Anda di halaman 1dari 29

Teori Belajar dan Aplikasi: Behavioristik

(Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas pada mata Psikologi
Belajar)

Dosen Pengampu: Desy Ayu Ningrum, M.Psi

Disusun Oleh:
Kelompok III
1. Augusti Mudzakki (171311798)
2. Fadhii Lazuardi (171311804)
3. Fadhiil Nabhaan May (171311805)
4. Farhan Ramzi al-Faruq (171311808)

Kelas: Pendidikan Agama Islam 4A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYYAH
INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QUR’AN JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa dipanjatkan kepada Allah


Swt. berkat rahmat dan ridho-Nya sehingga makalah ini dapat menjadi wujud nyata
dalam pandangan pembaca. Dan tidak lupa pula ucapan terimakasih kepada pihak
yang terkait dalam penyusunan makalah ini.

Makalah ini disusun dalam rangka penyelesaian tugas yang diberikan oleh
Ibu Desy Ayu Ningrum, M.Psi dalam mata kuliah Psikologi Belajar. Makalah ini
mengupas perihal mengenai Teori Belajar dan Aplikasi: Behavioristik yang dimana
bertujuan untuk menambah wawasan pembaca mengenai Teori belajar yang ada
dalam pembelajaran, serta prinsip belajar dalam pembelajaran. Semoga dengan
makalah ini dapat menjadi bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Makalah ini tentunya masih amat jauh dari kata sempurna, maka alangka
baiknya kritik dan saran yang membangun dapat disampaikan kepada penulis agar
makalah selanjutnya dapat menjadi lebih baik.

Penulis

Bogor, 19 Februari 2019

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................................................................... i


Daftar Isi ............................................................................................................. ii
BAB I: Pendahuluan ............................................................................................ 1
1.1. Pendahuluan ........................................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................... 1
1.3. Tujuan Penulisan ................................................................................................. 1
BAB II: Pembahasan ........................................................................................... 3
2.1. Pengertian Teori Belajar Behavioristik ............................................................... 3
2.1.1. Pengertian Teori .............................................................................................. 3
2.1.2. Pengertian Belajar ........................................................................................... 3
2.1.3. Pengertian Teori Belajar ................................................................................. 3
2.1.4. Pengertian Teori Belajar Behavioristik ........................................................... 3
2.2. Tokoh-tokoh dan Pemikiran Behavioristik ......................................................... 5
2.2.1. Edward Lee Thorndike.................................................................................... 5
2.2.2. J.B. Watson ..................................................................................................... 5
2.2.3. Clark Hull........................................................................................................ 6
2.2.4. Edwin Guthrie ................................................................................................. 6
2.2.5. B.F. Skinner .................................................................................................... 6
2.2.6. Robert Gagne .................................................................................................. 7
2.2.7. Albert Bandura ................................................................................................ 7
2.2.8. Ivan Petrovich Pavlov ..................................................................................... 8
2.3. Teori-Teori belajar dan Aplikasi dalam Behavioristik........................................ 8
2.3.1. Connectionism (Koneksionisme) .................................................................... 8
2.3.2. Classical Conditioning (Pembiasaan Klasik) ................................................ 12
2.3.3. Operant Conditioning (Pembiasaan Perilaku Respons) ................................ 14
2.3.4. Contiguous Conditioning (Pembiasaan Asosiasi Dekat) .............................. 19
2.4. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Behavioristik .................................. 20
2.4.1. Kelebihan Teori Behavioristik ...................................................................... 20
2.4.2. Kekurangan Teori Behavioristik ................................................................... 21
2.5. Penerapan Pembelajaran menurut Teori Belajar Behavioristik ........................ 22
BAB III : Penutup .............................................................................................. 23

ii
3.1. Kesimpulan ....................................................................................................... 23
3.2. Saran ................................................................................................................. 24
Daftar Pustaka ................................................................................................... 25

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1.Pendahuluan
Seorang calon pendidik diharapakan paham mengenai ilmu psikologi.
Mengapa demikian? Karena seorang pendidik akan berhadapan langsung dengan
peserta didik yang merupakan manusia. berbeda dari hewan ataupun robot yang
dengan mudahnya dapat dilatih atau diprogram, manusia sangatlah kompleks dan
memilik karakteristik yang unik dan berbeda-beda. Oleh karena itu seorang
pendidik harus dapat memahami peserta didik dari banyak sisi, diantaranya ialah
jiwa atau mental peserta didik.

Dalam ilmu psikologi, psikologi memiliki cabang ilmu berupa Psikologi


Belajar yang dimana ilmu ini dikhususkan untuk mempelajari ilmu psikologi yang
dalam lingkup khusus menuju belajar atau Pendidikan. Dalam psikologi Pendidikan
terdapat teori-teori belajar yang dipelajari agar pendidik kedepannya dapat
menentukan teori belajar apa yang tepat untuk suatu situasi atau individu, Teori
belajar memiliki banyak macam yaitu kognitivisme, Humanistik, kontruktivistik,
behavioristik dan lain-lain.

Makalah ini berisikan pembahasan khusus mengenai teori belajar


Behavioristik, yang dengannya diharapkan dapat menambah wawasan untuk
pembaca mengenai teori belajar Behavioristi dan menjadi manfaat.

1.2.Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Behavioristik?
2. Siapakah tokoh-tokoh Behavioristik?
3. Jelaskan teori-teori belajar Behavioristik!
4. Sebutkan kelebihan dan kekurangan teori belajar Behavioristik!

1.3.Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Behavioristik
2. Untuk mengetahui tokoh-tokoh dalam teori belajar Behavioristik

1|Psikol ogi Belajar


3. Untuk memahami teori-teori belajar Behavioristik
4. Untuk memahami kelebihan dan kekurangan teori belajar Behavioristik

2|Teori Belajar dan Aplikasi: Behavioristik


BAB II

PEMBAHASAN
2.1.Pengertian Teori Belajar Behavioristik
2.1.1. Pengertian Teori
Teori adalah seperangkat konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang
memberikan, menjelaskan, dan memprediksikan fenomena.1

2.1.2. Pengertian Belajar


Dalam psikologi dan pendidikan , pembelajaran secara umum didefinisikan
sebagai suatu proses yang menyatukan kognitif, emosional, dan lingkungan
pengaruh dan pengalaman untuk memperoleh, meningkatkan, atau membuat
perubahan pengetahuan satu, keterampilan, nilai, dan pandangan dunia (Illeris,
2000; Ormorod, 1995). Menurut hemat penulis, belajar adalah perubahan sikap
sebagai hasil dari belajar itu.

2.1.3. Pengertian Teori Belajar


Teori belajar adalah Konsep, cara, rencana atau metode mengenai tata cara
pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara pendidik dan peserta didik dalam
kelas ataupun luar kelas

2.1.4. Pengertian Teori Belajar Behavioristik


Behavioristik adalah aliran psikologi atau dapat dikatakan sebagai madzhab
yang khususnya terdapat di Amerika Serikat. Aliran ini ditemukan oleh John B.
Watson. Menurutnya proses-proses kesadaran tidak perlu diselidiki, karena yang
lebih penting adalah proses adapatasi, gerakan-gerakan otot dan aktivitas kelenjar
kelenjar. Ia berharap dengan teorinya ini dapat dicapai objektivitas ilmiah yang

1
Thobroni. 2015. Belajar dan Pembelajaran: Teori dan Praktik. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Hal: 19 - 20

3|Psikol ogi Belajar


sempurna. Dengan kata lain ia ingin membuat ilmu psikologi dapat diukur
(Objektif)2

Menurut pandangan behavioristik (seperti J.B. Watson, E.L. Thorndike dan


B.F. Skinner), belajar adalah perubahan dalam tingkah laku, dalam cara seseorang
berbuat pada situasi tertentu; yang dimaksud dengan tingkah laku di sini ialah
tingkah laku yang dapat diamati (berpikir dan emosi tidak menjadi perhatian
pandangan ini, karena berpikir dan emosi tidak dapat diamati secara langsung).3

Teori belajar behavioristik menekankan pada terbentuknya perilaku yang


tampak sebagai hasil belajar. Teori ini dengan model hubungan stimulus –
responsnya, medudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respons
atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan
semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.4

Koch (1964) menyatakan bahwa behaviorisme klasik yang berlangsung


klasik 19l2- l930 memiliki ciri sebagai berikut :

1. Objektivisme, menekankan pada perilaku yang dapat diamati secara


objektif
2. Orientasi S-R (stimulus - respons), ada hubungan yang dekat antara stimulus
dengan respon. Respon seseorang dapat diramalkan dari stimulus yang
diberikan
3. Periferal, syaraf menjadi pertimbangan dalam pola hubungan antara
stimulus dengan respon
4. Menitikberatkan pada belajar asosianistik, bahwa perilaku terbentuk akibat
adanya asosiasi

2
Sarwono, Sarlito. 2012. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Pers. Hal: 27 - 28
3
Mahmud, M. Dimyati. 2009. Psikolgi Pendidikan: Suatu Pendekatan Terapan. Yogyakarta:
BPFE-Yogyakartaa. Hal: 122
4
Thobroni. Op,Cit., Hal: 55-56

4|Teori Belajar dan Aplikasi: Behavioristik


5. Environmentalism, menekankan pengaruh lingkungan terhadap
pembentukan perilaku5

Behavioristik ingin menekankan bahwa sejatinya manusia itu hanya dipengaruhi


oleh lingkungan. Kemudian dalam kaitannya dengan belajar, awalnya behavioristik
bermula dari sebuah teori psikologi kemudian semakin berkembang hingga
menghasilkan teori belajar. Singkat kata, dapat dikatakan bahwa teori belajar
Behaviorisme berarti sebuah teori belajar yang bersangkutan dengan prinsip yang
dianut dalam teori Behavioristik.

2.2.Tokoh-tokoh dan Pemikiran Behavioristik


2.2.1. Edward Lee Thorndike
Menurut Edward Lee Thorndike (Suprijono, 2009: 20), belajar merupakan
peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa yang disebut stimulus dan
respons. Teori belajar ini disebut teori connectionism. Thorndike menemukan teori
trial and error. Dengan eksperimen yang dilakukan pada kucing yang dimasukkan
pada sangkar tertutup. Pintunya akan dapat dibuka secara otomatis bila klop di
dalam sangkar disentuh. Setiap respons menimbulkan stimulus baru. Selanjutnya
stimulus baru ini akan menimbulkan respons lagi.6

2.2.2. J.B. Watson


J.B. Watson (dalam Suprijono, 2009: 18) mengemukakan dua prinsip dasar
dalam pembelajaran, yaitu prinsip kekerapan dan kebaruan.

Prinsip kekerapan menyatakan bahwa makin kerap individu bertindak balas


terhadap suatu rangsangan, akan lebih besar kemungkinan individu memberikan
tindak balas yang sama terhadap rangsang itu.

5
Sriyanti, Lilik. 2011. Psikologi Belajar. Salatiga: STAIN Salatiga Press
6
Thobroni. Op,Cit.,. Hal: 58

5|Psikol ogi Belajar


Prinsip kebaruan menyatakan bahwa apabila individu membuat tindak balas
yang baru terhadap rangsangan, apabila kelak muncul lagi rangsangan, besar
kemungkinan individu tersebut bertindak balas dengan cara yang serupa terhadap
rangsangan itu.7

2.2.3. Clark Hull


Clark Hull mengikuti jejak Thorndike dalam usahanya mengembangkan
teori belajar. Prinsip-prinsip yang digunakannya mirip dengan apa yang
dikemukakan oleh para behavioris, yaitu dasar stimulus respons dan adanya
penguat (reinforcement). Clark Hull (dalam purwanto, 2002:97) mengemukakan
teorinya, yaitu bahwa suatu kebutuhan atu keadaan terdorong (oleh motif, tujuan,
maksud, aspirasi, dan ambisi) harus ada dalam diri seseorang yang belajar, sebelum
suatu respon dapat diperkuat atas dasar pengurangan kebutuhan8

2.2.4. Edwin Guthrie


Sumbangan teori Guthrie adalah contiguity theory. Guthrie mengemukakan
cara atau metode untuk mengubah kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik
berdasarkan teori conditioning. Menurutnya (dalam Purwanto, 2002: 92), tingkah
laku manusia secara keseluruhan dapat dipandang sebagai deretan-deretan tingkah
laku yang terdiri dari unit-unit, unit-unit itu adalah reaksi dan stimulus.9

2.2.5. B.F. Skinner


Skinner menganggap reinforcement merupakan fakor penting dalam
belajar. Reinforcement atau peneguhan diartikan sebagai suatu konsekuensi
perilaku yang memperkuat perilaku tertentu. Ada dua macam peneguhan, yaitu
positif dan negatif. Peneguhan posititf adalah rangsangan yang semakin

7
Ibid. Hal : 62
8
Ibid. Hal : 63
9
Ibid. Hal : 64

6|Teori Belajar dan Aplikasi: Behavioristik


memperkuat atau mendorong suatu tindak balas. Peneguhan negatif adalah
peneguhan yang mendorong individu untuk menghindari suatu tindak balas tertentu
yang tidak memuaskan.10

2.2.6. Robert Gagne


Gagne adalah seorang psikolog Pendidikan berkebangsaan Amerika yang
terkenal dengan penemuannya berupa conditioning of learning. Gagne adalah
pelopor dalam instruksi pembelajaran yang dipraktikkannya dalam pelatihan pilot
AU Amerika. Ia kemudian mengembangkan konsep terpakai dari teori
instruksionalnya untuk mendesain pelatihan berbasis computer dan belajar berbasis
multimedia. Teori Gagne banyak dipakai untuk mendesain software instruksional.11

2.2.7. Albert Bandura


Bandura adalah seorang psikolog terkenal dengan teori belajar sosial atau
kognitif sosial serta efikasi diri. Eksperimennya yang sangat terkenal adalah
eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak meniru secara persis perilaku
agresif orang dewasa di sekitarnya. Teori Bandura menjadi dasar dari perilaku
pemodelan yang digunakan dalam berbagai Pendidikan secara masal.12

Albert merupakan salah satu tokoh yang masuk kedalam aliran Neo-
Behaviorisme yang dapat menghubungkan antara dunia Behavior dengan Kognitif

2.2.8. Ivan Petrovich Pavlov


Ivan Pavlov ialah psikolog yang terkenal dengan teori Classic Conditioning
(Pengkondisian atau Persyaratan klasik), Pengkondisian klasik adalah proses yang
ditemukan Pavlov melalui percobannya terhadap anjing, perangsang asli, dan netral

10
Ibid. Hal : 66
11
Ibid. Hal : 68
12
Ibid. Hal : 68 - 69

7|Psikol ogi Belajar


dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga
memunculkan reaski yang diinginkan.13

2.3.Teori-Teori belajar dan Aplikasi dalam Behavioristik


2.3.1. Connectionism (Koneksionisme)
Teori koneksionisme (connectionism) adalah teori yang ditemukan dan
dikembangkan oleh Edward L. Thorndike (1874 – 1949) berdasarkan eksperimen
yang ia lakukan pada tahun 1890-an. Eksperimen Thorndike ini menggunakan
hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomena belajar.14

Seekor kucing yang lapar ditempatkan dalam sangkar berbentuk kotak


berjeruji yang dilengkapi dengan peralatan, seperti pengungkit, gerendel pintu, dan
tali yang mengubungkan pengungkit dengan Grendel tersebut. Peralatan ini ditata
sedemikian rupa sehingga memungkinkan kucing tersebut memperoleh makanan
yang tersedia di depan sangkar tadi.15

Keadaan bagian dalam sangkar yang disebut puzzle box (peti teka teki) itu
merupakan situasi stimulus yang merangsang kucing untuk bereaksi melepaskan
diri dan memperoleh makanan yang ada di muka pintu. Mula-mula kucing tersebut
mengeong, mencakar, melompat, dan berlari-larian, namun gagal membuka pintu
untuk memperoleh makanan yang ada di depannya. Akhirnya, entah bagaimana,
secara kebetulan kucing itu berhasil menekan pengungkit dan terbukalah pintu
sangkar tersebut. Eksperimen Puzzle box ini kemudian terkenal dengan nama
instrumental conditioning. Artinya, tingkah laku yang dipelajari berfungsi sebagai
instrumental (penolong) untuk mencapai hasil atau ganjaran yang dikehendaki
(Hintzman, 1978).16

Berdasarkan eksperimen di atas, Thorndike berkesimpulan bahwa belajar


adalah hubungan anatara stimulus dan respons. Itulah sebabnya teori

13
Ibid. Hal : 69 - 70
14
Syah, Muhibbin. 2001. Psikologi Belajar. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Hal: 83
15
Ibid. Hal: 83
16
Ibid. Hal: 83

8|Teori Belajar dan Aplikasi: Behavioristik


koneksionisme juga disebut “S-R Bond Theory” dan “S-R Psychology of Learning”
Selain itu, teori ini juga terkenal dengan sebutan “Trial and Error Learning”. Istilah
ini menunjuk pada panjanganya waktu atau banyaknya jumlah kekeliruan dalam
mencapai suatu tujuan (Hilgard & Bower, 1975). Apabila diperhatikan dengan
seksama, dalam eksperimen Thorndike tadi akan didapati dua hal pokok yang
mendorong timbulnya fenomena belajar.17

Pertama, keadaan kucing yang lapar. Seandainya kucing itu kenyang, sudah
tentu tak akan berusaha keras untuk keluar. Bahkan, barangkali ia akan tidur saja
dalam puzzle box yang mengurungnya. Dengan kata lain, kucing itu tidak akan
menampakkan gejala belajar untuk ke luar. Sehubungan dengan hal ini, hampir
dapat dipastikan bahwa motivasi(seperti rasa lapar) merupakan hal yang sangat
vital dalam belajar.18

Kedua, tersedianya makanan di muka pintu puzzle box. Makanan ini


merupakan efek positif atau memuaskan yang dicapai oleh respons dan kemudian
menjadi dasar timbulnya hukum belajar yang disebut law of effect. Artinya, jika
sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, hubungan anatara stimulus
dan respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan
(mengganggu) efek yang dicapai respons, semakin lemah pula hubungan stimulus
dan respons tersebut. Hukum belajar inilah yang mengilhami munculnya konsep
reinforcer dalam teori Operant Conditioning hasil penemuan B.F.Skinner.19

Ada tiga hukum belajar yang utama dan ini diturunkannya dari hasil-hasil
penelitiannya. Ketiganya adalah hukum efek, hukum latihan, dan hukum kesiapan.

1. Hukum efek (Law of Effect)


Hukum ini menyebutkan bahwa keadaan memuaskan menyusul respons
memperkuat pautan antara stimulus dan tingkah laku. Sedangkan keadaan
yang menjengkelkan memperlemah pautan itu. Thorndike kemudian

17
Ibid. Hal: 83 - 84
18
Ibid. Hal: 84
19
Ibid. Hal: 84

9|Psikol ogi Belajar


memperbaiki hukum efek itu, sehingga hukuman tidak sama pengaruhnya
dengan ganjaran dalam belajar.
2. Hukum latihan (Law of Exercise)
Hukum ini menjelaskan keadaan seperti dikatakan pepatah “Latihan
menjadi sempurna”, Dengan kata lain, pengalaman yang diulang-ulang akan
memperbesar peluang timbulnya respons (tanggapan) yang benar. Akan
tetapi pengulangan-pengulangan yang tidak disertai keadaan yang
memuaskan tidak akan meningkatkan belajar.
3. Hukum Kesiapan (Law of Readiness)
Hukum ini melukiskan syarat-syarat yang menentukan keadaan yang
disebut “memuaskan”, atau “menjengkelkan” itu. Secara singkat,
pelaksanaan tindakan sebagai respons terhadap suatu impuls yang kuat
menimbulkan kepuasan, sedangkan mengahalang-halangi pelaksaan
tindakan atau memaksanya menimbulkan kejengkelan.20

Jadi, menurut Thorndike dasar dari belajar tidak lain adalah asosiasi antara
kesan panca indra dengan impuls untuk bertindak. Asosiasi ini dinamakan
connectiong. Sama maknanya dengan belajar adalah pembentukan hubungan antara
stimulus dan respons, antara aksi dan reaksi. Antara stimulus dan respons ini akan
terjadi suatu hubungan yang erat bila sering dilatih. Berkat latihan yang terus
menerus, hubungan antara stimulus dan respons itu akan menjadi terbiasa atau
otomatis.21

Terhadap teori konektionisme ini ada beberapa kelemahan dalam


pelaksanaannya, yaitu:

a. Belajar menurut teori ini bersifat mekanistis


Apabila ada stimulus dengan sendirinya atau secara mekanis timbul
respons. Kelemahannya adalah anak didik banyak yang hafal bahan
pelajaran, tetapi mereka kurang mengerti cara pemakaiannya. Tidak jarang
anak didik hafal sejumlah rumus matematika, rumus-rumus Bahasa asing,

20
Djamarah, Syaiful Bahri. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Hal: 24-25
21
Ibid: 25

10 | T e o r i B e l a j a r d a n A p l i k a s i : B e h a v i o r i s t i k
rumus-rumus fisika, dalil-dalil tertentu, tapi mereka kurang dapat
menerapkannya. Ilmu pengetahuan yang seseorang punyai lebih dekat
dengan istilah penumpukan ilmu yang bersifat kaku. Untuk menjawab soal-
soal ulangan objektif tes seperti benar-salah (true false) atau multiple
choice, ilmu pengetahuan yang bersifat mekanis (hafalan) akan lebih cocok
dan mendukung untuk tes atau soal-soal tertentu. Dalam arti lain, anak atau
seseorang akan bisa namun tidak paham hakikatnya
b. Pelajar bersifat teacher centered (terpusat pada guru)
Guru yang aktif dalam membelajarkan anak didik. Guru pemberi stimulus.
Guru yang melatih dan menentukan apa yang harus dikerjakan oleh anak
didik.
c. Anak didik pasif
Anak didik kurang terdorong untuk berpikir dan juga ia tidak ikut
menentukan bahan pelajaran sesuai dengan kebutuhannya. Anak didik lebih
mengaharapkan stimulus dari guru. Bila tidak ada stimulus, anak didik tidak
kreatif dan aktif untuk belajar mandiri. Kemiskinan kreativitas anak didik
inilah yang tidak sesuai dengan konsep belajar discovery-inquiry
d. Teori ini lebih mengutamakan materi.
Materi cenderung dijejalkan sebanyak-banyaknya ke dalam otak anak didik
(cara-cara Pendidikan tradisional) dengan harapan anak didik banyak
mempunyai pengetahuan. Bila belajar seperti ini cenderung menjadi
intelektualistik.22

2.3.2. Classical Conditioning (Pembiasaan Klasik)


Teori pembiasaan klasik (Classical Conditioning) ini berkembang
berdasarkan hasil eksperimen yang dilakukan oleh Ivan Pavlov (1849 – 1936),
seorang ilmuan besar Rusia yang berhasil menggondol hadiah Nobel pada tahun
1909. Pada dasarnya classical conditioning adalah sebuah prosedur penciptaan

22
Ibid. Hal: 25-26

11 | P s i k o l o g i B e l a j a r
refleks baru dengan cara mendatangkan stimulus sebelum terjadinya refleks
tersebut (Terrace, 1973).23

Dalam Eksperimennya, Pavlov menggunakan anjing untuk mengetahui


hubungan antara conditioned stimulus (CS), unconditioned stimulus (UCS),
conditioned response (CR), dan Unconditioned response (UCR). CS adalah
rangsangan yang mampu mendatangkan respons yang dipelajari, sedangkan
respons yang dipelajari itu sendiri disebut CR, Adapun UCS berarti rangsangan
yang menimbulkan respons yang tidak dipelajari, dan respons yang tidak dipelajari
itu disebut UCR.24

Pavlov membuat suatu eksperimen menggunakan anjing, anjing percobaan


itu mula-mula diikat sedemikian rupa dan pada salah satu kelenjar air lirunya diberi
alat penampung cairan yang dihubungkan dengan pipa kecil (tube). Perlu diketahui
bahwa sebelum dilatih (dikenai eksperimen), secara alami anjing itu selalu
mengeluarkan air liur setiap kali mulutnya berisi makanan. Ketika bel dibunyikan,
secara alami pula anjing itu menunjukkan reaksinya yang relevan, yakni tidak
mengeluarkan air liur. 25

Kemudian, dilakukkan eksperimen berupa latihan pembiasaan


mendengarkan bel (CS) Bersama-sama dengan pemberian makanan berupa serbuk
daging (UCS). Setelah latihan yang berulang-ulang ini selesai, suara bel tadi (CS)
diperdengarkan lagi tanpa disertai makanan (UCS). Apa yang terjadi? Ternyata
anjing percobaan tadi mengeluarkan air liur juga (CR), meskipun hanya mendengar
suara bel (CS). Jadi, CS akan menghasilkan CR apabila CS dan UCS telah berkali-
kali dihadirkan Bersama-sama.26

Dalam kehidupan sehari-hari seseorang pasti merasakan sesuatu yang


merangsang air liurnya untuk keluar. Misalnya, bagi para ibu yang sedang
mengandung dan kebetulan mengidam ingin memakan buah-buahan yang asam-

23
Syah, Muhibbin.Op.Cit., Hal: 85
24
Ibid. Hal: 85 - 86
25
Ibid. Hal: 86
26
Ibid. Hal: 86

12 | T e o r i B e l a j a r d a n A p l i k a s i : B e h a v i o r i s t i k
asam, ketika mereka melihat buah asam-asaman tentu saja air lirunya keluar tanpa
disadari. Keluarnya tentu saja secara refleks. Atau katakan saja refleks bersyarat.
Bagi para pengendara kendaraan bermotor tentu akan berhenti ketika dia meihat
lampu lalu lintas menyala merah dan bergerak setelah dia melihat lampu lalu lintas
menyala hijau. Bagi para perenang dalam suatu perlombaan renang, mereka akan
berhenti setelah mencapai finis. Di sekolah, bagi semua anak didik bunyi lonceng
dalam frekuensi tertentu sebagai tanda masuk, istirahat atau pulang, maka mereka
akan menaatinya.27

Beberapa contoh yang dikemukakan di atas bentuk-bentuk kelakuan yang


nyata terlihat dalam kehidupan. Bentuk-bentuk kelakuan seperti itu sering terjadi
karena adanya conditioning. Karena kondisinya diciptakan, maka sudah menjadi
kebiasaan. Kondisi yang diciptakan itu merupakan syarat, memunculkan refleks
bersyarat.28

Teori ini bila diterapkan dalam kegiatan belajar juga banyak kelemahannya.
Kelemahan-kelemahan itu antara lain berikut ini.

1. Percobaan dalam laboratorium berbeda dengan keadaan sebenarnya.


2. Pribadi seseorang (cita-cita, kesanggupan, minat, emosi, dan sebagainya)
dapat memperngaruhi hasil eksperimen.
3. Respons mungkin dipengaruhi oleh stimulus yang tak dikenal. Dengan kata
lain, tidak dapat diramalkan lebih dahulu, stimulus manakah yang menarik
perhatian seseorang.
4. Teori ini sangat sederhana dan tidak memuaskan untuk menjelaskan segala
seluk-beluk belajar yang ternyata sangat kompleks.29

2.3.3. Operant Conditioning (Pembiasaan Perilaku Respons)


Teori pembiasaan perilaku respons (Operant conditioning) ini merupakan
teori belajar yang berusia paling muda dan masih sangat berpengaruh di kalangan

27
Djamarah, Syaiful Bahri. Op.Cit., Hal: 26
28
Ibid. Hal: 26
29
Ibid. Hal: 27

13 | P s i k o l o g i B e l a j a r
para ahli psikologi belajar masa kini. Penciptanya bernama Burrhus Frederic
Skinner (lahir tahun 1904), seorang penganut behaviorisme yang dianggap
kontroversial. Karya tulisnya yang dianggap baru/terakhir berjudul About
Behaviorism diterbitkan pada tahun 1974. Tema pokok yang mewarnai karya-
karyanya adalah bahwa tingkah laku itu terbentuk oleh konsekuensi-konsekuensi
yang ditimbulkan oleh tingkah laku itu sendiri (Bruno, 1987).30

Operant adalah sejumlah perilaku atau respons yang membawa efek yang
sama terhadap lingkungan yang dekat (Reber, 1988). Tidak seperti dalam
respondent conditioning (yang responsnya didatangkan oleh stimulus tertentu),
respons dalam operant conditioning terjadi tanpa diketahuii oleh stimulus,
melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri
sesungguhnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya
sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan
stimulus lainnya seperti dalam classical respondent conditioning.31

Dalam salah satu eksperimennya, Skinner menggunakan seekor tikus yang


ditempatkan dalam sebuah peti yang kemudian terkenal dengan nama “Skinner
Box”. Peti Sangkar ini terdiri atas dua macam kompenen pokok, yakni:
manipulandum dan alat pemberi reinforcement yang antara lain berupa wadah
makanan. Manipulandum adalah komponen yang dapat dimanipulasi dan
gerakannya berhubungan dengan reinforcement. Kompenen ini terdiri atas tombol,
batang jeruji, dan pengungkit (Reber, 1988).32

Dalam eksperimen tadi mula-mula tikus itu mengeksplorasi peti sangkar


dengan cara lari ke sana kemari, mencium benda-benda yang ada di sekitarnya,
mencakar dinding, dan sebagainya. Aksi-aksi seperti ini disebut “emitted behavior”
(tingkah laku yang terpancar), yakni tingkah laku yang terpancar dari organisme
tanpa memperdulikan stimulus tertentu. Kemudian pada gilirannya, secara
kebetulan salah satu emitted behavior tersebut (seperti cakaran kaki depan atau

30
Syah, Muhibbin. 2001. Op.Cit., Hal: 88
31
Ibid. Hal: 88 - 89
32
Ibid. Hal: 89

14 | T e o r i B e l a j a r d a n A p l i k a s i : B e h a v i o r i s t i k
sentuhan moncong) dapat menekan pengungkit. Tekanan pengungkit ini
mengakibatkan munculnya butir-butir makanan ke dalam wadahnya.33

Butir-butir makanan yang muncul itu merupakan reinforcer bagi penekanan


pengungkit. Penekanan pengungkit inilah disebut tingkah laku operant yang akan
terus meningkat apalagi diiringi dengan reinforcement yakni penguatan berupa
butir-butir makanan yang muncul pada wadah makanan.34

Jelas sekali bahwa eksperimen Skinner di atas mirip sekali dengan trial and
error learning yang ditemukan oleh Thorndike. Dalam hal ini, fenomena tingkah
laku belajar menurut Thorndike selalu melibatkan satisfaction (kepuasan),
sedangkan menurut Skinner, fenomena tersebut melibatkan reinforcement
(penguatan). Dengan demikian, baik belajar dalam teori S-R Bond maupun dalam
teori operant conditioning langsung atau tidak, keduanya mengakui arti penting law
of effect.35

Selanjutnya, proses belajar dalam teori operant conditioning juga tunduk


kepada dua hukum operant yang berbeda, yakni: Law of operant conditioning dan
law of operant extinction. Menurut law of operant conditioning jika timbulnya
tingkah laku operant diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan tingkah laku
tersebut akan meningkat. Sebaliknya, menurut law of operant extinction, jika
timbulnya tingkah laku operant yang telah diperkuat melalui proses conditioning
itu tidak diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan tingkah laku tersebut
akan menurun atau bahkan musnah (Hintzman, 1987). Hukum-hukum ini pada
dasarnya sama saja dengan hukum-hukum yang melekat dalam proses belajar
menurut teori pembiasaan yang klasik.36

Teori-teori belajar hasil eksperimen Thorndike, Skinner, dan Pavlov di atas


secara prinsipal berisfat behavioristik dalam arti lebih menekankan timbulnya
perilaku jasmaniah yang nyata dan dapat diukur. Teori-teori itu juga bersifat

33
Ibid. Hal: 89
34
Ibid. Hal: 89
35
Ibid. Hal: 89
36
Ibid. Hal: 90

15 | P s i k o l o g i B e l a j a r
otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respons, sehingga terkesan
seperti kinerja mesin atau robot. Jika kita renungkan dan bandingkan dengan teori
juga temuan riset psikologi kognitif, karakteristik belajar yang terdapat dalam teori-
teori behavioristik yang terlanjur diyakini sebagian besar ahli Pendidikan kita itu,
sesungguhnya mengandung banyak kelemahan.37

Di antara kelemahan teori behavioristik adalah sebagai berikut:

1. Proses belajar itu dipandang dapat diamati secara langsung, padahal belajar
adalah proses kegiatan mental yang tidak daapt disaksikan dari luar kecuali
sebagian gejalanya.
2. Proses belajar itu dipandang bersifat otomatis-mekanis, sehingga terkesan
seperti gerakan mesin dan robot, padahal setiap siswa memiliki self-
regulation (kemampuan mengatur diri sendiri) dan self control
(pengendalian diri) yang bersifat kognitif, dan karenanya ia bisa menolak
merespons jika ia tidak menghendaki, misalnya karena Lelah atau
berlawanan dengan kata hati.
3. Proses Belajar manusia yang dianalogikan dengan perilaku hewan itu sangat
sulit diterima, mengingat amat mencoloknya perbedaan anatara karakter
fisik dan psikis manusia dengan karakter fisik dan psikis hewan.38

Reinforcement

Dalam pergaulan sehari-hari, reinforcement kurang lebih berarti “hadiah”.


Tetapi didunia piskologi, reinforcement mempunyai arti lebih Khusus.
Reinforcement adalah satu tipe konsekuensi. Efek dari konsekuensi itu menentukan
apakah konsekuensi itu memberi penguatan atau tidak. Setiap konsekuensi itu
adalah pemberi reinforcement kalau dia memperkuat tingkah laku berikutnya.
tingkah laku – tingkah laku yang diikuti dengan reinforcement akan diulang-ulang

37
Ibid. Hal: 90
38
Ibid. Hal: 90-91

16 | T e o r i B e l a j a r d a n A p l i k a s i : B e h a v i o r i s t i k
di waktu yang akan datang.39 Singkatnya, reinforcement adalah konsekuensi yang
memperkuat tingkah laku.

Reinforcement itu ada dua macam, positif dan negatif

a) Reinforcement Positif

Disebut reinforcement positif apabila suatu stimulus tertentu (biasanya yang


menyenangkan) ditunjukan atau diberikan sesudah suatu perbuatan
dilakukan. Misalnya uang ataupun pujian diberikan kepada seorang anak
yang memperoleh nilai A pada mata pelajaran tertentu atau murid-murid
pada tertawa kegirangan, ketika seorang temannya yang suka melucu
menjawab pertanyaan secara berselarah ketika pelajaran sejarah
berlangsung.40

b) Reinforcement Negatif

Disebut reinforcement negatif apabila suatu stimulus tertentu (yang tidak


menyenangkan) ditolak atau dihindari. Dengan perkataan lain,
reinforcement negatif itu memperkuat tingkah laku dengan cara
menghindari stimulus yang tidak menyenangkan. Kalau suatu perbuatan
tertentu menyebabkan seorang menghindari sesuatu yang tidak
menyenangkan, yang bersangkutan cenderung mengulangi perbuatan yang
sama apabila pada suatu saat menghadapi situasi yang serupa.

Hukuman

Reinforcement negatif itu seringkali dikacaukan dengan hukuman. Proses


reinforcement (positif ataupun negative) selalu berupa memperkuat tingkah laku.
Sebaliknya hukuman mengandung pengurangan atau penekanan tingkah laku.

39
Mahmud, M. Dimyati. 2009. Psikolgi Pendidikan: Suatu Pendekatan Terapan. Yogyakarta:
BPFE-Yogyakarta. Hal: 124
40
Ibid. Hal: 124

17 | P s i k o l o g i B e l a j a r
Suatu perbuatan yang diikuti oleh hukuman, kecil kemungkinannya diulangi lagi
pada situasi-situasi yang serupa di saat lain.41

Seperti halnya reinforcement, hukuman juga dibedakan menjadi dua


macam, presentation punishment dan removal punishment.

a) Presentation Punishment

Presentation punishment terjadi apabila stimulus yang tidak menyenangkan


ditunjukkan atau diberikan misalnya guru memberikan tugas-tugas
tambahan karena kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh murid-muridnya.42

b) Removal Punishment

Removal punishment terjadi apabila stimulus tidak ditunjukkan atau


diberikan, artinya menghilangkan sesuatu yang menyenangkan atau
diinginkan. Contoh, anak tidak diperkenalkan nonton televisi selama
seminggu. Karena selalu tidak mau belajar.43

Dengan kedua cara hukuman tersebut, akibatnya ialah berkurang nya


tingkah laku yang menyebabkan dikenakannya hukuman.

Mengendalikan Antecedent

Antecedent itu dapat berupa pemberi tahuan atau ajakan sebelum seseorang
diminta melakukan sesuatu antecedent dapat menimbulkan konsekuensi yang
positif atau pun yang negatif. Karena itu mengingatkan lebih dulu itu penting. Kalau
murid berbuat sesuai dengan pengingatan tersebut, guru tinggal memberikan
reinforcement saja. Tanpa itu barangkali guru tidak pernah berkesempatan
memberikan reinforcement kepada perilaku murid yang benar, sebab murid bisa
jadi tidak ingat untuk berbuat yang benar itu.44

41
Ibid. Hal: 125
42
Ibid. Hal: 125
43
Ibid. Hal: 125
44
Ibid. Hal: 129

18 | T e o r i B e l a j a r d a n A p l i k a s i : B e h a v i o r i s t i k
2.3.4. Contiguous Conditioning (Pembiasaan Asosiasi Dekat)
Teori belajar pembiasaan asosiasi dekat (contiguous conditioning) adalah
sebuah teori belajar yang mengasumsikan terjadinya peristiwa belajar berdasarkan
kedekatan hubungan antara stimulus dengan respons relevan. Contiguous
conditioning sering disebut sebagai teori belajar istimewa dalam arti paling
sederhana dan efisien, karena di dalamnya hanya terdapat satu prinsip yaitu
kontiguitas (contiguity) yang berarti kedekatan asosiasi antar stimulus-respons.45

Menurut teori ini, apa yang sesungguhnya dipelajari orang, misalnya


seorang siswa, adalah reaksi atau respons terakhir yang muncul atas sebuah
rangsangan stimulus. Artinya, setiap peristiwa belajar hanya mungkin terjadi sekali
saja untuk selamanya atau sama sekali tidak terjadi (Reber, 1989: 153). Dalam
pandangan penemu teori tersebut yaitu Edwin R. Guthrie (1886-1959), peningkatan
berangsur-angsur kinerja hasil belajar yang lazim dicapai seorang siswa bukanlah
hasil dari pelbagai respons kompleks terhadap stimulasi-stimulasi sebagaimana
yang diyakini para behavioris lainnya, melainkan karena dekatnya asosiasi antara
stimulus dengan respon yang diperlukan.46

Contoh sederhana ialah seseorang bisa mengasosiasikan satu ditambah satu


adalah dua, atau dapat mengasosiasikan bahwa setelah hari senin ialah hari selasa.

Namun demikian, perlu dicatat bahwa teori belajar contiguous conditioning


sebagai salah satu cabang mazhab behaviorisme itu tidak dapat diterima begitu saja
terutama mengingat kecenderungannya yang serba mekanis dan otomatis seperti
robot atau mesin. Padahal, dalam kebanyakan proses belajar yang dialami manusia,
peranan insight (tilikan akal) dan information processing (tahapan pengolahan
informasi), baik disadari atau tidak, selalu terjadi dalam diri setiap siswa yang
sedang melakukan pembelajaran. Sehubungan dengan ini, Hilgard & Bower (1975:
121) menyatakan bahwa meskipun kepercayaan terhadap teori contiguous
conditioning akan berlanjut terus namun teori tersebut sebenarnya telah kehilangan

45
Syah, Muhibbin. Op.Cit., Hal: 91
46
Ibid. Hal: 91

19 | P s i k o l o g i B e l a j a r
daya terik bagi generasi penerus ahli psikologi belajar seiring dengan muncul dan
populernya psikologi kognitif.47

2.4.Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Behavioristik


2.4.1. Kelebihan Teori Behavioristik
1. Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi
belajar.
2. Guru tidak banyak memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar.
mandiri. Jika menemukan kesulitan, baru ditanyakan kepada guru yang
bersangkutan.
3. Mampu membentuk suatu perilaku yang diinginkan mendapatkan
penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapatkan
penghargaan negatif yang didasari pada perilaku yang tampak.
4. Dengan melalui pengulangan dan pelatihan yang berkesinambungan, dapat
mengoptimalkan bakat dan kecerdasan siswa yang sudah terbentuk
sebelumnya. Jika anak sudah mahir dalam satu bidang tertentu, akan lebih
dapat dikuatkan lagi dengan pembiasaan dan pengulangan yang
berkesinambungan tersebut dan lebih optimal.
5. Bahan pelajaran yang disusun secara hierarkis dari yang sederhana sampai
pada yang kompleks dengan tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-
bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu keterampilan tertentu
mampu menghasilkan suatu perilaku yang konsisten terhadap bidang
tertentu.
6. Dapat mengganti stimulus yang satu dengan stimulus yang lainya dan
seterusnya sampai respons yang diinginkan muncul.
7. Teori ini cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktik
dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur kecepatan, spontanitas, dan
daya tahan.

47
Ibid. Hal: 92

20 | T e o r i B e l a j a r d a n A p l i k a s i : B e h a v i o r i s t i k
8. Teori behavioristik juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang
masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi, dan
harus dibiasakan, suka meniru, dan senang dengan bentuk-bentuk
penghargaan langsung.48

2.4.2. Kekurangan Teori Behavioristik


1. Sebuah konsekuensi bagi guru untuk menyusun bahan pelajaran dalam
bentuk yang sudah siap.
2. Tidak setiap mata pelajaran bias menggunakan metode ini.
3. Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan
menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang
efektif.
4. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik
justru dianggap metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.
5. Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar, sangat dipengaruhi oleh
penguatan yang diberikan guru.
6. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan
menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang
efektif sehingga inisiatif siswa terhadap suatu permasalahan yang muncul
secara temporer tidak bias diselesaikan oleh siswa.
7. Cenderung mengarahkan siswa untuk berpikir linier, konvergen tidak
kreatif tidak produktif, dan mendudukan siswa sebagai individu pasif.
8. Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning)
bersifat mekanistik dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati
dan diukur.
9. Penerapan metode yang salah dalam pembelajaran mengakibatkan
terjadinya proses pembelajaraan yang tidak menyenangkan bagi siswa,

48
Thobroni. Op.Cit.,. Hal: 71-72

21 | P s i k o l o g i B e l a j a r
yaitu guru sebagai centre, otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru
melatih, dan menentukan apa yang harus dipelajari oleh murid49

2.5. Penerapan Pembelajaran menurut Teori Belajar Behavioristik


Ilmu sudah tersusun rapih dan mutlak, dan belajar adalah proses transfer
tersebut. apa yang dipahami oleh guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Pembelajaran berbentuk disiplinisasi yang jika benar diberi hadiah dan jika salah
diberi hukuman.

49
Ibid Media. Hal: 72-73

22 | T e o r i B e l a j a r d a n A p l i k a s i : B e h a v i o r i s t i k
BAB III

PENUTUP
3.1.Kesimpulan

Teori belajar adalah Konsep, cara, rencana atau metode mengenai tata cara
pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara pendidik dan peserta didik dalam
kelas ataupun luar kelas

Teori Belajar Behaviorisme ialah sebuah teori yang memiliki definisi bahwa
belajar ialah suatu perbuahan tingkah laku yang dapat diukur. Atau dapat dikatakan
bahwa teori belajar Behaviorisme ialah suatu konsep teori belajar yang memiliki
karakteristik pandangan Behavioristik

Tokoh Tokoh Teori belajar Behaviorisme:

• Edward Lee Thorndike


• J.B. Watson
• Clark Hull
• Edwin Guthrie
• B.F. Skinner
• Robert Gagne
• Albert Bandura
• Ivan Petrovich Pavlov

Teori-Teori Belajar dan Aplikasi dalam Behavioristik:

• Connectionism
• Classical Conditioning
• Operant Conditioning
• Contiguous Conditioning

Kelebihan dan Kekurangan Teori Behavioristik

Kelebihan :

23 | P s i k o l o g i B e l a j a r
• Cocok digunakan untuk pelajaran yang membutuhkan aktivitas Fisik
• Pembentukan disiplin yang baik

Kekurangan :

• Siswa Pasif
• Kurang manusiawi
• Tidak semua pelajaran dapat menggunakan metode ini

Kurang menyenangkan dan menghambat kreativitas

3.2.Saran

Makalah ini masih amat jauh dari kata sempurna, kiranya kritik dan saran yang
membangun dapat diberikan kepada penyusun agar dapat menjadi bahan evaluasi
kedepannya, dan jika perlu menjadi acuan perbaikan makalah ini.

24 | T e o r i B e l a j a r d a n A p l i k a s i : B e h a v i o r i s t i k
DAFTAR PUSTAKA

Agus Suprijono. 2009. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM.


Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Bruno. 1987. Kamus Istilah Psikologi. Alih bahasa : Samekto, Seselia. Yogyakarta
: Kanisius.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta

Hilgard, ER. And Bower, G. H., 1975, Schemas Versus Mental Model In Human
Memory, Chinester : John Wiley and Sons.

Hintzman, Douglas L, The Psychology of Learning and Memory: 1987, Department


of Psychology, University of Oregon, Oregon

Illeris, Ormorod, 1995 Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup (edisi


kelima).Penerj. Achmad Chusairi, Juda Damanik; Ed. Herman Sinaga, Yati
Sumiharti).Jakarta: Erlangga.

Mahmud, M. Dimyati. 2009. Psikolgi Pendidikan: Suatu Pendekatan Terapan.


Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta

M. Ngalim Purwanto. (2002). Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.


Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Reber (1988). 10 Apr 1992 March 15-17, 1988, 1988 - books.google.com.


Definition of learning. New York: Oxford University Press. Diakses 14
Januari 2013

Sarwono, Sarlito. 2012. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Pers.

Sriyanti, Lilik. 2011. Psikologi Belajar. Salatiga: STAIN Salatiga Press

Syah, Muhibbin. 2001. Psikologi Belajar. Jakarta: Logos Wacana Ilmu

Thobroni. 2015. Belajar dan Pembelajaran: Teori dan Praktik. Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media.

Anda mungkin juga menyukai