Anda di halaman 1dari 10

PRINSIP PEMBELAJARAN

BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SEKOLAH DASAR (BSI SD)

Standar Kompetensi: Setelah mengikuti matakuliah ini, mahasiswa S1 PGSD


FKIP Unram Semester VI diharapkan mampu memahami prinsip-prinsip
pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Dasar (BSI SD) serta
mampu merancang, melaksanakan, dan menilai pembelajaran Bahasa dan
Sastra Indonesia di Sekolah Dasar (kelas tinggi atau kelas rendah).

Kompetensi Dasar: menjelaskan prinsip-prinsip pembelajaran BSI SD.

Indikator:
1. menjelaskan prinsip-prinsip dasar pembelajaran BSI SD dalam
kurikulum.
2. menjelaskan prinsip kontekstual dalam pembelajaran BSI SD.
3. menjelaskan prinsip fungsional dalam pembelajaran BSI SD.
4. menjelaskan prinsip integratif dalam pembelajaran BSI SD.
5. menjelaskan prinsip apresiatif dalam pembelajaran BSI SD.

PENDAHULUAN
Pada bab ini akan diuraikan prinsip-prinsip dasar pembelajaran Bahasa
Indonesia SD. Kajian materi bab ini dikemas ke dalam dua bagian yang rinciannya
sebagai berikut. (1) Bagian 1: Prinsip Pembelajaran BSI SD dalam Kurikulum dan (2)
Bagian 2: Catur Prinsip dalam Pembelajaran BSI SD.
Pembahasan materi pada bab ini, akan sangat penting sebagai pedoman
dalam menyusun dan mengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Dengan demikian, akan memudahkan mahasiswa saat melakukan PPL dan
menjalankan profesi sebagai guru di kemudian hari.

URAIAN MATERI
1.1 Prinsip Pembelajaran BSI SD dalam Kurikulum
Berdasarkan uraian pengantar pada KTSP (Depdiknas, 2006) diketahui
bahwa pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan
baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi
terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Dengan standar kompetensi
mata pelajaran Bahasa Indonesia ini, diharapkan:
1. peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan,
kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap
hasil karya kesastraan dan hasil intelektual bangsa sendiri;
2. guru dapat memusatkan perhatian kepada pengembangan kompetensi bahasa
peserta didik dengan menyediakan berbagai kegiatan berbahasa dan sumber
belajar;
3. guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar kebahasaan
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Dasar 1
dan kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan
peserta didiknya;
4. orang tua dan masyarakat dapat secara aktif terlibat dalam pelaksanaan
program kebahasaan daan kesastraan di sekolah;
5. sekolah dapat menyusun program pendidikan tentang kebahasaan dan
kesastraan sesuai dengan keadaan peserta didik dan sumber belajar yang
tersedia; dan
6. daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar kebahasaan dan
kesastraan sesuai dengan kondisi dan kekhasan daerah dengan tetap
memperhatikan kepentingan nasional.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia di SD
bertujuan agar peserta didik memiliki beberapa kemampuan sebagai berikut.
1. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku,
baik secara lisan maupun tulis.
2. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan dan bahasa negara.
3. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif
untuk berbagai tujuan.
4. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual,
serta kematangan emosional dan sosial.
5. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan,
memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan berbahasa.
6. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya
dan intelektual manusia Indonesia (Depdiknas, 2006).
Terkait dengan penjelasan di atas, ruang lingkup mata pelajaran Bahasa
Indonesia SD mencakup komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan
bersastra yang meliputi aspek: mendengarkan, berbicara, membaca, dan
menulis. Adapun terkait dengan bahan bacaan, pada akhir pendidikan di SD/MI,
peserta didik telah membaca sekurang-kurangnya sembilan buku sastra dan
nonsastra.
Dengan demikian, berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi termasuk
KTSP, terdapat beberapa rambu-rambu yang dapat dijadikan prinsip
pembelajaran BSI SD, yaitu sebagai berikut.
1. Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu,
pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan
peserta didik berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.
2. Pembelajaran bahasa, selain untuk meningkatkan keterampilan berbahasa juga
untuk meningkatkan kemampuan memperluas wawasan.
3. Kompetensi dasar mencakup aspek mendengarkan, berbicara, membaca, menulis
bersastra, dan kebahasaan. Aspek-aspek tersebut mendapat porsi yang seimbang
dan disajikan secara terpadu.
Namun demikian, masih terdapat beberapa prinsip yang patut dijadikan
pegangan dalam mengembangkan pembelajaran BSI SD. Prinsip-prinsip dimaksud
adalah (a) pembelajaran sastra bertujuan memperhalus budi pekerti; (b) daerah
memiliki kewenangan dalam mengembangkan silabus dan materi; dan (c) penilaian
2 Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Dasar
dilakukan dengan menggunakan pendekatan berbasis kelas, dilaksanakan secara
terpadu, berkesinambungan, terbuka, adil, menyeluruh, dan menggunakan
berbagai alat penilaian (Depdiknas, 2003a).
Khusus dalam melaksanakan pembelajaran, menurut Depdiknas (2003b),
terdapat enam prinsip pembelajaran yang harus dikembangkan. Keenam prinsip
dimaksud adalah bahwa pembelajaran yang dilaksanakan harus: (1) berpusat pada
peserta didik; (2) mengembangkan peserta didik, (3) menciptakan kondisi
menyenangkan dan menantang, (4) mengembangkan beragam kemampuan yang
bermuatan nilai, (5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam, dan (6) belajar
melalui berbuat. Sementara itu, Sukmadinata (2004:190-191) mengemukakan prinsip-
prinsip pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum berbasis kompetensi adalah
sebagai berikut.
1. Menekankan pembelajaran yang bermakna.
2. Menggunakan metode dan media yang bervariasi.
3. menempatkan peserta didi sebagai subjek belajar.
4. memberikan pengalaman belajar yang kaya; mendapatkan,
mengolah/mengebangkan, mengaplkasikan teori/konsep, memecahkan masalah,
dan menemukan hal baru.
5. Memberikan keseimbangan antara kegiatan klasikal, keompok, dan individual.
6. Memberikan keseimbangan antara teori dan praktik, di kelas, di luar kelas, dan di
lapangan.
7. Memprioritaskan suasana pembelajaran yang atraktif, motivatif, kooperatif, dan
bersahabat.
Pelaksanaan prinsip-prinsip tersebut diwujudkan dengan menerapkan berbagai
strategi dan metode pembelajaran yang efektif, kontekstual, dan bermakna. Hal ini
dimaksudkan untuk mengembangkan dan meningkatkan kompetensi, kreativitas,
kemandirian, kerjasama, solidaritas, kepemimpinan, empati, toleransi, dan kecakapan
hidup peserta didik yang pada gilirannya dapat membentuk watak serta
meningkatkan peradaban dan martabat bangsa. Oleh karena itu, dalam kegiatan
belajar-mengajar guru harus menggunakan berbagai metode/strategi untuk mencapai
kompetensi tertentu.
Berdasarkan prinsip-prinsip di atas, paradigma pembelajaran harus diubah
menjadi belajar sebagai kegiatan membangun pemahaman peserta didik melalui
dorongan, pancingan, pertanyaan, dan arahan dari guru, bukan transfer
pengetahuan dari guru kepada murid. Dengan demikian, yang aktif mengolah
informasi adalah peserta didik sendiri sehingga pengalaman belajar mereka lebih
mantap.
Dengan berpusat pada peserta didik berarti kegiatan pembelajaran harus
memperhatikan karakteristik peserta didik secara individual maupun kelompok.
Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran, media, waktu belajar, dan penilaian hasil
belajar hendaknya beragam sesuai dengan karakteristik peserta didik. Dalam hal
ini, hendaknya diutamakan belajar melalui pengalaman, yakni guru memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mendapatkan pengalaman dari situasi nyata,
buatan, atau tiruan dengan jalan mengamati, merasakan, atau menggunakan
indera dan perasaannya. Selanjutnya, peserta didik juga harus didorong untuk

Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Dasar 3


mengembangkan kemampuan kognitif, sosial, dan emosional dengan berbagai
strategi.
Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran BSI SD sebaiknya perpedoman
pada empat prinsip pembelajaran, yaitu prinsip kontekstual, fungsional, integratif,
dan apresiatif. Keempat prinsip ini akan dapat mendukung terwujudnya
pembelajaran yang bermakna dan menyenangkan sebagaimana tuntutan
kurikulum. Keempat prinsip inilah yang disebut catur prinsip pembelajaran BSI SD.

1.2 Empat Prinsip dalam Pembelajaran BSI SD


Berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran BSI SD yang telah diuaraikan di
atas, berkembanglah sejumlah prinsip pembelajaran yang dijadikan pegangan
dalam pembelajaran BSI SD. Sampai saat ini, sedikitnya terdapat empat prinsip
yang berkembang, yaitu prinsip kontekstual, integratif, fungsional, dan
apresiatif. Berikut diuraikan keempat prinsip dimaksud.

1.2.1 Prinsip Kontekstual


Menurut Purnomo (2002:10), prinsip kontekstual dalam pembelajaran BSI
mengacu pada pembelajaran yang dilakukan secara konteks, baik konteks linguistik
maupun konteks nonlinguistik. Sementara itu, Depdiknas (2002:5) menjelaskan
bahwa pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang mengaitkan materi
yang diajarkan dengan dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan
dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, pembelajaran berarti tidak hanya
menghafal, tetapi juga mengkonstruksi atau membangun pengetahuan dan
keterampilan baru melalui fakta-fakta atau pengalaman-pengalaman nyata dalam
kehidupan.
Untuk memahami secara lebih mendalam konsep pembelajaran
kontekstual, COR (Center for Occupational Research) di Amerika menjabarkan
menjadi lima konsep bawahan yang disingkat REACT, yaitu Relating,
Experiencing, Applying, Coorperating, dan Transfering. Relating adalah bentuk
belajar dalam konteks kehidupan nyata atau pengalaman nyata. Pembelajaran
harus digunakan untuk menghubungkan situasi sehari-hari dengan informasi
baru untuk dipahami atau dengan problema untuk dipecahkan. Experiencing
adalah belajar dalam konteks eksplorasi, penemuan, dan penciptaan. Ini berarti
bahwa pengetahuan yang diperoleh siswa melalui pembelajaran yang
mengedepankan proses berfikir kritis melalui siklus inquiry. Applying adalah
belajar dalam bentuk penerapan hasil belajar ke dalam penggunaan dan
kebutuhan praktis. Dalam prakteknya, siswa menerapkan konsep dan informasi
ke dalam kebutuhan kehidupan mendatang yang dibayangkan. Cooperating
adalah belajar dalam bentuk berbagi informasi dan pengalaman, saling
merespons, dan saling berkomunikasi. Bentuk belajar ini tidak hanya membantu
siswa belajar tentang materi, tetapi juga konsisten dengan penekanan belajar
kontekstual dalam kehidupan nyata. Dalam kehidupan nyata, siswa akan
menjadi warga yang hidup berdampingan dan berkomunikasi dengan orang lain.
Transfering adalah kegiatan belajar dalam bentuk memanfaatkan pengetahuan

4 Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Dasar


dan pengalaman berdasarkan konteks baru untuk mendapatkan pengetahuan
dan pengalaman belajar yang baru.
Pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen untuk pembelajaran
efektif, yaitu konstruktivisme, menemukan, bertanya, masyarakat belajar,
pemodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya. Berikut diuraiakan ketujuh
komponen kontekstual dimaksud.

1. Konstruktivisme (Constructivism)
Dalam teori konstruktivisme dijelaskan bahwa struktur pengetahuan
dikembangkan oleh otak manusia melalui dua cara, yaitu asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi berarti struktur pengetahuan baru dibangun atas dasar pengetahuan yang
sudah ada. Sementara itu, akomodasi adalah struktur pengetahuan yang sudah ada
dimodifikasi untuk menampung dan menyesuaikan hadirnya pengalaman baru.
Adapun pelaksanaannya di kelas dalam pembelajaran bahasa Indonesia sehari-hari
dapat diwujudkan dalam bentuk peserta didik menulis/mengarang dan atau
bercerita di depan kelas.

2. Menemukan (Inquiry)
Komponen inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis
kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh peserta didik bukan
hasil mengingat seperangkat fakta, melainkan dari hasil menemukan sendiri.
Kegiatan inkuiri dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut. (a) Merumuskan
masalah; (b) Mengamati/melakukan observasi; (c) Menganalisis dan menyajikan
hasil; dan (d) Mengkomunikasikan kepada pembaca.

3. Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan strategi utama dalam pembelajaran berbasis
kontekstual. Tujuan bertanya adalah untuk menggali informasi, mengkonfirmasikan
apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian kepada aspek yang belum
diketahuinya. Kegiatan bertanya dapat diterapkan ketika peserta didik berdiskusi,
bekerja dalam kelompok, menemui kesulitan, atau mengamati sesuatu. Kegiatan
bertanya ini dapat dilakukan antara sesama peserta didik, guru dengan peserta
didik, peserta didik dengan guru, peserta didik dengan nara sumber.

4. Masyarakat Belajar (Learning Community)


Ciri kelas berbasis masyarakat belajar adalah pembelajaran dilakukan
dalam bentuk kelompok-kelompok. Hasil pembelajaran diperoleh dari kerja sama.
Kelompok belajar disarankan terdiri atas peserta didik yang kemampuannya
heterogen. Yang pandai mengajari yang lemah, yang sudah tahu membimbing yang
belum tahu, yang memiliki gagasan segera menyampaikan usulnya. Kelompok
belajar bisa bervariasi, baik jumlahnya, maupun keanggotaannya, bisa juga
melibatkan peserta didik di kelas atasnya.

5. Pemodelan (Modeling)
Pemodelan dalam pembelajaran dilakukan dengan cara memberikan model
atau contoh yang perlu ditiru. Guru yang merasa kurang mampu membacakan puisi,
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Dasar 5
atau bermain drama, tidak perlu cemas karena guru bukan satu-satunya yang dapat
dijadikan model. Guru dapat meminta teman sejawat, atau mendatangkan pihak
luar, pembaca puisi, atau pemain drama yang sudah terkenal. Dengan demikian,
pembelajaran puisi dan drama tetap dapat dilaksanakan melalui model yang
didatangkan dari luar. Demikian pula pembelajaran menulis/mengarang, yakni
dengan memberikan contoh-contoh tulisan yang baik yang telah kita pilih. Adapun
tahap atau fase belajar dari model, yaitu: fase perhatian (attention phase), fase
retensi (retention phase), fase reproduksi (reproduction phase), dan fase
motivasi (motivation phase) Bandura (dalam Dahar, 1988:34; Trianto 2007:31-
33). Berikut diuraikan tahap-tahap atau fase pemodelan tersebut.
Tahap atau fase perhatian. Pada tahap ini, siswa memberikan perhatian
pada suatu model, yakni model-model yang menarik yang berhasil menimbulkan
minat siswa. Dalam upaya menarik perhatian siswa ini, guru dapat
menyampaikan atau menggunakan isyarat-isyarat yang jelas dan menarik. Atau
dengan menggunakan hal-hal yang baru, aneh, atau tak terduga, serta dengan
memotivasi para siswa agar memperhatikan (Dahar, 1988:34; Trianto 2007:31).
Tahap pemahaman atau retensi. Tahap kedua ini merupakan tahapan
ketika siswa mengaitkan kata-kata, nama-nama, atau bayangan yang kuat
dengan kegiatan-kegiatan yang dimodelkan dalam mempelajari atau mengingat
prilaku (Dahar, 1988:35; Trianto 2007:32). Pengaitan ini sangat dipengaruhi oleh
ingatan siswa untuk melakukan apa yang diperoleh dalam proses pemodelan.
Dalam konteks ini, siswa harus dibuat memahami model yang telah
diperhatikan.
Tahap yang ketiga adalah tahap reproduksi, yaitu ketika bayangan-
bayangan atau kode-kode verbal dalam memori atau ingatan membimbing
penampilan yang sebenarnya dari prilaku yang baru diperoleh (Trianto 2007:32).
Pada tahap ini model atau guru dimungkinkan untuk melihat apakah komponen-
komponen suatu urutan prilaku sudah dilakukan oleh siswa. Dalam hal ini, guru
akan mengetahui bagian prilaku mana dari model yang terlupakan oleh siswa.
Misalnya, guru memodelkan bagaimana mengawali pembicaraan serta
bagaimana menguraikan isi pesan/isi pembicaraan, akan diketahui bagian mana
yang belum dilakukan siswa atau bagian yang belum optimal dilakukan. Dengan
demikian, informasi ini dapat dijadikan umpan balik bagi guru maupun siswa
yang selanjutnya menjadi dasar perencanaan pembelajaran berikutnya.
Tahap yang terakhir dari pemodelan adalah tahap motivasi. Tahap ini
terjadi ketika siswa melakukan apa yang dilakukan oleh model untuk
memperoleh reinforcement dari guru (Trianto 2007:33). Siswa melakukan
sesuatu, disesuaikan dengan apa yang dilakukan oleh model, melakukan latihan
dan menampilkannya karena mereka tahu bahwa apa yang dilakukan itu disukai,
menyenangkan, dan akan dipuji oleh guru. Pada tahap ini, umpan balik
merupakan hal yang sangat penting. Prilaku salah harus dikoreksi dan prilaku
benar harus mendapat penguatan, baik berupa pujian ataupun hadiah.

6. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir
ke belakang tentang apa yang baru dilakukan. Refleksi juga merupakan tanggapan
6 Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Dasar
terhadap kegiatan yang baru dilakukan atau pengetahuan yang baru diterima. Pada
akhir pembelajaran, disediakan waktu sejenak agar peserta didik melakukan
refleksi. Kegiatan refleksi dapat diwujudkan dalam bentuk: (a) pernyataan langsung
tentang semua yang diperolehnya, (b) catatan di buku peserta didik, (c) kesan dan
saran peserta didik tentang pembelajaran yang telah berlangsung, (d) diskusi, dan
(e) hasil karya. Jika refleksi dalam bentuk penyimpulan tentang materi yang telah
dipelajari, harus dengan melibatkan siswa. Bila perlu yang melakukan penyimpulan
adalah siswa.

7. Penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment)


Penilaian pembelajaran berbasis kontekstual ini dilakukan dengan
mengamati peserta didik menggunakan bahasa, baik di dalam kelas maupun di luar
kelas. Kemajuan belajar juga dinilai dari proses, bukan semata-mata dari hasil.
Penilaian bukan hanya oleh guru, melainkan bisa juga dari teman atau orang lain.
Asesmen autentik dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran
berlangsung secara berkesinambungan dan terintegrasi. Asesmen tersebut pun
dilaksanakan untuk keterampilan performansi. Dalam hal ini dengan memanfaatkan
berbagai jenis dan betuk evaluasi, terutama instrumen penilaian proses (lembar
observasi) dan rubrik penilaian hasil. Penjelasan mengenai hal ini diuraikan pada
bagian evaluai proses dan hasil pembelajaran.

1.2.2 Prinsip Integratif


Salah satu hakikat bahasa adalah suatu sistem. Hal ini berarti bahwa suatu
keseluruhan kegiatan yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan untuk
mencapai tujuan berbahasa yaitu berkomunikasi. Dalam hal ini, bahasa terdiri atas
beberapa subsistem yang saling berkaitan. Subsistem bahasa adalah fonologi,
morfologi, sintaksis, dan semantik. Keempat subsistem ini tidak dapat berdiri
sendiri. Artinya, pada saat seseorang menggunakan bahasa, tidak hanya
menggunakan salah satu unsur tersebut, melainkan kombinasi dari beberapa
subsistem atau bahkan semua subsistem tersebut. Pada waktu berbicara, kita
menggunakan kata. Kata disusun menjadi kalimat. Kalimat diucapkan dengan
menggunakan intonasi yang tepat. Dalam kaitan ini, secara tidak sadar, orang
tersebut telah memadukan unsur fonologi (lafal, intonasi), morfologi (kata),
sintaksis (kalimat), dan semantik (makna kalimat).
Berdasarkan kenyataan di atas, pembelajaran bahasa hendaknya tidak
disajikan secara terpisah-pisah. Pembelajaran BSI harus secara terpadu atau
terintegrasi. Dalam mengajarkan kosa kata, bisa dipadukan pada pembelajaran
membaca, menulis, atau berbicara. Mengajarkan kalimat, bisa dipadukan dengan
menyimak, berbicara, membaca, atau menulis. Demikianlah pula pada saat
pembelajaran keempat aspek keterampilan berbahasa, penyajiannya tentu tidak
hanya berkaitan dengan pembelajaran berbicara saja, tetapi secara tidak langsung
kita pun mengajarkan menyimak. Kegiatan berbicara tidak dapat berlangsung tanpa
ada kegiatan menyimak. Begitu pula pada saat pembelajaran menulis atau
mengarang berlangsung, akan berpadu pulalah dengan pembelajaran membaca.
Jadi jelaslah, bahwa pembelajaran bahasa Indonesia tidak dapat disajikan secara
terpisah-pisah.
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Dasar 7
1.2.3 Prinsip Fungsional
Dalam kurikulum berbasis kompetensi termasuk KTSP dinyatakan bahwa
tujuan pembelajaran bahasa Indonesia adalah agar peserta didik dapat
menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi dengan baik dan benar. Hal ini
sejalan dengan prisip pembelajaran bahasa yang fungsional, yaitu pembelajaran
bahasa harus dikaitkan dengan fungsinya, baik dalam berkomunikasi maupun dalam
memenuhi keterampilan untuk hidup (Purnomo, 2002: 10-11).
Prinsip fungsional pembelajaran bahasa pada hakikatnya sejalan dengan
konsep pembelajaran pendekatan komunikatif. Konsep pendekatan komunikatif
mengisyaratkan bahwa guru bukanlah penguasa dalam kelas. Guru bukanlah satu-
satunya pemberi informasi dan sumber belajar. Sebaliknya, guru sebagai penerima
informasi (Hairuddin, 2000:136). Jadi, pembelajaran didasarkan pada multisumber.
Dengan kata lain, sumber belajar terdiri atas guru, peserta didik, dan lingkungan.
Lingkungan terdekat adalah kelas. Lebih tegas lagi Tarigan (dalam Hairuddin,
2000: 136) mengungkapkan bahwa dalam konsep pendekatan komunikatif peran
guru adalah sebagai pembelajar dalam proses belajar-mengajar, di samping sebagai
pengorganisasi, pembimbing, dan peneliti. Pelaksanaan pembelajaran bahasa di
kelas yang fungsional ini adalah menggunakan teknik bermain peran.

1.2.4.Prinsip Apresiatif
Prinsip apresiatif lebih ditekankan pada pembelajaran sastra. Istilah prinsip
apresiatif berasal dari kata kerja dalam bahasa Inggris ”appreciati” yang berarti
menghargai, menilai, menjadi kata sifat “appresiative” yang berarti senang (Echols
dan Shadely, Hasan, 1993:35). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud,
2001) kata “apresiasi” berarti “penghargaan”. Dalam buku ajar ini istilah apresiatif
dimaknai “menyenangkan”. Jadi prinsip apresiatif berarti prinsip pembelajaran
yang menyenangkan.
Berdasarkan konsep tersebut, berarti prinsip ini tidak hanya berlaku bagi
pembelajaran sastra, tetapi juga bagi pembelajaran aspek yang lain, bahkan untuk
mata pelajaran di luar mata pelajaran bahasa Indonesia. Namun, karena yang
menggunakan istilah ini hanya pembelajaran sastra, seperti yang tercantum dalam
kurikulum berbasis konmpetensi (termasuk KTSP), apresiasi sastra merupakan salah
satu komponen dari standar kompetensi di SD dan MI (madrasah ibtidaiyah) yang
diintegrasikan pada aspek keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan
menulis.

RANGKUMAN
Berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi termasuk KTSP, terdapat
beberapa rambu-rambu yang dapat dijadikan prinsip pembelajaran BSI SD, yaitu
sebagai berikut.
 Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh karena itu,
pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan
peserta didik berkomunikasi dalam bahasa Indonesia.

8 Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Dasar


 Pembelajaran bahasa, selain untuk meningkatkan keterampilan berbahasa juga
untuk meningkatkan kemampuan memperluas wawasan.
 Kompetensi dasar mencakup aspek mendengarkan, berbicara, membaca, menulis
bersastra, dan kebahasaan. Aspek-aspek tersebut mendapat porsi yang seimbang
dan disajikan secara terpadu.
Khusus dalam melaksanakan pembelajaran, menurut Depdiknas (2003b),
terdapat enam prinsip pembelajaran yang harus dikembangkan. Keenam prinsip
dimaksud adalah bahwa pembelajaran yang dilaksanakan harus: (1) berpusat pada
peserta didik; (2) mengembangkan peserta didik, (3) menciptakan kondisi
menyenangkan dan menantang, (4) mengembangkan beragam kemampuan yang
bermuatan nilai, (5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam, dan (6) belajar
melalui berbuat. Oleh karena itu, pembelajaran BSI SD sebaiknya perpedoman pada
empat prinsip pembelajaran, yaitu prinsip kontekstual, fungsional, integratif, dan
apresiatif.
Prinsip kontekstual. Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang
mengaitkan materi yang diajarkan dengan dunia nyata peserta didik dan mendorong
peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran kontekstual melibatkan
tujuh komponen untuk pembelajaran efektif, yaitu konstruktivisme, bertanya,
menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian sebenarnya.
Prinsip Integratif. Bahasa terdiri atas beberapa subsistem yang saling
berkaitan dan tidak dapat berdiri sendiri. Pembelajaran bahasa Indonesia harus
secara terpadu atau terintegrasi. Dalam mengajarkan kosa kata, bisa dipadukan
pada pembelajaran membaca, menulis, atau berbicara. Mengajarkan kalimat, bisa
dipadukan dengan menyimak, berbicara, membaca, atau menulis. Demikianlah pula
pada saat pembelajaran keempat aspek keterampilan berbahasa, penyajiannya
tentu tidak hanya berkaitan dengan pembelajaran berbicara saja, tetapi secara
tidak langsung kita pun mengajarkan menyimak. Kegiatan berbicara tidak dapat
berlangsung tanpa ada kegiatan menyimak. Begitu pula pada saat pembelajaran
menulis atau mengarang berlangsung, akan berpadu pulalah dengan pembelajaran
membaca.
Prinsip Fungsional, Prinsip fungsional pembelajaran bahasa pada hakikatnya
sejalan dengan konsep pembelajaran pendekatan komunikatif. Konsep pendekatan
komunikatif mengisyaratkan bahwa guru bukanlah penguasa dalam kelas. Guru
bukanlah satu-satunya pemberi informasi dan sumber belajar. Sebaliknya, guru
sebagai penerima informasi. Jadi, pembelajaran didasarkan pada multisumber.
Prinsip Apresiatif. Prinsip apresiatif dimaknai “menyenangkan”. Jadi prinsip
apresiatif berarti prinsip pembelajaran yang menyenangkan. Prinsip ini tidak hanya
berlaku bagi pembelajaran sastra, tetapi juga bagi pembelajaran aspek yang lain,
bahkan untuk mata pelajaran di luar mata pelajaran bahasa Indonesia. Prinsip
apresiasi harus muncul pada semua aspek keterampilan mendengarkan, berbicara,
membaca, dan menulis.

Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Dasar 9


LATIHAN
1. Jelaskan sedikitnya 3 prinsip-prinsip pembelajaran BSI SD yang terdapat pada
kurikulum!
2. Jelaskan hakikat prinsip kontekstual dalam pembelajaran BSI SD!
3. Jelaskan hakikat prinsip integratif dalam pembelajaran BSI SD! Apakah prinsip
integratif hanya berlaku untuk keempat keterampilan berbahasa? Jelaskan!
4. Jelaskan hakikat prinsip fungsional dalam pembelajaran BSI SD!
5. Jelaskan hakikat prinsip apresiatif dalam pembelajaran BSI SD! Bagaimana kaitan
prinsip apresiatif dan PAKEM?

DAFTAR PUSTAKA
Ansyar, M. 2002. Pendekatan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah Seminar
Nasional Kurikulum Berbasis Kompetensi, UNP, Padang, 25 September
2002.
Dahar, R. Wilis. 1988. Teori-teori Belajar. Jakarta: PPLPTK Dirjen Dikti
Depdikbud
Depdiknas. 2003a. Kurikulum 2004. Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2003b. Pelayanan Profesional Kurikuum 2004: Kegiatan Belajar-
Mengajar yang Efektif. Jakarta: Depdiknas
Depdiknas. 2004. Kurikulum 2004: Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah.. Jakarta: Puskur
Balitbang Depdiknas
Hairuddin. 2000. “Penerapan Pendekatan Komunikatif dalam Pembelajaran bahasa
Indonesia di SD Kecamatan Ilir Timur I Kotamadya Palembang.” Forum
Kependidikan. Tahun 19, Nomor 2, Maret 2000, 133-144.
Haeruddin, dkk. 2007. Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas
Purnomo, M. E. 2005. Beberapa Prinsip dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia Menurut Kurikulum 2004. Makalah Pendidikan Bahasa dan Sastra
VI, Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya, Palembang, 5 Juli 2005.
Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta:
Prestasi Pustaka
Zuchdi, Darmiati dan Budiasih. 1997. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di
Kelas Rendah. Jakarta: Depdikbud

10 Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Dasar

Anda mungkin juga menyukai