataan ini adalah tidak benar sebab tidak
terdapat objek yang sesuai dengan pernyataan tersebut. Dengan demikian secara
faktual bahwa Tugu Monas ada di Jakarta bukan di Semarang.

3. Teori Kegunaan (pragmatic theory)


Bagi orang yang menganut teori pragmatisme ini menyatakan bahwa
kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut bersifat
fungsional dalam kehidupan praktis. Artinya, suatu pernyataan dikatakan benar, jika
pernyataan tersebut atau konsekuensi dari pernyataan tersebut mempunyai kegunaan
praktis dalam kehidupan manusia. Sekiranya ada yang menyatakan sebuah teori X
dalam pendidikan, dan dengan teori X tersebut kemudian dikembangkan teori Y
dalam meningkatkan kemampuan belajar siswa. Maka teori X dianggap benar, sebab
teori X ini adalah fungsional dan mempunyai kegunaan.

4. Kebenaran Performatif
Menurut teori ini, suatu pernyataan kebenaran bukanlah kualitas atau sifat

6 | Page
sesuatu, tetapi sebuah tindakan (performatif). Untuk menyatakan sesuatu itu benar,
maka cukup melakukan tindakan konsensi (setuju/menerima/membenarkan) terhadap
gagasan yang telah dinyatakan. Dengan demikian tindakan performatif tidak
berhubungan dengan deskripsi benar atau salah dari keadan faktual. Jadi, sesuatu itu
di anggap benar jika memang dapat di aktualisasikan dengan tindakan.

Contohnya; mengenai penetapan 1 syawal. Sebagian ummat muslim di


Indonesia mengikuti fatwa atau keputusan MUI. Sedangkan fatwa yang lain
mengikuti fatwa ulama tertentu atau organisasi tertentu.

5. Kebenaran Proporsi
Menurut Aristoteles, proposisi (pernyataan) dikatakan benar apabila sesuai
dengan persyaratan formal suatu proposisi. Menurut teori ini, suatu pernyataan disebut
benar apabila sesuai dengan persyaratan materilnya suatu proposisi, bukan pada syarat
formal proposisi. Kebenaran ini akan sangat tergantung pada situasi dan kondisi yang
melatarinya, pengalaman, kemampuan, dan usia mempengarauhi kepemilikan
epistimo tentang kebenaran (A. Susanto, Filsafat Ilmu, Suatu Kajian dalam Dimensi
Ontologis, Epistimologis, dan Aksiologis, h. 88).
Proposisi adalah kalimat deklaratif yang bernilai benar (true) atau salah (false),
tetapi tidak dapat sekaligus keduanya. Kebenaran atau kesalahan dari sebuah kalimat
disebut nilai kebenarannya (truth value). Contoh berikut ini dapat mengilustrasikan
kalimat yang merupakan kebenaran proposisi: 6 adalah bilangan genap, Soekarno
adalah Presiden Indonesia yang pertama, 2 + 2 = 4. Sementara contoh berikut adalah
contah yang salah: ibu kota Jawa Tengah adalah Pekalongan, seharusnya ibu kota
Jawa Tengah adalah Semarang.

D. AGAMA SEBAGAI TEORI KEBENARAN

Manusia adalah makhluk pencari kebenaran. Salah satu cara untuk


menemukan suatu kebenaran adalah melalui agama. Agama dan karakteristiknya sendiri
memberikan jawaban atas segala persoalan asasi yang dipertanyakan manusia, baik
tentang alam, manusia, maupun tentang Tuhan. Kalau teori yang lain mengutamakan
akal, budi, rasio manusia, dalam agama yang di kedepankan adalah wahyu yang
bersumber dari Tuhannya (Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, h. 121).
Dalam mencapai ilmu pengetahuan yang benar dengan berfikir setelah
melakukan penyelidikan, pengalaman dan percobaan sebagai teori trial and error.
Sedangkan manusia mencari-cari dan menentukan kebenaran sesuatu dalam agama
dengan jalan mempetanyakan atau mencari jawaban tentang berbagai masalah asasi dari
atau kepada kitab Suci. Dengan demikian sesuatu dianggap banar apabila sesuai dengan
ajaran agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.

E. TINGKATAN KEBENARAN

7 | Page
Dalam kehidupan manusia, kebenaran adalah fungsi rohaniah. Manusia di
dalam kepribadian dan kesdarannya tidak mungkin hidup tanpa kebenaran. Berdasarkan
potensi subyek, maka macam macam tingkatan kebenaran sebagai berikut :

1. Tingkatan kebenaran indera adalah tingkatan yang paling sederhana dan pertama yang
dialami manusia.

2. Tingkatan ilmiah merupakan pengalaman-pengalaman yang didasarakan melalui


indera, diolah dengan rasio.

3. Tingkatan filosofi, rasio dan pikiran murni, serta renungan yang mendalam untuk
mengolah suatu kebenaran agar semakin tinggi nilainya.

4. Tingkatan religius merupakan kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan Yang
Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas iman dan kepercayaan
masing-masing.

8 | Page
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kebenaran adalah persesuaian antara pengetahuan dan obyek. Kebenaran itu sendiri
dapat diperoleh melalui pengetahuan indrawi, pengetahuan akal budi, pengetahuan
intuitif, dan pengetahuan kepercayaan. Kriteria kebenaran tersebut dapat diperoleh
melalui berpikir. Karena berpikirlah yang dapat dijadikan sebagai alat untuk
mendapatkan pengetahuan.
2. Cara untuk menemukan kebenaran diantaranya yaitu (1). Penemuan secara kebetulan,
(2). Penemuan coba dan ralat (trial and eror), (3). Penemuan melalui otoritas atau
kewibawaan, (4). Penemuan kebenaran lewat cara berpikir kritis dan rasional, dan (5).
Penemuan kebenaran melalui penelitian ilmiah.
3. Teori-teori kebenaran ilmu pengetahuan yaitu sebagai berikut;
a) teori kebenaran koherensi adalah suatu pernyataan dianggap benar apabila
pernyataan tersebut koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan
sebelumnya yang dianggap benar.
b) teori kebenaran korespondensi adalah suatu pernyataan adalah benar jika materi
pengetahuan yang di kandung peryataan itu berkorespondensi (berhubungan)
dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut.
c) teori kebenaran pragmatis adalah suatu pernyataan dikatakan benar, jika pernyataan
tersebut atau konsekuensi dari pernyataan tersebut mempunyai kegunaan praktis
dalam kehidupan manusia.
d) teori kebenaran perfomatif adalah suatu pernyataan kebenaran bukanlah kualitas
atau sifat sesuatu, tetapi sebuah tindakan (performatif).
e) teori kebenaran proposisi adalah suatu pernyataan disebut benar apabila sesuai
dengan persyaratan materilnya suatu proposisi, bukan pada syarat formal proposisi.
4. Agama dan karakteristiknya sendiri memberikan jawaban atas segala persoalan asasi
yang dipertanyakan manusia, baik tentang alam, manusia, maupun tentang Tuhan.
Kalau teori yang lain mengutamakan akal, budi, rasio manusia, dalam agama yang di
kedepankan adalah wahyu yang bersumber dari Tuhannya. Dengan demikian sesuatu
dianggap banar apabila sesuai dengan ajaran agama atau wahyu sebagai penentu
kebenaran mutlak.
5. Tingkatan-tingkatan kebenaran yaitu sebagai berikut:
a. Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhanan dan pertama
yang dialami manusia.
b. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui
indara, diolah pula dengan rasio.
c. Tingkatan filosofis, rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah
kebenaran itu semakin tinggi nilainya.
d. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa
dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan.

9 | Page
DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2011.


Dani Vardiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Indeks,
Jakarta, 2008.
Hamami, Abas. Sekitar Masalah Ilmu. Surabaya: Bina Ilmu. 1980.
http://chantryintelex.blogspot.co.id/2015/01/hakikat-dan-teori-kebenaran-dalam.html,
diunduh pada hari Jumat, tanggal 30 September 2016, pukul
10.30 WIB
Surajiyo. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2010.
Susanto, A. Filsafat Ilmu, Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistimologis, dan
Aksiologis. Jakarta: Bumi Aksara. 2013.
Purwadarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Balai Pustaka,
Jakarta, 1995

10 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai