Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kurikulum merupakan proses pengalaman pembelajaran yang dirancang atau
direncanakan yang telah melalui pembimbingan serta hasil pembelajaran yang
diinginkan yang telah dibentuk secara sistematik melalui pembinaan semua materi
yang ada dan pengalaman di sekolah, sehingga guru dapatdituntut tanggung
jawabnya terhadap kurikulum yang telah ada.
Penafsiran konsep kurikulum bagi peneliti dan praktisi pendidikan dapat
berbeda satu sama lain. Secara umum, konsep kurikulum dapat didefinisikan
sebagai suatu spesifik rangkaian pengetahuan, keterampilan dan kegiatan untuk
disampaikan kepada siswa. Penafsiran lain, konsep kurikulum dapat didefinisikan
sebagai suatu rangkaian kegiatan yang direncanakan sebagai panduan guru untuk
mengajar dan siswa untuk belajar.
Model konsep kurikulum sangat mewarnai pendekatan yang diambil dalam
pengembangan kurikulum. Sebagai kajian teoritis, model konsep kurikulum
merupakan dasar pengembangan kurikulum. Atau dengan kata lain, pendekatan
pengembangan kurikulum didasarkan atas konsep-konsep kurikulum yang ada.
Perkembangan konsep kurikulum selalu mengikuti perkembangan zaman dan
pada setiap negara sangat terkait dengan kebijakan yang diambil oleh penguasa.
Khususnya di Indonesia, kurikulum selalu mengalami perubahan. Pada saat ini
telah muncul Kurikulum 2006 atau kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
Kurikulum ini merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 2004 yang terakhir
yaitu Kurikulum 2013. Sesuai dengan tuntunan zaman sekarang ini yang
mengharuskan setiap manusia siap, otomatis pendidikan mmempunyai peranan
yang amat penting. Pastinya baik, bermutu tidaknya sebuah institusi pendidikan
sangat bergantung pada system kurikulumnya.
1.2 Rumusan masalah :
1. Bagaimana konsepsi akademis pada pembelajaran IPS?
2. Bagaimana konteks pengorganisasian materi kurikulum IPS SD?
3. Bagaimana pola organisasi isi kurikulum IPS SD?
4. Bagaimana struktur isi kurikulum pendidikan IPS SD?

1.3 Tujuan :
1. Mampu menjelaskan konsepsi akademis
2. Mampu menjelaskan konteks pengorganisasian materi kurikulum IPS SD
3. Mampu menjelaskan pola organisasi isi kurikulum IPS SD
4. Mampu menjelaskan struktur isi kurikulum pendidikan IPS SD

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsepsi Akademis


Di saat dunia dihadapkan pada ketidakberfungsian mekanika moral
sosial, maka hanya pendidikanlah yang masih bertahan dengan kesantunan etika
dan maknawi moral kemanusiaan (Nitko, 1918:1). Untuk menjadikan sebuah
kegiatan pendidikan menjadi baik dan bermakna bukanlah sebuah pekerjaan
yang mudah apalagi menjadikannya sebuah permainan (Abidjani, 2006). Karena
melalui tangan-tangan ajaib pendidikanlah manusia-manusia berkualitas dunia
terlahir, dan melalui pendidikan pula terlahir manusia manusia yang menjadi
sampah dunia (Whel, 2000).
Pendidikan ideal selalu bersifat antisipatoris dan prepatoris, yakni selalu
mengacu ke masa depan dan selalu mempersiapkan generasi muda untuk
kehidupan masa depan yang jauh lebih baik, bermutu, dan bermakna (Buchori,
2001). Akan tetapi, dari hasil refleksi dan kajian kritis reflektif Buchori (2001)
dan Lasmawan (2007), terhadap pemikiran dan praktik pendidikan di Indonesia
pendidikan ideal seperti itu telah kehilangan momentum karena masih bermuara
pada transfer ilmu dan belum membangun karakter siswa. Kurikulum yang
diyakini sebagai komponen vital dan strategis dalam keseluruhan sistem
pendidikan juga belum menjadi instrumen efektif bagi terwujudnya pendidikan
nasional yang ideal, karena masih kental dengan content oriented yang berbasis
keilmuan. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP pun, masih sangat kental dengan paradigma
esensialisme. Indikasinya dapat dilihat dari runrusan pengertian pengetahuan
sosial di dalam konsep KBK 2004 dan KTSP (Depdiknas, 2006), Farisi (2006)
menegaskan bahwa definisi yang menyatakan lPS sebagai simplifikasi ilmu ilmu
sosial atau ilmu-ilmu sosial yang dibelajarkan di sekolah adalah definisi yang
dikembangkan dari pandangan esensialisme, yang lebih menekankan pada
penguasaan kompetensi dasar bidang keilmuan sehingga belum mengacu pada
pengakuan kompetensi diri siswa secara integratif dan holistik.
Dilihat dari perspektif si kelemahan utama kurikulum esensialistik
terletak pada pandangan bahwa siswa hanya diperankan sebagai passive
recipient terhadap realitas dan kebenaran yang secara ontologis berada di luar
dirinya (Winataputra, 2001). Implikasi langsung dari kondisi tersebut adalah
pembelajaran IPS kurang diminati siswa. Pakar IPS sebagian besar meyakini
bahwa keniscayaan kurikuler esensialistik semacam itu dapat menghambat
perkembangan modalitas akademik dan modalitas sosial siswa serta mendistorsi
genuine concepts atau indigenous science mereka tentang alam semesta yang
dibangun dan dikembangkan dari keseharian pengalaman sosial dan kulturalnya
(Ellis, 1998: Abidjani, 2006). Kondisi ini juga dapat mendistorsi atau merusak
sel-concept siswa yang merupakan faktor esensial bagi pembentukan identitas

2
atau karakter siswa itu sendiri. Sejalan dengan perubahan paradigma
pembelajaran IPS, yang dimulai pada era 1980an, yaitu dari paradigma
mainstream academic knowledge ke paradigma transformative academic
knowledge (Banks, 1995), para pakar dan pengembang pembelajaran lPS
sepakat untuk merekonstruksi dasar-dasar pemikiran kurikulum lPS sejalan
dengan perkembangan paradigma pendidikan mutakhir yakni teori rekonstruksi
sosial ala Vygotsky (NCss, 2001). Teori rekonstruksi sosial Vygotsky juga
diprediksi akan menjadi salah satu pilar pembelajaran IPS abad 21 dan
menggeser kebiasaan (Winataputra (2001). Namun demikian, kontitmen untuk
menjadikan teori rekonstruksi sosial sebagai paradigma baru IPs di Indonesia
belum banyak didukung oleh hasi-hasil penelitian kontekstual. Beberapa
penelitian yang telah dilakukan belum menjangkau dimensi dimensi lain dari
kurikulum IPS.
Merekonstruksi ide kurikulum atau gagasan kurikulum pembelajaran IPS
pada jenjang sekolah dasar (SD) berdasarkan perspektif teori rekonstruksi sosial
ala Vygotsky, sebagai dasar-dasar pemikiran tentang kurikulum ke IPS an yang
memiliki perspektif baru atau perspektif alternatif, memiliki dasar filosofis dan
teoretik yang ditegakkan secara mantap dan kuat di atas pandangan tentang
siswa sebagai subyek, sehingga menjadi lebih bermakna, lebih manusiawi, dan
lebih membumi karena berpijak pada kelaziman cara dan konteks belajar siswa
dan dalam membangun pemahaman, pengertian, nilai, dan sikapnya, serta
berpijak pada pengakuan bahwa siswa adalah bagian integral dan bersetara
dalam keseluruhan bangunan sistem ke lPS an. Upaya ini dipandang sebagai
sebuah keharusan seiring dengan semakin menajamnya distorsi sosial yang
berkembang di masyarakat sebagai dampak dari kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Kondisi tersebut harus terantisipasi secara optimal dan
komprehensif dalam pembelajaran IPS sebagai sebuah synthetic aicipline.
Rekonstruksi kompetensi IPS di dalam dikembangkan berdasarkan
perspektif teori rekonstruksi sosial ala Vygotsky tentang hakekat siswa secara
ontologis, bukan dari sebaran pokok-pokok bahasan di dalam kurikulum, seperti
yang umum dilakukan. Oleh karena itu, kompetensi IPS di dalam penelitian ini
merupakan refleksi dari karakter siswa sebagai makhluk personal, sosiokultural,
dan intelektual. Berdasarkan studi pendahuluan, kompetensi ke IPs an dasar atau
standar yang berhasil diidentifikasi secara tipologis mencakup tiga dimensi
pengembangan, yaitu :
1. Kompetensi personal
Kompetensi personal merupakan kemampuan dasar yang berkaitan
dengan pembentukan dan pengembangan kepribadian din siswa sebagai
mahluk personal atau individual hak dan tanggungjawab personalnya,
sebuah tanggungjawab yang selama ini terpinggirkan di dalam pendidikan
IPS.

3
2. Kompetensi sosial
Kompetensi sosial merupakan kemampuan dasar yang berkaitan
dengan pembentukan dan pengembangan kesadaran dan kepribadian siswa
sebagai makhluk sosial dan budaya. Pembentukan dan pengembangan
kompetensi kompetensi sosial ini disesuaikan dengan tuntutan sosial dan
budaya masyarakat Indonesia masa kini dan mendatang, termasuk
tuntutan masyarakat global.
3. Kompetensi intelektual
Kompetensi intelektual, merupakan kemampuan berpikir atau bemalar
yang didasarkan pada adanya kesadaran atau keyakinan atas sesuatu yang
baik, sosial, psikologis (indrawi atau nonindrawi).

2.2 Konteks Pengorganisasian Materi Kurikulum lPS SD


Ada beberapa isu sentral yang berkaitan dengan pembelajaran lPS pada
jenjang sekolah dasar. Dalam konteks penelitian, isu-isu sentral yang
dimaksud adalah masalah-masalah sosial kemasyarakatan yang ada kaitannya
dengan nilai-nilai atau keyakinan yang dianut oleh suatu kelompok atau
masyarakat, baik yang bersifat lokal, regional, dan nasional.
Konteks rekonstruksi pola organisasi materi lPS Sekolah Dasar
berdasarkan perspektif konstruktivisme personal, interpersonal, dan
sosiologis mencakup : (1) konteks personal siswa, (2) konteks inter-
personalsosiokultural siswa, dan (3) konteks sosial, kultural, dan historikal
masyarakat.
1. Konteks Personal Siswa
Konteks personal siswa dimaksudkan kondisi atau lingkungan
internal yang sudah terdapat dan terbentuk di dalam diri siswa, yang
mempengaruhi dan membatasi dalam mengabstraksikan,
mengorganisasikan, dan menggunakan obyek (informasi, nilai, sikap,
tindakan) yang dialami. Konteks ini menyediakan prinsip bahwa pola
organisasi dan struktur isi kurikulum IPS Sekolah Dasar harus dapat
dimengerti, dijelaskan, dan dimaknai secara personal (individually defined).
Dalam kepustakaan konstruktivisme, banyak sekali istilah yang
digunakan menunjukkan pada pengertian konstruksi pengetahuan awal
siswa. Konstruksi pengetahuan awal siswa tersebut terdiri dari:
a. Konstruksi pengetahuan alamiah (natural knowledge) yang dibangun
secara personal psikologis melalui mekanisme mekanisme intra-
psikologis atau fungsi-fungsi psikologisnya persepsi, memori,
perhatian.
b. Konstruksi pengetahuan interpersonalsosiokultural(sociocultural
knowledge) yang dibangun berdasarkan mekanisme hubungan-
hubungan interpersonal antara siswa dengan sejawat atau orang lain, dan
lingkungannya

4
c. Konstruksi pengetahuan sosiologis (sociological knowledge) yang
dibangun dalam proses proses sosialisasi dan pembudayaan oleh
masyarakat.
Sementara dilihat dari karakteristiknya, konstruksi pengetahuan
awal siswa terdiri dari:
a. Pengetahuan faktual, yaitu pengetahuan tentang unsur-unsur dasar atau
spesifik dari sebuah pengetahuan, atau yang dapat digunakan untuk
memecahkan masalah.
b. Pengetahuan deklaratif atau konseptual, yaitu pengetahuan tentang apa
yang menyatakan adanya antar hubungan di antara unsur-unsur dasar
dalam suatu struktur yang lebih besar, yang memungkinkan unsur unsur
tersebut membangun fungsi bersama.
c. Pengetahuan procedural yaitu, pengetahuan tentang bagaimana
melakukan sesuatu, metode inkuir, dan kriteria penggunaan
keterampilan, algoritma, teknik, dan metode pengetahuan.
d. Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan tentang kognitif dan
proses kognitif pada umumnya, ataupun kesadaran atau pengetahuan
tentang kognitif dan proses kognitif diri sendiri.
e. Pengetahuan normatifafektif, yaitu pengetahuan yang memuat berbagai
informasi tentang nilai, sikap, etika, keyakinan, atau hal-hal yang
bersifat normatif lainnya baik yang berkaitan dengan pengetahuan
faktual, deklaratikonseptual, prosedural, metakognitif, dalam suatu
jalinan siangkat secara utuh membentuk sebuah makna.
lPS Sekolah Dasar hendaknya memberikan pendidikan yang
komprehensif, religion must be part of the cumiculum, karena nilai-nilai
kemanusiaan dan prestasi-prestasi gemilang manusia termasuk yang
terdapat di dalam agama merupakan dasar fundamental bagi kehidupan
yang bermakna dan secara kultural kaya agama keimanan dan ketakwaan
sebagai unsur private culture harus menjiwai dan berpenetrasi ke seluruh
unsur pendidikan IPS Sekolah Dasar.

Dilihat dari karakteristiknya, pengalaman siswa dapat dibedakan


menjadi :
a. Pengalaman kognitif dan meta kognitif merupakan pengalaman yang
berkesinambungan membentuk suatu kesatuan pengalaman tentang apa
yang diketahui (faktual, konseptual dan prosedural), bagaimana cara
mengetahui, membangun pengetahuan, dan mengetahui tentang apa
yang diketahui, termasuk strategi untuk mengetahui dan kontrol
terhadap yang diketahui
b. Pengalaman sosial budaya merupakan pengalaman yang didapatkan
dari hasil relasi relasi dan interaksi interaksi dengan satu atau beberapa

5
lingkungan sosial budaya yang berbeda dan membangun suatu
kesinambungan atau rangkaian kesatuan pengalaman sosial budaya,
c. Pengalaman IPSI merupakan pengalaman yang diperoleh dari hasil
relasi relasi dan interaksi.
d. Pengalaman logika merupakan pengalaman membangun atau
mengkonstruksi relasi-relasi antarobyek dan membangun suatu
kesinambungan atau rangkaian kesatuan pengalaman logika
e. Pengalaman normatifafektual merupakan pengalaman yang didapatkan
dari hasil relasi dan interaksi dengan satu atau beberapa jenis nilai,
sikap, etika, moral, dan keyakinan.
Terdapat juga Jaringan struktur internal yakni suatu organisasi
sistemik yang saling berkaitan atau saling berhubungan di antara:
a. Muatan, yaitu jaringan konseptual, afektual, tindakan, dan pengalaman
b. Operasi-operasi yaitu kemampuan memanipulasi mentransformasikan,
menggunakan, dan mengontrol obyek dan struktur internal
c. Fungsi fungsi, yaitu kemampuan individu untuk mengembangkan atau
meningkatkan muatan struktur kognitif, afektif, dan motoriknya.
Materi untuk IPS Sekolah Dasar tidak utuh seperti layaknya format
sistem pengetahuan dalam IPS Sekolah Dasar untuk perguruan tinggi, tetapi
perlu dipertimbangkan berdasarkan tingkat kematangan psikologis serta
tujuan-tujuan pedagogisnya bagi anak Sekolah Dasar. Dasar seleksi,
rekonstruksi, dan penyederhaannya disesuaikan dengan prinsip ilmu sosial
untuk pendidikan.
Memposisikan IPS Sekolah Dasar dalam kaitan struktural dengan ilmu
ilmu sosial, juga tidak mengakui bahwa IPS Sekolah Dasar sesungguhnya
sudah memiliki sebuah garis pemikiran yang tegas sebagai mata pelajaran
(mainline subject. Identitas sosio- kultural, yakni jati diri atau karakter sosio-
kultural siswa yang dibangun dan dikembangkan berdasarkan pengalaman
pengalamannya di dalam relasi-relasi sosio kulturalnya, baik secara intra
dan/atau antarlingkungan sosio kultural budaya di mana siswa menjalani
aktivitas keseharian hidupnya di dalam masyarakat, termasuk dalam hal ini
adalah identitas etnis dan gender. Seluruh identitas sosiokultural siswa
tersebut terjelmakan di dalam setiap cara berpikir, bersikap, dan bertindak
siswa atas berbagai obyek dan fenomena yang ditemui, termasuk dalam hal
cara-cara siswa belajar dan membangun struktur struktur internalnya.

2. Konteks Sosiokultural Siswa


Konteks sosiokultural siswa dimaksudkan sebagai kondisi atau
lingkungan sosiokultural yang memediasi, menjembatani antara fungsi
fungsi internal siswa (kognitif, afektif, dan motorik) dengan prasyarat-
prasyarat tindakan-tindakan siswa.

6
Kondisi atau lngkungan sosiokultural mediatif tersebut berupa alat-
alat psikologis (psychological tools) yang diciptakan oleh masyarakat dan
budayanya dan digunakan di dalam hubungan-hubungan dialektis antara
individu dengan individu lain yang sudah dewasa dan dengan masyarakat,
seperti tanda, simbol, teks, rumus bahasa, dan alat-alat grafik-simbolik
hingga yang kompleks (super tools, seperti teks kompleks dan literatur.
Konteks ini menyediakan prinsip bahwa pola organisasi dan struktur
isi kurikulum lPS sekolah Dasar harus merupakan perangkat perangkat
psikologis yang dapat mediasi dan jembatan bagi siswa untuk melakukan
dan tranformasi struktur dan fungsi fungsi internalnya (kognitif, afektif,
dan motorik).

3. Konteks Budaya dan Historis Masyarakat


Konteks sosial budaya, dan historis masyarakat dimaksudkan sebagai
kondisi atau lingkungan sosial, budaya, dan historis masyarakat yang
mempengaruhi apa yang sesuai dan layak bagi masyarakat, juga yang
menentukan cara-cara siswa mengabstraksikan, mengorganisasikan, dan
menggunakan obyek informasi, nilai, sikap, tindakan) yang sesuai dan
layak bagi masyarakat tempat siswa menjalani keseharian hidupnya.
Konteks ini menyediakan prinsip bahwa pola organisasi dan struktur
isi kurikulum IPS Sekolah Dasar harus memiliki relevansi dan singnifikansi
tinggi secara sosial, kultural, dan historikal. Konteks sosial, budaya, dan
historis masyarakat, yang dimaksudkan adalah keinginan, harapan, dan
kebutuhan keluarga, masyarakat, pemerintah, ketompok-kelompok
komunitas, cita-cita, efisiensi, loyalitas, nilai-nilai, dan harga-din bangsa,
niai, keyakinan, kecenderungan, perubahan, tradisi, dan kebutuhan sosial
termasuk kebutuhan legal, identitas kultural masyarakat, perubahan dan
tantangan masyarakat global, karakteristik jaman, perkembangan iptek,
nilai dan tradisi masyarakat, perubahan sosial, hakikat siswa sebagai sosio
kultural, kondisi atau realitas masyarakat, karakteristk dan realtas
masyarakat Indonesia, kebudayaan nasional, dan ideologi negara.
Sejumlah alasan mengenai arti penting konteks sosial. budaya, dan
sejarah bagi rekonstruksi pola organisasi dan stnitr materi IPS Sekolah
Dasar, di antaranya adalah agar lebh signifikan bagi masyarakat dan dapat
meningkatkan hasrat siswa untuk mengetahui lingkungannya, yang mana
dia sebagai a constructive member of the social group, apapun nilai-nilai
mereka dari sudut pandang budaya personal.

2.3 Pola Organisasi Isi Kurikulum IPS Sekolah Dasar


Pola perkembangan organisasinya sendiri menurut Piaget mengikuti
prinsip sirkularitas atau siklus-berienjang sejalan dengan tahapan
perkembangan personai siswa, atau menurut vygotsky mengikuti prinsip

7
saling kerjasama, saling mendukung, dan saling memediasi di antara fungsi
fungsi psikologis melalui mekanisme internal atau intra-psikologis
(konstruktivisme personal, mekanisme interpersonal, interpsikologis. atau
sosial (konstruktivisme interpersonallsosiokultural, juga melalui mekanisme
ekstemal ata sosiologis (konstruktivisme sosiologis).
Secara paradigmatik, isi kurikulum IPS Sekolah Dasar dipandang
memiliki sebuah pola organisasi dan struktur, apabila tercipta dalam bentuk
sebuah jalinan atau relasi sistemik yang saling berkaitan penuh makna di
antara satu bagian materi dengan bagian materi yang lain, hingga
membangun sebuah totalitas atau kesatuan bidang-materi.
Gagasan rekonstruksi pola organisasi materi lPS Sekolah Dasar di dalam
studi ini didasarkan materi-materi kurikulum lPS Sekolah Dasar, yakni :
a. Dapat dimengerti, dijelaskan, dan dimaknai secara personal
b. Materi-materi kurikulm lPs Sekolah Dasar merupakan alat-alat
psikologis yang bersifat sosiokultural
c.Materi-materi kurikulum IPS Sekolah Dasar memiliki relevansi dan
singrifkansi tinggi secara sosial, kultural, dan historical
d. Materi-materi kurikulum IPS Sekolah Dasar merupakan suatu jalinan
atau relasi yang saling berkaitan penuh makna
e. Materi materi kurikulum IPS Sekolah Dasar mengikuti pola sirkular,
spiral, atau siklus berjenjang dengan cakupan materi yang semakin luas,
kaya, variatif, dan berlapis.
f. Materi materi kurikulum IPS Sekolah Dasar memungkinkan siswa
mampu melakukan rekonstruksi terhadap konstruksi pengetahuan,
pengalaman, dan jaringan struktur.
g. Materi-materi kurikulum lPS Sekolah Dasar mampu
menyinambungkan, memperkuat, dan memperluas struktur alamiah dan
sosiokultural siswa dan masyarakat yang menjadi konteks kehidupan
siswa sebagai makhluk sosio kultural, kultural, dan historikal.
Tema tema yang dijadikan sebagai dasar orientasi pengorganisasian
materi IPS SD didasarkan pada pertimbangan pertimbangan:
a. Lebih memungkinkan siswa memahami dan mengkaji topik-topik,
gagasan-gagasan, kejadian-kejadian, praktik.
b. Karena sifatnya yang komprehensif dan apresiatif, sangat dimungkinkan
menyediakan pengalaman-pengalaman, dan aktivitas aktivitas belajar
c. Memungkinkan siswa menemukan karakter atau latar dari setiap gagasan-
gagasan, kejadian-kejadian, praktik-praktik, proses proses
d. Membantu siswa secara mandiri mengembangkan kriteria-kriteria yang
bisa digunakan di dalam mengakses berbagai situasi sosial
e. Membantu siswa memperkuat daya ingat siswa karena mereka dapat
mengaplikasikan secara langsung pengetahuan, nilai, keterampilan, dan
sikap personalnya melalui tema yang dikajinya. Tema tema yang diajukan

8
di dalam studi ini adalah diri (siswa), lingkungan komunitas setempat,
lingkungan komunitas provinsi atau nasional dan lingkungan komunitas
regional/dunia.
Rekonstruksi pola organisasi isi kurikulum ini juga terdapat paralelitas
dengan empat fondasi kurikulum posmodernisme (the Four R's), yakni:
a. Kaya (Richness) bahwa kurikulum harus bersifat generativitas, multi-
tatsir, dan multi- makna. Dasar ini identik dengan prinsip siklus
berjenjang,
b. Rekursif (Recursion, bahwa kurikulum harus mengundang siswa untuk
selalu berefleksi tentang dan berdialog dengan dirinya, serta berinteraksi
secara berkelanjutan dengan siswa lain, guru, teks, kebudayaan
c.Keterhubungan (Relations), yaitu bahwa kurikulum harus merupakan
sebuah jaringan, pola pola keterhubungan, atau sebuah sistem yang
kompleks, kaya, multitafsir dan stabil.
d. Keketatan (Rigor) yaitu bahwa kurikulum harus koheren, integratif, atau
merupakan kesatuan yang dinamis dari masalah, peluang, atau tantangan
di dalam isi kurikulumnya.

2.4 Struktur lsi Kurikulum Pendidikan IPS SD


Berdasarkan hasil kajian Piaget pakar pertama yang mengajukan teori
tentang struktur isi materi kajian adalah Jerome S. Bruner (1978) dalam
karyanya Process of Education. Ditegaskan oleh Bruner, the structure of a
subject haruslah dikaitkan dengan teori tentang struktur pengetahuan
(structure of knowledge). Asumsinya adalah intelektualitas atau cara- cara
manusia membangun pengetahuan sama atau paralel bagi semua manusia,
tidak pandang usia tidak terkecuali pada anak dan ilmuwan.
Pengembangan struktur isi kurikulum berdasarkan struktur disiplin ilmu,
pada konteks pendidikan ilmu social, memberikan empat keuntungan :
a. Isi kurikulum menjadi komprehensif karena hanya gagasan dan prinsip
dasar tentang obyek yang dikaji,
b. Menyederhanakan cara menyimpan dan menggunakan ingatan ketika suatu
saat dibutuhkan.
c. Memudahkan teriadinya pengalihan latihan kemampuan hal-hal lain, baik
dalam situasi khusus maupun dalam segala situasi
d. dapat mengembangkan ketajaman analisis sehingga dapat membedakan
perbedaan antara pengetahuan dasar dengan pengetahuan yang lebih
maju .
Berdasarkan kajian dan temuan empiris, simpulan yang dapat dibuat bahwa
ada dua kontribusi penting pemikiran Vygotsky yang bisa digunakan sebagai
pijakan dalam rekonstruksi struktur isi kurikulum IPS Sekolah Dasar, yaitu
(1) bahwa hakekat struktur isi kurikulum adalah sosiokultural

9
(2) bahwa struktur isi kurikulum harus menjadi sebagai alat-alat psikologis
yang mampu memediasi dan menjembatani kemungkinan bekerjanya fungsi
fungsi psikologis yang terdapat pada diri siswa.
Berpijak pada teori vygotsky tersebut, prinsip yang dapat dijadikan pegangan
dalam rekonstruksi struktur isi kurikulum IPS Sekolah Dasar adalah struktur
isi kurikulum IPS Sekolah Dasar harus berwatak sosiokultural dan berfungsi
sebagai alat psikologis yang mampu menjembatani, memfasilitasi,
Sungguhpun di antara materi-materi IPS Sekolah Dasar tersebut sebagian
dikontribusi oleh disiplin-disiplin ilmu, seperti sejarah, geografi, ekonomi,
susiologi, antropologi, dan lain-lain.
Seluruh struktur isi kurikulum IPS Sekolah Dasar harus terjalin secara
terpadu guna mendukung terciptanya kompetensi kompetensi dasar lPS
Sekolah Dasar. Pengembangan stuktur IPs Sekolah Dasar seperti itu, dlyakini
bisa mengantisipasi teradinya kejenuhan siswa untuk belajar lPS Sekolah
Dasar, dan membangkitkan kembali minat belajar siswa terhadap lPSSekolah
Dasar.
Rekonstruksi struktur materi lPS Sekolah Dasar yang dirumuskan di
dalam studi ini secara kategorik meliputi struktur substantive, sintettik dan
normatif
(a) Struktur substantif
Struktur substantif dimaksudkan sebagai jalinan atau relasi
antarmateri kurikulum yang saling berkaitan penuh makna di antara
berbagai dimensi pengetahuan yang memberikan konsepsi yang sama,
jelas, kepada siswa di dalam:
merumuskan pertanyaan
menemukan cara yang tepat untuk memperoleh dan menafsirkan data
menyediakan kerangka berpikir, bersikap, dan bertindak
membangun pengertian, nilai, sikap, dan tindakannya
Dilihat dari sumbernya, struktur substantif kurikulum Sekolah
Dasar secara eklektik terdiri dari dua jenis pengetahuan, yaitu:
pengetahuan fungsional yang dibangun oleh siswa dari realitas dan
pengalaman personal, sosial, dan kulturalnya di dalam keseharian
hidup masyarakatnya
pengetahuan nonfungsional dari disiplin ilmu-ilmu (sosial dan non-
sosial)
Dalam konteks paradigma baru ini pula, di dalam pendidikan
keilmuan belakangan lahir konsep science for all dalam pendidikan sosial,
atau realistic mathematics dalam pendidikan. Berdasarkan kecenderungan
baru di dalam pengorganisasian struktur isi kurikulum tadi, maka menjadi
suatu keniscayaan bagi IPS Sekolah Dasar untuk melakukan gerakan
pembaharuan serupa, dan tidak lagi bersikukuh terhadap pandangan lama
bahwa IPS Sekolah Dasar harus dikembangkan berdasarkan struktur

10
disiplin ilmu semata. Secara teoretik, sesungguhnya pula pengetahuan
fungsional atau keseharian memiliki kesamaan dengan pengetahuan
ilmiah. Keduanya sama-sama dibangun atas dasar kesadaran diri subyek
atas realitas yang dialami. Perbedaannya lebih terletak pada derajat
abstraksi, generalitas, sistematisasi organisasi, dan kontrol terhadap proses
dan hasilnya. Penggunaan pengetahuan fungsional keseharian ini, tidak
hanya memudahkan siswa, tetapi juga menghindari terjadinya
dekontekstualisasi materi-materi IPS Sekolah Dasar akibat tuntutan ke
arah berpikir formal di sekolah. Siswa tidak bisa lagi berkaitan langsung
dan dekat dengan pengalaman dunia kehidupan nyata di mana dia teribat
langsung atau berdekatan dengannya. Bila ini terjadi, siswa akan
tercerabut dari pokok materi yang ada di dalam pengalaman hidup dan
minat sosial siswa yang permanen pun hilang (Dewey, 1964).
Penggunaan pengetahuan fungsional keseharian siswa dapat
memberikan makna, lebih realistik dan bermanfaat bagi siswa di dalam
menghadapi kenyataan hidup juga lebih mampu mendekatkan dan
mengukuhkan jalinan yang erat, dan sarat, antara materi-materi yang siswa
pelajari di sekolah dengan realitas, fenomena, masalah, dan/atau kasus-
kasus kehidupan nyata. Penggunaan keduanya secara berbarengan harus
dilakukan dengan cara menciptakan suatu sistem organisasi materi yang
relevan, memuat realitas, fenomena, masalah, dan/atau kasus-kasus
tertentu yang bisa didekati oleh kedua jenis pengetahuan tersebut. Hal
yang paling mendasar dari semua itu adalah struktur substantif Sekolah
Dasar harus memfasilitasi kemungkinan yang luas dan terbuka kepada
siswa untuk:
1. Membangun kesadaran diri siswa sebagai subyek atas realitas yang
dialami selama pembelajaran dan kehidupan kesehariannya.
2. Mengembangkan kemampuan diri membangun pengertian, nilai sikap,
dan tindakannya secara mandiri berdasarkan pengetahuan substantive
(faktual, konseptual, dan normative/afektif yang dipelajari: bukan
dimaksudkan untuk penguasaan struktur disiplin ilmu.
(b) Struktur sintaktik
Struktur sintaktik dimaksudkan sebagai jalinan atau relasi
antarmateri kurikulum yang saling berkaitan penuh makna di antara
berbagai jenis prosedur, yang dapat memfasilitasi siswa di dalam hal:
1. Pendekatan, strategi, cara, teknik, keterampilan, proses, dan/atau
prosedur dalam mengkaji, menguji, memparluas, dan membangun
pengertian, nilai, sikap, dan tindakannya.
2. Prinsip-prinsip dan kriteria-kriteria yang harus ditaati ketika
menggunakan atau menerapkan pendekatan, strategi, cara, teknik,
keterampilan, proses dan/atau prosedur tersebut untuk mengkaji,

11
menguji menginterpretasi, dan membangun pengertian, nilai, sikap, dan
tindakannya.
Seperti pada struktur substantit di atas, rekonstruksi terhadap
struktur sintaktik materi IPS Sekolah Dasar, secara eklektik juga mencakup
dua jenis struktur sintaksis yang bersifat komplementer, yaitu:
1. Struktur sintaksis keseharian, yang telah dimiliki dan dipraktikkan
siswa dalam realitas kehidupan keseharian, khususnya dalam cara-cara
mereka:
a) Mengaitkan pengetahuan, nilai, keterampilan, dan sikap yang sudah
ada di dalam dirinya dengan pengalaman pengalaman baru yang
mereka peroleh.
b) Membangun pengetahuan, nilai, keterampilan, dan sikap dari
pengalaman kesehariannya.
2. Struktur sintaksis keilmuan (sosial dan non-sosial) yang dipandang
memiliki keterkaitan dengan struktur sintaksis siswa:
Didasarkan pada pertimbangan kemungkinan aplikasinya oleh
siswa SD: sesuai dengan karakteristik bidang kajian IPS Sekolah Dasar
dan sudah diadaptasi, dimodifikasi, khusus untuk kepentingan
pembelajaran IPS Sekolah Dasar. Sebagai substansi kurikulum IPS
Sekolah Dasar penggunaan kedua jenis pengetahuan tersebut secara
eklektik bukan dimaksudkan untuk melatih siswa ke arah penguasaan
pendekatan, strategi, teknik, keterampilan proses, prinsip-prinsip
keilmuan lebih pada upaya untuk memperkuat dan memperluas operasi.
Operasi (operations) dasar yang terdapat di dalam struktur atau
organisasi tindakan-tindakan anak. Operasi-operasi dasar tersebut
mencakup:
1. Operasi kognitif, atau lazim pula disebut proses-proses kognitif, atau
keterampilan intelektual, yakni operasi, proses, atau keterampilan
dasar siswa dalam mengingat (recal), mengerti (understanding),
aplikasi (aplication), analisa (analyse): evaluasi (evaluation): dan
mencipta (create).
2. Operasi metakognitif, atau strategi kognitif atau juga lazim disebut
strategi metakognitif, fungsi eksekutif atau struktur kontrol
kemampuan pengelolaan diri dan/atau aktivitas matemagenik, yakni
kesadaran atau pengetahuan siswa terhadap proses-proses kognitif
yang mencakup pengetahuan strategik fungsi eksekutif struktur
kontrol atau kontrol terhadap aktivitas atau proses kognitif dan
tugas-tugas kognitif.
3. Operasi afektif, yaitu operasi, proses, atau keterampilan anak dalam
menata dan mengembangkan nilai yang berbeda, dan
mengklarisikasi konflik antar nilai sehingga bisa ditetapkan suatu

12
sistem nilai dan kemampuan berperilaku konsisten sesuai dengan
sistem nilai yang diyakini.
4. Operasi psikomotorik (keterampilan fisik, yaitu operasi, proses, atau
keterampilan anak dalam bertindak didukung oleh suatu keahlian
tertentu sehingga memperlihatkan kemahiran/keterampilan tingkat
tinggi (complex overf response), memodifikasi keterampilan motorik
yang lebih baik untuk mengantisipasi terhadap situasi baru dan
menciptakan pola pola gerakan baru.
Di dalam keseluruhan struktur materi yang digagas di dalam
rekonstruksi ini struktur sintaktik perlu mendapatkan penekanan karena
berkaitan erat dan harus mendukung kepada pengembangan kompetensi
kompetensi dasar IPS Sekolah Dasar yang dirumuskan dan menjadi
tujuan utama.

Struktur sintaksis harus secara langsung pula berkaitan dan


memberikan makna bagi pencapaian kompetensi kompetensi personal
sosia-intelektual yang akan dikembangkan pembangunan pengertian,
nilai, sikap, dan tindakannya di dalam latar kehidupan personal dan
sosialnya.
(c) Struktur Normatif/Afektif
Struktur normatif/afektif atau dalam istilah Piaget disebut skema
afektif dimaksudkan sebagai jalinan atau relasi antarmateri kurikulum
yang saling berkaitan penuh makna di antara berbagai muatan
pengetahuan normatif atau afektual. Struktur normatif/afektif tersebut
harus memberikan kepada siswa sebuah kerangka berpikir, bersikap, dan
bertindak sesuai dengan nilai-nilai, norma. norma dan sikap-sikap
berdasarkan kelayakannya, baik dari sisi standar etika, budaya, moral,
agama maupun estetika. Signifikansi pengetahuan normatif afektif
tersebut didapat dari sejumlah bentuk pengetahuan yang memenuhi
aspek- aspek dari sebuah struktur pengetahuan, temasuk di antaranya
adalah ilmu ilmu kemanusiaan, sejarah, agama, sastra, dan seni.
Nilai, norma, moral, dan sikap tersebut secara eklektik bersumber
dari nilai, norma, dan sikap yang terdapat di dalam agama, budaya,
hukum, moral, ilmu pengatahuan, etika, ataupun estetika yang: (1)
menjadi kesepakatan umum atau bersama, di kalangan masyarakat luas
dan komunitas IPS sekolah Dasar: dan (2) yang dimiliki dan menjadi
acuan personal siswa dalam berpikir bersikap, dan bertindak dalam latar
kehidupan personal dan sosiokulturalnya. Kedua jenis muatan struktur
normatif/afektif tersebut secara sinergis harus mampu mendukung,
memperkuat, memperluas, dan merekonstruksi struktur afektif yang
terdapat dalam diri siswa.

13
Rekonstruksi struktur muatan kurikulum IPS Sekolah Dasar secara
keseluruhan dapat digambarkan sebagai berikut.
1. Konsep Diri (Siswa) dalam Lingkungan Keluarga, Sekolah serta
Masyarakat di Lingkungan RT/RW
Pengembangan pemahaman, kesadaran, sikap, dan tindakan siswa
terhadap jati diri.
Pengembangan pemahaman, kesadaran, sikap, dan tindakan siswa
terhadap gagasan- gagasan, kejadian kejadian, praktik-praktik,
proses- proses, kasus-kasus, dan/atau masalah-masalah yang
terdapat di dalam konteks sosial, budaya, geografi, sejarah,
normatif, dan ekonomi.
Individu sebagai integrasi diri dan sebagai pribadi unik dilihat dari
kemampuan, bakat, kebutuhan, minat, kultur kebiasaan, pandangan,
persepsi, pengetahuan, keterampilan.
pandangan terhadap diri (self concept), baik menurut diri sendiri
maupun pendapat orang lain lentang din siswa sebagai personal.
Arti, sejarah dan silsilah keluarga dan maknanya bagi pemantapan
identitas diri
Hak dan kewajiban diri dalam kehidupan keluarga, sekolah dan
masyarakat lingkungan RT/RW.
Membuat dokumen pribadi (catatan harian, prestasi, ke jadian-
kejadian penting, atau album foto)
Mengumpulkan berbagai informasi tentang diri dari berbagai
dokumen pribadi (catatan, foto, dan lain-lain)
Menganalisa dan mendeskrIPSikan karakteristik-karakteristik diri
yang menonjol dari berbagai informasi tentang diri dari berbagai
dokumen pribadi (catatan, foto, dan lain-lain) yang dikumpulkan.
Mengidentifikasi diri melalui album keluarga.
Membuat silsilah keluarga untuk melihat posisi diri dalam
keluarga.
Mengidentifikasi, menyadari, dan menghargai hak dan kewajiban
diri.
Persamaan dan perbedaan karakteristik-karakteristik normatif
setiap diri sebagai individu (keyakinan dan sikap agama, cita-cita,
predisposisi nilai, apresiasi, kebiasaan, moral, etika).
Tradisi, kebiasaan, kultur, aturan, tata krama, dan kehidupan
beragama.
Persamaan dan perbedaan nilai, sikap, tradisi kebiasaan, kultur,
aturan, tata krama, gender, dan keyakinan agama.
Arti interaksi, komunikasi, kerjasama di lingkungan keluarga,
sekolah dan masyarakat lingkungan RT/RW.

14
Aktivitas diri dan keluarga (sosial, ekonomi, budaya, seni,
keagamaan) di lingkungan rumah , sekolah dan masyarakat
lingkungan RT/RW.
Teknologi dalam kehidupan diri, keluarga, sekolah dan masyarakat
lingkungan RT/RW.
Keragaman dan kesederajatan gender dalam kehidupan keluarga,
sekolah dan masyarakat lingkungan RT/RW.
Masalah, kasus, dan peristiwa penting atau kontroversi kehidupan
keluarga, sekolah dan masyarakat lingkungan RT/RW.
Menceritakan pengalaman diri dalam berinteraksi, berkomunikasi,
dan bekerjasama dengan anggota keluarga, sekolah dan masyarakat
lingkungan RT/RW.
Membuat daftar aktivitas keseharian diri dan keluarga.
Membuat denah/sketsa/peta/gambar rumah, sekolah dan
lingkungan RT/RW.
Menghargai perbedaan gender dalam kehidupan keluarga
Mengidentifikasi keuntungan dan kerugian teknologi dan cara
memanfaatkannya di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat
lingkungan RT/RW.
Mengidentifikasi, menganalisis, dan memecahkan masalah, kasus,
dan peristiwa penting atau kontroversi di lingkungan keluarga,
sekolah dan masyarakat lingkungan RT/RW.
Aturan, norma, nilai, dan sikap dalam berinteraksi, berkomunikasi,
dan bekerjasama di lingkungan.
Nilai, sikap, dan kebiasaan diri dan keluarga terhadap aktivitas
dalam kehidupan keluarga.
Nilai, kultur, sikap, dan kebiasaan (baik dan buruk) dari teknologi
bagi diri dan keluarga, sekolah dan masyarakat lingkungan RT/RW.
Konflik karena perbedaan nilai, sikap, tradisi, kebiasaan. Kultur,
aturan, tata-krama, dan keyakinan agama, dan gender, di antara
anggota keluarga, sekolah dan masyarakat lingkungan RT/RW.
2. Lingkungan Desa/Kelurahan, Lingkungan Kecamatan, dan
Lingkungan Kabupaten.
Pengembangan pemahaman, kesadaran, sikap, dan tindakan siswa
terhadap gagasan-gagasan, kejadian kejadian, praktik-praktik,
proses-proses, kasus-kasus, dan atau masalah-masalah di dalam
konteks sosial, budaya, geografi, sejarah, normatif, dan ekonomi di
desa/kelurahan, kecamatan, dan kabupaten.
Desa/kelurahan sebagai ke satuan dalam kehidupan masyarakat
setempat. Kecamatan ke satuan dalam kehidupan masyarakat

15
Desa/kelurahan. Kabupaten sebagai ke satuan dalam kehidupan
masyarakat kecamatan.
Sejarah desa/kelurahan, kecamatan, dan kabupaten.
Hak dan kewajiban setiap anggota masyarakat di lingkungan
desa/kelurahan, kecamatan, dan kabupaten.
Arti interaksi, komunikasi, kerja sama di lingkungan
desa/kelurahan, kecamatan, dan kabupaten.
Aktivitas diri dan warga (sosial, ekonomi, budaya, seni,
keagamaan) di lingkungan desa/kelurahan, kecamatan, dan
kabupaten.
Peta/denah/gambar geografi desa/kelurahan, kecamatan, dan
kabupaten.
Teknologi dalam kehidupan masyarakat di lingkungan
desa/kelurahan
Kekayaan alam sosial, ekonomi, budaya seni, keagamaan di
lingkungan desa/kelurahan, kecamatan, dan kabupaten.
Masalah, kasus, dan peristiwa penting dan kontroversi dalam
kehidupan masyarakat di lingkungan desa/kelurahan, kecamatan,
dan kabupaten.
Mengumpulkan informasi dari para orang tua atau tokoh tentang
sejarah, dan membuat laporan tentang desa, kecamatan, dan
kabupaten.
Mengidentifikasi hak dan kewajiban setiap keluarga di lingkungan
desa/kelurahan, kecamatan, dan kabupaten. , kecamatan, dan
kabupaten.
Menceritakan pengalaman dalam berinteraksi berkomunikasi, dan
bekerjasama dengan anggota masyarakat di lingkungan
desa/kelurahan, kecamatan, dan kabupaten.
Membuat daftar aktivitas keseharian masyarakat (sosial, ekonomi,
budaya seni, keagamaan) di lingkungan desa/kelurahan, kecamatan,
dan kabupaten.
Membuat denah/peta desa/kelurahan, kecamatan, dan kabupaten.
Mengidentifikasi kekayaan alam, sosial, ekonomi, budaya, seni,
keagamaan di lingkungan desa/kelurahan, kecamatan, dan
kabupaten.
Mengidentifikasi dampak positif dan negatif penggunaan teknologi
dalam kehidupan masyarakat di lingkungan desa/kelurahan,
kecamatan, dan kabupaten.
Tradisi, kebiasaan, kultur, aturan, tata krama, dan kehidupan
beragama di lingkungan masyarakat desa/kelurahan, kecamatan,
dan kabupaten.

16
Persamaan dan perbedaan nilai, sikap, tradisi, kebiasaan, kultur,
aturan, tata krama, gender, etnik, dan keyakinan agama, di
lingkungan masyarakat desa/kelurahan, kecamatan, dan kabupaten.
Aturan, norma, nilai, dan sikap dalam berinteraksi, berkomunikasi,
dan bekerjasama di lingkungan masyarakat desa/kelurahan,
kecamatan, dan kabupaten.
Nilai, sikap, dan kebiasaan diri dan warga terhadap aktivitas di
lingkungan masyarakat desal/kelurahan, kecamatan, dan kabupaten.
Hidup hemat dan arti pentingnya bagi masyarakat desa/kelurahan,
kecamatan, dan kabupaten.
Mengidentifikasi, menganalisis, dan memecahkan masalah, kasus,
dan peristiwa penting atau kontroversi yang terjadi di lingkungan
desa/kelurahan, kecamatan, dan kabupaten.
Konflik sosial karena perbedaan nilai, sikap, tradisi, kebiasaan,
kultur, etnik, gender, tingkat ekonomi sosial, dan keyakinan agama,
di antara warga desa/kelurahan, kecamatan, dan kabupaten.

3. Lingkungan Propinsi dan Nasional


Pengembangan pemahaman, kesadaran, sikap, dan tindakan siswa
terhadap gagasan-gagasan, kejadian-kejadian, praktik- praktik,
proses proses, kasus-kasus, dan/atau masalah-masalah di dalam
konteks sosial, budaya, geografi, sejarah, normatif, dan ekonomi di
Propinsi dan Nasional.
Propinsi sebagai kesatuan dalam kehidupan masyarakat kabupaten.
Dan Negara Indonesia sebagai kesatuan dalam kehidupan
masyarakat nasional
Sejarah propinsi dan nasional
Hak dan kewajiban setiap anggota masyarakat di lingkungan
propinsi dan nasional.
Arti interaksi, komunikasi, kerjasama di lingkungan propinsi.
Aktivitas masyarakat (sosial, ekonomi, budaya, seni, keagamaan di
lingkungan propinsi dan nasional.
Peta/denah/gambar geografi propinsi dan nasional
Kekayaan alam, sosial, ekonomi, budaya, seni, di lingkungan
propinsi dan nasional
Mengumpulkan informasi tentang sejarah propinsi dan nasional
dari berbagai sumber tertulis/elektronik, dan membuat laporannya.
Mengidentifikasi hak dan kewajiban warga masyarakat di
lingkungan propinsi dan nasional.

17
Menceritakan pengalaman dalam berinteraksi, berkomunikasi, dan
bekerjasama dengan anggota masyarakat di lingkungan propinsi
dan nasional.
Membuat daftar aktivitas keseharian masyarakat sosial, ekonomi,
budaya, seri, keagamaan) dilingkungan propinsi dan nasional.
Tradisi, kebiasaan, kultur, aturan, tatakrama, dan kehidupan
beragama di lingkungan masyarakat propinsi dan nasional.
Aturan, norma, nilai, dan sikap dalam berinteraksi, berkomunikasi,
dan bekerjasama di lingkungan masyarakat propinsi dan nasional.
Nilai, sikap, dan kebiasaan diri dan warga terhadap aktivitas di
lingkungan masyarakat propinsi dan nasional.
Teknologi dalam kehidupan masyarakat di lingkungan propinsi dan
nasional.
Masalah, kasus, dan peristiwa penting dan kontroversi dalam
kehidupan masyarakat di lingkungan propinsi dan nasional.
Membuat denah/peta propinsi dan nasional
Mengidentifikasi kekayaan alam, sosial, ekonomi, budaya, sen,
keagamaan di lingkungan propinsi dan nasional.
Mengidentifikasi dampak positif dan negatif penggunaan teknologi
dalam kehidupan masyarakat di lingkungan propinsi dan nasional.
Mengidentifikasi, menganalisis, dan memecahkan masalah, kasus,
dan peristiwa penting atau kontroversi yang terjadi di lingkungan
propinsi dan nasional.
Hidup hemat dan arti pentingnya bagi masyarakat di tingkat
propinsi dan nasional.
Konflik konflik sosial karena perbedaan nilai, sikap, tradisi,
kebiasaan, kultur, tingkat ekonomi-sosial, etnik, gender, dan
keyakinan agama, di antara warga propinsi dan nasional.
4. Lingkungan Regional dan Dunia/Global
Pengembangan pemahaman, kesadaran, sikap, dan tindakan siswa
terhadap gagasan-gagasan, kejadian-kejadian, praktik- praktik,
proses proses, kasus-kasus, dan/atau masalah-masalah di dalam
konteks sosial, budaya, geografi, sejarah, normatif, dan ekonomi di
regional dan dunia/global.
Negara Tetangga (regional) dan dunia/global sebagai kesatuan
dalam kehidupan antarnegara bertetangga.
Sejarah regional dan dunia/global.
Hak dan kewajiban setiap negara di lingkungan regional dan
dunia/global.
Arti interaksi, komunikasi, kerjasama antar negara di lingkungan
regional dan dunia/global.

18
Aktivitas warga Negara (sosial, ekonomi, budaya, seni,
keagamaan) di lingkungan regional dan dunia/global.
Peta denah/gambar geografi regional dan dunia/global.
Kekayaan alam sosial, ekonomi, budaya sejarah, seni, keagamaan
di lingkungan regional dan dunia/global.
Teknologi dalam kehidupan masyarakat dilingkungan regional.
Masalah, kasus, dan peristiwa penting dan kontroversi di negara-
negara tetangga dan/atau dalam hubungan antar negara di
lingkungan regional dan dunia/global.
Mengenal negara-negara tetangga di tingkat regional dan
dunia/global.
Mengkaji sejarah regional dari berbagai sumber tertulisl elektronik
dan menyimpulkan arti pentingnya bagi pembentukan jati diri
negara serumpun.
Mengidentifikasi hak dan kewajiban negara di lingkungan regional
Menceritakan pengalaman dalam berinteraksi, berkomunikasi dan
bekerjasama dengan berbagai kelompok sosial, ekonomi, etnik,
budaya, dan agama, di tingkat regional dan dunia/global.
Membuat daftar aktivitas keseharian warga negara (sosial,
ekonomi, budaya seni, kea gamaan) di negara-negara lingkungan
regional dan dunia/global.
Membuat denah/peta regional dan dunia/global.
Mengidentifikasi kekayaan alam, sosial, ekonomi, budaya sejarah,
seni, dan keagamaan di lingkungan regional dan dunia/global.
Mengidentifikasi dampak positif dan negati penggunaan teknologi
dalam kehidupan masyarakat di lingkungan regional dan
dunia/global.
Tradisi, kebiasaan, kultur, aturan, tata krama, dan kehidupan
beragama di lingkungan masyarakat regional dan dunia/global.
Aturan, norma, nilai, dan sikap dalam berinteraksi, berkomunikasi,
dan bekerjasama dilingkungan masyarakat regional dan
dunia/global.
Nilai, sikap, dan kebiasaan warga negara terhadap aktivitas d
lingkungan regional dan dunia/global.
Hidup hemat dan arti pentingnya bagi kehidupan regional dan
dunia/global.
Konflik-konflik sosial karena perbedaan nilai, sikap, tradisi,
kebiasaan, kultur, tingkat ekonomi sosial, etnik, gender, dan
keyakin an agama, di antara warga di tingkat regional dan
dunia/global.

19
Mengidentifikasi, menganalisis, dan memecahkan masalah, kasus,
dan peristiwa pen ting atau kontroversi yang terjadi di lingkungan
regional dan dunia/global.

20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Di saat dunia dihadapkan pada ketidakberfungsian mekanika moral
sosial, maka hanya pendidikanlah yang masih bertahan dengan kesantunan etika
dan maknawi moral kemanusiaan (Nitko, 1918:1). Untuk menjadikan sebuah
kegiatan pendidikan menjadi baik dan bermakna bukanlah sebuah pekerjaan
yang mudah apalagi menjadikannya sebuah permainan (Abidjani, 2006). Karena
melalui tangan-tangan ajaib pendidikanlah manusia-manusia berkualitas dunia
terlahir, dan melalui pendidikan pula terlahir manusia manusia yang menjadi
sampah dunia (Whel, 2000).
Ada beberapa isu sentral yang berkaitan dengan pembelajaran lPS pada
jenjang sekolah dasar. Dalam konteks penelitian, isu-isu sentral yang dimaksud
adalah masalah-masalah sosial kemasyarakatan yang ada kaitannya dengan
nilai-nilai atau keyakinan yang dianut oleh suatu kelompok atau masyarakat,
baik yang bersifat lokal, regional, dan nasional.
Secara paradigmatik, isi kurikulum IPS Sekolah Dasar dipandang
memiliki sebuah pola organisasi dan struktur, apabila tercipta dalam bentuk
sebuah jalinan atau relasi sistemik yang saling berkaitan penuh makna di antara
satu bagian materi dengan bagian materi yang lain, hingga membangun sebuah
totalitas atau kesatuan bidang-materi.
Pengembangan struktur isi kurikulum berdasarkan struktur disiplin ilmu,
pada konteks pendidikan ilmu social, memberikan empat keuntungan :
a. Isi kurikulum menjadi komprehensif karena hanya gagasan dan prinsip
dasar tentang obyek yang dikaji,
b. Menyederhanakan cara menyimpan dan menggunakan ingatan ketika suatu
saat dibutuhkan.
c. Memudahkan teriadinya pengalihan latihan kemampuan hal-hal lain, baik
dalam situasi khusus maupun dalam segala situasi
d. dapat mengembangkan ketajaman analisis sehingga dapat membedakan
perbedaan antara pengetahuan dasar dengan pengetahuan yang lebih maju

3.2 Saran
Dengan dibuatnya materi IPS ini, diharapkan agar pembaca mampu
menjelaskan konsepsi akademis, mampu menjelaskan konteks
pengorganisasian materi kurikulum IPS SD, mampu menjelaskan pola
organisasi isi kurikulum IPS SD, dan juga mampu menjelaskan struktur isi
kurikulum pendidikan IPS SD.

21
Daftar Pustaka

Lasmawan, Wayan. (2010). Menelisik Pendidikan IPS. Media com Indonesia Pres
Bali. Singaraja, Bali : Wijaya Kusuma Longman.

22

Anda mungkin juga menyukai