Anda di halaman 1dari 28

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pada prinsipnya proses belajar yang dialami manusia berlangsung
sepanjang hayat, artinya belajar adalah proses yang terus-menerus, yang tidak
pernah berhenti dan terbatas pada dinding kelas.  Hal ini didasari pada asumsi
bahwa di sepanjang kehidupannya,  manusia akan selalu dihadapkan pada
masalah-masalah, rintangan-rintangan dalam mencapai tujuan yang ingin
dicapai dalam kehidupan ini. Prinsip belajar sepanjang hayat ini sejalan dengan
empat pilar pendidikan universal seperti yang dirumuskan UNESCO, yaitu:
(1) learning to know, yang berarti juga learning to learn; (2) learning to do;
(3) learning to be, dan (4) learning to live together. Learning to
know atau learning to learn mengandung pengertian bahwa belajar itu pada
dasarnya tidak hanya berorientasi kepada produk atau hasil belajar, akan tetapi
juga harus berorientasi kepada proses belajar. Dengan proses belajar, siswa
bukan hanya sadar akan apa yang harus dipelajari, akan tetapi juga memiliki
kesadaran dan kemampuan bagaimana cara mempelajari yang harus dipelajari
itu.
Learning to do mengandung pengertian bahwa belajar itu bukan hanya
sekedar mendengar dan melihat dengan tujuan akumulasi pengetahuan, tetapi
belajar untuk berbuat dengan tujuan akhir penguasaan kompetensi yang sangat
diperlukan dalam era persaingan global.
Learning to be mengandung pengertian bahwa belajar adalah membentuk
manusia yang “menjadi dirinya sendiri”. Dengan kata lain, belajar untuk
mengaktualisasikan dirinya sendiri sebagai individu dengan kepribadian yang
memiliki tanggung jawab sebagai manusia.
Learning to live together adalah belajar untuk bekerjasama. Hal ini sangat
diperlukan sesuai dengan tuntunan kebutuhan dalam masyarakat global dimana
manusia baik secara individual maupun secara kelompok tak mungkin bisa
hidup sendiri atau mengasingkan diri bersama kelompoknya.

1
2

Proses pembelajaran yang akan disiapkan oleh seorang guru hendaknya


terlebih dahulu harus memperhatikan teori-teori yang melandasinya. Ada
beberapa teori belajar yang mendukung pembelajaran dengan pendekatan
inkuiri, salah satunya adalah teori belajar dari Bruner yang akan dibahas dalam
makalah ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa teori belajar Bruner itu ?
2. Bagaimana prinsip-prinsip teori belajar dari Bruner ?
3. Bagaimanakah model pengembangan kurikulum menurut teori belajar dari
Bruner ?
4. Apa pendekatan model belajar dari Bruner ?
5. Bagaimana penerapan discovery learning menurut Bruner ?
6. Bagaimana teori instruksi Bruner ?
7. Bagaimana penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran IPA di
Sekolah Dasar ?

C. Prosedur Pemecahan Masalah


Dalam menjawab rumusan masalah di atas, penulis menggunakan buku
dan internet sebagai sumber data dan informasi. Penulis juga mendengar
masukan dari berbagai pihak demi terwujudnya makalah ini.

D. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui biografi Bruner.
2. Mengetahui prinsip-prinsip teori belajar dari Bruner.
3. Mengetahui model pengembangan kurikulum menurut teori belajar dari
Bruner.
4. Mengetahui pendekatan model belajar dari Bruner.
5. Mengetahui penerapan discovery learning menurut Bruner.
6. Mengetahui teori instruksi Bruner.
3

7. Mengetahui penerapan teori belajar Bruner dalam pembelajaran IPA di


Sekolah Dasar.

E. Manfaat Penulisan
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Pendidikan IPA SD. Serta dapat dijadikan sebagai tambahan pengetahuan bagi
pembaca mengenai teori belajar dari Bruner.

F. Sistematika Penulisan
Sistematika uraian makalah ini terdiri dari tiga bagian, yaitu pertama,
pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, prosedur
pemecahan masalah, tujuan, manfaat, dan sistematika penulisan. Kedua, isi
atau kajian teori dan pembahasan. Ketiga, penutup yang berisi kesimpulan dan
saran serta dilengkapi dengan daftar pustaka.
4

BAB II
PEMBAHASAN

A. Bruner dan Prinsip-prinsip Teorinya


Bruner atau Jerome Bruner adalah
seorang profesor psikologi di Harvard
University 1952-1972 dan di Oxford
University 1972-1980. Lahir di New
York tahun l915. la menghabiskan
waktunya di New York University
School of Law dan New School For
Social Research di New York City.
Lebih dari 45 tahun Bruner
menekuni psikologi kognitif
sebagai suatu alternatif teori behavioristik dalam psikologi sejak
pertengahan abad 20. Pendekatan kognitif Bruner menjadikan reformasi
pendidikan di Amerika Serikat dan juga di Inggris. Selain sebagai psikolog,
ia juga termasuk Dewan Penasehat Presiden bidang sains pada masa Pesiden
Jhon F. Kennedy dan Jhonson serta banyak menerima penghargaan dan
kehormatan termasuk International Baldan Prize, medali emas CIBA untuk
riset dari Asosiasi Psikologi Amerika.  
Jerome Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli
psikologi belajar kognitif. Pendekatannya tentang psikologi adalah eklektik.
Penelitiannya yang demikian banyak itu meliputi persepsi manusia,
motivasi, belajar dan berfikir. Dalam mempelajari manusia, ia menganggap
manusia sebagai pemroses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner
menganggap, bahwa belajar itu meliputi tiga proses kognitif, yaitu
memperoleh informasi baru, transformasi pengetahuan, dan menguji
relevansi dan ketepatan pengetahuan. Pandangan terhadap belajar yang
disebutnya sebagai konseptualisme instrumental itu, didasarkan pada dua
prinsip, yaitu pengetahuan orang tentang alam didasarkan pada model-

4
5

model mengenai kenyataan yang dibangunnya, dan model-model itu


diadaptasikan pada kegunaan bagi orang itu. (Arif, 2008)

1. Belajar sebagai Proses Kognitif


Jerome S. Bruner adalah seorang ahli psikologi kognitif yang memberi
dorongan agar pendidikan memberi perhatian pada pentingnya
pengembangan berpikir. Bruner tidak mengembangkan teori belajar yang
sistematis. Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia adalah
sebagai pemroses, pemikir, dan pencipta informasi. Oleh karenanya, yang
terpenting dalam belajar adalah cara-cara bagaimana seseorang memilih,
mempertahankan, dan mentransformasikan informasi yang diterimanya
secara aktif. Sehubungan dengan itu Bruner sangat memberi perhatian pada
masalah apa yang dilakukan manusia dengan informasi yang diterima itu
untuk mencapai pemahaman dan membentuk kemampuan berpikir pada
siswa. Menurut Bruner pada dasarnya belajar merupakan proses kognitif
yang terjadi dalam diri seseorang. Ada tiga proses kognitif yang terjadi
dalam belajar, yaitu proses perolehan informasl baru, proses
mentransformasikan informasi yang diterima, dan menguji relevansi dan
ketepatan pengetahuan. Perolehan informasi baru dapat terjadi melalui
kegiatan membaca, mendengarkan penjelasan guru mengenai materi yang
diajarkan atau mendengar/melihat audiovisual, dan lain-lain. Informasi ini
mungkin bersifat penghalusan dari informasi sebelumnya yang telah
dimiliki atau informasi itu bersifat berlawanan (berbeda) dengan informasi
yang sudah dimiliki. Sebagai contoh, seseorang telah mempelajari bahwa
darah itu beredar, baru ia belajar secara terperinci mengenai sistem
peredaran atau sistem sirkulasi darah. Sedangkan proses transformasi
pengetahuan merupakan suatu proses bagaimana kita memperlakukan
pengetahuan yang sudah diterima agar sesuai dengan kebutuhan. Informasi
yang diterima dianalisis, diproses, atau diubah menjadi konsep yang lebih
abstrak agar suatu saat dapat dimanfaatkan. Transformasi pengetahuan ini
dapat terjadi dengan cara ekstrapolasi, yaitu mengubah dalam bentuk lain
6

yang diperlukan. Proses ini akan lebih baik bila mendapat bimbingan dari
guru. Tahap selanjutnya adalah rnenguji relevansi dan ketepatan
pengetahuan atau informasi yang telah diterima, agar dapat bermanfaat
untuk memecahkan masalah yang dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-
hari.
Bruner menyebut pandangannya tentang belajar atau pertumbuhan
kognitif sebagai konseptualisme instrumental. Pandangan ini berpusat pada
dua prinsip yaitu pengetahuan seseorang tentang alam didasarkan pada
model-model tentang kenyataan yang dibangunnya dan model-model
semacam itu mula-mula diadopsi dari kebudayaan seseorang, kemudian
model itu diadaptasikan pada kegunaan bagi orang bersangkutan. (Ratna,
2006)

2. Empat Tema tentang Pendidikan


Dalam bukunya Bruner dalam (Ratna, 2006) Process of Education,
agar proses belajar berjalan lancar ada tiga faktor yang sangat ditekankan
dan harus menjadi perhatian para guru di dalam menyelenggarakan
pembelajaran, yaitu pentingnya memahami struktur mata pelajaran,
pentingnya belajar aktif supaya seseorang dapat menemukan sendiri
konsep-konsep sebagai dasar untuk memahami dengan benar, dan
pentingnya nilai dari berpikir induktif. Berdasarkan pandangan Bruner ini
maka ada empat aspek utama yang harus menjadi perhatian dalam
pembelajaran, yaitu pentingnya struktur mata pelajaran, kesiapan, intuisi,
dan motivasi.
1. Struktur Mata Pelajaran
Struktur mata pelajaran berisi ide-ide, konsep-konsep dasar, hubungan
antarkonsep, atau contoh-contoh dari bidang tersebut yang dianggap
penting. Struktur penting dari suatu ide dapat disajikan secara
sederhana dalam bentuk diagram, serangkaian prinsip atau formula.
Bila siswa telah menguasai konsep-konsep dasar maka ia akan dengan
mudah menguasai mata pelajaran yang sejenis atau hampir sama.
7

Dengan struktur pengetahuan kita dapat menolong para siswa untuk


melihat bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan,
dapat dihubungkan satu dengan yang lain, demikian pula informasi
yang telah dimiliki sebelumnya dapat dihubungkan dengan informasi
yang baru. Karenanya, Bruner sangat menekankan pentingnya
memperhatikan struktur mata pelajaran dalam pembuatan kurikulum
dan menyajikan materi pembelajaran. Menurut Bruner proses belajar
akan lebih bermakna, berguna dan mudah diingat oleh siswa bila
difokuskan pada memahami struktur mata pelajaran yang akan
dipelajari.
2. Kesiapan untuk Belajar
Dalam belajar guru harus memperhatikan kesiapan siswa untuk
mempelajari materi baru atau yang bersifat lanjutan. Kesiapan belajar
dapat terdiri atas penguasaan keterampilan-keterampilan yang lebih
sederhana yang telah dikuasai terlebih dahulu dan yang memungkinkan
seseorang untuk memahami dan mencapai keterampilan yang lebih
tinggi. Kesiapan belajar ini dipengaruhi oleh kematangan psikologi dan
pengalaman anak. Untuk mengetahui apakah siswa telah memiliki
kesiapan dalam mempelajari materi pelajaran tertentu maka perlu diberi
tes mengenai materi awal yang berhubungan dengan topik yang akan
diajarkan. Bila siswa dapat mengerjakan tes dengan baik, berarti ia
telah siap. Bila tidak mampu mengerjakan sekalipun ia telah bekerja
keras ia dinyatakan belum siap. Untuk menumbuhkan kesiapan anak
seorang guru harus memberikan pengalaman-pengalaman tertentu yang
berhubungan dengan pengetahuan atau keterampilan yang harus
dikuasai.
3. Intuisi
Menurut Bruner yang dimaksud dengan intuisi adalah teknik-teknik
intelektual analitis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu
merupakan kesimpulan yang sahih atau tidak. Hal yang dikemukakan
8

oleh Bruner ini ialah semacam educated guess yang kerap kali
digunakan oleh para ilmuwan, artis, dan orang-orang kreatif lainnya.
4. Motivasi
Motivasi adalah kondisi khusus untuk belajar. Motivasi merupakan
yang dapat mempengaruhi individu variabel penting, khususnya selama
proses pembelajaran yang dapat membantu mendorong kemauan
belajar siswa. Karenanya, Bruner percaya bahwa hampir semua anak
mempunyai masa-masa pertumbuhan akan "keinginan untuk belajar".
Reinforcement dan reward dari dalam mungkin penting untuk
meningkatkan perbuatan tertentu atau untuk membuat mereka yakin
hingga mau mengulangi apa yang sudah dipelajari. Bruner menekankan
pentingnya motivasi intrinsik dibandingkan dengan motivasi eksternal.
Contoh motivasi intrinsik adalah rasa ingin tahu anak. Bahwa dunia ini
akan dapat dikenal dan dikuasai anak dengan menggunakan kesadaran
"ingin tahu". Motivasi lain yang dapat membawa kita pada dunia ini
adalah dengan memiliki berbagai kompetensi. Anak-anak menjadi
tertarik untuk mempelajari hal-hal yang mereka anggap biasa dan telah
dikuasai. Satu hal yang tidak mungkin adalah memotivasi anak agar
menguasai sesuatu yang mereka tidak biasa dan tidak kuasai.

B. Model Pengembangan Kurikulum Menurut Bruner


Pandangan Bruner tentang pentingnya pengembangan berpikir dalam
proses pendidikan telah menghasilkan rekomendasi perlunya perancangan
kembali kurikulum untuk mengembangkan keterampilan berpikir. Bruner
dalam (Ema, 2013) mengemukakan perlu adanya teori pembelajaran yang
akan menjelaskan asas-asas untuk merancang pembelajaran yang efektif di
kelas dalam rangka mengembangkan keterampilan berpikir. Seperti halnya
John Dewey, Bruner menggambarkan orang yang berpengetahuan sebagai
orang yang terampil dalam memecahkan masalah. Artinya, ia dapat
berinteraksi dengan lingkungan dalam mengkaji hipotesis dan menarik
generalisasi. Model penyajian pelajaran atau kurikulum yang baik harus
9

dirancang ke arah penguasaan keterampilan yang lebih kuat. Konsep-


konsep yang ada dalam mata pelajaran harus didefinisikan terlebih dahulu
dan digunakan sebagai dasar pengembangan kurikulum. Dengan cara ini,
menurut Bruner memungkinkan orang untuk mengajarkan mata pelajaran
apa pun secara efektif kepada siapa pun pada tahap perkembangan apa pun.
Perancangan kurikulum yang seperti ini disebut kurikulum spiral.
Kurikulum yang dikembangkan dengan model ini diarahkan pada upaya
mendidik siswa untuk memiliki kemampuan menyelidiki (inkuiri) dan
menemukan (diskoveri). Agar pembelajaran dapat mengembangkan
keterampilan intelektual anak maka materi pelajaran perlu disajikan dengan
memperhatikan tahap perkembangan kognitif anak yang meliputi tahap
enaktif, ikonik, dan simbolik. Selanjutnya, ketiga tahap perkembangan
kognitif ini oleh Bruner disebut sebagai model dalam menyajikan pelajaran.
Ketiga model penyajian ini digambarkan sebagai berikut.
1. Penyajian Enaktif
Penyajian enaktif adalah penyajian yang dilakukan melalui tindakan,
memiliki karakter manipulasi yang tinggi. Penyajian seperti ini sangat
diperlukan oleh anak-anak yang mulai dapat memahami beberapa aspek
realita/kejadian tanpa menggunakan imajinasinya atau kata-kata. Ia
akan dapat memahami sesuatu dari berbuat atau melakukan sesuatu.
Contohnya, seorang anak yang mengatur keseimbangan timbangan
dengan jalan menyesuaikan kedudukan badannya walaupun anak itu
mungkin tidak dapat menjelaskan prosedurnya.
2. Penyajian Ikonik
Penyajian Ikonik dilakukan melalui serangkaian gambar-gambar atau
grafik yang menggambarkan suatu konsep tetapi tidak
mendefinisikannya. Penyajian ini bergantung kepada visual organisasi
sensorik anak. Bila mendekati masa remaja, bahasa menjadi lebih
penting sebagai suatu media berpikir. Kemudian, pada masa transisi
penyajian ikonik yang didasarkan pada pengindraan dilanjutkan dengan
penyajian simbolik yang didasarkan pada sistem berpikir abstrak.
10

3. Penyajian Simbolik
Bahasa adalah dasar penyajian simbolik. Penyajian simbolik ini
dibuktikan oleh kemampuan seseorang untuk memikirkan proposisi
dibandingkan objek, memberikan struktur hierarkis pada konsep-konsep
dan untuk memikirkan alternatif yang mungkin dalam suatu cara
kombinatunal. Pada tahap ini anak mungkin dapat menerangkan cara
bekerjanya neraca atau timbangan. Salah satu penyebab kegagalan guru
dalam menyajikan materi pelajaran adalah karena guru tidak berusaha
untuk memahami siswa dengan baik, atau model penyajian guru tidak
sesuai dengan tingkat pengalaman dan pengetahuan anak. Akibatnya,
anak tidak dapat menangkap pesan pembelajaran yang ingin
disampaikan guru.
Sebagai ilustrasi dari ketiga cara penyajian ini, Bruner memberikan
suatu contoh tentang pelajaran penggunaan timbangan. Anak kecil hanya
dapat bertindak berdasarkan prinsip-prinsip timbangan dan menunjukkan
hal itu dengan menaiki papan jungkat-jungkit. Ia tahu bahwa untuk dapat
lebih jauh ke bawah, ia harus duduk lebih menjauhi pusat. Anak yang lebih
tua dapat menyajikan timbangan pada dirinya sendiri dengan suatu model
atau dengan suatu gambaran. Bayangan timbangan itu dapat diperinci
seperti terdapat dalam buku pelajaran. Akhirnya suatu timbangan dapat
dijelaskan dengan menggunakan bahasa, tanpa pertolongan gambar atau
dapat pula dijelaskan secara matematik dengan menggunakan Hukum
Newton tentang momen. (Ratna, 2006)

C. Pendekatan Model Belajar Bruner


Pendekatan model belajar Bruner ini didasarkan pada dua asumsi, yaitu: 
1. Perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif, artinya,
pengetahuan akan diperoleh orang yang belajar (pebelajar) bila di dalam
pembelajaran yang bersangkutan berinteraksi secara aktif dengan
lingkungannya. Pendekatan interaktif ini tidak saja menguntungkan dan
11

memberi perubahan pada pebelajar, tetapi juga berpengaruh dan memberi


perubahan pada lingkungan di mana dia belajar.
2. Orang mengkonstruksikan pengetahuannya dengan cara menghubungkan
informasi yang tersimpan yang telah diperoleh sebelumnya. Dalam belajar
hal-hal yang mempunyai kemiripan dihubungkan menjadi suatu struktur
yang memberi arti. Dengan demikian, setiap orang mempunyai model atau
kekhususan dalam dirinya untuk mengelompokkan hal-hal tertentu atau
membangun suatu hubungan antara hal yang telah diketahuinya. Dengan
model ini seseorang dapat menyusun hipotesis untuk memasukkan
pengetahuan baru ke dalam struktur yang telah dimiliki sehingga
memperluas struktur yang telah dimilikinya atau mengembangkan struktur
baru.

D. Discovery Learning Menurut Bruner


Belajar penemuan (discovery learning) merupakan salah satu model
pembelajaran/belajar kognitif yang dikembangkan oleh Bruner. Menurut
Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan.
Agar belajar menjadi bermakna dan memiliki struktur informasi yang kuat,
siswa harus aktif mengidentifikasi prinsip-prinsip kunci yang
ditemukannya sendiri, bukan hanya sekadar menerima penjelasan dari guru
saja. Bruner yakin bahwa belajar penemuan adalah proses belajar di mana
guru harus menciptakan situasi belajar yang problematis, menstimulus
siswa dengan pertanyaan-pertanyaan, mendorong siswa mencari jawaban
sendiri, dan melakukan eksperimen. Bentuk lain dari belajar penemuan
adalah guru menyajikan contoh-contoh dan siswa bekerja dengan contoh
tersebut sampai dapat menemukan sendiri hubungan antarkonsep. Menurut
Bruner, belajar penemuan pada akhirnya dapat meningkatkan penalaran
dan kemampuan untuk berpikir secara bebas dan melatih keterampilan
kognitif siswa dengan cara menemukan dan memecahkan masalah yang
ditemui dengan pengetahuan yang telah dimiliki dan menghasilkan
pengetahuan yang benar-benar bermakna bagi dirinya. Saat ini model
12

belajar penemuan menduduki peringkat atas dalam dunia pendidikan


modern. Salah satu yang banyak diterapkan dalam pembelajaran di
Indonesia adalah konsep belajar siswa aktif atau cara belajar siswa aktif
(CBSA). Dalam menerapkan model belajar penemuan ini, seorang guru
dianjurkan untuk tidak memberikan materi pelajaran secara utuh. Siswa
cukup diberikan konsep utama, untuk selanjutnya siswa dibimbing agar
dapat menemukan sendiri sampai akhirnya dapat mengorganisasikan
konsep tersebut secara utuh. Untuk itu guru perlu memberikan kesempatan
seluas-luasnya kepada siswa untuk mendapatkan konsep-konsep yang
belum disampaikan oleh guru dengan pendekatan belajar problem solving.
1. Manfaat Belajar Penemuan
1. Belajar penemuan dapat digunakan untuk menguji apakah belajar sudah
bermakna.
2. Pengetahuan yang diperoleh siswa akan tersimpan lama dan mudah
diingat.
3. Belajar penemuan sangat diperlukan dalam pemecahan masalah sebab
yang diinginkan adalah agar siswa dapat mendemonstrasikan pengetahuan
yang diterimanya.
4. Transfer dapat ditingkatkan setelah generalisasi ditemukan sendiri oleh
siswa.
5. Penggunaan belajar penemuan mungkin mempunyai pengaruh dalam
menciptakan motivasi belajar.
6. Belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk
berpikir secara bebas.
2. Kekurangan Teori Bruner (Ahmad dalam Eka Yanuarti, 2012)
1. Belajar Penemuan ini memerlukan kecerdasan anak yang tinggi. Bila
kurang cerdas, hasilnya kurang efektif.
2. Teori belajar seperti ini memakan waktu cukup lama dan kalau kurang
terpimpin atau kurang terarah dapat menyebabkan kekacauan dan
kekaburan atas materi yang dipelajari.
13

3. Tahap-tahap Penerapan Belajar Penemuan


1. Stimulus (pemberian perangsang/stimuli); kegiatan belajar dimulai dengan
memberikan pertanyaan yang merangsang berpikir siswa, menganjurkan
dan mendorongnya untuk membaca buku dan aktivitas belajar lain yang
mengarah pada persiapan pemecahan masalah.
2. Problem statement (mengidentifikasi masalah); memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang
relevan dengan bahan pelajaran, kemudian memilih dan merumuskannya
dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara dari masalah tersebut).
3. Data collection (pengumpulan data); memberikan kesempatan kepada
siswa mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak-banyaknya untuk
membuktikan benar tidaknya hipotesis tersebut
4. Data processing (pengolahan data); mengolah data yang telah diperoleh
siswa melalui kegiatan wawancara, observasi dan lain-lain. Data tersebut
kemudian ditafsirkan.
5. Verifikasi; mengadakan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan
benar tidaknya hipotesis yang ditetapkan dan dihubungkan dengan hasil
dan pengolahan data.
6. Generalisasi; mengadakan penarikan kesimpulan untuk dijadikan prinsip
umum yang berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama dengan
memperhatikan hasil verifikasi.
4. Penerapan Teori Belajar Bruner dalam Pembelajaran
1. Sajikan contoh dan noncontoh konsep-konsep yang Anda ajarkan,
misalnya pembelajaran mamalia.
Contoh:
1) contohnya: manusia, ikan paus, kucing, atau lumba-lumba.
2) noncontohnya: ayam, ikan, katak atau buaya.
2. Bantu siswa untuk melihat adanya hubungan antara konsep-konsep. 
Contoh:
Beri pertanyaan kepada siswa seperti berikut ini "apakah ada sebutan lain
dari kata "rumah"? (tempat tinggal), "dimanfaatkan untuk apa rumah?"
14

(untuk istirahat, berkumpulnya keluarga, dan lain-lain), adakah sebutan


lainnya dari kata rumah tersebut?
3. Beri satu pertanyaan dan biarkan siswa untuk berusaha mencari
jawabannya.
Contoh:
1. Bagaimana terjadinya embun?
2. Apakah ada hubungan antara kabupaten dan kotamadya?
4. Ajak dan beri semangat siswa untuk memberikan pendapat berdasarkan
intuisinya.
Contoh:
1. Beri siswa peta Yunani kuno dan tanyakan di mana letak kota kota utama
di Yunani.
2. Jangan berkomentar dulu atas jawaban siswa, gunakan pertanyaan yang
memandu siswa untuk mengarahkan mereka kepada jawaban yang
sebenarnya dan lain-lain.

E. Teori Instruksi Bruner


Dalam uraian di atas kita telah mengetahui beberapa prinsip belajar
menurut Bruner. Dalam bagian ini kita akan membahas bagaimana
pengajaran atau instruksi dilaksanakan sesuai dengan teori yang telah
dikemukakan tentang belajar. Menurut Bruner dalam (Ratna, 2006), sesuai
dengan teori instruksi hendaknya meliputi pengalaman optimal bagi siswa
untuk mau dan dapat belajar, penstrukturan pengetahuan untuk pemahaman
optimal, perincian urutan penyajian materi secara optimal, dan bentuk dan
pemberian reinforcement.
1. Pengalaman Optimal untuk Mau dan Dapat Belajar
Menurut Bruner, belajar dan pemecahan masalah bergantung pada
penyelidikan alternative. Oleh karena itu, pengajaran atau instruksi
harus memperlancar dan mengaturr penyelidikan-penyelidikan
alternative ditinjau dari segi siswa. Arah penyelidikan bergantung pada
dua hal yang saling berkaitan yaitu tujuan tugas yang diberikan sampai
15

batas-batas tertentu harus diketahui dan sampai berapa jauh tujuan itu
telah tercapai pun harus diketahui.
2. Penstrukturan Pengetahuan untuk Pemahaman Optimal
Stuktur suatu domain pengetahuan mempunyai tiga ciri dan setiap cirri
itu mempengaruhi kemampuan siswa untuk menguasainya. Ketiga cirri
itu ialah cara penyajian, ekonomi, dan kuasa. Cara penyajian, ekonomi,
dan kuasa berbeda bila dihubungkan dengan usia, gaya, para siswa, dan
macam bidang studi. Kita sudah mengetahui bahwa ada tiga cara
penyajian, yaitu cara enaktif, ikonik, dan simbolis serta contoh-contoh
untuk setiap cara penyajian itu. Banyak studi yang mempunyai berbagai
alternative cara penyajian. Ekonomi dalam penyajian dihubungkan
sejumlah informasi yang dapat disimpan dalam pikiran dan diproses
untuk mencapai pemahaman. Lebih ekonomis untuk merangkum
hubungan antara volume dan tekanan gas dengan rumus PV = C
misalnya, daripada menyajikan dalam bentuk tabel. Akan tetapi,
ekonomi makin meningkat dengan menggunakan diagram atau gambar
jika akan menyajikan cara menghasilkan gula dari tebu misalnya dari
pada disajikan dengan uraian. Dan kuasa, suatu penyajian dapat juga
diterangkan sebagai kemampuan penyajian itu untuk menghubung-
hubungkan hal-hal yang kelihatannya sangat terpisah-pisah.
3. Perincian Urutan-urutan Penyajian Materi Pelajaran Secara Optimal
Dengan mengajar, siswa dibimbing melalui urutan pernyataan suatu
masalah atau sekumpulan pengetahuan untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam menerima, mengubah, dan mentransfer apa
yang telah dipelajarinya. Jadi, urutan pelajaran dalam suatu domain
pengetahuan mempengaruhi kesulitan yang dihadapi siswa dalam
mencapai penguasaan. Tidak ada urutan yang khas bagi semua siswa.
Menurut Bruner perkembangan intelektual bergerak dari penyajian
enaktif melalui penyajian ekonik ke penyajian simbolis. Oleh karena
itu, urutan optimum materi pelajaran juga mengikuti arah yang sama.
16

4. Bentuk dan Pemberian Reinforcement


Dalam teorinya Bruner mengemukakan bahwa bentuk hadiah atau
pujian dan hukuman harus dipikirkan. Demikian pula pujian atau
hukuman itu diberikan selama proses belajar mengajar. Secara intuitif,
jelas selama proses belajar mengajar berlangsung, ada suatu ketika
hadiah ektrinsik bergeser ke hadiah intrinsik. Akhirnya patut ditekankan
bahwa tujuan mengajar ialah untuk menjadikan siswa merasa puas.

F. Ciri Khas Teori Bruner dan Perbedaannya dengan Teori yang Lain
Teori Bruner mempunyai ciri khas daripada teori belajar yang lain
yaitu tentang ”discovery” yaitu belajar dengan menemukan konsep sendiri.
Disamping itu, karena teori Bruner ini banyak menuntut pengulangan-
penulangan, maka desain yang berulang-ulang itu disebut ”kurikulum
spiral kurikulum”. Secara singkat, kurikulum spiral menuntut guru untuk
memberi materi pelajaran setahap demi setahap dari yang sederhana ke
yang kompleks, dimana materi yang sebelumnya sudah diberikan suatu
saat muncul kembali secara terintegrasi di dalam suatu materi baru yang
lebih kompleks. Demikian seterusnya sehingga siswa telah mempelajari
suatu ilmu pengetahuan secara utuh.
Bruner berpendapat bahwa seseorang murid belajar dengan cara
menemui struktur konsep-konsep yang dipelajari. Anak-anak membentuk
konsep dengan melihat benda-benda berdasarkan ciri-ciri persamaan dan
perbedaan. Selain itu, pembelajaran didasarkan kepada merangsang siswa
menemukan konsep yang baru dengan menghubungkan kepada konsep
yang lama melalui pembelajaran penemuan.

G. Penerapan Teori Belajar Bruner Dalam Pembelajaran IPA Di


Sekolah Dasar
Dalam penerapannya dalam proses pembelajaran di kelas, Bruner
mengembangkan model pembelajaran penemuan. Model ini pada
prinsipnya memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh
17

informasi sendiri dengan bantuan guru dan biasanya menggunakan barang


yang nyata.Peranan guru dalam pembelajaran ini bukanlah sebagai seorang
pemberi informasi melainkan seorang penuntun untuk mendapatkan
informasi.
1. Metode dan Tujuan
Dalam belajar penemuan, metode dan tujuan tidak sepenuhnya beriring.
Tujuan belajar bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan saja.
Tujuan belajar sepenuhnya ialah untuk memperoleh pengetahuan
dengan suatu cara yang dapat melatih kemampuan intelektual siswa dan
merangsang keingintahuan mereka dan memotivasi kemampuan
mereka. Inilah yang dimaksud dengan memperoleh pengetahuan
melalui belajar penemuan. Saat guru mengajar IPA, guru bukan akan
menghasilkan perpustakaan-perpustakaan hidup kecil tentang IPA,
melainkan membuat siswa berfikir secara matematis dan kritis bagi
dirinya sendiri, berperan serta dalam proses perolehan pengetahuan.
Mengetahui itu adalah suatu proses, bukan suatu produk.
2. Peranan Guru
Menurut Noehi Nasution, 2005, langkah guru sebagai fasilitator
pembelajaran dalam belajar penemuan adalah:
1. Merencanakan pelajaran sedemikian rupa sehingga pelajaran itu
terpusat pada masalah-masalah yang tepat untuk diselidiki para
siswa.
2. Menyajikan materi pelajaran yang diperlukan sebagai dasar bagi
para siswa untuk memecahkan masalah. Guru hendaknya memulai
dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Kemudian guru
mengemukakan sesuatau yang berlawanan. Dengan demikian terjadi
onflik dengn pengalaman siswa. Akibatnya timbulah masalah.
Dalam keadaan yang ideal, hal yang berlawanan itu menimbulkan
suatu kesangsian yang merangsang para siswa untuk menyelidiki
masalah itu, menyusun hipotesis-hipotesis dan mencoba menemukan
konsep atau prinsip yang mendasari masalah itu.
18

3. Guru harus menyajikan dengan cara enaktif, ikonik dan simbolik.


Enaktif adalah melaui tindakan atau dengan kata lain belajar sambil
melakukan (learning by doing). Ikonik adalah didasarkan atas
pikiran internal. Pengetahuan disajikan melalui gambar-gambar yang
mewakili suatu konsep. Simbolik adalah menggunakan kata-kata
atau bahasa-bahasa.
4. Bila siswa memecahkan masalah di laboratorium atau secara teoritis,
guru hendaknya berperan sebagai seorang pembimbing atau tutor.
Guru hendaknya jangan mengungkapkan terlebih dahulu prinsip atau
aturan yang akan dipelajari, tetapi hendaknya memberikan saran-
saran bila diperlukan. Sebagai seorang tutor, guru hendaknya
memberikan umpan balik pada waktu yang tepat.
5. Menilai hasil belajar merupakan suatu masalah dalam belajar
penemuan. Secara garis besar belajar penemuan ialah mempelajarai
generalisasi-generalisasi dengan menemukan sendiri konsep-konsep
itu. Di lapangan, penilaian hasil belajar penemuan meliputi
pemahaman tentang konsep dasar, dan kemampuan untuk
menerapkan konsep itu ke dalam situsi baru dan situasi kehidupan
nyata sehari-hari pada siswa.
Jadi dalam belajar penemuan, guru tidak begitu mengendalikan
proses pembelajaran. Guru hendaknya mengarahkan pelajaran pada
penemuan dan pemecahan masalah. Penilaian hasil belajar meliputi
tentang konsep dasar dan penerapannya pada situasi yang baru.
19

H. Contoh Pembelajaran IPA Menurut Teori Belajar Penemuan Bruner


BELAJAR PENEMUAN
Contoh 1
POKOK BAHASAN : PERNAPASAN
KELAS : VI
Keterampilan
Konsep Kegiatan Siswa Pertanyaan Guru Respon Siswa
Proses
1. Siswa Para siswa 1. Catatlah Mencatat
Hidup, melakukan beberapa kali
bernapa kegiatan kamu atau
s kelompok. Ada temanmu
yang mencatat bernapas dalam
satu menit, dua
menit, dan
sesudah berlari
di tempat
2. Dengan Ada yang 3. Gambarkan hasil Menggambarkan
berolahr berlari di kegiatanmu data dalam grafik
aga, tempat dan ada dalam grafik
pernapa yang
san menggambar
bertamb dengan grafik
ah
4. Waktu Pernapasan 2. Berapa kali Menghubungkan
pernapa selama tiga orang bernapas hasil-hasil
san menit, saat rata-rata dalam pengamatan
dibutuh istirahat satu menit
kan selama istirahat
oksigen
3. Waktu Pernapasan 4. Dan berapa kali sesudah
pernapa selama tiga berlari ditempat?
san menit, sesudah
20

dikeluar lari
kan uap
air dan
gas
karbon
dioksida
5. Apakah yang kamu Menemukan pola Waktu istirahat,
temukan dalam (3) dan dalam satu seri jumlah
(4) pengamatan pernapasan
lebih sedikit
dari pada
sesudah berlari
di tempat
6. Dapat kamu ramalkan Meramalkan
bagaimana pernapasan
seseorang yang baru saja
ikut pertandingan
berlari? Bagaimana
gambar grafiknya?
Mengapa kamu Menarik Untuk
menghitung pernapasan kesimpulan menghindari
seseorang selama salah hitung
beberapa menit, dan beberapa
mengapa tidak selama respons yang
satu menit saja? lain
8. Gas apakah yang kita Merumuskan Oksigen dan
perlukan dari udara hipotesis beberapa
untuk pernapasan respons lain
9. Zat apakah yang kita Merumuskan Uap air dan gas
keluarkan waktu hipotesis karbon
pernapasan? dioksida, dan
beberapa
21

respons lain
Merencanakan
1 Bagaimana kamu Merencanakan
percobaan membuktikan bahwa percobaan
secara uap air yang kamu
kelompok keluarkan waktu
pernapasan?
11. Bagaimana kamu Merencanakan
membuktikan bahwa gas percobaan
karbon dioksida yang
keluar waktu pernapasan
Melakukan 12. Lakukan kedua Menggunakan
percobaan percobaan itu alat/bahan.
secara Mencatat hasil
kelompok pengamatan
13. Buatlah laporan dari Menyusun
percobaan yang akan laporan
kamu lakukan
Sesudah kerja
14. Diskusikan hasil Mendiskusikan
kelompok percobaan kelompokmu hasil percobaan
selesai dengan hasil kelompok
lain
15. Setelah melakukan Mengajukan
kegiatan ini, ada di pertanyaan
antaramu yang akan
bertanya?
16. Waktu tawaran perang Menerapkan Mereka tidak
yang diangkut dengan konsep memperoleh
gerbong kereta api tiba oksigen dari
di suatu stasiun, ternyata udara gerbong
sebagian dari mereka itu tertutup, jadi
sudah lemas, dan ada mereka tidak
pula yang sudah tewas. dapat bernapas.
Menurutmu, apakah Ada beberapa
22

yang menyebabkan hal respon lain.


ini?

BELAJAR PENEMUAN
Contoh 2
CAHAYA
Apakah yang Dilakukan suatu Prisma terhadap Cahaya?

Konsep Kegiatan Siswa


Apakah yang akan dilakukan siswa? Cahaya putih, bila melalui sebuah
prisma, terurai menjadi suatu spektrum
yang menyerupai pelangi.
Cahaya putih merupakan campuran
berbagai warna cahaya.
Setiap warna dalam spektrum
mempunyai panjang gelombang yang
berbeda-beda.
Apakah yang dibutuhkan? Sebuah prisma
Apakah yang akan didiskusikan? Apakah prisma itu?
Apakah yang dilakukan suatu prisma?
Apakah yang harus dilakukan? Kegiatan ini harus dilakukan dalam
kelompok yang terdiri atas dua atau
lebih siswa
PROSES
Apakah yang akan dilakukan para Sediakan sebuah prisma
siswa? Tempatkan prisma ditempat
Berhipotesis yang dilalui berkas sinar cahaya
Mengamati Apakah yang dilakukan prisma pada
berkas cahaya yang melalui prisma itu?
Mengamati Warna-warna apa yang kamu lihat?
Mengamati Warna yang mana yang paling
dibengkokkan?
Mengamati Warna yang mana yang paling kurang
dibengkokkan?
23

Menyimpulkan Apakah yang kamu ketahui tentang cara


berbagai warna cahaya dibengkokkan
oleh prisma?
Menyimpulkan Dari apakah cahaya putih dibentuk?
Apakah yang harus diketahui siswa? Para siswa harus melihat bahwa cahaya
putih dihasilkan dari kombinasi
beberapa panjang gelombang cahaya.
Dengan menggambar suatu prisma di
papan tulis para siswa diminta
menunjukkan bagaimana spektrum
terbentuk. Gambaran mereka
seharusnya seperti gambar diatas.
Apakah yang harus diketahui siswa? Para siswa harus melihat bahwa cahaya
putih dihasilkan dari kombinasi
beberapa panjang gelombang cahaya.
Dengan menggambar suatu prisma di
papan tulis para siswa diminta
menunjukkan bagaimana spektrum
terbentuk. Gambaran mereka
seharusnya seperti gambar diatas.

Contoh 3
RANCANGAN RPP MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI
Dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran yang penulis lakukan di SD
Negeri 2 Bayah Barat tentang pembelajaran IPA dengan konsep gaya magnet
penulis menyusun rancangan RPP yang akan digunakan oleh penulis dalam
melakukan kegiatan pembelajaran. Berikut ini rancangan RPP yang penulis
gunakan sebagai berikut:
1. Tahap pendahuluan
Pada tahapan ini penulis melakukan kegiatan sebagai berikut:
1. Mengkondisikan siswa pada situasi belajar yang lebih baik, kegiatannnya
berupa:
24

1. Siswa berbaris sebelum masuk kelas


2. Siswa berdo’a sebelum belajar dimulai
3. Penulis mengabsen tentang kehadiran siswa
2. Menjelaskan tujuan-tujuan pembelajaran yang akan dicapai, misalnya
setelah pembelajaran ini selesai diharapkan siswa dapat menyebutkan
benda-benda yang dapat ditarik magnet dan benda yang tidak dapat ditarik
magnet, siswa dapat menyebutkan bagian magnet yang memiliki gaya
kemagnetannya paling besar.
3. Melakukan apersepsi atau motivasi:
Pada tahapan ini penulis melakukan tahapan orientasi atau lebih umum
dikenal dengan sebutan apersepsi atau motivasi. Kegiatan yang dilakukan
penulis dengan cara menunjukkan dua kotak dengan bungkus yang sama
akan tetapi isinya berbeda.  Kotak yang satu isinya kosong dan kotak
yang satunya lagi berisi magnet. Selanjutnya guru menunjukkan dua
kotak itu dan menempelkan klip kertas pada dua kotak itu secara
bergantian. Selanjutnya guru menugaskan siswa untuk mengamati salah
satu kotak yang dapat menempelkan klip kertas tersebut. Siswa
ditugaskan untuk menebaknya tentang isi kotak yang bisa menempelkan
klip kertas tersebut. Selanjutnya guru membuka kotak itu dan
menunjukkan ke siswa bahwa klip kertas bisa menempel karena di dalam
kotak ada magnet.
Pada kegiatan ini diharapkan siswa dapat lebih siap untuk
mengikuti kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan.
B.       Kegiatan Inti pembelajaran
1.      Tahap eksplorasi
Pada tahap ini penulis memberikan pertanyaan-pertanyaan sederhana,
misalnya: siapa yang pernah bermain-main dengan magnet? Apa yang kamu
lakukan dengan magnet? Sehingga diharapkan siswa memunculkan
permasalahan dari konsep magnet tersebut. Adapun permasalahan yang akan
dibahas pada pelajaran ini yaitu:
a.         Benda-benda apa saja yang dapat ditarik oleh magnet?
25

b.        Pada bagian mana pada magnet yang memiliki gaya kemagnetannya


paling besar?
Selanjutnya siswa ditugaskan untuk menjawab permasalahan yang
dimunculkan sehingga diperoleh hipotesis sederhana sebagai berikut: “Bahwa
semua benda yang berbahan besi, nikel meruapan benda yang dapat ditarik
magnet. Dan kekuatan magnet yang paling besar terdapat di ujung magnet”.
3. Tahap elaborasi
Pada tahap ini penulis lakukan sebagai berikut:
a.         Membagikan lembar kerja siswa (LKS) serta memberikan bahan-bahan
yang akan digunakan siswa untuk melakukan percobaan. Penulis
memberikan petunjuk yang sederhana agar pelaksanaan perobaan dapat
berjalan lancar.
b.        Siswa secara berkelompok melakukan percobaan dan menuangkan
hasilnya pada LKS yang telah disediakan
c.        Masing-masing kelompok melakukan presentasi
d.        Penulis bersama-sama siswa menyimpulkan hasil percobaan yang telah
dilakukan siswa.
e.         Penulis bertanya kembali tentang permasalahan yang muncul saat
pembelajaran dimulai. Apakah kesimpulan yang diperoleh bisa menjawab
permasalahan yang dimunculkan. Pada tahapan ini dikenal dengan istilah
pengujian hipotesis berdasarkan data yang diperoleh siswa saat melakukan
percobaan.
f.         Siswa memajangkan hasil percobaan di papan pajangan.
3.      Tahap konfirmasi
a.       Guru memberikan kesempatan yang seluas-lusanya kepada siswa untuk
bertanya, menyampaikan pendapatnya atau pengalaman-pengalaman siswa
selama menggunakan magnet
b.      Penulis menjelaskan bahwa semua benda yang berbahan besi, nikel dan kobal
dapat ditarik magnet
C.      Kegiatan akhir
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
26

1.      Penulis memberikan penilaian dengan alat tes berupa tes uraian singkat
2.      Memberikan umpan balik dengan cara tugas sederhana
3.      Ucapan terima kasih dan salam

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Teori Bruner mempunyai ciri khas dari pada teori belajar yang lain yaitu
tentang ”Discovery Learning” yaitu belajar dengan menemukan konsep
sendiri. Disamping itu, karena teori Bruner ini banyak menuntut
pengulangan-pengulangan, maka desain yang berulang-ulang itu disebut
”kurikulum spiral (a Spiral Curriculum)”. Secara singkat, kurikulum spiral
menuntut guru untuk memberi materi pelajaran setahap demi setahap dari
yang sederhana ke yang kompleks, dimana materi yang sebelumnya sudah
diberikan suatu saat muncul kembali secara terintegrasi di dalam suatu materi
baru yang lebih kompleks. Demikian seterusnya sehingga siswa telah
mempelajari suatu ilmu pengetahuan secara utuh. Menurut Bruner cara
27

menyajikan pelajaran harus disesuaikan dengan derajat berfikir anak. Ada


tiga tahap berfikir anak yaitu tahap enaktif, ikonik, dan simbolik.

B. Saran
Sebagai calon pendidik kita dituntut untuk mengenal dan memahami
teori-teori belajar untuk mengembangkan metode pengajaran. Dengan begitu
pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa dan terus-menerus melekat dan
tujuan pembelajaran dapat tercapai.

DAFTAR
27 PUSTAKA

Arif. 2008. Jerome Bruner Belajar Penemuan. Diunduh dari


http://arifwidiyatmoko.wordpress.com/2008/07/29/%E2%80%9Djerome-
bruner-belajar-penemuan%E2%80%9D/ pada tanggal 3 September 2013.
Eka Yanuarti. 2012. Teori Kognitifisme Jerome Bruner. Diunduh dari http://eka-
yanuarti.blogspot.com/2010/12/teori-kognitifisme-jerome-bruner.html
pada tanggal 4 September 2013.
Ema, 2013. Model Teori Belajar Bruner dan Ausubel. Diunduh dari
http://www.emakalah.com/2013/04/model-teori-belajar-bruner-dan-
ausubel.html pada tanggal 3 September 2013.
Noehi Nasution. 2005. Pendidikan IPA di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
Ratna Wilis Dahar. 2006. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:
Erlangga.
28

Anda mungkin juga menyukai