Anda di halaman 1dari 18

STRATEGI PENGEMBANGAN PROFESI GURU

Makalah ini Disusun untuk memenuhi Tugas mata kuliah Profesi Guru

DOSEN PENGAMPU :

Ayunda Zahroh, S.Pd.I, M.Psi

Disusun Oleh Kelompok 10 :

Kartika Retno
Siti Aisyah

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
SYEKH H.A HALIM HASAN AL- ISLAHIYAH BINJAI
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr,Wb segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT,
karena berkat rahmat serta hidayah-Nya akhirnya kami dapat menyelesaikan Makalah yang
berjudul “strategi pengembangan profesi guru” dalam rangka untuk memenuhi tugas mata
kuliah Profesi Guru.
Dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak. Kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari bahwa pada makalah ini masih terdapat banyak kekurangan
mengingat keterbatasan kemampuan kami. Oleh sebab itu, kami sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sebagai masukan bagi kami.
Akhir kata kami berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan kami sebagai penulis pada khususnya. Atas segala perhatiannya kami
mengucapkan banyak terima kasih.

Binjai, 10 Desember 2020

Kelompok 10

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1

1.1   Latar Belakang................................................................................................................1

1.2     Rumusan Masalah........................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................2

2.1 pengembangan profesionalisasi guru...............................................................................2

2.2 model pengembangan guru..............................................................................................2

2.3 Tantangan dan problematik pengembangan profesionalisasi guru..................................6

2.4 Implementasi program pengembangan profesionalisasi guru........................................11

BAB III PENUTUP..................................................................................................................13

3.1  Kesimpulan....................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................14

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
Bagi suatu bangsa pendidikan merupakan hal yang sangat penting, dengan pendidikan
manusia menjadi lebih mampu beradaptasi dengan lingkungan, dapat mendorong peningkatan
kualitas manusia dalam bentuk meningkatnya kompetensi kognitif, afektif, maupun
psikomotor,  dengan pendidikan manusia juga akan mampu mengantisipasi berbagai
kemungkinan yang akan terjadi.
Pendidikan merupakan pengkondisian situasi pembelajaran bagi peserta didik guna
memungkinkan mereka mempunyai kompetensi-kompetensi yang dapat bermanfaat bagi
kehidupan dirinya sendiri maupun masyarat. Dalam hal ini jelas menuntut kualitas
penyelenggaraan pendidikan yang baik serta pendidik (guru) yang profesional, agar kualitas
hasil pendidikan dapat benar-benar berperan optimal dalam kehidupan masyarakat. Untuk itu
pendidikan dituntut untuk selalu memperbaiki, mengembangkan diri dalam membangun
dunia pendidikan.
Profesi guru (pendidik) pada saat ini masih dianggap sebagai suatu profesi sampingan.
Hal ini terjadi bahwa guru tidak menunjukkan bahwa profesi seorang guru itu sangat
berperan dalam suatu Negara. Seandainya guru dapat menunjukkan keprofesionalannya
sebagai guru tentu profesi guru itu dapat dianggap sebagai profesi yang berperan di
Indonesia. Oleh karena itu hal inilah yang melatar belakangi penulis dalam menyusun
makalah ini, disamping sebagai tugas terstruktur mata kuliah Etika Profesi Keguruan.

1.2     Rumusan Masalah
1. Apa saja pengembangan profesionalisasi guru?
2. Bagaimana mengenai model pengembangan guru?
3. Apa Tantangan dan problematik pengembangan profesionalisasi guru?
4. Bagaimana cara Implementasi program pengembangan profesionalisasi guru?

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengembangan Profesionalisasi Guru


Sebelum menguraikan definisi Pengembangan profesi keguruan, terlebih dahulu kita
mengetahui apa sebenarnya definisi dari ketiga kata tersebut.Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) Pengembangan bisa diartikan dengan proses atau perbuatan
mengembangkan.Sedangkan menurut UU no 18 tahun 2002, Pengembangan adalah kegiatan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu
pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan
aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada, atau menghasilkan teknologi baru.
Profesional merujuk pada dua hal yaitu orang yang menyandang suatu profesi dan kinerja
dalam melakukan pekerjaan yang sesuai denga profesinya. Profesionalisme dapat diartikan
sebagai komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan
profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi yang digunakannya dalam
melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya itu. Sedangkan profesionalisasi merupakan
proses peningkatan kualifikasi atau kemampuan para anggota penyandang suatu profesi
untuk mencapai kriteria standar ideal dari penampilan atau perbuatan yang diinginkan oleh
profesinya itu.

2.2 Model Pengembangan Guru


Pengembangan model Training and Development Personnel yang semula terdiri dari 5
tahapan, dilakukan modifikasi menjadi tiga tahap yaitu :
1) studi pendahuluan (menganalisis masalah latihan)
2) perencanaan dan pengembangan model (merumuskan dan mengembangkan tujuan-
tujuan pelatihan, memilih bahan latihan, media belajar, metode dan teknik latihan dan
menyusun kurikulum dan unit, mata latihan, dan topik latihan, serta melaksanakannya)
3) validasi model (menilai hasil latihan).
Setelah langkah pertama dan kedua terlaksana, dilakukan validasi model (langkah 3)
dengan
melakukan pengukuran proses dan hasil pelatihan guru SD, yang mencakup pengukuran
tingkat efisiensi, dan keefektifan/ keberhasilan pelatihan. Ternyata bahwa model
pelatihan Training and Development Personnel ini efisien dan efektif terdukung data.
Suatu model pelatihan dianggap efektif manakala mampu dan dilandasi kurikulum,

2
pendekatan dan strategi yang sesuai dengan kebutuhan guru peserta pelatihan dan
permasalahan-permasalahan yang terjadi di tengah-tengah mereka. Dua variabel penentu
keberhasilan pelatihan yang terbukti memberi sumbangan hampir 62% menjadi prioritas
dalam pelatihan yaitu Elaborasi pengetahuan dan Cooperative-correlative. Ini berarti
bahwa Model Training and Development Personnel akan berhasil jika :
1) kurikulum atau kualitas materi dan metode pelatihan memungkinkan peserta membangun
pengetahuannya yang baru dan bermakna (elaborasi).
2) menerapkan kooperative learning yang mana materi pelatihan terkait dengan permasalahan
SD dimana guru bertugas. Temuan ini memperkokoh teori kunstruktivisme yang terbukti
efektif dalam pelatihan Model Training and Development Personnel. Model pelatihan yang
terdiri atas lima langkah kegiatan yang kemudian dimodifikasi menjadi
3) tahap ini memungkinkan guru peserta pelatihan dapat bukan hanya menyerap pengetahuan,
melakukan/terampil, berinteraksi memperdalam pengetahuan dan keterampilan mereka, serta
merefleksikan apa yang telah dipelajari, tetapi juga membangun pengetahuan yang baru dan
bermakna bagi kehidupan guru; dengan kata lain 5 hal tersebut merupakan syarat suatu
desain zpelatihan yang berhasil telah terpenuhi. Sehingga memang layak jika pelatihan ini
berhasil mengembangkan profesionalisme guru abad 21 sebagai agen perubahan yang
didukung oleh 2 variabel independen yang cukup berarti Elaborasi pengetahuan dan
Cooperative-correlative.
Seorang guru terlebih alumni program PJJ UKSW dengan visi pribadi yang “kuat”
senantiasa bertanya, dan bertanya lagi, untuk memperjelas intensi mengapa yang
bersangkutan sampai memilih profesi menjadi guru. Seorang guru akan mencintai perubahan
dan siap menghadapi tantangan abad 21, sehingga selalu mengperbaharui tugas paokok dan
fungsi sebagai guru yang profesional. Guru tersebut kalau mengikuti pelatihan dimana
pelatihan yang dijalani relevan dengan tugas pokok dan fungsinya beserta permasalahannya,
dilakukan secara kooperatif dengan dukungan materi yang memacu untuk membangun
pengetahuannya yang baru akan membantu mengembangkan kemampuan inspirasinya
sebagai agen perubahan. Apalagi didukung oleh kemampuan berpikir kritis dan kreatif; Jika
tugas-tugas pelatihan yang diikuti berkualitas maka wajar jika berpengaruh cukup tinggi
terhadap kemampuan profesionalisme guru abad 21.
Secara konvensional peningkatan keprofesionalan guru dilakukan melalui pelatihan.
Guru-guru direkrut kemudian dilakukan pelatihan dalam waktu tertentu, kadang-kadang
dilaksanakan di hotel. Umumnya pelatihan semacam ini tidak berbasis permasalahan di
sekolah. Juga pendekatan yang dilakukan bersifat top-down karena materi pelatihan sudah
ditetapkan oleh pusat. Padahal kebutuhan dan permasalahan guru belum tentu sama dari satu

3
daerah ke daerah lain. Pelatihan guru sering dilakukan oleh berbagai lembaga namun kurang
sistematik dan tidak berkelanjutan. Artinya, seorang guru bisa mengikuti berbagai pelatihan
sementara guru lain belum pernah mengikuti pelatihan. Selain itu, peningkatan
keprofesionalan guru melalui pola ini tidak ada jaminan pasca pelatihan untuk menerapkan
hasil pelatihan di sekolah masing-masing dan penyebaran hasil pelatihan kepada guru-guru
lain.
Dengan demikian kegiatan pelatihan guru konvensional ini kurang berdampak
Secarakonvensional peningkatan keprofesionalan guru dilakukan melalui pelatihan. Guru-
guru direkrut kemudian dilakukan pelatihan dalam waktu tertentu, kadang-kadang
dilaksanakan di hotel. Umumnya pelatihan semacam ini tidak berbasis permasalahan di
sekolah. Juga pendekatan yang dilakukan bersifat top-down karena materi pelatihan sudah
ditetapkan oleh pusat. Padahal kebutuhan dan permasalahan guru belum tentu sama dari satu
daerah ke daerah lain. Pelatihan guru sering dilakukan oleh berbagai lembaga namun kurang
sistematik dan tidak berkelanjutan. Artinya, seorang guru bisa mengikuti berbagai pelatihan
sementara guru lain belum pernah mengikuti pelatihan.
Selain itu, peningkatan keprofesionalan guru melalui pola ini tidak ada jaminan pasca
pelatihan untuk menerapkan hasil pelatihan di sekolah masing-masing dan penyebaran hasil
pelatihan kepada guru-guru lain. Dengan demikian kegiatan pelatihan guru konvensional ini
kurang berdampak terhadap peningkatan mutu pendidikan dalam rangka menghasilkan anak
bangsa yang cerdas dan berkepribadian.Adakah model alternatif peningkatan keprofesionalan
guru sebagai solusi terhadap model konvensional? Model pembinaan keprofesionalan guru
melalui lesson study merupakan alternatif peningkatan keprofesionalan guru dan
menawarkan solusi terhadap permasalahan pelatihan konvensional. Hal ini disebabkan lesson
study adalah model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara
kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning
untuk membangun komunitas belajar. Lesson Study dilaksanakan dalam tiga tahapan yaitu
Plan (merencanakan), Do(melaksanakan), dan See (merefleksi) yang berkelanjutan. Dengan
kata lain Lesson Study merupakan suatu cara peningkatan mutu pendidikan yang tak pernah
berakhir (continous improvement).
Langkah Pertama. Pelatihan guru melalui Lesson Study dimulai dari tahap
perencanaan (Plan) yang bertujuan untuk merancang pembelajaran yang dapat
membelajarkan siswa, bagaimana supaya siswa berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran. Perencanaan yang baik tidak dilakukan sendirian tetapi dilakukan bersama,
beberapa guru dapat berkolaborasi atau guru-guru dan dosen dapat pula berkolaborasi untuk

4
memperkaya ide-ide. Perencanaan diawali dari analisis permasalahan yang dihadapi dalam
pembelajaran.
Langkah kedua dalam Lesson Study adalah pelaksanaan (Do) pembelajaran
untuk menerapkan rancangan pembelajaran yang telah dirumuskan dalam
perencanaan. Dalam perencanaan telah disepakati siapa guru yang akan
mengimplementasikan pembelajaran. Langkah ini bertujuan untuk mengujicoba efektivitas
model pembelajaran yang telah dirancang. Guru-guru lain bertindak sebagai pengamat
(observer) pembelajaran. Juga dosen-dosen melakukan pengamatan dalam pembelajaran
tersebut. Kepala sekolah terlibat dalam pengamatan pembelajaran dan memandu kegiatan ini.
Sebelum pembelajaran dimulai sebaiknya dilakukan briefieng kepada para pengamat untuk
menginformasikan kegiatan pembelajaran yang direncanakan oleh seorang guru dan
mengingatkan bahwa selama pembelajaran berlangsung pengamat tidak mengganggukegiatan
pembelajaran tetapi mengamati aktivitas siswa selama pembelajaran.
Langkah ketiga dalam kegiatan Lesson Study adalah refleksi (See). Setelah selesai
pembelajaran langsung dilakukan diskusi antara guru dan pengamat yang dipandu oleh
kepala sekolah atau personel yang ditunjuk untuk membahas pembelajaran. Guru mengawali
diskusi dengan menyampaikan kesan-kesan dalam melaksanakan pembelajaran. Selanjutnya
pengamat diminta menyampaikan komentar dan lesson learnt dari pembelajaran terutama
berkenaan dengan aktivitas siswa. Tentunya, kritik dan saran untuk guru disampaikan secara
bijak demi perbaikan pembelajaran. Sebaliknya, guru harus dapat menerima masukan dari
pengamat untuk perbaikan pembelajaran berikutnya. Berdasarkan masukan dari diskusi ini
dapat dirancang kembali pembelajaran berikutnya Sebelum menguraikan definisi
Pengembangan profesi keguruan, terlebih dahulu kita mengetahui apa sebenarnya definisi
dari ketiga kata tersebut.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Pengembangan bisadiartikan dengan
proses atau perbuatan mengembangkan.Sedangkan menurut UU no 18 tahun 2002
Pengembangan adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan
memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk
meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada,
atau menghasilkan teknologi baru.Profesional merujuk pada dua hal yaitu orang yang
menyandang suatu profesi dan kinerja dalam melakukan pekerjaan yang sesuai denga
profesinya. Profesionalisme dapat diartikan sebagai komitmen para anggota suatu profesi
untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya dan terus menerus mengembangkan strategi
yang digunakannya dalam melakukan pekerjaan sesuai dengan profesinya itu. Sedangkan
profesionalisasi merupakan proses peningkatan kualifikasi atau kemampuan para anggota

5
penyandang suatu profesi untuk mencapai kriteria standar ideal dari penampilan atau
perbuatan yang diinginkan oleh profesinya itu.

2.3 Tantangan Dan Problematik Pengembangan Profesionalisasi Guru


Sebagai seorang profesional, guru seharusnya memiliki kapasitas yang memadai
untuk melakukan tugas membimbing, membina, dan mengarahkan peserta didik dalam
menumbuhkan semangat keunggulan, motivasi belajar, dan memiliki kepribadian serta budi
pekerti luhur yang sesuai dengan budaya bangsa Indonesia. Namun demikian, kita semua
mengetahui bahwa begitu banyak tantangan yang dihadapi oleh seorang guru dalam upaya
untuk melaksanakan tugasnya secara profesional di masa datang, yaitu dalam menghadapi
masyarakat abad 21.
Tantangan guru profesional untuk menghadapi masyarakat abad 21 tersebut dapat
dibedakan menjadi tantangan yang bersifat internal dan eksternal. Tantangan internal adalah
tantangan yang dihadapi oleh masyarakat dan bangsa Indonesia, diantaranya penguatan nilai
kesatuan dan pembinaan moral bangsa, pengembangan nilai-nilai demokrasi, dan fenomena
rendahnya mutu pendidikan. Sementara tantangan eksternal adalah tantangan guru
profesional dalam menghadapi abad 21 dan sebagai bagian dari masyarakat dunia di era
global.
1). Tantangan Internal
a. Penguatan nilai kesatauan dan pembinaan moral bangsa
Krisis yang berkepanjangan memberi kesan keprihatinan yang dalam dan
menimbulkan berbagai dampak yang tidak menguntungkan terhadap kehidupan
bermasyarakat di Indonesia. Hal itu terutama dapat dilihat mulai adanya gejala menurunnya
tingkat kepercayaan masyarakat, menurunnya rasa kebersamaan, lunturnya rasa hormat
dengan orang tua, sering terjadinya benturan fisik antara peserta didik, dan mulai adanya
indikasi tidak saling menghormati antara sesama teman, yang pada akhirnya dikhawatirkan
dapat mengancam kesatuan dan persatuan sebagai bangsa.
Pendidikan berupaya menanamkan nilai-nilai moral kepada peserta didik dan
tantangan nyata bagi guru adalah bagaimana seorang guru memilikikepribadian yang kuat
dan matang untuk dapat menanamkan nilai-nilai moral dan etika serta meyakinkan peserta
didik terhadap pentingnya rasa kesatuan sebagai bangsa. Rasa persatuan yang telah berhasil
ditanam berarti bahwa seseorang merasa bangga menjadi bangsa Indonesia yang berarati pula
bangsa terhadap kebudayaan Indoensia yang menjunjung tinggi etika dan nilai luhur untuk
siap menjadi masyarakat abad 21 yang kuat dan dapat mewujudkan demokrasi dalam arti
sebenarnya.

6
b. Pengembangan nilai-nilai demokrasi
Demokrasi dalam bidang pendidikan adalah membangun nilai-nilai demokratis, yaitu
kesamaan hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan yang layak dan juga
kewajiban yang sama bagi masyarakat untuk membangun pendidikan yang bermutu. Dalam
pengertian ini, guru sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari proses pendidikan itu sendiri
mempunyai tantangan bagiamana membantu dan mengembangkan diri peserta didik menjadi
manusia yang tekin, kreatif, kritis, dan produktif dan tidak sekedar menjadi manusia yang
selalu mengekor seperti bebek yang hanya menerima petunjuk dari atasan dalam
mewujudkan pendidikan yang demokratis, perlu dilakukan berbagai penyesuaian dalam
sistem pendidikan nasional.
Sejalan dengan itu, pemberlakuan otonomi daerah memberikan peluang melakukan
berbagai perubahan dalam penataan sistem pendidikan yang pada hakekatnya adalah
memberikan kesempatan lebih besar kepad adaerah dan sekolah untuk mengembangkan
proses pendidikan yang bermutu sesuai dengan potensi yang dimilikinya, termasuk potensi
masyarakat untuk berpartisipasi dalam berbagai bentuk untuk membantu meningkatkan mutu
pendidikan.
Pendidikan berbasis masyarakat dan manajemen berbasis sekolah merupakan
perwujudan nyata dari demokrasi dan desentralisasi pendidikan yang bertujuan untuk lebih
memberdayakan sekolah dan masyarakat dalam proses pendidikan demi mencapai prestasi
sesuai kemampuannya. Guru memiliki peran strategis dalam rangka mewujudkan prestasi
bagi peserta didiknya. Untuk itu, tantangan bagi guru dalam wacana desentralisasi pendidikan
adalah bagaimana melakukan inovasi pembelajaran sehingga dapat membimbing dan
menuntun peserta didik mencapai prestasi yang diharapkan.

c. Fenomena rendahnya mutu pendidikan


Berbagai hasil studi dan pengamatan terhadap mutu pendidikan pada berbagai negara
menunjukkan bahwa secara makro mutu pendidikan di Indonesia masih rendah, dan bahkan
secara nilai rata-rata di bawah peringkat negara Asean lainnya. Walaupun demikian, secara
individual ada beberapa diantara peserta didik mampu menunjukkan prestasinya di lomba-
lomba bertaraf internasional, seperti pada Olimpiade Fisika. Untuk mewujudkan masyarakat
yang cerdas, diperlukan proses pendidikan yang bermutu dan kunci utama dalam peningkatan
mutu pendidikan adalah mutu guru. Proses pendidikan dalma masyarakat abad 21 adalah
suatu interaksi antara guru dengna peserta didik sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi dalam masyarakat yang demokratis dan terbuka.

7
Masyarakat yang demikian menuntut adanya pelayanan yang profesional dari para
pelakunya dan guru adalah seorang profesional dalam masyarakat seperti itu. Dengan kata
lain, guru dituntut untuk berperlaku dan memiliki karakteristik profesional oleh karena
tuntutan dan sifat pekerjaanya dan bersaing dengan profesi-profesi lainnya. Dalam
masyarakat abad 21, hanya akan menerima seoran gyang profesional dalam bidang
pekerjaannya. Tantangan guru pada masyarakat abad 21 adalah bagaimana menjadi seorang
guru yang profesional untuk membangun masyarakat yang mandiri, memiliki ilmu
pengetahuan dan teknologi, berprestasi, saling menghormati atas dasar kemampuan
individual, menjunjung tinggi rasa kebersamaan, dan mematuhi nilai-nilai hukum yang
berlaku dan disepakati bersama.

d. Perkembangan Teknologi Informasi


Dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru, terjadinya revolusi teknologi
informasi merupakan sebuah tantangan yang harus mampu dipecahkan secara mendesak.
Adanya perkembangan teknologi informasi yang demikian akan mengubah pola hubungan
guru-murid, teknologi instruksional dan sistem  pendidikan secara keseluruhan. Kemampuan
guru dituntut untuk menyesuaikan hal demikian itu. Adanya revolusi informasi harus dapat
dimanfaatkan oleh bidang  pendidikan sebagai alat mencapai tujuannya dan bukan sebaliknya
justru menjadi  penghambat. Untuk itu, perlu didukung oleh suatu kehendak dan etika yang
dilandasi oleh ilmu pendidikan dengan dukungan berbagai pengalaman para praktisi 
pendidikan di lapangan.
Perkembangan teknologi (terutama teknologi informasi) menyebabkan peranan
sekolah sebagai lembaga pendidikan akan mulai bergeser. Sekolah tidak lagi akan menjadi
satu-satunya pusat pembelajaran karena aktivitas belajar tidak lagi terbatasi oleh ruang dan
waktu. Peran guru juga tidak akan menjadi satu-satunya sumber  belajar karena banyak
sumber belajar dan sumber informasi yang mampu memfasilitasi seseorang untuk belajar.
Teknologi mempunyai gagasan mereformasi sistem pendidikan masa depan. Apabila
anak diajarkan untuk mampu belajar sendiri, mencipta, dan menjalani kehidupannya dengan
berani dan percaya diri atas fasilitasi lingkungannya (keluarga dan masyarakat) serta peran
sekolah tidak hanya menekankan untuk mendapatkan nilai-nilai ujian yang baik saja, maka
akan jauh lebih baik dapat menghasilkan generasi masa depan. Orientasi pendidikan yang
terlupakan adalah bagaimana agar lulusan suatu sekolah dapat cukup pengetahuannya dan
kompeten dalam bidangnya, tapi juga matang dan sehat kepribadiannya. Bahkan konsep
tentang sekolah di masa yang akan datang, menurutnya akan berubah secara drastis.

8
Ada sisi-sisi tertentu dari fungsi dan peranan sekolah yang tidak dapat tergantikan,
misalnya hubungan guru-murid dalam fungsi mengembangkan kepribadian atau membina
hubungan sosial, rasa kebersamaan, kohesi sosial, dan lain-lain. Teknologi informasi hanya
mungkin menjadi pengganti fungsi  penyebaran informasi dan sumber belajar atau sumber
bahan ajar. Bahan ajar yang semula disampaikan di sekolah secara klasikal, lalu dapat diubah
menjadi  pembelajaran yang diindividualisasikan melalui jaringan internet yang dapat diakses
oleh siapapun dari manapun secara individu. Inilah tantangan profesi guru. Apakah perannya
akan digantikan oleh teknologi informasi, atau guru yang memanfaatkan teknologi informasi
untuk menunjang peran profesinya.
Melalui penerapan dan pemilihan teknologi informasi yang tepat (sebagai  bagian dari
teknologi pendidikan), maka perbaikan mutu yang berkelanjutan dapat diharapkan. Perbaikan
yang berlangsung terus menerus secara konsisten akan mendorong orientasi pada perubahan
untuk memperbaiki secara terus menerus dunia pendidikan. Adanya revolusi informasi dapat
menjadi tantangan bagi lembaga  pendidikan karena mungkin kita belum siap menyesuaikan.
Sebaliknya, hal ini akan menjadi peluang yang baik bila lembaga pendidikan mampu
menyikapi dengan penuh keterbukaan dan berusaha memilih jenis teknologi informasi yang
tepat, sebagai penunjang pencapaian mutu pendidikan. Pemilihan jenis media sebagai bentuk
aplikasi teknologi dalam pendidikan harus dipilih secara tepat, cermat dan sesuai kebutuhan,
serta bermakna bagi peningkatan mutu pendidikan kita.
e. Otonomi Daerah dan Desentralisasi Pendidikan
Kini, paradigma pembangunan yang dominan telah mulai bergeser ke  paradigma
desentralistik. Sejak diundangkan UU No.22/1999 tentang Pemerintah Daerah maka
menandai perlunya desentralisasi dalam banyak urusan yang semula dikelola secara
sentralistik. Menurut Tjokroamidjoyo, bahwa salah satu tujuan dari desentralisasi adalah
untuk meningkatkan pengertian rakyat serta dukungan mereka dalam kegiatan pembangunan
dan melatih rakyat untuk dapat mengatur urusannya sendiri. Ini artinya, bahwa kemauan
berpartisipasi masyarakat dalam pembangunan (termasuk dalam pengembangan pendidikan)
harus ditumbuhkan dan ruang  partisipasi perlu dibuka selebar-lebarnya.
Bergesernya paradigma pembangunan yang sentralistik ke desentralistik telah mengubah cara
pandang penyelenggara negara dan masyarakat dalam  penyelenggaraan pembangunan.
Pembangunan harus di pandang sebagai bagian dari kebutuhan masyarakat itu sendiri dan
bukan semata kepentingan negara. Pembangunan seharusnya mengandung arti bahwa
manusia ditempatkan pada posisi  pelaku dan sekaligus penerima manfaat dari proses mencari
solusi dan meraih hasil  pembangunan untuk dirinya dan lingkungannya dalam arti yang lebih

9
luas. Dengan demikian, masyarakat harus mampu meningkatkan kualitas kemandirian
mengatasi masalah yang dihadapinya, baik secara individual maupun secara kolektif.
Belajar dari pengalaman bahwa ketika peran pemerintah sangat dominan dan  peran
serta masyarakat hanya dipandang sebagai kewajiban, maka masyarakat justru akan
terpinggirkan dari proses pembangunan itu sendiri. Penguatan partisipasi masyarakat haruslah
menjadi bagian dari agenda pembangunan itu sendiri, lebih-lebih dalam era globalisasi. Peran
serta masyarakat harus lebih dimaknai sebagai hak daripada sekadar kewajiban. Kontrol
rakyat (anggota masyarakat) terhadap isi dan prioritas agenda pengambilan keputusan
pembangunan harus dimaknai sebagai hak masyarakat untuk ikut mengontrol agenda dan
urutan prioritas pembangunan  bagi dirinya atau kelompoknya. Dalam desentralisasi
pendidikan, pemerintah pusat lebih berperan dalam menghasilkan kebijaksanaan mendasar
(menetapkan standar mutu pendidikan secara nasional), sementara kebijaksanaan operasional
yang menyangkut variasi keadaan daerah didelegasikan kepada pejabat daerah bahkan
sekolah.
Kurikulum dan proses pendidikan dalam kerangka otonomi daerah, ada bagian yang
perlu dibakukan secara nasional, tetapi hanya terbatas pada beberapa aspek  pokok, yaitu: (1)
Substansi pendidikan yang berada dibawah tanggung jawab  pemerintah, seperti PKN,
Sejarah Nasional, Pendidikan Agama, dan Bahasa Indonesia; (2) Pengendalian mutu
pendidikan, berdasarkan standar kompetensi minimum; (3) Kandungan minimal kompeteten
setiap bidang studi, khususnya yang menyangkut ilmu-ilmu dasar; (4) Standar-standar teknis
yang ditetapkan  berdasarkan standar mutu pendidikan. Dengan berbagai hal diatas tentunya
sistem desentralisasi merupakan suatu gagasan yang masih perlu dikaji lebih lanjut. Dalam 
berbagai kasus mungkin bisa diterapkan akan tetapi belum tentu di kasus lain serupa bahkan
akan memperumit kasus tersebut.

2). Tantangan Eksternal


a. Era Globalisasi
Kecenderungan kehidupan dalam era globalisasi adalah mempunyai dimensi domestik dan
global, yaitu kehidupan dalam dunia yang terbuka dan seolah tanpa batas, tetapi tetap
menjunjung tinggi nilai-nilai budaya. Dengan situasi kehidupan demikian, akan melahirkan
tantangan dan peluang untuk meningkatkan taraf hidup bagi masyarakatnya, termasuk para
guru yang profesional.
Kehidupan global yang terbuka, seakan-akan dunia seperti sebuah kampung dengan ciri
perdagangan bebas, kompetisi dan kerjasama yang saling menguntungkan, memerlukan
manusia yang bermutu dan dapat bersaing dengan sehat. Dalam melakukan persaingan,

10
diperlukan mutu individu yang kreatif dan inovatif. Kemampuan individu untuk bersaing
seperti itu, hanya dapat dibentuk oleh suatu sistem pendidikan yang kondusif dan memiliki
guru yang profesional dalam bidangnya.
Untuk itu, tantangan bagi guru profresional dalam menghadapi globalisasi adalah bagaimana
guru yang mampu memberi bekal kepada peserta didik, selain ilmu pengetahuan dan
teknologi, juga menanamkan sikap disiplin, kreatif, inovatif, dan kompetitif. Dengan
demikian par asisiwa mempunyai bekal yang memadai, tidak hanya dalam hal ilmu
pengetahuan dan keterampilan yang relevan tetapi juga memiliki karakter dan kepribadian
yang kuat sebagai bangsa Indonesia.

2.4 Implementasi Program Pengembangan Profesionalisasi Guru


Implementasi pengembangan profesi keguruan adalah suatu proses penerapan ide,
konsep,kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak,
baik berupa perubahan pengetahuan, kentrampilan maupun nilai dan sikap dalam
pembelajaran yang diberikan oleh seorang guru untuk peserta didiknya.
Upaya peningkatan mutu pendidiakan haruslah dilakukan dengan menggerakan seluruh
komponen yang menjadi subsistem dalam suatu system mutu pendidikan. Subsistem yang
pertama dalam peningkatan mutu pendidikan adalah factor guru. Ditangan gurulah hasil
pembelajaran yang merupakan salah satu  indicator mutu pendidikan lebih banyak
ditentukan, yakni pembelajaran yang bermutu sekaligus bermakna sebagai pemberdayaan
kemampuan (ablity) dan kesanggupan (capability) peserta didik. Tampa guru yang
propesional, mustahil suatu system pendidikan dapat mencapai hasil sebagai mana
diharapkan oleh kerana itu, prasarat utama yang harus dipenuhi bagi berlangsungnya proses
belajar mengajar (PBM) yang menjamin optimalisasi hasil pembelajaran ialah tersedianya
guru dengan kualifikasi dan kompentensi yang mampu memenuhi tuntutan tugasnya.
Untuk mencapai hasil pembelajaran yang optimal diperlukan guru yang kreatif dan inovatif
yang selalu mempunyai keinganan terus menerus untuk memperbaiki dan meningkatakan
mutu PBM dikelas.
Kegiatan pengembangan profesi guru adalah pengamalan atau penerapan(keterampilan
guru untuk peningkatan mutu belajar mengajar,atau menghasilkan sesuatu yang bermanfaat
bagi pendidikan dan kebudayaan. Upaya yang di laksanakan oleh Depdiknas dalam rangka
memotivasi guru untuk melaksanakan pengembangan profesi antara lain:
1,.Menetapkan pedoman penyusunan karya tulis ilmiah dan jenis pengembangan profesi lain
nya.

11
2.Melaksanakan pelatihan kepada guru guru senior agar mampu menyusun karya tulis
ilmiah.
3.Menghimbau perguruan tinggi dan “Pembina guru” serta widyaiswara untuk membantu
guru dalam menyusun karya ilmiah
4.Menghimbau guru agar mau melaksanakan pengembangan profesi(karya tulis ilmiah)sejak
dini(sebelum mencapai golongan IV A).
5.Menghimbau guru agar memilih jenis pengembangan profesi yang di kuasai oleh guru.
Pengembangan profesi yang menekankan kepada kemampuan guru dalam membuat
karya tulis ilmiah kini semakin penting dan perlu.Hal ini di sebab kan di samping karya tulis
ilmiah di jadikan unsur dalam kenaikan pangkat atau golongan,juga di pergunakan dalam
sertifikasi guru.Dalam permendiknas republic Indonesia  no 18 tahun 2007 tentang
sertifikasi bagi guru dalam jabatan,komponen portofolio ada 10 dan salah satu nya adealah
karya pengembangan profesi,yaitu suatu karya yang menunjukkan ada nya upaya dan hasil
pengembangan profesi yang di lakukan.

12
BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Guru sebagai suatu profesi di Indonesia baru dalam taraf sedang tumbuh (emerging
proffesion) yang tingkat kematangannya belum sampai pada yang telah dicapai oleh profesi-
profesi lainnya sehingga guru dikatakan sebagai profesi yang setengah-setengah atau semi
profesional. Guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus
dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru
dengan kemampuan maksimal.
Pengembangan guru sebagai profesi dapat dikembangkan melalui: (1) sistem pendidikan; (2)
sistem penjaminan mutu; (3) sistem manajemen; (4) sistem remunerasi; dan (5) sistem
pendukung profesi guru.
Tujuan pengembangan profesional guru dimaksudkan untuk memenuhi tiga
kebutuhan: (1) kebutuhan sosial untuk meningkatkan kemampuan sistem pendidikan yang
efisien dan manusiawi; (2) kebutuhan untuk menemukan cara-cara untuk membantu staf
pendidikan dalam rangka mengembangkan pribadinya secara luas; (3) kebutuhan untuk
mengembangkan dan mendorong keinginan guru.
Dalam mengembangkan profesi guru dapat dilakukan melalui berbagai strategi baik
dalam bentuk pendidikan dan pelatihan (diklat) maupun bukan pelatihan (diklat).
Pengembangan profesi guru di pedesaan diharapkan dapat membangun aktivitas-aktivitas
pengembangan staf melalui pembuatan keputusan kolaboratif dan penilaian kebutuhan lokal.
Dalam pengembangan profesi tenaga pendidik sebagai perancang masa depan hal
yang paling penting adalah membangun kemandirian di kalangan pendidik, sehingga dapat
lebih mampu untuk mengaktualisasikan dirinya guna mewujudkan pendidikan berkualitas.
Menjadi guru yang profesional diperlukan beberapa literatur dan pengembangan dalam diri
seorang guru yaitu dapat bersikap inovatif dalam melaksanakan peran dan tugasnya mendidik
peserta didik menuju kehidupan yang lebih baik dan sejahtera.

13
DAFTAR PUSTAKA

Danim, S. 2002. Inovasi Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme


Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Kunandar. 2011. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan


(KTSP) dan Sukses  Dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Ondi, S. dan Aris, S. 2010. Etika Profesi Keguruan. Bandung: Refika Aditama.

Satori, D. et.al. 2007. Profesi Keguruan. Jakarta: Universitas Terbuka.

Supriyadi, D. 1999. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

Syaefudin, S. U. 2011. Pengembangan Profesi Guru. Bandung: Alfabeta.

14
15

Anda mungkin juga menyukai