Anda di halaman 1dari 5

Jurnal Bakti Saraswati Vol. 05 No. 01.

Maret 2016 ISSN : 2088-2149

KEARIFAN BUDAYA LOKAL PEREKAT IDENTITAS BANGSA

Ida Bagus Brata


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Mahasaraswati Denpasar

ABSTRAK
Kajian tentang permasalahan kesadaran kolektif lokal dan identitas nasional dalam era
globalisasi sangat relevan diwacanakan. Kenyataan ini seiring dengan berbagai perubahan yang
terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara pasca reformasi seiring
timbulnya tuntutan yang berlebihan hampir dalam segala aspek kehidupan. Tuntutan yang demikian
sering memicu permasalahan krusial, sehingga dapat mengancam keutuhan dalam hidup
 bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kearifan lokal merupakan elemen budaya yang harus
digali, dikaji, dan direvitalisasikan karena esensinya begitu penting dalam penguatan fondasi jatidiri
 bangsa dalam menghadapi tantangan globalisasi. Pertanyaan yang muncul adalah apakah nilai-nilai
 budaya lokal sebagai perekat identitas bangsa masih relevan
rele van untuk direvitalisasi dalam menghadapi
 berbagai permasalahan di era kesejagatan ini.
Kata kunci: kearifan lokal, identitas bangsa

 AB
 A B STR
ST R AC T
The study on the problems of the local collective consciousness and national identity is very
relevant to be discussed in the era of globalization. This fact goes along with the changes that occur
in the life of the society, nation, and state after the reform as the emergence of excessive demands in
almost every aspect of life. Such demands often lead to crucial issues that may threaten the integrity
of the life of society, nation, and state. Local genius is a cultural element that must be explored,
examined, and revitalized because its essence is so important in strengthening the foundations of
national identity to face the challenges of globalization. The question that arises is whether the
values of the local culture as the basis of national identity is still relevant to be revitalized in
dealing with various issues in this globalization era.
K eywords
ywords: local genius, national identity

I. PENDAHULUAN satu komunitas yang diidealkan. Bermodal


Identitas masa dan ruang mempunyai  pada suasana awal hubungan antar kelompok
makna penting dalam permasalahan etnis yang tersebar di seluruh kawasan
kebudayaan. Bagi sebuah negara modern nusantara ini, kendatipun dalam kenyataannya
seperti Indonesia, bukan hanya berwujud sering diwarnai ketegangan-ketegangan
sebuah unit geopolitik semata, namun dalam namun cukup kondusif bagi terbangunnya
kenyataannya senantiasa mengandung satu komunitas terbayang (Anderson, 1991).
keragaman kelompok sosial dan sistem Kenyataan ini juga diperkuat oleh aktivitas
 budaya yang tercermin pada keanekaragaman silang yang saling mendekatkan di antara
kebudayaan suku bangsa. Melalui perjalanan  berbagai kelompok etnis tersebut, berkat
sejarah, berbagai proses kehidupan manusia  pengaruh persebaran budaya-budaya (agama)
telah melahirkan ciri keanekaragaman bentuk  besar yang datang ke Indonesia.
 budaya. Mencermati sejarah bangsa ini Deskripsi untuk merumuskan identitas
Jurnal Bakti Saraswati Vol. 05 No. 01. Maret 2016 ISSN : 2088-2149

 pekerjaan mudah. Diakui realitas sosial Multikulturalisme dapat dimaknai


 bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku sebagai sebuah kepercayaan yang menyatakan
 bangsa dengan kebudayaannya masing-  bahwa kelompok-kelompok etnik atau budaya
masing. Sejauh ini masih terjadi perbedaan (ethnic and cultural groups) dapat hidup
 pemahaman dalam mengartikan konsep suku  berdampingan secara damai dalam prinsip co-
 bangsa, sehingga berapakah tepatnya jumlah existence  yang ditandai oleh kesediaan
suku bangsa di Indonesia. Ada yang menghormati budaya lain. Multikulturalisme
mengatakan bahwa di Indonesia terdapat  juga merupakan sebuah formasi sosial yang
sekitar 300 suku bangsa (Hildred Geerts, membukakan jalan bagi dibagunnya ruang-
1981; Poerwanto, 2003), bahkan ada yang ruang bagi identitas yang beragam dan
menyebutkan jauh lebih banyak dari jumlah sekaligus jembatan yang menghubungkan
tersebut. Melalatoa (1997) mencatat tidak ruang-ruang itu untuk sebuah integrasi
kurang dari 520 suku bangsa di Indonesia (Sparingga, 2003). Paham multikulturalisme
dengan berbagai kebudayaannya. ini muncul sebagai reaksi dari semakin
Identitas seseorang ditentukan oleh kuatnya cengkeraman globalisasi yang
keanggotaannya di dalam berbagai kesatuan cenderung menyatukan dunia (budaya)
sosial. Seseorang adalah berasal dari suku menjadi satu di bawah pengaruh ideologi
Bugis dengan kebudayaan Bugisnya, kapitalisme atau modernisme. Sebagai bangsa
sehingga dapat dikatakan ia mempunyai yang memiliki sejarah panjang, sehingga
identitas Bugis, dan demikian seterusnya tidak dapat dihindari bahwa bangsa Indonesia
terhadap suku Dani, Amukme, Tugutil, Jawa,  berada dalam kehidupan dengan beraneka
Bali, Manggarai dan lain-lain.  budaya di dalamnya, seperti: budaya Jawa,
 Nasikun (2001:4) dengan menyitir Sunda, Madura, Minang, Batak, Makasar,
 pandangan beberapa ahli ilmu Bugis, Toraja, Manggarai, Sikka, Sumba,
kemasyarakatan bangsa asing yang Bali, Sasak dan lain-lain yang hidup
menganggap semboyan “  Bhineka Tunggal  berdampingan dan saling melengkapi satu
 Ika” sesungguhnya masih lebih merupakan sama lain.
suatu cita-cita yang masih harus Dengan berpegang pada prinsip bahwa
diperjuangkan oleh segenap bangsa Indonesia tiada masyarakat dan kebudayaan yang
daripada sebagai kenyataan yang benar-benar  bersifat statis, maka dalam perspektif kultural,
hidup di dalam masyarakat. Oleh karena secara garis besar masyarakat dan kebudayaan
itulah memahami kebudayaan Indonesia dari lokal telah bergerak secara dinamis. Namun
 berbagai segi penting artinya dalam rangka hadirnya  Four T Revolution
menemukan integrasi sebagai unsur penting (Telecommunication, Transformation, Trade,
dalam usaha persatuan bangsa. Kebudayaan Tourism) telah memunculkan kecenderungan
Indonesia berakar dari kebudayaan etnik  baru di era globalisasi, seperti terjadinya
(lokal) di Indonesia yang memiliki kesamaan atau homogenitas budaya antara
keragaman. Pantaslah motto “Bhinneka daerah atau negara, akibatnya sekat antar
Tunggal Ika” menjadi bingkai dalam negara menjadi kabur. Dalam kaitan ini setiap
memahami isi (nilai) kebudayaan ini. individu atau masyarakat tentu tidak ingin
Berkaitan dengan tujuan inilah sangat penting kehilangan jati dirinya atau tercerabut dari
dipupuk rasa persatuan dalam pembinaan dan akar budaya yang dimilikinya. Berbicara
 pengembangan kebudayaan Indonesia untuk tentang jatidiri bangsa atau identitas suatu
memahaminya lewat pendekatan kebudayaan kelompok etnik tertentu tampaknya dapat
Jurnal Bakti Saraswati Vol. 05 No. 01. Maret 2016 ISSN : 2088-2149

kelompok etnik bersangkutan (Giddens,  bersifat tidak abadi, dapat menyusut, dan
2003). Sehubungan dengan itu, maka tidak selamanya tampak jelas secara lahiriah.
 pemahaman terhadap kebudayaan etnik yang Sementara Poespowardojo (dalam Astra,
kaya akan nilai-nilai kearifan lokal dan 2004:114) secara tegas menyebutkan bahwa
 pembahasan terhadap persoalan kesadaran sifat-sifat hakiki kearifan lokal adalah: 1)
kolektif lokal yang merefleksikan identitas mampu bertahan terhadap budaya luar; 2)
suatu kelompok etnik atau bangsa menjadi memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-
sangat relevan diangkat kepermukaan seiring unsur budaya luar; 3) mempunyai
dengan berbagai perubahan yang terjadi kemampuan mengintegrasi unsur-unsur
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.  budaya luar ke dalam kebudayaan asli; 4)
mampu mengendalikan; dan 5) mampu
II. KERANGKA KONSEPSUAL DAN memberikan arah pada perkembangan
TEORETIK  budaya. Atas dasar itu kearifan lokal dapat
Kebudayaan tradisional menjadi mitos dimaknai sebagai kebijakan manusia dan
sebagai sosok kebudayaan yang arif. Mitos itu komunitas dengan bersandar pada filosofi,
sesungguhnya mengusung kelestarian dan nilai-nilai, etika, cara-cara, dan perilaku yang
 jagadhita. Namun secara realitas di tengah- melembaga secara tradisional mengelola
tengah gelombang perubahan akibat  berbagai sumber daya alam, sumber daya
kapitalisme, modernisme, dan globalisme, hayati, sumber daya manusia, dan sumber
konflik antar budaya tradisional dan budaya daya budaya untuk kelestarian sumber kaya
modern tidak dapat dihindarkan walaupun tersebut bagi kelangsungan hidup
sinergi dan adaptasi unsur tradisional dengan  berkelanjutan.
unsur modern merupakan fakta kultural yang Barker (2005:14) mengatakan
tidak terbantahkan. identitas lebih merupakan konstruksi
Secara konsepsual kearifan lokal diskursif, produk wacana-wacana, atau cara-
merupakan bagian dari kebudayaan. Haryati cara tertentu dalam berbicara (regulated ways
Subadio (1986:18-19) mengatakan kearifan of speaking ) tentang dunia. Sebagai
lokal (local genius) secara keseluruhan konstruksi diskursif karena melalui pertuturan
meliputi, bahkan mungkin dapat dianggap dan pertulisan-lah seseorang dan atau
sama dengan cultural identity  yang dapat sekelompok orang dapat dikenal dan
diartikan dengan identitas atau keperibadian memperkenalkan jati dirinya. Jati diri sebagai
 budaya suatu bangsa. Sementara itu konsep guru, pejabat, pedagang, dokter dan lain-lain
kearifan lokal (local genius) yang dapat disimak dan difahami lewat bahasanya,
dikemukakan oleh Quaritch Wales (dalam lewat tuturan dan tulisannya. Dengan istilah
Astra,2004:112) adalah “....the sum of lain identitas diciptakan dan bukan
cultural characteristic which the vast ditemukan, dan terbentuk dari representasi-
majority of people have in common as a result representasi terutama bahasa.
of their experiences in early life” Maunati (2004:30) menjelaskan
(keseluruhan ciri-ciri kebudayaan yang  bahwa penanda-penanda identitas budaya
dimiliki oleh suatu masyarakat/bangsa misalnya bisa berasal dari sebuah kekhasan
sebagai hasil pengalaman mereka di masa yang diyakini ada pada agama, bahasa, dan
lampau). adat pada budaya yang bersangkutan. Namun
Dalam pandangan Mundardjito demikian tumpang tindih dapat terjadi di
(1986:41) bahwa kearifan lokal terbina secara antara kelompok-kelompok etnis yang
Jurnal Bakti Saraswati Vol. 05 No. 01. Maret 2016 ISSN : 2088-2149

 bangsa ini dengan mudah dapat dilihat bahwa dilupakan. Namun sering dalam kenyataan
 persoalan agama, etnisitas, dan identitas dapat disaksikan adanya tuntutan berlebihan
merupakan isu sensitif yang serting kali dapat  baik dalam skala mikro maupun skala makro,
dimanipulasi untuk memicu reaksi-reaksi  bahkan tidak jarang menjadi masalah krusial
emosional yang sering kali apabila tidak yang dapat mengancam keutuhan berbangsa
diantisipasi dengan baik berpotensi dan bernegara. Dalam konteks ini kebijakan
menimbulkan hal-hal yang bersifat fatal.  pelestarian nilai-nilai kearifan lokal terjebak
 pada persoalan politik tanpa aplikasi yang
III. KEARIFAM LOKAL SEBAGAI nyata.
PEREKAT IDENTITAS BANGSA Struktur masyarakat Indonesia yang
Huntington (2003:5-11) meramalkan multi dimensional merupakan suatu kendala
 bahwa masa depan politik dunia akan  bagi terwujudnya konsep integrasi secara
semakin mengarah kepada benturan antar hoorizontal. Hal ini dapat dilihat dari
kebudayaan, bahkan antar peradaban. Para  beberapa karakteristik yang dapat dikenali
ahli meramalkan bahwa dalam era global isu- sebagai sifat dasar dari suatu masyarakat
isu kebudayaan, agama, etnik, gender, dan majemuk sebagaimana yang telah
cara hidup akan lebih penting daripada isu dikemukakan oleh van den Berghe yakni: (1)
tentang konflik ekonomi yang terjadi pada terjadinya segmentasi ke dalam bentuk
masa industri (Toffler and Toffler, 1996). kelompok yang sering kali memiliki
Kecenderungan yang lain juga muncul seperti kebudayaan atau lebih tepat sub kebudayaan,
adanya semacam penolakan terhadap yang berbeda satu sama lainnya; (2) memiliki
keseragaman yang ditimbulkan oleh struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam
kebudayaan global (kebudayaan asing), lembaga-lembaga yang bersifat non
sehingga muncul hasrat untuk menegaskan komplementer; (3) kurang mengembangkan
keunikan kultur dan bahasa sendiri. Dalam konsesus di antara para anggota masyarakat
kaitan ini kearifan lokal sebagai pusaka tentang nilai-nilai sosial yang bersifat dasar;
 budaya menempati posisi sentral sebagai (4) secara relatif seringkali terjadi konflik di
inspirasi dalam penguatan jati diri atau antara kelompok yang satu dengan kelompok
identitas kultural. Penguatan jati diri suatu yang lainnya; (5) secara relatif integrasi sosial
kelompok etnik atau bangsa menjadi begitu tumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling
 penting di era globalisasi, dengan harapan ketergantungan di dalam bidang ekonomi;
 jangan sampai tercerabut dari akar budaya serta (6) adanya dimensi politik oleh suatu
yang kita warisi dari para pendahulu di kelompok di atas kelompok-kelompok yang
tengah-tengah kecenderungan homogenitas lain.
kebudayaan sebagai akibat dari globalisasi. Patut disyukuri bahwa hubungan antar
Indonesia sebagai negara bangsa yang suku bangsa dan golongan yang ada di
multietnis dan multikultural memang sejak wilayah NKRI ini, belum seburuk seperti di
awal berdirinya mengandung masalah  beberapa negara lain, namun potensi
legitimasi kultural. Kesenjangan, terpendam untuk konflik karena masalah
ketidakadilan, kurangnya pemerataan ketegangan antar suku bangsa dan golongan
 pembangunan, tirani minoritas yang terjadi di tidak bisa diabaikan demikian saja. Dalam
 berbagai wilayah di tanah air dalam kaitan inilah Koentjaraningrat (1980),
kenyataannya telah memicu terjadinya konflik mengemukakan, bahwa dalam rangka
sosial di berbagai wilayah di Indonesia, menganalisis hubungan antara suku bangsa
Jurnal Bakti Saraswati Vol. 05 No. 01. Maret 2016 ISSN : 2088-2149

Keperibadian Budaya Bangsa(Local Tilaar, H.A.R. 2007.  Mengindonesia Etnisitas


Genius). Jakarta Pustaka Jaya. dan Identitas Bangsa Indonesia
Suseno, Franz Magnis. 2005. Berebut Jiwa Tinjauan dari Perspektif Ilmu
 Bangsa. Jakarta: Kompas.  Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sparringa, D. T. (2003).  Multikulturalisme Toffler, Alvin. 1991.  Knowledge Wealrh and
 Dan Multi Perspektif di Indonesia. Violence at The Edge of The 21 st
Surabaya: Forum Rektor Simpul Jawa Century  (Alih bahasa Hermawan
Timur. Sulistyo). Jakarta: Pantja Simpati.

Anda mungkin juga menyukai