PENDAHULUAN
Dasar, fungsi dan tujuan pendidikan nasional menurut UU No. 20 Tahun 2003
(2003:6), pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
serta bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
1
menjadi warga negara Indonesia yang bertanggung jawab dan warga dunia yang efektif,
dalam masyarakat global yang selalu mengalami perubahan setiap saat.
Untuk itu, pembelajaran IPA perlu dirancang untuk membangun dan merefleksikan
kemampuan siswa dalam kehidupan bermasyarakat yang selalu berubah dan berkembang
secara terus menerus. Berdasarkan hasil refleksi awal kondisi pendidikan IPA di Sekolah
Dasar Negeri Jambelaer saat ini, dalam proses pembelajaran guru menyampaikan materi
bersifat langsung yaitu tanpa menggunakan suatu alat/media lebih sering dominan karena
belum adanya media elektronika yang memadai terdapat pada sekolah, serta kurang
sesuainya iklim pembelajaran yang kondusif bagi siswa untuk belajar. Banyak diantaranya
guru yang tidak memilih dan menggunakan metode pembelajaran bervariasi yang kurang
sesuai sehingga mengakibatkan siswa menjadi cepat bosan serta ramai sendiri karena
suasana pembelajaran yang monoton. Sehingga hasil belajar belajar IPA siswa masih
rendah, dari 20 siswa, hanya 8 siswa saja yang mendapatkan nilai cukup memadai dan
melebihi KKM. masih banyak yang berada di bawah KKM. Apabila masalah tersebut dapat
dipecahkan dengan baik, maka akan sangat bermanfaat bagi guru dan siswa. Manfaat bagi
guru seperti peningkatan proses pembelajaran, menjadikan lebih berpengalaman serta
kreatif dalam memilih, penggunakan metode pembelajaran yang tepat dan efisien. Sehingga
akan tercipta kegiatan pembelajaran yang kondusif dan baik, beserta pengetahuan bagi guru
untuk mengembangkan proses pembelajaran selanjutnya. Sedangkan bagi siswa tentunya
meningkatnya pemahaman dan hasil belajar pada materi yang berkaitan, sekaligus
menimbulkan pengaruh daya tarik positif terhadap proses pembelajaran dimana ketertarikan
siswa dalam mengikuti pembelajaran berasal dari guru dan proses pembelajaranya.
2
Mata pelajaran IPA dalam KTSP mempunyai alokasi waktu yang kurang
proporsional. Waktu yang diberikan sangat singkat, sedangkan materi yang harus diajarkan
sangat banyak. Mengingat singkatnya waktu yang tersedia maka guru harus mampu
menyajikan materi pelajaran secara efektif agar pesan yang disampaikan dapat diterima
peserta didik dengan baik dan tidak hanya verbalitas tanpa pengertian yang konkret.
Perkembangan kognitif siswa usia 7 sampai 11 tahun merupakan kategori usia concerte
operational periode menurut Piaget (DepDikNas BalitBang Puskur, 2007: 13). Guru juga
harus memperhatikan bahwa sempitnya waktu yang tersedia untuk mempelajari pendidikan
IPA hendaknya tidak mengurangi kemampuan siswa untuk memperoleh kualitas belajar
yang maksimal. Oleh sebab itu pendekatan pembelajaran menjadi faktor penting demi
tercapainya efektifitas pembelajaran.
3
1.2 . RUMUSAN MASALAH DAN PEMECAHAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka permasalahan secara umum dapat
dirumuskan antara lain:
“Apakah penerapan model CTL (Contextual Teaching and Learning) dapat meningkatkan
hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA pada siswa kelas V di Sekolah Dasar Negeri
Jambelaer?”
1. Siswa kurang bersemangat dan kurang termotivasi dalam mengikuti pembelajaran IPA
2. Guru masih menggunakan model yang konvensional dalam pembelajaran, sehingga
siswa bosan saat pembelajaran berlangsung
3. Guru kurang mempersiapkan media pembelajaran secara maksimal, sehingga pada saat
proses pembelajaran anak merasa jenuh dan bosan
4. Guru kurang mengapresiasi pendapat siswa, sehingga siswa kurang semangat dalam
mengikuti pembelajaran
5. Sekolah kurang menyediakan fasilitas secara maksimal, sehingga kebutuhan pada saat
proses pembelajaran terhambat
6. Guru kurang menyesuaikan model pembelajaran dengan materi yang diajarkan,
sehingga timbal balik siswa dengan guru ataupun guru dengan siswa kurang.
1. Guru harus melatih pendekatan baik siswa dengan siswa, maupun geru dengan siswa
2. Guru harus memotivasi siwa untuk mau belajar mata pelajaran IPA
3. Guru harus menggunakan model pembelajaran yang menarik
4. Guru harus bisa memilih model pembelajaran yang sesuai dengan materi yang akan
diajarkan.
5. Guru harus menyiapkan media pembelajaran secara maksimal
6. Media yang digunakan harus sesuai dengan materi yang diajarkan
7. Guru harus memberikan apresiasi dan pujian yang baik untuk anak yang sudah
berpendat, ataupun hasil belajar siswa.
4
8. Berikan reward atau hadiah untuk memicu keaktifan anak
9. Sekolah harus memfasilitasi sarana dan prasarana semaksimal mungkin agar
kebutuhan
siswa Tercapai
10. Guru harus menyesuaikan model pembelajaran yang akan dipakai dengan materi yang
akan Diajarkan
11. Guru harus bisa menstimulus siswa sehingga siswa mampu merespon dengan baik.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar IPA
melalui penerapan model CTL (Contextual Teaching and Learning).
5
membangkitkan semangat belajar siswa dengan model CTL (Contextual
Teaching and Learning) yang melibatkan siswa aktif dari seluruh kegiatan di
dalam kelas.
1. Dengan model CTL (Contextual Teaching and Learning) dapat melatih siswa
untuk bekerja sama dan memupuk tali persaudaraan.
6
BAB II
PEMBAHASAN
1. Keterkaitan, relevansi (relation). Proses belajar hendaknya dikaitkan dengan bekal
pengetahuan (prerequisite knowledge) yang telah ada pada diri siswa.
2. Pengalaman Langsung (experiencing). Pengalaman langsung dapat diperoleh melalui
kegiatan eksplorasi, penemuan (discovery), inventory, investigasi, penelitian dan sebagainya.
3. Aplikasi (Applying). Menerapkan fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang dipelajari dengan
guru, antara siswa dengan narasumber, memecahkan masalah dan mengerjakan tugas bersama
merupakan strategi pembelajaran pokok dalam pembelajaran kontekstual.
4. Alih Pengetahuan (transferring). Pendekatan kontekstual menekankan pada kemampuan
siswa untuk mentransfer situasi dan konteks yang lain merupakan pembelajaran tingkat tinggi,
lebih dari sekedar hafal.
5. Kerja sama (cooperating). Kerjasama dalam konteks saling tukar pikiran, mengajukan dan
menjawab pertanyaan dan komunikasi interaktif antar siswa.
6. Pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang telah dimiliki pada situasi lain.
Berdasarkan uraian diatas, prinsip-prinsip tersebut merupakan bahan acuan untuk
menerapkan metode kontekstual dalam pembelajaran. Implementasi kontekstual lebih
mengutamakan strategi pembelajaran dari pada hasil belajar, yakni proses pembelajaran
7
berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan
hanya transfer pengetahuan dari guru kepada siswa.
8
kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan kemampuan terbaik mereka sambil
mempertunjukkan apa yang sudah mereka pelajari.
9
Refleksi dilakukan ketika pembelajaran berakhir, siswa merenung tentang
kesalahannya dalam belajar lalu dia memperbaiki kesalahan tersebut dengan pengetahuan
yang baru dia ketahui.
7. Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment)
Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang dapat memberikan
perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar perlu diketahui oleh guru agar
bisa mengetahui bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Gambaran
proses dan kemajuan belajar siswa perlu diketahui sepanjang proses pembelajaran. Karena itu
penilaian tidak hanya dilakukan pada akhir periode sekolah, tetapi dilakukan bersama secara
terintegrasi (tidak terpisahkan) dari kegiatan pembelajaran. Focus penilaian adalah pada
penyelesaian tugas yang relevan dan kontekstual serta penilaian dilakukan terhadap proses
maupun hasil.
10
f. Terbentuk sikap kerjasama yang baik antar individu maupun kelompok.
2. Kelemahan Pembelajaran Kontekstual
a. Dalam pemilihan informasi atau materi dikelas didasarkan pada kebutuhan siswa. Padahal,
dalam kelas itu tingkat kemampuan siswanya berbeda-beda sehingga guru akan kesulitan
dalam menentukan materi pelajaran karena tingkat pencapaian siswa tidak sama.
b. Tidak efisien karena membutuhkan waktu yang agak lama dalam PBM.
c. Dalam pembelajaran akan nampak jelas antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan
siswa yang memiliki kemampuan rendah, yang kemudian akan menimbulkan rasa tidak
percaya diri bagi siswa yang kurang kemampuannya.
d. Bagi siswa yang tertinggal dalam proses pembelajaran ini akan terus tertinggal dan sulit
untuk mengejar ketinggalannya, karena dalam model pembelajaran ini kesuksesan siswa
tergantung dari keaktifan dan usaha sendiri. Jadi siswa yang mengikuti setiap pembelajaran
dengan baik tidak akan menunggu teman yang tertinggal dan mengalami kesulitan.
e. Tidak setiap siswa dapat dengan mudah menyesuaikan diri dan mengembangkan
kemampuan yang dimiliki dengan menggunakan model pembelajaran CTL ini.
f. Lebih mengembangkan kemampuan soft skill daripada kemampuan intelektualnya,
sehingga siswa yang memiliki kemampuan intelektual tinggi namun sulit untuk
mengapresiasikannya dalam bentuk lisan akan mengalami kesulitan dalam belajar.
g. Pengetahuan yang didapat oleh setiap siswa akan berbeda-beda dan tidak merata.
h. Peran guru tidak nampak terlalu penting lagi, karena dalam pembelajaran guru hanya
sebagai pengarah dan pembimbing serta lebih menuntut siswa untuk aktif dan berusaha sendiri
mencari informasi, mengamati fakta dan menemukan pengetahuan-pengetahuan baru di
lapangan.
2.8 Implementasi CTL dalam Pembelajaran IPA di kelas V SDN Jambelaer Kabupaten
Sukabumi.
11
Dipilih dua siswa A dan B sebagai model peraga. Siswa A harus mengumpulkan 5 buku
milik siswa yang lain. Hal ini juga berlaku untuk siswa B untuk mengumpulkan 4 buku. Guru
dan siswa membuat model matematikanya.
5 buku + 4 buku = 9 buku
b. Menjumlahkan bilangan bulat positif dengan bilangan bulat negatif
Sebuah mobil mainan diberikan kepada siswa B dan dijalankan ke arah barat sejauh 8
petak ubin sampai ditempat A. Guru menyuruh siswa untuk menjalankan kembali mobil
tersebut berlawanan arah (ke timur) sejauh 5 petak ubin. Guru menerangkan bahwa arah
berlawanan berarti nilai angka tersebut berlawanan dengan nilai angka yang lain: 8 petak – 5
petak = 3 petak
c. Penjumlahan bilangan bulat negatif dengan bilangan bulat negatif
Siswa diberi pengantar fenomena utang piutang. Siswa A meminjam uang 500 kepada
siswa B, kemudian karena masih kurang maka meminjam lagi 600. Guru mengingat kembali
bahwa konsep hutang nilainya (-). Kemudian guru mengembangkan konsep permasalahan
tersebut kepada sembarang bilangan bulat. Misalnya -4 + (-3) = -7
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning/CTL) merupakan suatu
konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.
Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah memberikan kemudahan belajar
kepada peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai.
Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan, tetapi mengatur
lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar.
3.2 Saran
Guru harus dapat menyajikan dunia nyata atau benda-benda konkret saat pembelajaran
sehingga siswa dapat membuat hubungan antara pengetahuan yang diperolehnya dengan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, agar tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat
tercapai.
13
DAFTAR PUSTAKA
14