Anda di halaman 1dari 8

Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kurang Inovatif.

AJARpemahaman guru akan pentingnya inovasi pendidikan akhirnya melahirkan metode


pembelajaran yang konvensional. Metode pembelajaran itu, dinilainya terlalu monoton, tidak
kreatif dan tidak sesuai dengan perkembangan jaman. Lahirnya UU No. 14 Tahun 2005
merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan mutu guru, sekaligus diharapkan dapat
meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.

Di dalam UU ini diamanatkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,
sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional.

Kebijakan prioritas dalam rangka pemberdayaan guru saat ini adalah meningkatan kualifikasi,
peningkatan kompetensi, sertifikasi guru, pengembangan karir, penghargaan dan perlindungan,
perencanaan kebutuhan guru, tunjangan guru, dan maslahat tambahan.

Pendidikan agama dan Pendidikan mental belum maksimal

Pendidikan mental anak merupakan salah satu aspek yang mendapat perhatian khusus. Sebabnya
tentu tidak lain karena orang yang  sukses sejatinya mempunyai keadaan mental yang kuat.

Karakter merupakan watak, sifat, akhlak ataupun kepribadian manusia. Karakter juga merupakan
cerminan diri seseorang yang membedakan dirinya dengan orang lain. Setiap orang memiliki
karakter yang berbeda-beda, walaupun mereka lahir dari orang tua yang sama, hidup lingkungan
sama, maupun sekolah di tempat yang sama.

Baik di lingkungan sekolah maupun lingkungan keluarga anak harus di didik untuk sopan santun,
dan Pembangunan watak atau karakter sangatlah penting. Kita ingin membangun Indonesia yang
berakhlak, berbudi pekerti, dan berprilaku baik. Bangsa ini juga ingin menjadi bangsa yang
unggul dan berrperadaban dan mulia. Peradaban ini hanya bisa kita capai apa bila masyarakat
kita berkarakter dan menjadi masyarakat yang baik.

1.      Sarana Pendidikan yang Belum Siap

Permasalahan pendidikan pertama yang terjadi di Indonesia selama masa pandemi adalah sarana
pendidikan yang belum siap. Mungkin anak-anak di perkotaan masih bisa menjalankan pendidikan
secara daring atau online tanpa hambatan. Tapi hal ini tidak berlaku di daerah atau pedesaan yang
memang tidak memiliki jaringan internet sebagus di kota. Tidak hanya soal jaringan internet, tapi
untuk melakukan pembelajaran online ini juga dibutuhkan sarana perangkat berupa laptop atau
smartphone. Nah dari sinilah muncul juga permasalahan karena tidak semua anak di Indonesia,
terutama di daerah yang memiliki perangkat ini. Permasalahan lain yang muncul dari metode
pembelajaran online ini adalah masalah kuota. Pembelajaran daring ini memang membutuhkan
kuota yang harus dibeli dengan sejumlah rupiah. Dari sinilah kemudian banyak orangtua dari
kalangan menengah ke bawah yang kesulitan untuk membeli kuota

3.      Keseriusan Anak dalam Belajar

Terakhir, permasalahan yang bisa dijumpai pada pembelajaran online di Indonesia selama masa
pandemi yaitu mental dan keseriusan anak dalam belajar. Dalam pembelajaran daring ini memang
banyak anak yang menyepelekan. Alih-alih serius dalam belajar, mereka banyak yang menganggap
belajar online ini sebagai kegiatan mengisi waktu saat liburan. Ditambah lagi dengan kondisi di m

ana banyak guru yang banyak memberikan tugas, menjadikan anak semakin kurang serius dalam
belajar. Mereka menganggap bahwa belajar online ini hanya berisi kegiatan mengerjakan tugas.

Menurut Yusra Tebe, Konsultan Nasional Pendidikan dalam Situasi Darurat,


UNICEF-RDI, "Saat ini lebih dari 60 juta siswa di Indonesia tak bisa
bersekolah akibat Covid-19. Dari jumlah tersebut, angka terbanyak berasal
dari pelajar SD atau sederajat dengan total lebih dari 28 juta siswa, disusul
pelajar SMP atau sederajat dengan 13 juta siswa, dan SMA atau sederajat 11
juta siswa,"
Berdasarkan data tersebut, masih banyak siswa yang tak bisa belajar jarak
jauh. Hal ini karena beberapa daerah masih terkendala akses listrik, akses
internet, dan pembelajaran luring (offline) masih terbatas. 
Masalah yang muncul saat proses pebelajaran dari rumah ini disimpulkan dari
hasil jajak pendapat yang dilakukan oleh UNICEF lewat U-Report 5–8 Juni
2020 dengan jumlah responden sebanyak 4.016 orang dalam rentang usia
utama 14–24 tahun. 
"Jadi, sebanyak 69% anak merasa bosan selama Belajar Dari Rumah (BDR),
dengan tantangan utama akses internet sebesar 35% dan 38% kurang
bimbingan dari guru. Kemudian, sebanyak 62% responden berharap
dukungan utama yang diberikan adalah akses internet dan 26% lainnya
dukungan dari guru," jelas Yusra. 
2. Dampak pada anak secara umum

Pex
els/Julia M Cameron

Yusra melanjutkan, ada beberapa dampak yang muncul pada anak akibat
proses belajar dari rumah ini. Terutama pada kondisi kesehatan, di mana
anak-anak berisiko terpapar Covid-19 sehingga menyebabkan sakit atau
bahkan kematian. 
"Kemudian pada hal pendidikan, anak juga berpotensi kehilangan
kesempatan pendidikan karena kurangnya akses listrik maupun internet.
Yang mana akan disusul dengan menurunya kualitas pendidikan juga," kata
Yusra.
Dengan dilaksanakannya pembelajaran dari rumah, anak pun kekurangan
ruang untuk berinteraksi sehingga tak dapat bersosialiasi. Selain itu, dari segi
psikososial juga terpengaruh. 
"Anak bisa merasa bosan, mungkin juga mudah stres sehingga kesehatan
mentalnya terganggu, semangatnya menurun, dan kemampuan belajarnya
pun ikut menurun," jelasnya.
Dampak yang dipaparkan tersebut perlu menjadi perhatian seluruh pihak agar
anak-anak usia sekolah terpenuhi segala haknya di bidang pendidikan. 
EDITORS' PICKS

Rendah Serat, 9 Makanan yang Harus Dihindari saat Anak Sembelit


Penyebab dan Cara Mengatasi Mood Swing pada Anak Remaja

10 Alasan Mengapa Anak Remaja Harus Berhenti Berbohong


3. Perlu perbaikan kurikulum karena situasi

Pex
els/Pixabay

Salah satu cara yang mungkin dapat dijadikan sebagai pilihan perbaikan
adalah pengadaan kurikulum darurat. Seperti yang dikatakan oleh Fahriza
Marta Tanjung, Wasekjen Federasi Serikat Guru Indonesia, "Perlu adanya
kurikulum darurat atau penyederhanaan kurikulum karena situasi di lapangan
saat ini kan berbeda dari keadaan normal biasanya."
Ia menambahkan, kurikulum darurat sangat penting dipersiapkan karena
situasi yang serba terbatas akibat pandemi. "Jadi, sebaiknya
pembelajarannya dikelompokkan menjadi literasi, numerasi, sains, pendidikan
kecakapan hidup, dan pendidikan karakter," jelasnya. 
Selain itu, sesi pembelajaran di rumah yang dilaksanakan melalui TV juga
sebaiknya ditambah. "Mungkin perlu diperbaiki, misalnya kelas 1 SD satu
sesi, kelas 2 SD satu sesi, dan seterusnya. Namun, pasti akan menambah
jam penyiaran sehingga mungkin perlu penambahan stasiun TV lain sebagai
pendukung," katanya. 
4. Kemendikbud telah terbitkan SE BDR

Dok
. Kemendikbud

Dalam menjawab permasalahan yang muncul selama proses pembelajaran


dari rumah, Kemendikbud telah menerbitkan Surat Edaran Sekretaris
Jenderal Nomor 15 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyelenggaraan Belajar
dari Rumah dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19.
Sri Wahyuningsih, Direktur Sekolah Dasar, Kemendikbud menjelaskan bahwa
diterbitkannya surat edaran tersebut bertujuan untuk memastikan pemenuhan
hak anak dalam mendapatkan layanan pendidikan selama darurat Covid-19. 
"Dalam SE tersebut yang paling penting adalah materi pembelajaran yang
bersifat inklusif sesuai dengan usia dan jenjang pendidikan. Hal ini tentunya
harus ada strategi yang dilakukan oleh guru untuk melakukan layanan sesuai
kebutuhan siswanya," ujarnya.
Kemudian ia menambahkan, kurikulum akan dievaluasi terhadap penerapan
pembelajaran secara jarak jauh, baik daring, luring, atau paduan daring dan
luring.
Hal tersebut dilakukan sesuai dengan arahan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nadiem Makarim yang meminta kurikulum ditinjau kembali
sesuai program Merdeka Belajar.
"Menteri Nadiem meminta kurikulum tidak memberatkan siswa namun
capaian kompetensi minimal tetap dapat terpenuhi dan mekanisme ke depan
dengan penekanan sesuai idelogi Pancasila," tutupnya.
Baca juga:

KPAI: 129.937 Orangtua Tidak Setuju Sekolah Kembali Dibuka 13 Juli

DKI Tetapkan Tahun Ajaran Baru Mulai 13 Juli, Belum Tentu ke Sekolah

Sah! Mendikbud Nadiem Putuskan 'Buka Sekolah' untuk Area Zona Hijau

The Latest
Kasus Covid-19 Klaster Sekolah Melonjak di Kabupaten Agam, SumbarBig Kid
11 Kalimat yang Dapat Merusak Kepercayaan Anak pada OrangtuaBig Kid
Beri Anak Motivasi Berpuasa Penuh dengan 7 Kado Istimewa Ini!Big Kid
Penyebab dan Pertolongan Pertama Jika Anak Mimisan saat PuasaBig Kid
Klaster Sekolah Tatap Muka Muncul, KPAI Minta Diadakan EvaluasiBig Kid
Biasa Buka Puasa dengan Minum Teh Manis, Amankah untuk Anak?Big Kid
Rendah Serat, 9 Makanan yang Harus Dihindari saat Anak SembelitBig Kid
Tahu tidak, 6 Hal Ini Lho yang Menjadi Dilema Anak BungsuBig Kid
Wajib Tahu: 8 Kesalahan Mama Ini Dapat Membuat Harga Diri Anak RendahBig Kid
6 Manfaat Mengenalkan Kegiatan Dapur bagi Perkembangan AnakBig Kid

Trending
Kenali Penyebab dan Cara Mengatasi Perut Terasa Kencang saat Hamil

7 Hal yang Harus Dihindari Ibu Hamil Muda

Berbahayakah Cairan Ketuban yang Rembes sebelum Persalinan?

Ampuh! Ini 8 Cara Mengatasi Nyeri Pinggul saat Hamil Tua

Kram Perut Menyerang setelah Melahirkan? Ini 6 Cara Mudah Mengatasinya

Panduan Meningkatkan Berat Badan Bayi dari Lahir sampai Usia 6 Bulan
Lahir sebelum HPL, Apakah Aman Melahirkan di Usia Kehamilan 37 Minggu?

Fakta Madu Penyubur Kandungan Bikin Cepat Hamil

4 Jenis Makanan Berserat yang Baik untuk Dikonsumsi Ibu Hamil

Kemampuan Mengontrol Leher dan Kepala Bayi selama 6 Bulan Pertama

Tertinggalnya Pendidikan di Daerah Terpencil

Desa terpencil merupakan kawasan perdesaan yang terisolasi dari pusat


pertumbuhan/ daerah lain akibat tidak memiliki atau kekurangan sarana
(infrastruktur) dan transportasi, sehingga menghambat pertumbuhan/
perkembangan kawasan. Dengan demikian, maka hal tersebut dapat
menyebakan pendidikan di Indonesia belum merata. Kesenjangan kualitas
pendidikan antara di kota dengan di daerah terpencil masih tinggi. Masih
banyak sekolah-sekolah di daerah terpencil yang masih belum mendapat
perhatian khusus dari pemerintah Indonesia.
Banyaknya faktor yang memperngaruhi lemahnya pendidikan di daerah
terpencil. Tiga permasalahan utama yang saling terkait dan perlu di atasi
untuk meningkatkan pelayanan pendidikan di daerah terpencil, yaitu:

Frekuensi kedatangan pengawas dari Dinas Pendidikan terkendala


tantangan geografis dan berbanding lurus dengan persentase
ketidakhadiran guru.

Kurangnya informasi dan transparansi tentang kriteria, mekanisme,


dan pembayaran tunjangan untuk guru yang bekerja di daerah
terpencil.

Tidak adanya mekanisme penghargaan dan sanksi yang terkait


langsung dengan keberadaan atau kualitas layanan guru

Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kurang Inovatif


Menurut Rohman (2016 :67) untuk menjadi guru professional tidak cukup
hanya dengan mambaca buku yang sama, pelatihan yang sama, dan cara
mengajar yang sama, serta tidak melakukan inovasi. Guru juga harus belajar
dari lingkungan. Dengan kata lain, penting perlunya melibatkan diri dalam
lingkungan masyarakat untuk menambah kemampuan aspek psikomotorik
dan afektif. Semakin aktif seorang guru terlibat dalam masyarakat, semakin
terasah kemampuannya.
Namun lain halnya ketika seorang pendidik dan tenaga kependidikan masih
berpola pikir bahwa tugasnya adalah mengajar, bekerja, dan hanya
melaksanakan tugas rutinitas semata, maka akan sulit lingkungan pendidikan
itu berubah menjadi lebih baik. Mereka justru tidak merasa berkewajiban
untuk melakukan manajemen pendidikan supaya hasil pendidikannya jauh
lebih baik. Hal tersebut akan berdampak kepada peserta didik, karena
pendidik dan tenaga kependidikan kurangnya melakukan inovasi baru yang
sesuai dengan tuntutan zaman. Serta dapat membuat pola pikir peserta didik
yang monoton.

Rendahnya Prestasi Siswa

Dengan keadaan seperti (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan


kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak
memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa
Indonesia di dunia Internasional sangat rendah, dalam hal ini prestasi siswa
Indonesia jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai Negara
tetangga terdekat.
Anak-anak Indonesia hanya mampu menguasai materi bacaan dan sulit sekali
menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini
mungkin terjadi karena siswa Indonesia sangat terbiasa menghafal dan
mengerjakan soal pilihan ganda.

Kasus Bullying di Kalangan Peserta Didik

Kasus bullying biasa dilakukan senior terhadap junior (kakak kelas terhadap
adik kelas) ataupun terhadap teman sejawat. Biasanya  bullying hanya
dilakukan sebagai candaan maupun untuk menindas korbannya. Terkadang
kasus bullying dianggap wajar dalam pergaulan sehari-hari, namun apabila
dilakukan secara berlebihan akan menimbulkan trauma bagi korbannya.
Menurut Masdin (2013 : 82) menjelaskan bahwa dampak bullying terhadap
korban (dalam hal ini peserta didik) berhubungan dengan meningkatnya
tingkat depresi, agresi, penurunan nilai akademik, dan tindakan bunuh diri.
Bullying juga dapat menimbulkan skor tes kecerdasan dan kemampuan
analisis para peserta didik.

Anda mungkin juga menyukai