Anda di halaman 1dari 48

BIMBINGAN DAN KONSELING

Laporan Buku Bimbingan dan Konseling Berbasis Kompetensi Orientasi Dasar


Pengembangan Profesi Konselor Editor Dr. Mamat Supriatna, M.Pd.

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Bimbingan dan
Konseling Dengan Dosen Pengampu :
Dr. Sudjani, M.Pd.

Oleh
Kautsar Munazz Firdaus
NIM. 1501879

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2016
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan
sehingga dapat menyelesaikan Laporan Buku ini. Tanpa pertolongan-Nya mungkin
penulis tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi Muhammad
SAW.
Laporan Buku ini memuat “Laporan Buku Bimbingan dan Konseling
Berbasis Kompetensi Orientasi Dasar Pengembangan Profesi Konselor Editor Dr.
Mamat Supriatna, M.Pd.”. Walaupun Laporan ini kurang sempurna dan
memerlukan perbaikan tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Mata Kuliah
Bimbingan dan Konseling yaitu bapak Dr. Sudjani, M.Pd. selaku dosen pengampu
dan ibu Resya Noor Diani, S.Pd. selaku asisten dosen pengampu yang telah
membimbing penulis agar dapat mengerti tentang bagaimana cara membuat
Laporan Buku yang baik dan sesuai kaidah.
Semoga Laporan Buku ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas
kepada pembaca. Walaupun Laporan Buku ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
Penulis membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun. Terima
kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Bandung, 16 Mei 2015

Penyusun,
(Kautsar Munazz F.)
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I
PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Identitas Buku................................................................................................. 2
BAB II
ISI REVIEW BUKU ........................................................................................... 3
-1- .......................................................................................................................... 3
-2- ......................................................................................................................... 7
-3- ......................................................................................................................... 10
-4- .......................................................................................................................... 13
-5- .......................................................................................................................... 15
-6- .......................................................................................................................... 18
-7- .......................................................................................................................... 20
-8-.......................................................................................................................... 23
-9-.......................................................................................................................... 28
BAB III
PEMBAHASAN .................................................................................................. 31
A. Orientasi .......................................................................................................... 31
B. Fungsi .............................................................................................................. 32
C. Prinsip ............................................................................................................ 35
D. Asas ................................................................................................................. 37
E. Landasan ........................................................................................................ 39
BAB IV
PENUTUP ............................................................................................................ 43
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 43
B. Kesan ...............................................................................................................44
C. Saran............................................................................................................... 44
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) adalah suatu
organisai profesi yang beranggotakan guru bimbingan dan konseling atau
konselor dengan kualifikasi pendidikan akademik strata satu (S-1) dari
Program Studi Bimbingan dan Konseling.
Kualifikasi yang dimiliki konselor adalah kemapuan dalam memberikan
layanan bimbingan dan konseling dalam ranah layanan pengembangan pribadi,
sosial, belajar dan karier konseli.
Konselor profesional memberikan layanan berupa pendampingan,
pengoordinasian, mengolaborasi dan memberikan layanan konsultasi yang
dapat menciptakan peluang yang setara dalam meraih kesempatan dan
kesuksesan bagi konseli berdasarkan prinsip – prinsip pokok profesionalitas :
1. Setiap individu memiliki hak untuk dihargai
2. Setiap individu berhak memperoleh informasi yang mendukung
kebutuhannya untuk mengembangkan dirinya
3. Setiap individu mempunyai hak untuk memahami arti penting dari pilihan
hidup dan bagaimana pengaruhnya
4. Setiap individu memiliki hak untuk dijaga kerahasiaan pribadinya sesuai
dengan aturan hukum, kebijakan, dan standar etika layanan.
Kepentingan kami sebagai mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia
yang notabane-nya adalah calon seorang pendidik wajib bagi kami menguasai
seluruh materi pada buku ini agar kami dapat menjadi pendidik yang baik yang
mampu membuat peserta didik lebih bergairah dalam kegiatan belajar
mengajar dan memberikan nilai sesuai presentase individu dari masing –
masing peserta didik tersebut sesuai dengan pedoman pada buku ini.
B. Identitas Buku
1. Judul : BIMBINGAN DAN KONSELING
BERBASIS KOMPETENSI (Orientasi
Dasar Pengembangan Profesi Konselor)
2. Editor : Dr. Mamat Supriatna, M.Pd.
3. Perancang Kulit : Experthoha Studio
4. Kota / Tahun terbit : Bandung / Februari 2011
5. Penerbit : PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta
6. Dicetak : Kharisma Putra Utama Offset
7. Cetakan : Pertama
8. Jumlah halaman : 272 Halaman
9. Dipersembahkan kepada : Semua pembaca, berdasarkan bahan – bahan
Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi
(PTBK)
10. Format perwajahan :
a. Format Perwajahan Depan :
Bagian depan terdapat warna putih secara mayoritas sebagai
warna dasar buku. Judul buku terletak diatas dengan tulisan formal
berwarna hitam dan Bold (tebal) ditambah sub judul dibagian tengah
cover dengan tulisan formal pula berwarna hitam. Nama penulis
terletak dibagian bawah cover.
b. Format Perwajahan Belakang :
Bagian belakang terdapat latar belakang buku tersebut di
buat dengan tulisan berwarna hitam. Terdapat warna putih sebagai
latar bagian belakang ini. Disudut kanan bawah terdapat kode
produksi buku dan identitas penerbit lengkap dengan alamatnya, dan
disudut kiri bawah terdapat animasi dua orang yang sedang
bersalaman.
BAB II
ISI REVIEW BUKU

-1-
ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DAN KODE ETIK PROFESI
BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA
Oleh Prof. Dr. Sunaryo Kartadinata, M.Pd.

A. Pengantar
Penyajian materi ini dimaksudkan untuk mengembangkan kesadaran dan
orientasi baru tentang arah dan kebijakan pengembangan profesi bimbingan
dan konseling di Indonesia.
Arah kebijakan pengembangan ini secara bertahap dan berkesinambungan
akan mendorong guru bimbingan dan konseling yang ada pada saat ini, yang
memenuhi kualifikasi dan standar, untuk meningkatkan diri menjadi konselor
professional.

B. Kompetensi
Materi ini dirancang untuk mendukung pengembangan kompetensi :
K. 2. Memiliki kesadaran dan komitmen etika professional.

C. Indikator
Subkompetensi dan indicator yang diharapkan dicapai para konselor dari
kajian materi ini pada intinya meningkatkan kinerja konselor agar berperilaku
etik dan professional.

D. Strategi
Strategi pokok yang digunakan di dalam mengkaji materi dalam upaya
mengembangkan kompetensi di atas ialah:
1. Penyajian informasi umum dan isu-isu strategic dalam profesi bimbingan
dan konseling
2. Dialog
3. Analisis kasus
4. Refleksi diri

E. Deskripsi Materi
1. Kecenderungan dan Arah Baru Bimbingan dan Konseling
Proses belajar menjadi proses sepanjang hayat (lifelong learning) dan
menyangkut seluruh aspek kehidupan atau sejagat hayat (lifewide
learning).

2. Esensi Bimbingan dan Konseling Perkembangan


Ada tiga struktur dalam lingkungan perkembangan yang harus
dirancang oleh konselor, yaitu:
Pertama, struktur peluang.
Kedua, struktur dukungan.
Ketiga, struktur penghargaan.

3. Implikasi Bagi Konselor


Kerangka pikir di atas membawa implikasi bagi konselor dalam
menjalankan peran dan tanggung jawabnya, yaitu:
a. Konselor akan berada pada ikatan bimbingan dan konseling individual
maupun kelompok.
b. Konselor melakukan intervensi yang terfokus pada pengembangan,
pencegahan, maupun remediasi.
c. Konselor berperan dan berfungsi sebagai seorang pendidik psikis
(psychoeducator).

4. Bimbingan dan Konseling dalam Sisdiknas dan Implementasi KBK


5. Sistem Manajemen yang Mendukung
a. Layanan bimbingan dan konseling harus memperoleh kesempatan
bertatap muka langsung dikelas dengan siswwa secara terjadwal dan
teratur.
b. Kolaborasi antara bimbingan dan konseling dan pembelajaran adalah
salah satu bentuk lintas kurikulum dalam implementasi bimbingan dan
konseling.
c. Ketenagaan bimbingan dan konseling adalah konselor profesional.
d. Pendanaan layanan bimbingan dan konseling, layaknya implementasi
pembelajaran didukung oleh anggaran yang memadai.

6. Arah Kebijakan Pengembangan Profesi


a. Mengokohkan dan mempromosikan identitas, kelayakan dan
akuntabilitas konselor.
b. Menegaskan identitas profesi bimbingan dan konseling dan masyarakat
konselor yang secara nasional telah memenuhi standar.
c. Memantapkan kerja sama antara Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan sebagai penyelenggara pendidikan konselor dengan
organisasi ABKIN dalam mendidik dan menyiapkan konselor prfesinal.
d. Mendorng perkembangan prfesi konselr sesuai dengan tuntutan
dinamika perkembangan masyarakat.
e. Memberikan perlindungan kepada profesi konselr serta para pengguna
layanan bimbingan dan konseling.

7. Kompetensi Konselor

8. Pendidikan, Sertifikasi, dan Lisensi Konselor


9. Organisasi, Kode Etik Profesi, dan Penerapannya
a. Organisasi Profesi
1) Bentuk organisasi
2) Fungsi
a) Memantapkan landasan keilmuan dalam pelayanan bimbingan
dan konseling
b) Menetapkan standar profesi bimbingan dan konseling
c) Mengadakan kolaborasi dengan lembaga pendidikan konseling
dalam menyiapkannya
d) Menyiapkan dan melaksanakan upaya kredensialisasi bagi para
konselor
e) Memsupervisi pelayanan bimbingan dan konseling yang
dilakukan oleh perorangan maupun lembaga
f) Melakukan advokasi
b. Kode Etik Profesi
1) Pengertian
Kode etik profesi adalah regulasi dan norma perilaku profesional
yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi dalam
menjalankan profesi dan dalam kehidupannya di masyarakat.
2) Penerapan
a) Menjunjung tinggi martabat profesi
b) Melindungi masyarakat dari perbuatan malpraktik
c) Meningkatkan mutu profesi
d) Menjaga standar mutu dan status profesi
e) Menegakkan ikatan antara tenaga profesi dan profesi yang
disandangnya.
3) Ruang Lingkup dan Materi Kode Etik.
-2-
PRIBADI KONSELOR
Oleh Prof. Dr. S. P. Sukartini, M.Pd.

Materi ini ditujukan untuk membantu mengembangkan penampilan


keutuhan pribadi konselor yang bersifat membantu konseli.
Menjadi konselor yang baik, yaitu konselor yang efektif, perlu mengenal
diri pribadinya dulu, barulah nantinya konselor bisa memahami maksud dan tujuan
konseli pada saat konseling berlangsung. Penting bagi seorang konselor untuk dapat
menciptakan dan membangun hubungan konseling (counseling realtionship).
Disitulah manfaat konselor harus memahami dulu dirinya sendiri.
Salah satu pertanyaan yang diajukan untuk diri sendiri seorang konselor
adalah “mengapa ingin menjadi konselor?”. Prof. Dr. S. P. Sukartini, M.Pd.
menyebutkan terdapat dua kemungkinan jawab atas pertanyaan itu. Pertama,
keinginan untuk memuaskan kebutuhan – kebutuhan sendiri, alesannya karena
menjadi seorang konselor dapat memperoleh status, kekuasaan, atau kepuasan.
Kedua, keinginan untuk memuaskan kebutuhan orang lain, alesannya karena
konselor dapat membantu pemikiran seseorang yang kebingungan dalam
menangani masalahnya.
Menjadi konselor yang efektif perlu mengetahui makna efektif dalam
konseling. Saat konseling berlangsung pasti ada dua perspektif dan sangat subjektif,
salah satu cara untuk memahami klien adalah untuk menyatukan perspektif ialah
memahami alasan – alasan klien untuk memperoleh konseling, bagaiman ia
memiliki harapan yang realistis dan besar kemungkinan untuk dicapai sesuai
kemampuannya dalam berbagai aspek.
Carl Rogers menyebutkan tiga ualitas utamayang diperlukan seorang
konselor agar konselinya efektif, yaitu :
1. Kongruensi
2. Empati
3. Perhatian positif
Konselor yang kongruen yaitu konselor yang dalam perilaku hidupnya
menunjukkan diri sendiri yang asli, dalam kata lain tidak bermuka dua.
Konselor yang empati yaitu konselor yang dapat merasakan pikiran dan
perasaan orang lain dan ada rasa kebersamaan dengan klien.
Konselor yang perhatian positif adalah konselor yang memberikan
perhatian sangat baik kepada klien, memberikan perhatian positif tanpa syarat.
Berdasarkan Undang Undang No. 20/2003 Pasal 1 (1), konselor seharusnya
adalah pribadi yang memiliki ciri – ciri berikut :
1. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Berpandangan positif dan dinamis tentang manusia sebagai makhluk
spiritual, bermoral, individual dan sosial.
3. Menghargai harkat dan martabat manusia dan hak asasinya, serta
bersikap demokratis
4. Menampilkan nilai, norma, dan moral yang berlaku dan berakhlak
mulia.
5. Menampilkan integritas dan stabilitas kepribadian dan kematangan
emosional.
6. Cerdas, kreatif, mandiri, dan berpenampilan menarik karena seorang
konselor dalam suatu situasi harus mengambil keputusan yang
bijaksana.
Konselor adalah seseorang yang memiliki kualitas dan ciri – ciri pribadi
tertentu yang dapat memperlancar pekerjaanya. Ciri – ciri penting tersebut
dikemukakan antara lain oleh Corey (1977: 234-235) sebagai berikut :
1. Memiliki cara – cara sendiri. Knselor selalu ada dalam proses
pengembangan gaya yang unik, yang menggambarkan filsafat dan gaya
hidup pribadinya.
2. Memiliki kehormatan diri dan apresiasi diri. Mereka dapat meminta,
dibutuhkan, dan menerima dari orang lain, dan tidak menutup diri dari
orang lain sebagai suatu tampilan kekuatan semu.
3. Mempunyai kekuatan yang utuh, mengenal dan menerima kemampuan
sendiri.
4. Terbuka terhadap perubahan dan mau mengambil resiko yang lebih
besar.
5. Terlibat dalam proses – proses pengembangan kesadaran tentang diri
dan orang lain.
6. Mau dan mampu menerima dan memberikan toleransi terhadap
ketidakmenentuan.
7. Memiliki identitas diri. Yang mana maksudnya disini adalah mereka
mengetahui siapa diri mereka, apa yang dapat dicapai, keinginan –
keinginan dalam hidup.
8. Mempunyai rasa empati yang tidak posesif. Mampu mengalami dan
mengetahui dunia orang lain.
9. Hidup. Maksudnya mereka berorientasi pada kehidupan, perannya
sangat mendalam.
10. Otentik, nyata, sejalan (congruent), jujur, dan bijak. Mereka hidup apa
adanya tidak berpura – pura dalam keadaan apapun.
11. Memberi dan menerima kasih sayang, dapat memberikan sesuatu
dengan sepenuh hati, mudah dipengaruhi oleh orang – orang yang
dikasihi.
12. Hidup pada masa kini. Mereka mengikuti perkembangan zaman agar
supaya dapat mengetahui fenomena – fenomena masalah saat ini.
13. Dapat berbuat salah dan mau mengakui kesalahan.
14. Dapat terlibat secara mendalam dengan pekerjaan – pekerjaan dan
kegiatan – kegiatan kreatif, menyerap makna yang kaya dalam hidup
melalui kegiatan – kegiatan.
-3-
KONSEP DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING PERKEMBANGAN
Oleh Prof. Dr. Ahman, M.Pd.

Materi BAB ini membekali guru bimbingan dan konseling (konselor) untuk
mengubah paradigma kerja dari konselor yang sekedar menunggu klien yang
bermasalah, menjadi konselor yang proaktif untuk mengembangkan tugas – tugas
perkembangan siswa.
A. Deskripsi Materi
1. Definisi dan Prinsip – prinsip Bimbingan dan Konseling
Perkembangan
Bimbingan dan konseling perkembangan adalah pemberian bantuan
kepada siswa yang dirancang dengan memfokuskan pada kebutuhan,
kekuatan, minat, dan isu – isu yang berkaitan dengan tahapan
perkembangan siswa dan merupakan bagian penting dan integral dari
keseluruhan program pendidikan.
a. Bimbingan dan konseling diperlakukan oleh seluruh siswa
Setiap siswa memerlukan bantuan dalam mempelajari cara pemecahan
masalah, dan memiliki kematangan dalam memahami nilai – nilai.
b. Bimbingan dan konseling perkembangan memfokuskan pada
pembelajaran siswa.
c. Guru bimbingan dan konseling (konselor) dan guru merupakan
fungsionaris bersama dalam program bimbingan perkembangan.
d. Kurikulum yang diorganisasikan dan direncanakan merupakan bagian
penting dalam bimbingan perkembangan.
e. Program bimbingan perkembangan peduli dengan penerimaan diri,
pemahaman diri, dan pengayaan diri (self-enhancement).
f. Bimbingan dan konseling perkembangan memfokuskan pada proses
mendorong perkembangan (encouragement)
g. Bimbingan perkembangan mengakui pengembangan yang terarah
ketimbang akhir perkembangan yang definitif.
h. Bimbingan perkembangan sebagai tim oriented menuntut pelayanan
dari konselor profesional
i. Bimbingan perkembangan peduli dengan indentifikasi awal akan
kebutuhan – kebutuhan khusus dari siswa
j. Bimbingan perkembangan peduli dengan penerapan psikologi.
k. Bimbingan perkembangan memiliki kerangka dasar dari psikologi
anak, psikologi perkembangan, dan teori – teori pembelajaran.
l. Bimbingan perkembangan mempunyai sifat mengikuti urutan dan
lentur.

2. Asumsi Bimbingan dan Konseling Perkembangan


Menurut Blocher (1974:5) asumsi dasar bimbingan perkembangan,
yaitu perkembangan individu akan berlangsung dalam interaksi yang sehat
antara individu dengan lingkungannya. Asumsi ini membawa dua implikasi
pokok bagi pelaksanaan bimbingan di sekolah.

3. Tugas Perkembangan Sebagai Dasar Layanan Bimbingan dan


Konseling
Pemahaman terhadap tugas – tugas perkembangan siswa SMP
sangat berguna bagi pendidik. Havighurst (1961:5) mengajukan dua alasan
pentingnya pemahaman terhadap konsep tugas – tugas perkembangan bagi
pendidik yang pendapatnya tersebut penting bagi pendidikan terutama di
tingkat menengah.

4. Karakteristik Perkembangan Siswa Sekolah Menengah Pertama


a. Perkembangan fisik
b. Perkembangan intelek
c. Pemikiran sosial dan moralitas
d. Perkembangan pemikiran politik
e. Perkembangan agama dan keyakinan
5. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Siswa SMP
a. Pengaruh lingkungan sistem mikro
b. Pengaruh lingkungan sistem meso
c. Pengaruh lingkungan sistem exo
d. Pengaruh lingkungan sistem makro

6. Tugas – tugas Perkembangan Siswa Sekolah Menengah Pertama


a. Keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. Etika
c. Kemadirian emosional
d. Kematangan intelektual
e. Perilaku yang bertanggung jawab
f. Peran sosial sebagai pria atau wanita
g. Penerimaan diri dan pengembangannya
h. Kemandirian ekonomi
i. Persiapan karier
j. Kematangan hubungan dengan teman sebaya
-4-
PENGEMBANGAN PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING DI
SEKOLAH
Oleh Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN, M.Pd.

Dasar pertimbangan atau pemikiran tentang penerapan program bimbingan


dan konseling di sekolah, menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik agar
mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas – tugas
perkembangannya.
Perkembangan peserta didik tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik,
psikis maupun sosial. Sifat inherent lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang
terjadi dalam lingkungan dapat memengaruhi gaya hidup warga masyarakat.
A. Deskripsi Materi
1. Perumusan Kebutuhan Berdasarkan Hasil Asesmen.
2. Perumusan Tujuan Bimbingan dan Konseling.
3. Komponen (Struktur) Program
a. Layanan Dasar Bimbingan
b. Layanan Responsif
c. Layanan Perencanaan Individual
d. Dukungan Sistem
4. Perumusan Isi/Materi Program
5. Strategi Peluncuran Program
a. Strategi Layanan Dasar
1) Bimbingan Klasikal
2) Bimbingan Kelompok
3) Berkolaborasi dengan Guru Mata Pelajaran
4) Kerja Sama dengan Orangtua
b. Strategi Layanan Responsif
1) Konsultasi
2) Konseling Individual atau Kelompok
3) Konseling Krisis
4) Referal
5) Bimbingan Teman Sebaya
c. Strategi Layanan Perencanaan Individual
1) Penilaian Individual atau Kelompok
2) Individual or Small-Group Advisement
d. Strategi Dukungan Sistem
1) Pengembangan Profesional
2) Pemberian Konsultasi dan Berkolaburasi
3) Manajemen Program
a) Kesepakatan Manajemen
b) Keterlibatan Stakeholder
c) Manajemen dan Pengunaan Data
d) Rencana Kegiatan
e) Pengaturan Waktu
f) Kalender Kegiatan
g) Anggaran
h) Penyiapan Fasilitas
i) Pengendalian
j) Organisasi dan Personel
6. Jadwal Kegiatan
7. Evaluasi Program
a. Pengertian Evaluasi
b. Tujuan Evaluasi
c. Fungsi evaluasi
d. Aspek – aspek yang Dievaluasi
e. Langkah – langkah Evaluasi
-5-
TEKNIK BIMBINGAN DAN KONSELING
Oleh Prof. Dr. Juntika Nurihsan, M.Pd.

Materi ini dimaksudkan untuk mengembangkan kesadaran dan orientasi


tentang kemampuan melaksanakan dan mengelola program bimbingan dan
konseling. Lingkup kajiannya terdiri atas teknik layanan dasar bimbingan, teknik
layanan responsif, teknik layanan perencanaan individual, teknik dukungan sistem,
dan teknik penggunaan teknologi dalam bimbingan dan konseling.
A. Deskripsi Materi
1. Bimbingan Kelompok
Isi kegiatan bimbingankelompok terdiri atas penyampaian informasi
yang berkenan dengan masalah pendidikan, ekerjaan, pribadi dan masalah
sosial yang tidak disajikan dalam bentuk pelajaran.
a. Langkah awal
b. Perencanaan kegiatan
c. Pelaksanaan kegiatan
1) Persiapan menyeluruh
2) Pelaksanaan tahap – tahap kegiatan
d. Evaluasi kegiatan
e. Analisis dan tindak lanjut

2. Konseling Individual
Konseling individual adalah proses belajar memalui hubungan khusus
secara pribadi dalam wawancara antara seorang konselor dan konseli
(peserta didik).
a. Tahap awal konseling
1) Membangun hubungan koonseling dengan melibatkan klien yang
mengalami masalah.
2) Memperjelas dan mendefinisikan masalah
3) Membuat penjajakan alternatif bantuan untuk mengatasi masalah
4) Menegosiasikan kontrak
b. Tahap Pertengahan
1) Menjelajahi dan mengekplorasi masalah serta kepedulian klien dan
lingkungannya dalam mengatasi maslah tersebut.
2) Menjaga agar hubungan konseling selalu terpelihara
3) Proses konseling agar berjalan sesuai kontrak
c. Tahap Akhir Konseling
1) Menrut kecemasan klien
2) Adanya perubahan perilaku klien ke arah yang lebih positif, sehat
dan dinamik
3) Adanya tujuan hidup yang jelas di masa yang akan datang dengan
program yang jelas pula
4) Terjadinya perubahan sikap yang positif terhadap masalah yang
dialaminya

3. Konseling Kelompok

4. Konsultasi

5. Kolaborasi dengan Personel Sekolah, Orangtua, dan Masyarakat

6. Pengajaran Remedial

7. Penggunaan Teknologi dalam Layanan Bimbingan dan Konseling


a. Penggunaan Teknologi Komputer
b. Penggunaan Teknologi Telepon
1) Gunakan bahasa yang baik dan sopan
2) Gunakan suara lembut
3) Dengarkan pembicaraan sampai selesai, jangan menyela
4) Mengembangkan perasaan senang dan berpikir positif
5) Catat hal – hal yang perlu memperoleh perhatian
6) Memfokuskan pembicaraan
7) Selalu mengakhiri pembicaraan dengan kesiapan untuk melakukan
hubungan komunikasi selanjutnya
-6-
PENGGUNAAN INVENTORI DAN ANALISIS TUGAS
PERKEMBANGAN
Oleh Drs. Nurhudaya, M.Pd.

Asesmen merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai oleh guru
bimbingan dan konseling atau konselor. Penggunaan instrumen baku oleh guru
bimbingan dan konseling mensyaratkan mereka terlatih dalam menggunakan dan
memahami konsep yang melatarbelakangi pengembangan instrumen tersebut.
Salah satu instrumen yang sudah baku dan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan
bimbingan dan konseling di sekolah adalah Inventori Tugas Perkembangan (ITP).
A. Deskripsi Materi
1. Pengertian Perkembangan dan Tugas Perkembangan
2. Aspek – aspek Tugas Perkembangan Siswa/Mahasiswa
a. Tugas Perkembangan Anak Usia SD
b. Tugas Perkembangan Usia Remaja
c. Tugas Perkembangan Mahasiswa
1) Mengembangkan kompetensi
2) Mengelola emosi
3) Bergerak dari otonomi ke arah interdependensi
4) Mengembangkan kematangan hubungan interpersonal
5) Membangun identitas diri
6) Mengembangkan tujuan hidup
7) Mengembangkan integritas
3. Tingkat Pencapaian Perkembangan
a. Tingkat Impulsif
b. Tingkat Perlindungan Diri
c. Tingkat konformistik
d. Tingkat sadar diri
e. Tingkat Saksama
f. Tingkat Individualistik
g. Tingkat Otonomi
4. Tahap – tahap Pengembangan ITP
a. Pengembangan Instrumen dan Pengembangan Perangkat Lunak
b. Uji Lapangan Penggunaan Hasil ITP untuk Kegiatan Bimbingan
c. Sosialisai
5. Deskripsi Umum ITP
a. Bentuk Soal
b. Pengadministrasian
6. Deskripsi Perangkat Lunak ATP
a. Analisis Kelompok
b. Analisis Individual
-7-
KONTEKS BUDAYA DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING
Oleh Dr. Mamat Supriatna, M.Pd.

Sistem pendidikan tidak terpisahkan dari keseluruhan sistem kehidupan umat


manusia. Sistem pendidikan merupakan bagian integral dalam keseluruhan sistem
kehidupan, dan berperan krusial serta strategis dalam meningkatkan kualitas
kehidupan manusia.
A. Deskripsi Materi
1. Konsep Konseling Antar atau Lintas Budaya
Suatu masalah yang berkaitan dengan lintas budaya adalah bahwa
orang mengartikannya secara berlainan – lainan atau berbeda, yang
mempersulit untuk mengetahui maknanya secara pasti atau benar. Dapat
dinyatakan, bahwa konseling lintas budaya telah diartikan secara beragam
dan berbeda – neda, sebagaimana keberagaman dan perbedaan budaya
yang memberi artinya.
Definisi – definisi awal tentang lintas budaya cenderung untuk
menekankan pada ras, etnisitas, dan sebagainya. Sedangkan para teoritisi
mutakhir cenderung untuk mendefinisikan lintas budaya terbatas pada
variabel – variabelnya.
a. Pendekatan Konseling Lintas Budaya
1) Sentivitas konselor terhadap variasi – variasi dan bias budaya dari
pendekatan konseling yang digunakannya.
2) Pemahaman konselor tentang pengetahuan budaya konselinya.
3) Kemampuan dan komitmen konselor untuk mengembangkan
pendekatan konseling yang merefleksikan kebutuhan budaya
konseli.
4) Kemampuan konselor untuk menghadapi peningkatan
kompleksitas lintas budaya.
b. Model Konseling Lintas Budaya
1) Model berpusat pada budaya
2) Model integratif
a) Reaksi terhadap tekanan – tekanan rasial
b) Pengaruh budaya mayoritas
c) Pengaruh budaya tradisional
d) Pengalaman dan anugerah individu dan keluarga
3) Model Etnomedikal
a) Konsepsi sakit
b) Casual/healding beliefs
c) Kriteria sehat
d) Body function beliefs
e) Health practice efficacy beliefs
c. Komponen – komponen Perbedaan Budaya
Adapun komponen – komponen yang perlu diperhatikan dalam
pengembangan konsep utuh bimbingan dan konseling di Indonesia
mesti terfokus pada orientasi nilai budaya yang menghendaki
kehidupan masyarakat yang selaras dengan alam.
Koentharaningrat (1993) menyebut orientasi nilai budaya sebagai
mentalitas. Di antara sedemikian banyak kmponen mentalitas yang
dimiliki berbagai kebudayaan suku bangsa di Indonesia, dalam
penelitian – penelitian yang telah dilakukannya, terdapat empat
komponen yang menonjol, yaitu:
1) Konsepsi waktu yang sifatnya sirkuler
2) Hidup terlalu bergantung pada nasib
3) Sikap kekeluargaan dan gotong royong yang sangat kuat
4) Orientasi nilai budaya vertikal
d. Masukan Unsur Lintas Budaya Dalam Rancangan dan Implementasi
Program Bimbingan dan Konseling
2. Strategi Bimbingan dan konselig Berwawasan Kebangsaan
a. Makna Manusia Bermutu
Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa pada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab (UURI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas).
b. Skenario Masyarakat Masa Depan
1) Karakteristik masyarakat dan manusia modern
2) Masyarakat global
c. Perspektif Strategi Pendidikan Berwawasan Kebangsaan
1) Matra paham kebangsaan
Merupakan refleksi dari kesadaran individu akan kebhineka-
tunggalikaan masyarakat Indonesia.
2) Matra rasa kebangsaan
Dimensi kesadaran yang bersifat apresiatif atas perbedaan -
perbedaan keadaan diri, dll.
3) Matra semangat kebangsaan
Dimaksudkan sebagai dinamika perilaku yang atraktif yang
diwujudkan dalam perbuatan senasib sepenaggungan, toleransi,
tenggang rasa, saling menghormati, dan sanggup berkompetisi
secara sehat serta menujukkan kebanggan sebagai bangsa Indonesia
di tengah – tengah bangsa lain di dunia ini.
d. Visualisasi Strategi Pendidikan dan Bimbingan dan Konseling
Berwawasan Kebangsaan
-8-
PENGEMBANGAN INSTRUMEN ASESMEN PERKEMBANGAN SISWA
Oleh Prof. Furqon, Ph.D. dan Drs. Yaya Sunarya, M.Pd.

Fungsi utama instrumen asesmen adalah untuk mengumpulkan data. Dalam


berbagai keperluan ilmiah data merupakan bentuk jamak dari datun, yang
mempunyai arti sebagai sejumlah keterangan atau informasi tentang sesuatu benda
atau nonbenda. Informasi tersebut dapat berupa besaran, ukuran, angka, atau dapat
pula berupa penjelasan deskriptif, uraian atau gambaran lengkap tentang sesuatu.
A. Deskripsi Materi
1. Ragam Pendekatan dan Teknik Asesmen
Dalam bimbingan konseling fungsi utama asesmen terakit dengan
fungsi pemahaman individu. Instrumen asesmen digunakan untuk
mengumpulkan berbagai informasi atau data tentang siswa.
Data tentang siswa dapat dibedakan menjadi data psikologis dan
nonpsikologis.
Data psikologis adalah data yang terkait dengan aspek – aspek
psikologis dari siswa seperti data tentang inteligensi, dan data tentang aspek
– aspek kepribadian.
Sedangkan data nonpsikologis adalah data yang terkait prestasi yang
diperoleh, data tentang diri, dan data tentang lingkungan.
Untuk mengungkap atau mengumpulkan kedua jenis data tersebut
dapat dilakukan dengan dua pendekatan besar, yaitu pendekatan tes dan
pendekatan non tes.
Tes untuk mengukur prestasi belajar (achievement test) ataupun
untuk mengungkap aspek – aspek psikologis, dapat dibedakan menjadi tes
kemampuan (power test) dan tes kecepatan (speed test).
Power Test. Prinsip utama power test adalah tidak adanya
pembatasan waktu yang ketat bagi testi untuk mengerjakan pekerjaan (tes)
tersebut.
Speed Test. Dalam tes ini yang diukur adalah kecepatan di dalam
memikirkan atau mengerjakan suatu persoalan.
Data:
a. Skala Nominal
Skala yang bersifat kategorikal. Dengan skala nominal ini kita hanya
dapat memahami apakah seseorang itu berada dalam kategori mana.
Misalnya jenis kelamin, warna kulit, dll.
b. Skala Ordinal
Skala yang menunjukkan adanya urutan, tanpa mempersoalkan jarak
antarurutan tersebut.
c. Skala Interval
Skala yang selain memiliki dua ciri (menunjukkan klasifikasi dan
kedudukan seseorang dalam kelompok) juga menunjukkan adanya
jarak yang sama dari angka yang satu ke angka yang lain jika berada
dalam urutan.
d. Skala Rasio
Skala atau data yang selain memiliki tigas sifat data (menunjukkan
klasifikasi, kedudukan dalam suatu kelompok, dan memiliki jarak
interval yang sama), juga memiliki nilai nol mutlak.
e. Data Pribadi
Data atau keterangan yang menyangkut diri masing – masing siswa
secara individual.
f. Data Kelompok
Menyangkut aspek tertentu dari sekelompok siswa, seperti
gambaran menyeluruh tentang prestasi belajar dalam satu kelas, hasil
sosiometri, laporan hasil belajar kelompok, dll.
g. Data Umum
Data atau keterangan yang tidak secara langsung menyangkut diri
siswa baik secara pribadi maupun secara kelompok. Biasanya
bersumber dari siswa sendiri.
h. Data khusus
Keterangan tentang anak dalam hal khusus, misalnya:
1) Inteligensi
2) Bakat
3) Kebiasaan belajar di kelas
4) Minat belajar
5) Hubungan sosial

Penyelenggaraan himpunan data adalah kegiatan pendukung yang


ditujukkan untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan
dengan keperluan bimbingan terhadap peserta didik yang dapat mencakup
berbagai aspek.
Aplikasi instrumentasi bimbingan dan konseling adalah jenis kegiatan
penggunaan berbagai instrumen bimbingan (baik yang bersifat tes maupun
nontes) untuk mengumpulkan berbagai data dan keterangan tentang peserta
didik baik secara individual maupun kelompok.
Teknik pengumpulan data :
a. Observasi
Merupakan suatu pengamatan langsung terhadap kegiatan atau
perbuatan karya siswa atau objek tertentu. Dilakukan untuk memperoleh
fakta – fakta tentang tingkah laku karya siswa baik dalam melakukan
suatu tugas, maupun sifat – sifat khusus yang tampak dalam menghadapi
masalah.
b. Kuesioner dan Wawancara
Melalui kuesionerdan wawancara, kita dapa mengungkap data
berkenaan dengan informasi atau pengetahuan responden tentang
sesuatu.
Model inventorinya:
1) Skala
Adalah alat untuk mengukur nilai, sikap, minat atau perhatian,
yang disusun dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden
di mana hasilnya sesuai dengan kriteria.
a) Skala sikap
b) Skala penilaian
c) Studi kasus
c. Sosiometri
Teknik ini dapat mengetahui posisi siswa dalam hubungan sosialnya
dengan siswa lainnya. Misalnya ada siswa yang terisolasi dari
kelompoknya, dll.

2. Karakteristik Mutu Instrumen


Biasanya tercantum:
a. Penjelasan tentang aspek – aspek yang diungkap
b. Kegunaan instrumen
c. Cara pengadministrasian
d. Norma yang digunakan
e. Penjelasan tingkat kebaikan instrumen dan cara pembukuannya

Konsep karakteristik mutu instrumen


a. Validitas
Menunjukkan tingkat ketepatan suatu alat instrumen dalam
mengukur aspek yang hendak diukur
b. Reliabilitas
Menunjukkan tingkat keajegan suatu tes, sejauhmana tes tersebut
dapat dipercaya untuk menghasilkan skor yang konsisten.
1) Metode tes ulang
2) Metode tes paralel
3) Teknik belah dua
c. Daya Pembeda
Soal – soal dari suatu tes yang baik mampu membedkan antara testi
yang benar – benar mampu dengan testi yang kurang mampu, antara
testi yang benar – benar belajar dengan testi yang tidak belajar.
d. Tingkat Kesukaran
Soal harus seimbang, artinya soal berkenaan dengan proporsi
penyebaran soal mudah, menengah dan sulit.

3. Konstruksi Instrumen
Langkah umum yang harus ditempuh:
a. Menetapkan landasan teori atau konstruk dikembangkan
b. Memikirkan alat ukur model apa yang dikembangkan
c. Mengembangkan lay-out

4. Penskoran dan Penafsiran


a. Angket
b. Skala
1) Menghitung skor maksimum
2) Membagi skor

5. Pemanfaatan Hasil Asesmen Dalam Bimbingan Konseling


a. Sebagai bahan penyusunan program
b. Sebagai bahan pemberian bimbingan
c. Sebagai data bahan evaluasi
d. Sebagai bahan diagnostik

6. Etik asesmen
-9-
PENGEMBANGAN PROSES KELOMPOK DAN JEJARING DALAM
BIMBINGAN DAN KONSELING
Oleh Dra. Yusi Riksa Yustiana, M.Pd.

Materi ini dimaksudkan untuk mengembangkan keasadaran dan orientasi


bahwa seorang konselor atau guru bimbingan dan konseling diharapkan memiliki
kemapuan mengembangkan proses kempok dan jejaring sehingga program
bimbingan dan konseling terselenggara dengan baik.
A. Deskripsi Materi
Konselor di sekolah merupakan tenaga pendidik yang memiliki peran:
1. Membantu peserta didik mengembangkan potensial dirinya
2. Membantu guru memahami peserta didik
3. Membantu pimpinan sekolah dalam penyediaan informasi dan data
tentang potensi peserta didik
4. Membantu semua unsur memahami kebutuhan pelayanan
5. Membantu orangtua memahami potensi dan kondisi peserta didik

Untuk dapat memfungsikan secara efektif dan efesien caranya:


1. Komunikasi Efektif
a. Berpikir positif
b. Mendengarkan
c. Asertif
d. Mengelola konflik
e. Mempersiapkan bahan pembicaraan dan menyadari kekuatan dan
kemampuan berkomunikasi
Guru bimbingan dan konseling dituntut mampu menjalin komunikasi
yang efektif dengan semua personel aik di lingkungan maupun diluar
sekolah. Komunikasi dengan peserta didik diperlukan untuk memahami
kebutuhan dan harapan terhadap layanan bimbingan dan konseling.
2. Pengembangan Jejaring
Adalah menjaling kerja sama dengan berbagai pihak baik secara
personel maupun institusional untuk mencapai tujuan bersama yang
diharapkan tentunya kedua belah pihak.
Jejaring artinya memfungsikan secara proporsional setiap unsur
dalam sistem sehingga menjadi pendukung sistem.

3. Negosiasi dan Resolusi Konflik


Adalah mengembangkn sikap respek terhadap diri sendiri dan orang
lain sehingga tercipta lingkungan kerja dalam budaya belajar.
Negosiasi dilakukan dalam upaya mencari titik temu, kesepahaman dan
komitmen secara operasional bagaimana suatu program akan dilaksanakan
bersama.

4. Kepemimpinan yang Efektif


Adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, mengelola
suatu aktivitas, mengatur orang – orang melakukan suatu program atau
aktivitas untuk mencapai tujuan serta pemecahan masalah.

5. Interaksi Dinamis Kelompok


Sebuah kelompok yang dinamis dibangun atas dasar pemahaman
dan kesepahaman sebagai bagian dari kelompok, sehingga kmunikasi
antarpersonel yang sehat mutlak diperlukan.

6. Kesimpulan
Konselor harus memiliki kemampuan mengembangkan proses
kelompok sebagai wahana aktualisasi profesi dan peluncuran program
bimbingan dan konseling.
Program bimbingan dan konseling adalah program integral dari
program peningkatan mutu pendidikan. Kepercayaan diri konselor,
kemampuan mengembangkan dan mengelola program serta kemampuan
mengembangkan jejaring merupakan indikator intgritas pentingnya
layanan bimbingan dan konseling di sekolah.
Kemampuan dalam bidang kepemimpinan serta mengembangan
interaksi dinamis dalam kelompok diperlukan konselor untuk
mengembangkan jejaring layanan bimbingan dan konseling yang
komprehensif, sehingga bimbingan dan konseling menjadi pendukung
utama peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
BAB III
PEMBAHASAN

Pelayanan konseling diselenggarakan dengan orientasi, prinsip dan asas


serta landasan yang secara keseluruhan terpadu dalam setiap kegiatan layanan dan
aspek-aspek pendukungnya. Segenap orientasi, prinsip dan asas serta landasan
tersebut terwujudkan dalam kaidah-kaidah keilmuan dan kompetensi yang
dipelajari dengan sebaik-baiknya.
A. Orientasi
Yang dimaksud dengan orientasi di sini adalah arah perhatian dan fokus
dasar yang setiap kali harus menjadi pokok perhatian dalam pelaksanaan
pelayanan konseling. Ada tiga orientasi yang menjadi perhatian utama, yaitu:
1. Orientasi individual, artinya setiap layanan konseling terutama tertuju
kepada subjek yang dilayani sebagai individu. Perorangan subjek yang
dilayani dengan segenap keindividualannya itulah titik tuju layanan. Dalam
layanan melalui format kelompok dan klasikal pun, arah kepada perorangan
itu menjadi fokus. Lebih lanjut, hasil layanan juga terfokus kepada
perolehan masing-masing perorangan subjek yang dilayani.

2. Orientasi perkembangan, artinya setiap layanan konseling


memperhatikan karakteristik subjek yang dilayani dari sisi tahap
perkembangannya. Perkembangan merupakan suatu proses yang
menggambarkan perilaku kehidupan sosial psikologi manusia pada posisi
harmonis di dalam lingkungan masyarakat yang lebih luas dan kompleks.
Oleh Havighurst dalam Sunarto (2006:43), perkembangan tersebut
dinyatakan sebagai tugas yang harus dipelajari, dijalani, dan dikuasai oleh
setiap individu dalam perjalanan hidupnya. Masing-masing orang berbeda
dalam perkembangan.Selain itu meskipun dua orang subjek berada pada
tahap perkembangan yang sama, aspek keindividualan (individual
differences) tetap harus diperhatikan. Dengan demikian orientasi
perkembangan dan orientasi individual dipadukan menjadi satu.
3. Orientasi permasalahan, artinya setiap layanan konseling terfokus pada
permasalahan yang sedang dialami dan/atau yang mungkin (dapat) dialami
oleh subjek yang dilayani. Hal ini secara langsung terkait dengan konsep
KES dan KES-T. Pelayanan konseling tidak lain adalah mengembangan
KES dan mencegah terjadinya KES-T, serta menangani KES-T apabila
permasalahan memang sedang dialami oleh subjek. Terkait dengan orientasi
terdahulu, maka ketiga orientasi, yaitu orientasi individual, perkembangan
dan permasalahan dipadukan menjadi satu.

B. Fungsi
Memperhatikan ketiga orientasi di atas, yang terpadu menjadi
satu, fungsi pelayanan konseling adalah:
1. Pemahaman, yaitu fungsi pelayanan konseling membantu klien agar
memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya
(pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini,
klien diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal,
dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan
konstruktif.

2. Pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi layanan konseling untuk


memelihara dan mengembangkan kondisi positif (dalam kaitannya dengan
pancadaya) yang ada pada diri subjek yang dilayani dan mengarahkannya
kepada kehidupan perilaku KES. Menurut Sunaryo Kartadinata, salah satu
visi bimbingan dan konseling adalah pengembangan, karena titik sentral
tujuan bimbingan dan konseling adalah perkembangan optimal dan strategi
upaya pokoknya adalah memudahkan untuk berkembang bagi individu.
Menurut South Carolina Guidance and Counseling
Departement (1999), aspek yang harus dikembangkan melalui pelayanan
konselingpada pelajar, antara lain:
a. Learning To Live (Personal/Social Development)
The development of personal/social standards is an integral part of an
individual’s pursuit of success in life. To understand and respect self,
relate positively to others, make informed and safe decisions, cope
effectively with change, and become responsible citizens are essential
to this process.
b. Learning To Learn (Academic Development)
The development of academic and educational standards is an integral
part of an individual’s pursuit of life-long learning. Being able to
achieve educational success, identify and work toward goals, manage
information, organize time, and locate resources are essential to
this process.
c. Learning To Work (Career Development)
The development of career standards is an integral part of an
individual’s pursuit of success in the world of work. Being able to
develop the knowledge and skills to make realistic career plans, make a
successful transition from school to work, achieve interdependence, and
compete in a global economy are essential to this process.
Ketiga aspek perkembangan tersebut harus diseleraskan satu dengan yang
lain. Perkembangan personal dan sosial tentunya akan berpengaruh pada
pendidikan maupun karir seseorang. Begitu juga perkembangan karir pada
umumnya membutuhkan kematangan personal, sosial, dan pendidikan.

3. Pencegahan, yaitu fungsi layanan konseling untuk mencegah


timbul/berkembangnya kondisi negatif pada diri subjek yang dilayani (yang
mengakibatkan KES-T). Sesuai dengan Dorset county
council (2002:13), “Counselling is concerned with prevention and de-
escalation of a problem and focuses on enabling the person to develop self-
esteem and the internal resources to cope with their difficulties more
effectively”. Menurut Makinde (2007), salah satu peran konselor
adalah:”Preventive role: to anticipate, circumvent and if possible forestall
difficulties which may arise in future”.
4. Pengentasan, yaitu fungsi pelayanan konseling untuk mengatasi kondisi
negatif/KES-T pada diri subjek yang dilayani sehingga menjadi positif/KES
(kembali). Menurut lunenberg (2010):
“Even those students who have chosen an appropriate educational program
for themselves may have problems that require help. A teacher may need to
spend from one-fifth to one-third of his time with a few pupils who require
a great deal of help, which deprives the rest of the class from the teacher's
full attention to their needs. The counselor, by helping these youngsters to
resolve their difficulties, frees the classroom teacher to use his time more
efficiently”.
Pada setting pendidikan formal, seorang konselor harus mampu memainkan
fungsi ini. Permasalahan-permasalahan peserta didik, baik yang berkenaan
dengan pribadi, belajar, sosial, karir, agama maupun kehidupan berkeluarga
dapat dientaskan melalui melalui pelayanan konseling.
5. Advokasi, yaitu fungsi layanan konseling untuk menegakkan kembali hak
(hak-hak) subjek yang dilayani yang terabaikan dan/atau
dilangar/dirugikan pihak lain, termasuk dalam lingkungan sekolah. Sesuai
dengan Manitoba Education, Citizenship and Youth (2007):
“One of the roles of school counsellors is advocacy, both in terms of
promoting a comprehensive and developmental approach to guidance and
counselling services and in terms of supporting students as they progress
through the education process and through life’s changes. School
counsellors work with students, school administration, teachers, clinicians,
parents, and the community to advocate for positive solutions to emerging
concerns and difficult situations. These concerns and situations may range
from relatively minor issues to serious, seemingly life-altering events.
Common advocacy opportunities arise when students face suspension or
expulsion from school, when students seek assistance in clarifying their
position on educational difficulties with staff and parents, and when students
wish to engage in mediation or restitution activities.”
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa konselor sekolah
bahkan dapat memberikan advokasi bagi siswa-siswa yang ingin dikeluarkan
oleh pihak sekolah.

C. Prinsip
Prinsip merupakan kaidah dasar yang perlu selalu diperhatikan dalam
penyelenggaraan pelayanan konseling. Apabila orientasi konseling yang
dikemukakan di atas memberikan arah perhatian dan fokus dasar tentang ke
mana layanan konseling ditujukan, prinsip konseling menekankan pentingnya
kaidah-kaidah pokok yang secara langsung dan konkrit mendasari seluruh
praktik pelayanan konseling.
1. Prinsip integrasi pribadi, menekankan pada keutuhan pribadi subjek yang
dilayani dari segenap sisi dirinya dan berbagai kontekstualnya. Dari sisi
hakikat manusia misalnya, unsur-unsur berikut mendapat penekanan :
Keimanan dan ketakwaan ditunaikan
Kesempurnaan penciptaan diwujudkan
Ketinggian derajat ditampilkan
Kekhalifahan diselenggarakan
HAM dipenuhi
Aktualisasi unsur-unsur hakikat manusia itu seluruhnya berada dalam
pengembangan pancadaya (daya takwa, cipta, rasa, karsa dan karya) serta
dalam bingkai kelima dimensi kemanusiaan (dimensi kefitrahan,
keindividualan, kesosialan, kesusilaan, dan keberagaman). Ketiga orientasi
pelayanan konseling (orientasi individual, perkembangan dan
permasalahan) sepenuhnya diarahkan bagi terbentuknya pribadi yang
terintegrasikan itu melalui ditegakkannya fungsi-fungsi pemahaman,
pemeliharaan dan pengembangan, pencegahan, pengentasan, dan advokasi.
2. Prinsip kemandirian, menekankan pengembangan pribadi mandiri subjek
yang dilayani. Kelima ciri kemandirian tersebut antara lain memahami dan
menerima diri sendiri secara objektif, positif dan dinamis, memahami dan
menerima lingkungan secara objektif, positif, dan dinamis, mampu
mengambil keputusan, mengarahkan diri sendiri, dan mewujudkan diri
sendiri.

3. Prinsip sosio-kultural, menekankan pentingnya subjek yang dilayani


berintegrasi dengan lingkungan, yaitu lingkungan yang langsung terkait
dengan kehidupannya sehari-hari, serta berbagai kontekstual dalam arti
yang seluas-luasnya. Pelayanan konseling mengintegrasikan dan
mengharmonisasikan subjek yang dilayani dengan lingkungan sosio-
budayanya.

4. Prinsip pembelajaran, menekankan bahwa layanan konseling adalah


proses pembelajaran. Subjek yang dilayani menjalani proses pembelajaran
untuk memperoleh hasil belajar tertentu yang berguna dalam rangka
terkembangnya KES dan tertanganinya KES-T.

5. Prinsip efektif/efisien, menekankan bahwa upaya pelayanan yang


diselenggarakan oleh konselor harus menghasilkan sesuatu untuk
pengembangan KES dan penanganan KES-T subjek yang dilayani.
Pelayanan konseling terarah pada keberhasilan yang optimal. Termasuk ke
dalam upaya optimalisasi pelayanan konseling adalah kerjasama dengan
pihak-pihak lain sehingga berbagai sumber daya dapat dikerahkan untuk
kepentingan subjek yang dilayani.
Kelima prinsip di atas terpadu menjadi satu, tidak diterapkan secara terpisah,
meskipun kelimanya bisa dipilah. Kelima prinsip tersebut juga terpadu dengan
ketiga orientasi konseling untuk menegakkan kelima fungsi konseling.
D. Asas
Asas konseling merupakan kondisi yang mewarnai suasana jalannya
pelayanan. Apabila asas yang dimaksudkan tidak terwujud akan sangat
dikhawatirkan layanan konseling yang terselenggara akan mengalami berbagai
kekurangan atau bahkan kesulitan, misalnya kurang terarah, kurang gairah,
kurang berhasil, atau bahkan mubazir. Berbagai asas dapat diidentifikasi, di
sini hanya dikemukakan lima yang pokok-pokok saja.
1. Asas kerahasiaan, yaitu asas konseling yang menuntut dirahasiakanya
segenap data dan keterangan tentang konseli (konseli) yang menjadi sasaran
pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak
diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini konselor berkewajiban penuh
memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga
kerahasiaanya benar-benar terjamin. Konselor harus mampu berkomitmen
sebagai berikut:
Saya, ......... (nama konselor)
Mampu dan bersedia, menerima, menyimpan, menjaga, memelihara dan
merahasiakan semua data dan keterangan dari klien saya atau dari siapapun
juga, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan/atau tidak layak
diketahui oleh orang lain.
Dalam Islam, rahasia merupakan suatu hal yang harus dijaga, bahkan
termasuk amanah.Seorang muslim harus pandai sekali menjaga rahasia
temannya, penuh amanat apabila diberi titipan, dan penuh tanggung jawab
terhadap keselamatan. Bahkan jika seorang konselor dapat menutup aib
ataupun menjaga rahasia klien maka celanya dapat ditutup oleh Allah SWT.
Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang artinya: “Barangsiapa menutupi
cela saudaranya, maka Allah Ta’ala akan menutupi celanya di dunia dan
akhirat.” (HR Ibnu Majah)”.
2. Asas kesukarelaan, menekankan pentingnya kemauan subjek yang
dilayani untuk mengikuti kegiatan pelayanan. Makin tinggi tingkat kemauan
atau motivasi untuk memperoleh layanan, makin tinggi pula tingkat
keterlibatan subjek dalam layanan konseling. Kondisi yang ideal ialah
apabila subjek benar-benar sukarela dengan kemauan sendiri (self-referal).
Untuk bisa sukarela seperti itu subjek yang dilayani, selain memahami
dengan baik tujuan pelayanan konseling, terlebih lagi meyakini adanya
jaminan dari konmselor tentang diberlakukannya asas kerahasiaan.

3. Asas kegiatan, menekankan pentingnya peran aktif subjek yang dilayani


dalam pelaksanaan layanan konseling. Bukan konselor saja yang aktif,
namun terlebih lagi subjek yang dilayani. Makin aktif subjek yang dilayani
makin ada jaminan layanan itu akan sukses.

4. Asas kemandirian, menekankan pentingnya arah pengembangan diri


subjek yang dilayani, yaitu pribadi yang mandiri dengan kelima ciri yang
telah dikemukakan sebelumnya. Lebih konkrit, pribadi yang mandiri itu
terwujud dalam KES dan terhindar dari KES-T.

5. Asas keobjektifan, menekankan pentingnya kejelasan dan keterjangkauan


semua hal yang menjadi materi layanan konsleing. Di samping itu, hal-hal
yang objektif itu juga terukur dan dapat dijalani oleh subjek yang dilayani.
E. Landasan
Seluruh orientasi, fungsi, prinsip dan asas sebagaimana diuraikan di atas
menuntut untuk dilaksanakan oleh konselor. Dalam hal ini, perlu pula dipahami
bahwa semua itu didasarkan pada landasan pelayanan konseling sebagai
berikut:
1. Landasan religius. Sebagaimana telah diungkapkan di atas, segenap
komponen dan unsur-unsur HMM sepenuhnya berdasarkan kaidah-kaidah
keagamaan. Dalam kaitan ini segenap aspek pelayanan konseling secara
kental mengacu kepada terwujudnya HMM yang seluruhnya bersesuain
dengan kaidah-kaidah agama. Menurut Prayitno (2004:154), Landasan
religius dalam bimbingan dan konseling pada umumnya ingin menetapkan
klien sebagai makhluk Tuhan dengan segenap kemuliaan kemanusiaannya
menjadi fokus netral upaya pelayanan bimbingan dan konseling. Klien
dengan predikat seperti itu hendaknya diperlakukan dalam suasana dan cara
yang penuh kemuliaan kemanusiaan pula. Di Indonesia pelayanan konseling
harus berlandaskan pada agama. Dalam pelaksanaan layanan konseling
secara Islami landasan yang digunakan adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul,
sebab keduanya adalah sumber pedoman kehidupan umat Islam (Faqih.
2001:5).

2. Landasan psikologis. Berbicara tentang kondisi dan karakteristik individu,


perkembangan, permasalahan, kemandirian, KES dan KES-T dengan
berbagai kontekstualnya, semuanya itu terkait dengan kaidah-kaidah
psikologi. Hal ini berarti bahwa konselor dipersyaratkan memahami dan
menerapkan berbagai kaidah psikologi, meskipun ia tidak perlu menjadi
psikolog, karena keduanya (konselor dan psikolog) berada pada bidang
profesi yang berbeda. Konselor bukan psikolog, dan psikolog bukan
konselor.
3. Landasan pedagogis. Sudah amat jelas bahwa konselor adalah pendidik.
Oleh karenanya segenap kaidah pokok pendidikan harus dikuasai dan
terapkan oleh konselor dalam pelayanan konseling.Landasan pedagogis
dalam layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari tiga segi, yaitu:
a. Pendidikan sebagai upaya pengembangan individu
Pendidikan adalah upaya memuliakan kemanusiaan manusia. Tanpa
pendidikan, bagi manusia yang telah lahir itu tidak akan mampu
memperkembangkan dimensi kefitrahan,keindividualan, kesosialan,
kesusilaan, dan keberagamaan.
b. Pendidikan sebagai inti proses bimbingan konseling
Bimbingan dan konseling mengembangkan proses belajar yang dijalani
oleh klien-kliennya. Kesadaran ini telah tampil sejak pengembangan
gerakan Bimbingan dan Konseling secara meluas di Amerika Serikat.
pada tahun 1953, Gistod telah menegaskan Bahwa Bimbingan dan
Konseling adalah proses yang berorientasi pada belajar. Belajar untuk
memahami lebih jauh tentang diri sendiri, belajar untuk mengembangkan
dan merupakan secara efektif berbagai pemahaman.
c. Pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan bimbingan dan konseling
Tujuan Bimbingan dan Konseling disamping memperkuat tujuan-tujuan
pendidikan, juga menunjang proses pendidikan pada umumnya. Hal itu
dapat dimengerti karena program-program bimbingan dan konseling
meliputi aspek-aspek tugas perkembangan individu, khususnya yang
menyangkut kawasan kematangan pendidikan karier, Kematangan
personal dan emosional, serta kematangan sosial, semuanya untuk
peserta didik pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SLTP) dan
pendidikan menengah.

4. Landasan sosio-kultural. Adalah kenyataan bahwa individu, dalam hal ini


subjek yang dilayani merupakan bagian integral dari lingkungannya,
terutama lingkungan sosio-kultural. Oleh karenanya, pelayanan terhadap
subjek dalam konseling haruslah secara cermat memperhitungkan aspek-
aspek sosio-kultural yang secara langsung ataupun tidak langsung
mempengaruhi kehidupannya. KES dan KES-T subjek yang dilayani terkait
secara kental dengan lingkungan sosio-kulturalnya itu.

5. Landasan keilmuan – teknologis. Layanan bimbingan dan konseling


merupakan kegiatan profesional yang memiliki dasar-dasar keilmuan, baik
yang menyangkut teori maupun prakteknya. Pengetahuan tentang
bimbingan dan konseling disusun secara logis dan sistematis dengan
menggunakan berbagai metode, seperti: pengamatan, wawancara, analisis
dokumen, prosedur tes, yang dituangkan dalam bentuk laporan penelitian,
buku teks dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya. Bimbingan dan konseling juga
merupakan ilmu yang bersifat “multireferensial”. Beberapa disiplin ilmu
lain telah memberikan sumbangan bagi perkembangan teori dan praktek
bimbingan dan konseling, seperti: psikologi, ilmu pendidikan, statistik,
evaluasi, biologi, filsafat, sosiologi, antroplogi, ilmu ekonomi, manajemen,
ilmu hukum dan agama. Beberapa konsep dari disiplin ilmu tersebut telah
diadopsi untuk kepentingan pengembangan bimbingan dan konseling, baik
dalam pengembangan teori maupun prakteknya. Pengembangan teori dan
pendekatan bimbingan dan konseling selain dihasilkan melalui pemikiran
kritis para ahli, juga dihasilkan melalui berbagai bentuk penelitian.

Berdasarkan penjelasan di atas maka disimpulkan bahwa pelayanan konseling


bukanlah pelayanan seadanya, bukan pula pelayanan yang bisa dilaksanakan oleh
siapa saja, melainkan pelayanan profesional dengan ciri-ciri keilmuan dan
teknologis. Dasar kelimuan dan teknologi terwujud dalam kompetensi konselor
sebagai pelaksana pelayanan profesional konseling.
Oleh sebab itu, seorang konselor harus terus meningkatkan kompetensi dan
wawasan tentang keilmuan bimbingan dan konseling agar mendapatkan pengakuan
yang luas. Menurut Department of Education and Science
inspectorate (2009), “There appeared to be widespread recognition among schools’
senior management of the benefits for guidance counselors of engaging in
continuing professional development (CPD)”.
Tidak diragukan lagi, kelima landasan tersebut di atas juga terpadu menjadi
satu. Dipilah oke, dipisah tidak mungkin. Dalam hal ini, konselor harus menguasai
semua landasan itu untuk suksesnya pelayanan profesional yang menjadi tugas dan
kewajibannya.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Memilih profesi menjadi seorang konselor tidaklah mudah, perlu
pemahaman luas tentang pengertian bimbingan dan konseling, unsur – unsur
di dalamnya, komponen bimbingan dan konseling, memahami cara membaca
pikiran konseli, dan lain – lain.
Penting bagi seorang konselor memiliki Kode Etik Profesi Konselor,
khususnya di Indonesia ini.
Etika adalah suatu sistem prinsip moral, etika suatu budaya. Aturan tentang
tindakan yang dianut berkenaan dengan perilaku suatu kelas manusia,
kelompok, atau budaya tertentu.
Etika Profesi Bimbingan dan Konseling adalah kaidah – kaidah perilaku
yang menjadi rujukan bagi konselor dalam melaksanakan tugas atau tanggung
jawabnya memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada konseli.
Kaidah – kaidah perilaku yang dimaksud adalah:
1. Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan penghargaan sebagai
manusia, dan mendapatkan layanan konseling tanpa melihat suku, bangsa,
agama atau budaya.
2. Setiap orang/individu memiliki hak untuk mengembangkan dan
mengarahkan diri.
3. Setiap orang memiliki hak untuk memilih dan bertanggung jawab terhadap
keputusan yang diambilnya.
4. Setiap konselor membantu perkembangan setiap konseli, melalui layanan
bimbingan dan konseling secara profesional.
5. Hubungan konselor-konseli sebagai hubungan yang membantu yang
didasarkan pada kode etik.
Kode Etik adalah seperangkat standar, peraturan, pedoman, dan nilai yang
mengatur mengarahkan perbuatan atau tindakan dalam suatu perusahaan,
prfesi, atau organisasi bagi para pekerja atau anggotanya, dan interaksi antara
para pekerja atau anggota dengan masyarakat.
Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia merupakan landasan moral
dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan, dan
diamankan oleh setiap anggota profesi Bimbingan dan Konseling Indonesia.

B. Kesan
Berdasarkan apa yang saya sebagai penulis lihat dan baca, buku ini terkesan
sedikit membosankan, karena hampir setiap lembarnya pada buku ini berisi
tulisan tanpa ada satupun gambar sebagai contoh yang bermanfaat bagi
pembaca Indonesia yang cenderung visualitas.
Namun semua yang ditulis di buku ini sangat patut di apresiasi karena isi
dari buku ini menjelaskan materi dengan point of point tanpa bertele – tele (to
the point) dimana pembaca dapat lebih mudah memahami dan menghafal apa
yang di tulis pada buku ini.

C. Saran
Beri contoh gambar pada setiap materi yang ditulis agar dapat lebih mudah
dipahami sebab pembaca Indonesia cenderung visualitas.
LAMPIRAN
FOTO

Anda mungkin juga menyukai