Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan bagian yang tidak terpisahkan (integral)
dari keseluruhan program pendidikan. Program bimbingan menunjang tercapainya tujuan
pendidikan yaitu perkembangan individu secara optimal. Oleh karena itu, kegiatan bimbingan
dan konseling harus diselenggarakan dalam bentuk kerjasama sejumlah orang untuk
mencapai suatu tujuan. Kegiatan itu harus diselenggarakan secara teratur, sistematik dan
terarah atau berencana, agar benar-benar berdaya dan berhasil guna bagi pertumbuhan dan
perkembangan siswa. Bimbingan merupakan bantuan kepada individu dalam menghadapi
persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam hidupnya. Bantuan semacam itu sangat tepat
jika diberikan di sekolah, supaya setiap siswa lebih berkembang ke arah yang semaksimal
mungkin. Dengan demikian bimbingan menjadi bidang layanan khusus dalam keseluruhan
kegiatan pendidikan sekolah yang ditangani oleh tenaga-tenaga ahli dalam bidang tersebut.
Dalam konteks pemberian layanan bimbingan konseling, bahwa pemberian layanan
bimbingan konseling meliputi layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran,
pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan kelompok, dan konseling kelompok. Dalam
ketujuh layanan bimbingan konseling tersebut dilakukan agar setiap permasalahan yang
dihadapi siswa dapat diantisipasi sedini mungkin sehingga tidak menggangu jalannya proses
pembelajaran. Dengan demikian siswa dapat mencapai prestasi belajar secara optimal tanpa
mengalami hambatan dan permasalahan pembelajaran yang cukup berarti. Realitas di
lapangan, menunjukkan bahwa peran guru kelas dalam pelaksanaan bimbingan konseling
belum dapat dilakukan secara optimal mengingat tugas dan tanggung jawab guru kelas yang
sarat akan beban sehingga tugas memberikan layanan bimbingan konseling kurang membawa
dampak positif bagi peningkatan prestasi belajar siswa.
Dalam Pedoman Kurikulum Berbasis Kompetensi bidang Bimbingan Konseling tersirat
bahwa suatu sistem layanan bimbingan dan konseling berbasis kompetensi tidak mungkin
akan tercipta dan tercapai dengan baik apabila tidak adanya kegiatan pendukung bimbingan
dan konseling. Artinya, hal itu perlu dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah, tidak
hanya dengan layanan saja, tetapi harus ada kegiatan pendukungnya. Berdasar latar belakang
tersebut di atas, penulis tergerak untuk melakukan telaah mengenai kegiatan pendukung
bimbingan dan konseling.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan aplikasi instrumentasi?
2. Apa yang dimaksud dengan himpunan data?
3. Apa yang dimaksud dengan konferensi kasus?
4. Apa yang dimaksud dengan kunjungan rumah?
5. Apa yang dimaksud dengan tampilan kepustakaan?
6. Apa yang dimaksud dengan alih tangan kasus?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui aplikasi instrumentasi
2. Untuk mengetahui himpunan data
3. Untuk mengetahui konferensi kasus
4. Untuk mengetahui kunjungan rumah
5. Untuk mengetahui tampilan kepustakaan
6. Untuk mengetahui alih tangan kasus

2
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Aplikasi Instrumentasi


1. Makna
Kondisi dalam diri klien (siswa) perlu diungkapkan melalui aplikasi instrumentasi
dalam rangka pelayanan bimbingan dan konseling untuk memperoleh pemahaman yang
tentang klien (siswa) secara lebih tepat. Upaya pengungkapan sebagai aplikasi
instrumentasi dapat dilakukan melalui tes dan non tes. Hasil aplikasi intrumen selanjutnya
dianalisis dan ditafsirkan serta disikapi dan digunakan untuk memberikan perlakuan secara
tepat kepada klien dalam bentuk layanan bimbingan dan konseling.
2. Tujuan
Secara umum, tujuan aplikasi instrumentasi adalah supaya diperolehnya data tentang
kondisi tertentu atas diri klien (siswa). Data yang diperoleh melalui aplikasi instrumentasi
selanjutnya digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk penyelenggaraan bimbingan dan
konseling. Dengan data tersebut, penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling
khususnya di sekolah dan madrasah akan lebih efektif dan efesien.
Secara khusus, apabila dikaitkan dengan fungsi-fungsi bimbingan dan konseling
terutama fungsi pemahaman, data hasil aplikasi instrumentasi bertujuan untuk memahami
kondisi klien (siswa) seperti potensi dasarnya, bakat dan minatnya, kondisi diri dan
lingkungannya, masalah-masalah yang dialami, dan lain sebagainya.pemahaman yang baik
tentang klien melalui aplikasi instrumentasi dapat dijadikan tentang klien melalui aplikasi
instrumentasi dapat dijadikan oleh konselor sebagai bahan pertimbangan dalam rangka
memberikan bantuan kepada klien sesuai dengan kebutuhan dan masalah-masalah
yangdialami klien. Lebih lanjut, tentu dapat mencegah dan mengentaskan klien dari
masalah-masalah yang dialaminya.
3. Komponen
Komponen-komponen yang terkait dan sinergi dengan aplikasi instrumentasi adalh
instrumen itu sendiri (materi yang diungkap dan bentuk instrument), responden, dan
pengguna.
Pertama, instrument. Terkait dengan instrument, ada dua subkomponen yang tidak bisa
dipisahkan, yaitu materi yang akan diungkapkan melalui instrument dan bentuk instrument
itu sendiri. Yang dimaksud dengan materi yang akan diungkapkan di sini adalah hal-hal

3
yang menyangkut klien yang akan diungkapkan melalui instrument tertentu. Hal-hal yang
menyangkut tentang klien, yang akan diungkapkan melalui instrument tertentu misalnya:
(a) kondisi fisik individu (siswa) seperti keadaan jasmani dan kesehatan, (b) kondisi dasar
psikologis individu (siswa) seperti potensi dasar, bakat, minat dan sikap, (c) kondisi
dinamik fungsional psikologis, (d) kondisi atau kegiatan dan hasil belajar, (e) kondisi
hhubungan sosial, (f) kondisi keluarga dan lingkungan siswa, (g) kondisi arah
perkembangan dan kenyataan karier, (h) permasalahan yang potensial atauyang sedang
dialami individu (siswa).
Untuk instrument tes bisa dalam bentuk tes psikologis seperti tes intelegensi, bakat dan
minat, dan tes hasil belajar. Tes bisa dilaksanakan secara tertulis, lisan, secara individual
maupun kelompok. Instrument nontes digunakan untuk melihat gambaran tentang kondisi
klien (siswa) sebagaimana adanya. Yang termasuk ke dalam instrument nontes adalah (a)
angket, (b) daftar isian, (c) daftar pilihan, (d) sosiometri. Sesuai dengan perkembangan
teknologi saat ini, konselor juga bisa memanfaatkan perangkat-perangkat teknologi untuk
mengungkapkan tentang diri klien (siswa) dan masalah-masalah yang dialaminya.
Konselor atau pembimbing juga bisa membuat instrument sendiri dengan memperhatikan
unsur validitas dan reliabilitasnya.
Kedua, responden. Yang dimaksud responden di sini adalah individu-individu yang
mengerjakan instrument baik tes maupun nontes melalui pengadministrasian yang
dilakukan oleh konselor (pembimbing). Di lingkungan sekolah atau madrasah,
respondennya adalah siswa. Tidak semua instrument cocok untuk semua responden.
Kadang-kadang instrument tertentu hanya dapat digunakan untuk kelompok responden
tertentu saja. Oleh sebab itu, seperti ditegaskan di atas, konselor atau pembimbing harus
secara cermat memilih instrument mana yang akan digunakan sesuai dengan kondiis
responden.
Ketiga, penggunaan instrument. Yang dimaksud dengan penggunaan instrument adalah
pihak-pihak yang dapat menggunakan instrument-instrumen tertentu sesuai dengan
kewenangannya. Misalnya, instrument tes psikologis untuk mengungkapkan kondisi
kepribadian individu (siswa) yang cukup pelik hanya diselenggarakan dan hasil-hasilnya
hanya digunakan oleh para psikologis yang memiliki kewenanangan khusus berdasarkan
kaidah professional. Konselor (pembimbing) bisa menyelenggarakan tes psikologis yang
lebih sederhana seperti tes intelegensi dan tes bakat setelah mengikuti pelatihan khusus
dan memperoleh sertifikat kewenangan untuk menyelenggarakan tes dimaksud.

4
Sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya, konselor atau pembimbing sangat
berkepentingan dengan penggunaan hasil-hasil instrument, terutama untuk: (a)
perencanaan program kegiatan bimbingan dan konseling, (b) penyelenggaraan layanan
bimbingan dan konseling, (c) evaluasi proses dan layanan bimbingan dan konseling.
Konselor atau pembimbing di sekolah atau madrasah pun diharapkan mampu
mengintegrasikan penggunaan instrument dan hasil-hasilnya dalam tiga kegiatan di atas.
Untuk instrumen tertentu yang penggunaannya di luar kewenangan konselor atau
pembimbing di sekolah atau madrasah seperti tes psikologis, konselor bisa bekerja sama
(meminta bantuan) psikolog untuk melaksanakannya. Selanjutnya, konselor menggunakan
hasil-hasilnya untuk keperluan layanan terhadap siswa.
4. Teknik
Sebelum instrument tertentu diterapkan, terlebih dahulu diadakan analisis yang
mendalam tentang perlunya instrument tertentu diaplikasikan terhadap siswa atau
kelompok siswa. Kesesuaian antara jenis instrument dengan responden (siswa),
penyelenggaraan administrasi instrument, dan penggunaan hasil instrument sangat
menentukan keberhasilan layanan. Untuk itu perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut.
a. Penyiapan Instrumen
Kesesuain antara jenis instrument tertentu dengan siswa harus benar-benar tepat,
maknanya instrument tertentu harus benar-benar cocok digunakan untuk
mengungkapkanapa yang ada dalam diri siswa. Untuk itu, konselor (pembimbing) perlu
melakukan hal-hal sebagai berikut: (1) mempelajari manual instrument, (2)
mengidentifikasi karakteristik siswa, (3) melihat keseuaian antara instrument dan siswa,
(4) menyiapkan diri untuk mampu mengadministrasikan instrument, (5) menyiapkan aspek
teknik dan administrasi.
b. Pengadministrasian Instrumen
Pengadministrasian instrument harus sesuai dengan petunjuk yang telah dikemukan
dalam manual instrument. Untuk keperluan pelayanan bimbingan dan konseling dalam arti
luas, pengadministrasian instrument berkenaan dengan pertanyaan apa, mengapa,
bagaimana, dan untuk apa instrument tertentu diaplikasikan kepada siswa. Guna
memberikan penjelasan atau jawaban atas pertanyaan di atas, konselor mengemukakan:
(1) pokok isi, bentuk, tujuan, dan kegunaan instrument bagi responden, (2) bagaimana
bekerja dengan instrument tertentu, termasuk alokasi waktu yang disediakan, (3)
bagaimana mengolah jawaban responden, (4) bagaimana hasil pengolahan itu disampaikan

5
kepada responden (siswa), (5) bagaimana hasil tersebut digunakan dan apa yang perlu atau
diharapkan dilakukan oleh responden.
c. Pengolahan dan Pemaknaan Jawaban Responden
Pengolahan jawaban responden (siswa) dapat dilakukan secara manual dan dapat
menggunakan perlatan elektronik seperti program komputer. Data atau jawaban responden
yang sudah diolah baik secara manual atau computer, selanjutnya dianalisis atau dimaknai
dengan menggunakan kriteria tertentu yang telah ditetapkan; selanjutnya siap digunakan
dalam rangka pelayanan bimbingan dan konseling.
d. Penyampaian Hasil Instrumen
Hasil instrument harus disampaikan secara cermat dan hati-hati. Asas kerahasiaan
harus-benar diterapkan. Hasil aplikasi instrument tidak boleh diumumkan secara terbuka
dan tidak boleh dijadikan konsumsi atau pembicaraan umum, apalagi apabila di dalamnya
terdapa nama siswa. Hasil instrument boleh menjadi konsumsi umum atau didiskusikan
secara terbuka, misalnya disajikan atau didiskusikan di dalam kelas, tetapi tidak satu satu
nama pun disebutkan dan tidak satu data pun dikaitkan dengan pribadi tertentu. Hasil
instrumen tertentu, dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk memanggil individu
(siswa) dalam rangka pelayanan bimbingan dan konseling. Sesuai dengan hakikat dan
prinsip bimbingan dan konseling, yang dipanggil bukan hanya para siswa yang
diindikasikan bermasalah seperti sekor rendah; mereka memiliki sekor menengah dan
tinggi juga perlu mendapat pelayanan.
e. Penggunaan Hasil Instrumen
Hasil-hasil instrument dapat digunakan bagi perencanaan program bimbingan,
penetapan peserta layanan, sebagai isi layanan, tindak lanjut, dan bagi upaya
pengembangan.
Pertama, untuk perencanaan program bimbingan dan konseling. Sebaiknya
perencanaan program pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah atau madrasah
disusun berdasarkan data yang diperoleh melalui aplikasi instrument. Semua data yang
diperoleh melalui hasil instrument dapat dipakai dalam merencanakan isi program
pelayanan bimbingan dan konseling secara menyeluruh, untuk setiap kelas dan harus
mengacu pada kebutuhan siswa, baik perorangan maupun kelompok
Kedua, penetapan peserta layanan. Dari hasil instrumentasi, pembimbing bisa
menetapkan individu (siswa) yang perlu mendapat pelayanan konseling tertentu baik
untuk layanan dengan format klasikal, kelompok, maupun individual; termasuk juga

6
kegiatan dengan format lapangan dan politik. Pentepan individu yang akan menjadi
peserta layanan hendaknya tetap berpegang pada prinsip prioritas.
Ketiga, hasil instrumentasi sebagai isi layanan. Hasil instrumentasi baik sebagian atau
seluruhnya, secara langsung atau tidak langsung dapat dijadikan isi layanan yang hendak
dilaksanakan atau sedang dilaksanakan terhadap klien. Hasil pengungkapan masalah,
sosiogram, data tentang intelegensi, bakat dan minat, dan lain sebagainya, dapat menjadi
isi semua layanan konseling tergantung relevansinya. Konselor harus secara tepat dengan
penerapan asas kerahasiaan sebagaimana mestinya (Prayitno, 2004).
Keempat, hasil instrumentasi dan tindak lanjut. Hasil instrumentasi, khususnya hasil
evaluasi segera, jangka pendek, dan jangka panjang, dapat digunakan sebagai
pertimbangan bagi upaya tindak lanjut pelayanan terhadap klien (siswa). Kecermatan
konselor terhadap kesesuaian antara hasil evaluasi dengan upaya tindak lanjut sangat
diperlukan.
Kelima, hasil instrumentasi dan upaya pengembangan. Data hasil instrumentasi dengan
tingkat validitas dan reliabilitas yang tinggi dapat secara tepat menunjang pengembangan
program-program pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah atau madrasah. Sebagai
bahan pertimbangan untuk pengembangan, data yang dimaksud itu sebaiknya bukan data
tunggal, melainkan data kolektif yang diperoleh melalui aplikasi berbagai instrument
untuk berbagai kelompok responden (siswa). Dengan data kolektif seperti itu akan tampak
arah pokok yang perlu dijadikan arah dan garis besar pengembangan yang dimaksudkan.
5. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan aplikasi instrumentasi merupakan suatu proses di mana pelaksanaannya
menempuh tahapan-tahapan tertentu. Adapun tahapan kegiatannya adalah: perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi, analisis hasil evaluasi, tindak lanjut, dan pembuatan laporan.
Pertama, perencanaan. Pada tahap ini kegiatan yang dilaksanakan konselor
(pembimbing) adalah: (a) menetapkan objek yang akan diukur atau diungkapkan, (b)
menetapkan subjek yang akan menjalani pengukuran, (c) menyusun instrument sesuai
dengan objek yang akan diungkap, (d) menetapkan prosedur pengungkapan, (e)
menetapkan fasilitas, (f) menyiapkan kelengkapan administrasi.
Kedua, pelaksanaan. Pada tahap ini hal-hal yang perlu dilakukan oleh konselor adalah:
(a) mengkomunikasikan rencana pelaksanaan aplikasi instrumentasi kepada pihak terkait,
(b) mengorganisasi kegiatan instrumentasi, (c) mengadministrasikan instrument, (d)
mengolah jawaban responden, (e) menafsirkan hasil instrument, (f) menetapkan arah
penggunaan hasil instrument.
7
Ketiga, evaluasi. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah: (a) menetapkan materi
evaluasi terhadap kegiatan instrumentasi serta penggunaan hasil-hasilnya, (b) menetapkan
prosedur dan cara-cara evaluasi, (c) melaksanakan evaluasi, (d) mengolah dan menafsirkan
atau memaknai hasil evaluasi.
Keempat, analisis hasil evaluasi. Pada tahap ini hal-hal yang dilakukan adalah: (a)
menetapkan norma atau standar analisi, (b) melakukan analisis, (c) menafsirkan hasil
analisis.
Kelima, tindak lanjut. Pada tahap ini yang dilakukan konselor atau pembimbing adalah;
(a) menetapkan jenis dan arah tindak lanjut terhadap kegiatan instrumentasi serta
penggunaan hasil-hasilnya, (b) mengomunikasikan rencana tindak lanjut kepada pihak
terkait, (c) melaksanakan tindak lanjut.
Keenam, pembuatan laporan. Pada tahap ini yang dilakukan konselor adalah: (a)
menyusun laporan kegiatan aplikasi instrumentasi, (b) menyampaikan laporan kepada
pihak terkait, (c) mendokumentasikan laporan kegiatan.

II.2 Himpunan Data


1. Makna Himpunan Data
Data merupakan deskripsi atau gambaran, keterangan atau catatan tentang sesuatu.
Dikaitkan dengan siswa, data bisa berarti deskripsi atau gambaran, keterangan atau catatan
tentang siswa. Himpunan data dapat bermakna suatu upaya penghimpunan, penggolongan-
penggolongan, dan pengemasan data dalam bentuk tertentu. Himpunan data juga
bermakna usaha-usaha untuk memperoleh data tentang peserta didik, menganalisis dan
menafsirkan, serta menyimpannya.
2. Tujuan
Penyelenggaran himpunan data bertujuan untuk menyediakan data yang berkualitas
dan lengkap guna menunjang penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling.
Dengan adanya himpunan data yang berkualitas dan lengkap, diharapkan pelaksanaan
berbagai jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling dapat terselenggara secara
efektif dan efesien. Secara lebih khusus, penyelenggaraan himpunan dan terkait dengan
fungsi-fungsi tertentu dalam layanan bimbingan dan konseling terutama fungsi
pemahaman. Penyelenggaraan himpunan data (bagi konselor) bertujuan untuk
memperoleh pemahaman secara baik tentang masing-masing pribadi siswa dan (bagi
siswa) bertujuan untuk membantu siswa memperoleh pemahaman tentang diri sendiri.

8
Apabila pemahaman tentang diri sendiri telah terpenuhi oleh siswa, maka diharapkan
dapat tercegah dari masalah-masalah dan sangat mungkin siswa terentaskan masalahnya.
3. Komponen
Tiga komponen pokok, yaitu jenis data itu sendiri, bentuj himpunan data, dan
penyelenggaraan himpunan data.
Pertama, jenis data. Data yang dihimpun dari siswa dapat mencakup: (a) data
psikologis seperti kemampuan intelektual, bakat khsuus, arah minat, cita-cita hidup, dan
sifat-sifat kepribadian, (b) data sosial seperti: latar belakang keluarga siswa, status sosial
siswa di sekolah atau madrasah, dan lingkungan sosial siswa.
Prayitno (2004) mengelompokkan empat jenis data, yaitu data pribadi, data kelompok,
data umum, dan data khusus.
a. Data Pribadi
Yang termasuk datapribadi adalah (1) identitas pribadi seperti: nama, gelar (nama
panggilan), tempat dan tanggal lahir, alamat, kewarganegaraan, agama, (2) kondisi
fisik dan kesehatan, (3) potensi diri seperti: kemampuan dasar, bakat khusus, minat
dan kecenderungan pribadi, serta cita-cita, (4) hasil karya, (5) status dan kondisi
keluarga, (6) status dan kondisi pekerjaan atau karier, dan (7) kondisi kehidupan
sehari-hari dan permasalahannya.
b. Data Kelompok
Yang termasuk data kelompok adalah data mengenai sekelompok individu (siswa)
dalam jumlah yang terbatas, seperti: (1) data yang menyangkut hubungan sosial antar
individu dalam kelompok, (2) kondisi kebersamaan dan kerjasama antar individu, (3)
hasil perhitungan statistic dengan diri mereka.
c. Data Umum
Data umum tidak mengenai diri seseorang dan tidak pula berkenaan dengan
kelompok individu tertentu. Data umum berasal dari luar diri pribadi atau kelompok.
Data ini berkaitan dengan hal-hal yang bersifat umum, mengenai fakta atau
keterangan tentang apa saja yang dapat diakses oleh siapa saja. Data umum dapat
berbentuk buku, kumpulan leaflet, informasi karier, pendidikan, dan data tentang
lingkup yang lebih luas.
d. Data Khusus
Data khusus adalah yang berisi laporam tentang suatu kegiatan, khususnya laporan
yang menyangkut kegiatan individu ataupun kelompok yang menjadi tanggung jawab

9
tanggung jawab konselor (pembimbing). Sebenarnya dalam data khusus dapat
mencakup data pribadi, kelompok, dan data umum.
Kedua, bentuk himpunan data. Semua data yang terhimpun dalam himpunan data
dapat berupa rekaman: tulisan, angka, gambar pada lembaran kertas, slide, film, serta
rekaman audio, dan video. Semua rekaman data itu dapat terhimpun secara menyeluruh
dalam bentuk: (a) buku data pribadi, (b) himpunan data dengan format yang didesain
secara khusus, (c) kumpulan data kelompok dan laporan kegiatan, (d) program computer
dan (e) kumpulan data umum.
Ketiga, penyelenggaran himpunan data. Pembimbing di sekolah atau madrasah
merupakan penyelenggara himpunan data yang memiliki tiga tugas utama yaitu: (a)
menghimpun data yang mencakup data pribadi, kelompok, dan data umum, (b)
mengembangkan sumber data yang bersifat langsung luas, lugas, luwes, dan lancar, dan
(c) menggunakan data untuk keperluan layanan bimbingan dan konseling seperti: (1)
untukperencanaan pelayanan yang mencakup penetapan klien atau peserta layanan,
mengarahkan isi pokok layanan, mengarahkan jenis dan format layanan, dan kegiatan
pendukung layanan, (2) isi layanan, dan (3) laporan kegiatan layanan.
4. Teknik
Untuk memperoleh data yang lengkap pembimbing perlu menerapkan beberapa teknik:
Pertama, aplikasi instrument. Teknik ini dilaksanakan untuk memperoleh data dari
sumber-sumber yang relevan.
Kedua, penyusunan dan penyimpanan data. Sebaiknya data dikelompok-kelompokkan
dan disusun secara sistemastis sesuai dengan jenis datanya. Penyimpanan dan penyusunan
data yang baik akan mempermudah penggunaan, pengembangan, dan penghapusannya.
Ketiga, penggunaan perangkat computer. Munculnya teknologi komputerisasi banyak
membantu dalam pengumpulan, pengolahan dan penyimpanan sekaligus penggunaan data
tertentu dalam layanan bimbingan dan konseling. Dengan bantuan program computer, data
tertentu seperti alamat, cita-cita, bakat, pilihan program, dan sebagainya dapat segera
dilacak untuk digunakan secara tepat.
Keempat, tenaga administrasi. Tenaga administrasi dapat membantu para konselor
dalam pengumpulan, pengolahan, penggunaan, dan pengadministrasian data harus benar-
benar mengetahui mekanisme penyusunan, penyimpanan, dan penggunaan data. Selain itu,
ia jugaharus bisa menyimpan rahasia.
Secara umum teknik pengumpulan data dapat dilakukan secara tes dan nontes.

10
Pertama, teknik tes. Tes merupakan suatu metode penelitian psikologis untuk
memperoleh informasi tentang berbagai aspek dalam tingkah laku dan kehidupan
psikologis seseorang, dengan menggunakan pengukuran (measurement) yang
menghasilkan suatu deskripsi kuantitatif tentag aspek yang diukur.
Alat tes yang digunakan untuk pengumpulan data (himpunan data) harus yang
distandarisasikan dalam arti cara penyelenggaraan tes, cara pemeriksaannya, dan
penentuan norma penafsirannya seragam. Selain itu juga harus memiliki validitas dalam
arti ada kesesuaian antara apa yang diukur (diteliti) dalam tes dengan aspek yang
direncanakan untuk diukur melalui tes tersebut. Misalnya tes intelegensi yang memiliki
validitas tinggi berarti tes itu benar-benar mengukur kemampuan untuk mencapai prestasi
di sekolah atau madrasah.
Tes sebagai alat pengumpulan data digunakan dengan tujuan untuk: (a) meramalkan
atau memperkirakan (prediktif) tentang taraf prestasi atau corak perilaku dikemudian hari,
(b) mengadakan seleksi untuk menerima atau menempatkan individu pada posisi tertentu,
(c) mengadakan klasifikasi untuk menentukan dalam kelompok mana seseorang sebaiknya
dimasukkan untuk mengikuti suatu program pendidikan tertentu, bekerja dalam jabatan
tertentu, atau dinekai program rehabilitas tertentu, (d) mengadakan evaluasi tentang
program-program studi, proses pembelajaran, dan lain sebagainya.
Tes yang digunakan dalam himpunan data ada beberapa macam:
a. Tes Hasil Belajar (Achievement Test)
Tes ini digunakan untuk mengukur apa yang telah dipelajari oleh siswa di berbagai
mata pelajaran. Tes hasil belajar ada beberapa macam antara lain tes kompetensi; yaitu tes
untuk mengukur taraf penguasaan dalam keterampilan-keterampilan dasar seperti
membaca, menulis, dan berhitung. Selain itu ada tes diagnostic, yaitu tes untuk mengukur
atau mencari sebab-sebab timbulnya kesulitan siswa dalam memperlajari mata pelajaran
tersebut.
b. Tes Kemampuan Khusus atau Tes Bakat Khusus (Test of Specific Ability)
Tes ini digunakan untuk mengukur taraf kemampuan seseorang untuk berhasil dalam
mata pelajaran tertentu, program pendidikan vokasional tertentu,atau bidang karier
tertentu. Tes ini lingkupnya lebih terbatas dari tes kemampuan intelektual.
c. Tes Minat (Test of Vocational)
Tes ini digunakan untuk mengukur kegiatan-kegiatan apa yang paling diminati siswa.
Selain itu, juga untuk membantu siswa dalam memilih jenis karier yang sesuai dengan
karakteristik kepribadiannya.
11
d. Tes Perkembangan Vokasional
Tes ini digunakan untuk mengukur taraf perkembangan seseorang (siswa) dalam hal
kesadaran akan memangku suatu pekerjaan atau jebatan tertentu, memikirkan hubungan
antara memangku suatu jabatan dengan ciri-ciri kepribadiannya serta tuntutan-tuntutan
sosial ekonomis, dan dalam menyusun serta mengimplementasikan rencana masa
depannya sendiri.
e. Tes Kepribadian
Tes ini digunakan dalam himpunan data untuk mengukur ciri-ciri kepribadian tertentu
pada siswa seperti karakter, tempramen, corak kehidupan emosional, kesehatan mental,
relasi sosial dengan orang lain dan bidang-bidang kehidupan yang menimbulkan
kesukaran dalam penyesuaian diri. Termasuk ke dalam tes ini adalah tes proyektif, yaitu
tes untuk mengukur sifat-sifat kepribadian seseorang melalui reaksi-reaksinya terhadap
suatu kisah, gambaran atau suatu kata.
Kedua, teknik nontes. Yang termasuk alat-alat nontes dalam himpunan data adalah:
1). Angket Tertulis
Angket memuat sejumlah item pertanyaan yang harus dijawab oleh responden (siswa).
Pengumpulan data melalui angket, komunikasi antara pembimbing dengan siswa
dilakukan secara tertulis sehingga siswa pun menjawab secara tertulis pula. Dengan
perkataan lain, data yang akan dikumpulkan dijabarkan dalam bentuk pertanyaan tertulis.
Angket ada yang bersifat langsung adalah apabila angket yang diberikan kepada siswa
untuk meminta keterangan tentang dirinya sendiri dan angket tidak langsung adalah
apabila angket diberikan kepada siswa untuk meminta keterangan tentang data lain.
Termasuk juga angket tidak langsung apabila angket diberikan kepada orang tua siswa
untuk meminta keterangan tentang anaknya.
2). Wawancara
Apabila dalam angket komunikasi antara pembimbing dengan siswa dilakukan secara
tertulis, maka dalam wawancara komunikasi dilakukan secara lisan. Sebagaimana halnya
angket, wawancara juga ada yang bersifat langsung dan tidak langsung. Wawancara yang
bersifat langsung adalah apabila wawancara dilakukan dengan siswa untuk memperoleh
keterangan tentang siswa yang bersangkutan. Wawancara yang bersifat tidak langsung
adalah apabila wawancara dilakukan dengan orang lain, misalnya orang tua siswa untuk
memperoleh keterangan tentang anaknya (siswa)..
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan wawancara untuk
mengumpulkan data siswa adalah: (1) pembimbing hendaknya dapat menciptakan situasi
12
yang bebas, terbuka dan menyenangkan, sehingga siswa dapat secara bebas dan terbuka
memberikan jawaban, (2) pertanyaan-pertanyaan yang diajukan hendaknya disusun secara
sistematis sehingga mudah dipahami oleh siswa, (3) jawaban atau keterangan yang telah
diberikan oleh siswa segera dicatat.
3). Observasi
Observasi dapat dilakukan secara partisipasi, yaitu observer ikut terlibat dalam aktivitas
siswa yang sedang diamati. Observasi terlibat bisa memperoleh data yang lebih akurat,
karena siswa tidak merasa sedang diamati. Observasi nonpartisipasi adalah observer tidak
mengambil bagian atau tidak ikut terlibat dalam aktivitas siswa yang diamati. Untuk
melakukan observasi (pengamatan) observer bisa menggunakan alat bantu seperti tustel,
kamera tangan dan daftar check list, catatan ankedot dan skala penilaian.
Beberapa keuntungan observasi sebagai teknik pengumpulan data untuk pelayanan
bimbingan dan konseling adalah: (1) merupakan teknik langsung dapat digunakan untuk
memperoleh data berbagai aspek tingkah laku siswa, (2) lebih meringankan siswa
dibanding apabila mereka mengisi angket dan menjawab pertanyaan wawancara, (3)
memungkinkan dilakukan pencatatan yang serempak dengan terjadinya peristiwa yang
penting, (4) dapat digunakan sebagai cross check terhadap data hasil lengket dan
wawancara, (5) observer tidak memerlukan bahwa verbal untuk memperoleh data, (6)
dapat diperoleh data atau kejadian yang sebenarnya dan langsung.
4). Otobiografi
Otobiografi merupakan karangan yang ditulis oleh siswa sendiri tentang riwayat
hidupnya. Dengan perkataan lain otobiografi adalah riwayat hidup atau catatan-catatan
harian yang dibuat sendiri oleh siswa. Teknik ini dilakukan dengan menyuruh siswa
membuat catatan berbagai kejadian tentan dirinya baik yang menyenangkan maupun yang
tidak menyenangkan, yang sudah dialami maupun yang sedang terjadi, dan masih yang
merupakan cita-cita. Cara yang sederhana untuk menerapkan teknik ini adalah menyuruh
siswa membuat karangan dengan judul-judul tertentu seperi: (1) masa kecilku, (2) keadaan
keluargaku, (3)pengalaman masa kecilku, (4) bersama orang-orang yang kusayangi, (5)
hari-hari kelam dalam hidupku, (6) cita-citaku di masa depan, (7) guruku yang kusayangi,
(8) guruku yang kusayangi, dan topic-topik lain.
5). Anekdot (anecdotal record)
Catatan anekdot merupakan laporan singkat tentang berbagai kejadian atau perilaku
tentang siswa dan memuat deskripsi objektif tentang perilaku siswa pada saat tertentu.
Peristiwa atau kejadian seperti tawuran antara siswa, pencurian, bolos sekolah, dan
13
sebagainya dapat merupakan data bagi siswa yang bersangkutan dan sangat diperlukan
untuk memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada mereka. Peristiwa-peristiwa
seperti di atas, sering terjadi secara insidentil tanpa dapat diramalkan terlebih dahulu.
Catatan anekdot ada dua bentuk, yaitu catatan anekdot insidentil dan catatan anekdot
periodic. Catatan anekdot yan baik harus memuat unsur-unsur (1) nama siswa, (2) tanggal
observasi, (3) tempat observasi, (40 situasi di mana peristiwa atau kejadian observasi, (5)
kelas siswa, (6) deskripsi singkat tentang tindakan-tindakan yang diamati beserta reaksi
orang lain terhadap perbuatan siswa, (7) apabila diberikan suatu interpretasi, komentar
atau rekomendasi ditulis kolom tersendiri yang terpisah dari kolom untukmembuat
deskripsi, (8) nama pengamat (Winkel,1991).
6). Skala Penilaian
Skala penilaian merupakan sebuah daftar yang menyajikan sejumlah sifat atau sikap
yang dijabarkan dalam bentuk skala. Teknik sangat tepat apabila digunakan untuk
mengobservasi situasi tertentu secara kualitatif. Dalam skala penilaian aspek-aspek yang
diobservasi dijabarkan dalam bentuk alternative yang masing-masing memiliki nilai
berlainan. Skala penilaian dapat dibuat secara deskriptif dan secara numeric. Skala
penilaian deskriptif apabila aspek yang di observasi dijabarkan dalam bentuk alternative
dalam pilihan kualitatif seperti sangat sering, sering, kadang-kadang, jarang, tidak pernah.
Atau sangat senang, senang, kurang senang, tidak senang, sangat tidak senang. Skala
penilaian numeris adalah apabila aspek-aspek yang diobservasi dijabarkan dalam bentuk
alternative-alternatif kuantitatif misalnya untuk alternative sangat sering diberi nilai 4,
sering diberi skor 3, kadang-kadang diberi skor 2, jarang diberi skor 1, tidak pernah diberi
skor 0.
7). Sosiometri
Sosiometri merupakan alat (Instrumen) untuk mengumpulkan data tentang hubungan
sosial dan tingkah laku sosial siswa.Melalui teknik ini pembimbing (konselor) dapat
memperoleh data tentang susunan hubungan antar siswa, struktur hubungan siswa, dan
arah hubungan sosial.Deskripsi suasana hubungan sosial yang diperoleh melalui
sosiometri disebut sosiogram.Selain itu, pembimbing juga dapat membuat data sosiometris
untuk setiap siswa.Dari data sosiometris selanjutnya pembimbing dapat mengetahui
frekuensi pemilihan, yaitu banyaknya siswa yang dipilih, keakraban pergaulan antarsiswa,
status pilihan atau penolakan, dan popularitas dalam pergaulan.
Pelaksanaan sosiometri menempuh langkah – langkah sebagai berikut. (1) para siswa
diminta untuk memilih satu, dan atau lebih teman yang paling disenangi dalam kerja sama
14
untuk suatu kegiatan. Jenis kegiatan hendaknya dijelaskan terlebih dahulu oleh
pembimbing.Teman yang dipilih ditulis dalam lembaran isian sosiometri. (2) setelah siswa
menulis dakam lembaran isian, selanjutnya dikumpulkan untuk ditabulasi dalam matrik
sosiometris. (3) berdasarkan matrik sosiometris, pembimbinh melakukan analisis.
8). Kunjungan Rumah
Kunjungan rumah dapat dijadikan sebagai salah satu teknik pengumpulan data
siswa.Cara ini dilakukan dengan mengunjungi tempat tinggal siswa.Kunjungan rumah
dilakukan untuk mengenal secara lebih dekat lingkungan keluarga siswa. Secara
psikologis dan sosial, kunjungan rumah akan menimbulkan keakraban dan saling
pengertian antara pihak sekolah dan madrasah secara umum dan pembimbing secara
khusus dengan orang tua siswa. Dalam perspektif islam,kunjungan rumah merupakan
wujud silaturahmi antara sekolah dan madrasah dengan orang tua siswa, sehingga selain
akan terwujud saling pengertian, juga akan terwujud kerja sama yang baik antara sekolah
dan madrasah dengan orang tua siswa. Selain itu, kunjungan rumah juga untuk
memperoleh informasi terutama untuk informasi yang belum diperoleh secara jelas
melalui angket dan wawancara.
Kunjungan rumah bisa juga menjadi salah satu alternatif penting dalam layanan
bimbingan dan konseling baik di sekolah maupun di madrasah, mengingat sering terjadi
mis-komunikasi antara pihak sekolah secara umum dan guru atau pembimbing secara
khusus.Klimaksnya adalah antara para orang tua siswa memprotes dan menuntut sekolah
dan madrasah atas kebijakan yang diterapkan kepada siswa. Apabila pembimbing akan
mengadakan kunjungan rumah, hendaknya memperhatikan hal – hal sebagai berikut:
pertama, mengadakan persiapan menyangkut informasi – informasi apa yang akan
diperoleh melalui kunjungan rumah. Kedua, hindarkan kesan seolah –olah diadakan
pemeriksaan (inspeksi).Pembimbing harus menunjukan sikap ramah dan rendah hati
sehingga orang tua mau berbicara terbuka. Ketiga, pastikan bahwa kedatangan
pembimbing akan diterima secara baik oleh orag tua siswa. Kepastian itu bisa
dipertanyakan kepada siswa yang rumahnya akan dikunjungi. Apabila tidak ada kepastian
tentang penerimaan oleh orang tua, sebaiknya kunjungan rumah di batalkan. Keempat,
kumpulkan informasi yang mencakup : (1) letak dan keadaan dalam rumah seperti
keadaan fisik rumah, ukuran rumah, perlengkapan di dalam rumah, sumber penerangan
dan sebaginya, (2) fasilitas belajar yang tersedia bagi siswa, (3) kebiasaan belajar siswa
seperti waktu belajar, inisiatif belajar, belajar bersama teman atua sendirian, (4) suasana
keluarga seperti corak hubungan antara orang tua dengan anak, siakap orang tua terhadap
15
sekolah dan madrasah, sikap orang tua terhadap anak, keadaan ekonomi dan lain
sebagainya. Kelima, setelah kembali dan melakukan kunjungan rumah, pembimbing
menyusun laporan singkat tentang informasi yang diperoleh.
9). Kartu pribadi ( Comulative Recard)
Kartu pribadi merupakan suatu catatan yang disusun secara kronologis dan terus
bertambah secara luas karena penambahan data secara kontinu.Di dalam kartu pribadi,
termuat data penting tentang siswa.Dalam konteks bimbingan dan konseling, kartu pribadi
merupakan suatu catatan tentang masing – masing data yang signifikan bagi keperluan
bimbingan.
10). Studi kasus
Studi kasus dapat bermakna suatu teknik mempelajari seorang individu (siswa) secara
mendalam untuk membantunya memecahkan masalah atau memperoleh penyesuaian diri
secara lebih baik.
Studi kasus merupakan metode pengumpulan data yang bersifat integrasif dan
komprehensif.Bersifat intregatifkarena menggunakan beberapa teknik pendekatan, dan
bersifat komprehensif karena data yang dikumpulkan meliputi seluruh aspek pribadi
indivisu (siswa) secara lengkap.Data yang diperoleh melalui studi kasus dapat bermanfaat
untuk menetapkan jenis kesulitan atau masalah yang dialami individu dan juga
menetapkan jenis bantuan atau bimbingan yang dapat diberikan.
Studi kasus sangat diperlukan untuk memperoleh pemahaman diri siswa yang dijadikan
sebagai kasus.Siswa yang memerlukan studi kasus adalah siswa yang menunjukan gejala
mengalami kesulitan atau masalah serius sehingga memerlukan bantuan yang serius pula.
Beberapa masalah yang bisa dikumpulkan melalui studi kasus adalah pertama, identitas
diri seperti nama, jenis kelamin, tanggal lahir, alamat, nomor pokok siswa, dan lain – lain.
Kedua, latar belakang keluarga, seperti : jumlah anggota keluarga, pekerjaan orang tua,
situasi rumah, bantuan orang tua dan sebagainya. Ketiga, keadaan kesehatan dan
pengembangan jasmani, seperti sakit yang pernah diderita siswa, ciri – ciri jasmani, dan
lain sebagainya. Keempat, latar belakang pendidikan seperti : pengalaman pendidikan,
hasil belajar, minat belajar, kegagalan dalam pendidikan, dan lain sebagainya. Kelima,
kemampuan dasar seperti : kecerdasan , bakat, minat, sikap, dan lain sebagainya. Keenam,
tingkah laku sosial seperti : latar belakang pergaulan, sikapnya terhadap orang lain,
peranan dalam kelompok sosial, dan lain sebagainya.

16
5. Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan himpunan data meliputi tahap – tahap sebagai berikut : perencanaan,
pelaksanaan,evaluasi, analisis hasil evaluasi, tindak lanjut, dan laporan.
Pertama, perencanaan yang mencakup kegiatan: (a) menetapkan jenis dan klasifikasi
data dan sumber – sumbernya, (b) menetapkan bentuk himpunan data, (c) menetapkan dan
menata fasilitas untuk penyelenggaraan himpunan data, (d) menetapkan mekanisme
pengisian, pemeliharaan, dan penggunaan himpunan data, dan (e) menyiapkan
kelengkapan administrasi.
Kedua, pelaksanaan yang mencakup kegiatan: (a) mengumpulkan data dan
memasukkannya ke dalam himpunan data sesuai dengan klasifikasi dan sistem etika yang
ditetapkan, (b) memanfaatkan data untuk berbagai jenis layanan konseling. (c) memelihara
dan mengembangkan himpunan data.
Ketiga, evaluasi yang mencakup kegiatan: (a) mengkaji atau menelaah estiensi
sistematika dan penggunaan fasilitas yang digunakan, (b) memeriksa kelengkapan,
keakuratan, keaktualan, dan kemanfaatan data dalam himpunan data.
Keempat, analisis hasil evaluasi.Pada tahap ini yang dilakukan adalah melakukan
analisis terhadap hasil evaluasi berkenaan kelengkpan, keakuratan, keaktualan,
kemanfaatan data serta efiensiensi penyelenggarannya.
Kelima, tindak lanjut, yang dilakukan pada tahap ini adalah mengembangkan
himpunan data lebih lanjut sesuai dengan hasil analisis yang mencakup: (a) bentuk,
klasifikasi dan sistematika data, (b) kelengkapan, keakuratan, dan keaktualan data, (c)
kemanfaatan data, (d) penggunaan teknologi, dan (e) teknik penyelenggaraan.
Keenam, laporan. Yang dilakukan pada tahap ini adalah: (a) menyusun laporan
kegiatan himpunan data, (b) menyampaikan laporan kepada pihak terkait, (c)
mendokumentasikan laporan.

II.3 Konferensi Kasus


1. Makna
Kasus bisa bermakna kondisi yang mengandung permasalahan tertentu. Dikatakan
kasus karena kondisi – kondisi yang mengandung masalah tertentu, hanya terjadi pada
individu atau sekelompok individu lain. Misalnya, kasus Joni yang terlibat dalam
penyalahgunaan obat – obatan terlarang. Permaslahan tersebut hanya terjadi pada Joni dan
tidak terjadi pada siswa lain. Permasalahan yang bersifat kasusu yang seperti yang dialami

17
Joni, pemecahannya tidak segera dapat dilaksankan, tetapi perlu terlebih dahulu diurai,
dikaji secara mendalam, berbagai sumber perlu diakses dan dibina komitmennya untuk
bersama – sama mengerahkan upaya bagi pemecahan masalah yang dialami Joni.
Konferensi kasus merupakan forum terbatas yang dilakukan oleh pembimbing atau
konselor guna membahas suatu permasalahan dan arah pemecahannta.Konferensi kasus
direncanakan dan dipimpin oleh pembimbing atau konselor, dihadiri oleh pihak – pihak
tertentu yang terkait dengan kasus dan upaya pemecahannya. Pihak – pihak yang terkait
diharapkan memiliki komitmen yang tinggi untuk teratasinya kasus secara bai dan tuntas.
Sesuai dengan sifatnya yang kasus, pertemuan konferensi kasus bukan pertemuan
formal, dalam arti berdasarkan surat keputusan tertentu. Penyelenggaraan kasus tidak
terikat pada jumlah peserta tertentu, waktu dan jadwal pertemuan tertentu, serta keharusan
membuat surat keputusan tertentu . konferensi kasus merupakan pertemuan terbuka dalam
arti terbuka untuk kasus yang dibahas, terbuka dari segi pihak – pihak yang diundang,
terbuka dalam waktu penyelenggaraan, terbuka dalam dinamika kegiatan, dan terbuka
dalam hasil – hasilnya, namun tetap menjunjung tinggi norma – norma dan kaidah –
kaidah, prinsip – prinsip, dan asas – asas pelayanan bimbingan dan konseling.
2. Tujuan
Secara umum konferensi kasus bertujuan untuk mengumpulkan secara lebih luas dan
akurat serta menggalang komitmen pihak – pihak yang terkait dengan kasus (masalah
tertentu) dalam rangka pemecahan masalah.Secara khusus tujuan konferensi kasus
berkenaan dengan fungsi – fungsi tertentu layanan bimbingan dan konseling. Berkenaan
dengan fungsi pemahaman, maka akan semakin dipahami secara mendalam permasalahan
itu oleh konselor dan pihak – pihak lain yang hadir dalam konferensi kasus. Selanjutnya,
pemahaman tersebut digunakan untuk menangani permasalahan baik dalam hal – hal yang
lebih merugikan (fungsi pencegahan) maupun pengentasan masalah yang dialami oleh
klien (siswa) (fungsi pengentasan: Prayitno, 2004).
Selain itu, tujuan konferensi kasus adalah pengembangan dan pemeliharaan potensi –
potensi individu (siswa) atau pihak – pihak yang terkait dengan permasalahan yang
dibahas dalam konferensi kasusu (fungsi pengembangan dan pemeliharaan). Dengan
tercegah dan terentaskannya permasalahan serta berkembang dan terpeliharanya berbagai
potensi, berarti hak – hak klien (siswa) dapat terjaga dan terpelihara aktualitasnya (fungsi
advokasi) (Prayitno,2004).

18
3. Komponen
Ada tiga komponen utama dalam konferensi kasus, yaitu kasus itu sendiri, peserta,
dan pembimbing atau konselor. Pertama, kasus – kasus yang dibahas dlam konferemsi
kasus dapat mencakup:
a. Masalah klien yang sedang ditangani pleh konselor.
b. Masalah yang dialami seseorang atau beberapa orang yang belum ditangani oleh
konselor.
c. Kondisi lingkungan yang terindikasi atau berpotensi bermasalah.
d. Laporan terjadinya masalah tertentu.
e. Isu yang patut ditanggapi dan memperoleh penangan yang memadai.

Kedua, para peserta dalam konferensi kasus pada dasarnya adalah semua pihak yang
terkait dengan kasus atau permasalahan yang dibahas. Secara lebih rinci, pihak – pihak yang
terkait dengan permasalahan (peserta konferensi kasus) adalah:
a. Individu atau lebih yang secara langsung mengalami masalah.
b. Individu atau lebih yang terindikasi mengalami masalah.
c. Orang – orang yang berperan penting berkenaan dengan masalah yang dibahas.
d. Orang – orang yang dapat memberikan sumbangan bagi pencapaian tujuan konferensi
kasus.
e. Ahli berkenaan dengan masalah yang dibahas.
Ketiga, konselor (pembimbing) merupakan penyelenggaraan konferensi kasus mulai
perencanaan, pelaksanaan, penggunaan hasil, hingga pelaporan secara menyeluruh.
4. Teknik
Implementasi konferensi kasus dapat menerapkan beberapa teknik sebagai berikut:
pertama, kelompok nonformal. Konferensi kasus menggunakan teknik ini bersifat tidak
resmi, artinya tidak menggunakan cara – cara tertentu yang bersifat instruksional, atau tidak
ada instruksi dan perintah dari siapa pun.
Kedua, pendekatan normatif. Penerapan teknik ini harus memperhatikan hal – hal
sebagai berikut :
a. Penyebutan nama seseorang harus disertai penerapan asas kerahasiaan (apabila
memungkinkan penyebutan nama dihindari).
b. Pengungkapan sesuatu dan pembahasannya harus didasarkan pada tujuan positif yang
menguntungkan semua pihak yang terkait. Apa pun yang dibahas tidak merugikan
pihak – pihak tertentu.
19
c. Pembicaraan dalam suasana bebas dan terbuka, objektif tanpa pamrih, dan tidak
didasarkan atas kriteria kalah menang.
d. Diminta kelompok diwarnai semangat memberi dan menerima..
e. Bahasa dan cara – cara yang digunakan diwarnai oleh asas kenormatifan.

Ketiga, pembicaraan terfokus. Semua peserta konferensi kasus bebas mengembangkan


apa yang diketahui, dipikirkan, dirasakan, dialami, dan dibayangkan akan terjadi berkaitan
dengan kasus yang dibicarakkan namunjangan sampai pembicaraan meluas di luar
konteks, mengada – ada, apalagi sampai menyentuh daerah yang menyinggung pribadi –
pribadi tertentu. Untuk itu, konselor harus mampu membangun suasana nyaman bagi
seluruh peserta dalam mengikuti pembicaraan, mendorong para peserta untuk berperan
optimal dalam pembahasan kasus, mengambil inti pembicaraan dan menyimpulkan
seluruh isi pembicaraan.
5. Pelaksanaan kegiatan
Konferensi kasus dapat dilaksanakan di mana saja, di tempat konselor bertugas dan
mempraktikkan pelayanan professional, di sekolahan dan madrasah yang menyangkut
siswa atau personisl sekolah dan madrasah dan di tempat – tempat lainnya.Atau dibuat
kesepakatan antara konselor dan peserta serta pihak yang bertanggung jawab atas tempat
tertentu.Prinsipnya, tempat berlangsungnya konferensi kasus hatus nyaman dan kondusif,
mendukung pelaksanaan konferensi kasus sesuai tuntutan asas – asas konseling.
Pelaksanaan konferensi kasus menempuh tahap – tahap sebagai berikut:
a. Perencanaan. Pada tahap ini yang dilakukan adalah menetapkan kasus yang akan
dibawa ke konferensi, meyakinkan klien (siswa) tentang pentingnya konferensi
kasus, menetapkan peserta konferensi kasus,menetapkan waktu atau tempat
konferensi kasus, menyiapkan kelengkapan bahan atau materi untuk pembahasan
dalam konferensi kasus, menyiapkan fasilitas penyelenggaraan konferensi kasus, dan
menyiapkan kelengkapan administrasi.
b. Pelaksanaan. Pada tahap ini di lakukan mengomunikasikan rencana konferensi kasus
kepada peserta, menyelenggarakan konferensi kasus yaitu membuka pertemuan,
menyelenggarakan penstrukturan dengan asas kerahasiaan sebagai pokok kasus,
meminta komitmen peserta uuntuk penanganan kasus, membahas kasus, menegaskan
peran masing – masing peserta dalam penangan kasus.

20
II.4 KUNJUNGAN RUMAH
1. Makna
Kunjungan rumah merupakan kegiatan untuk memperoleh data, keterangan,
kemudahan, dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta didik melalui
kunjungan rumah klien. Kerja sama dengan orang tua sangat diperlukan, dengan tujuan
untuk memperoleh keterangan dan membangun komitmen dari pihak orang tua/keluarga
untuk mengentaskan permasalahan klien. Kegiatan kunjungan rumah memiliki fungsi
pemahaman dan pengentasan.
Dalam hal ini Kasus Diidentifikasi terlebih dahulu dan dianalisis perlu tidak
diadakannya Kunjungan Rumah sebagai tindak lanjut dari penanganan kasus tersebut. KR
menjangkau lapangan permasalahan klien yang menjangkau kehidupan keluarga dan
terlaksanakan yaitu menghubungi pihak-pihak terkait dengan keluarga. Materi yang perlu
diperhatikan dihadapan orang tua tidak boleh melanggar asas kerahasiaan klien, dan
intinya semata-mata untuk memperdalam masalah klien, serta tidak merugikan klien.
Peran klien sendiri sangat penting dalam kegiatan ini, yaitu klien menyetujui Kunjungan
Rumah yang akan dilakukan konselor dan mempertimbangkan perlu tidaknya ia terlibat
saat kunjungan rumah.
2. Tujuan
Secara umum kunjungan rumah bertujuan untuk memperoleh datayang lebih lengkap
dan akurat tentang siswa berkenaan dengan masalah yang dihadapinya.selain itu,juga
bertujuan untuk menggalang komitmen antara orang tua dan anggota keluarga lainnya
dengan pihak sekolah atau madrasah, khususnya berkenaan dengan pemecahan masalah
klien. Menurut Winkel (1991), kunjungan bertujuan untuk mengenal lebih dekat
lingkungan hidup siswa sehari hari.
Secara khusus tujuan kunjungan rumah berkenaan dengan fungsi fungsi
bimbingan.Misalnya dengan katanya denganfungsi pemahaman, kunjungan rumah
bertujuan untuk lebih memahami kondisi siswa, kondisi rumah dan keluarga. Dengan
memahami siswa secara lebih luas dan komitmen orang tua serta anggota keluarga
lainnya, maka pelayanan bimbingan dan konseling akan dapatterwujut secara efektif dan
efisien. Dan pada gilirannya dapat mengentaskan siswa dari kondisi bermasalah kepada
kondisi yang lebih baik.
Kunjungan rumah dilakukan dalam rangka mengumpulkan data atau melengkapi data
siswa yang tekait dengan keluarga. Dengan data yang lengkap dan terbinaanya komitmen
orang tua, maka upaya pencegahan masalah terutama yang disebabkan oleh faktor-faktor
21
keluarga, lebih memungkinkan untuk data dilaksanakan. Berkaitan dengan fungsi
pencegahan, kunjungan rumah bertujuan untuk mencegah timbulnya atau memecahkan
masalah siswa terutama yang disebabkan oleh faktor – faktor keluarga. Melalui kunjungan
rumah, akan terbina kerja sama yang baik antara konselor dengan orang tua siswa,
sehingga akan terwujud situasi yang kondusif bagi pengembangan dan pemeliharaan
potensi siswa. Dalam kaitannya, fungsi pengembangan dan pemeliharaan, kunjungan
rumah bertujuan untuk mewujudkan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan dan
pemeliharaan potensi siswa. Apabila tujuan – tujuan berkaitan dengan fungsi advokasi,
melalui kunjungan akan lebih memungkinkan tegaknya hak – hak siswa.
3. Komponen
Pertama, kasus kunjungan rumah difokuskan pada penanganan.Kasus yang dialami oleh
klien yang terkait dengan faktor – faktor keluarga.Kasus siwa terlebih dahulu dianalisis,
dipahami, disikapi, dan diberikan (dilaksanakan) perlakuan dawal tertentu, dan selanjutnya
diberikan pelayanan bimbingan dan konseling yang memadai.Perlakuan awal terhadap
kasus terlakukan melalui kunjungan rumah.Hasil kunjungan rumah digunakan dalam
pelayanan bimbingan dan konseling.Kunjungan rumah juga dapat merupakan bagian
langsung atau tindak lanjut pelayanan bimbingan dan konseling terdahulu terhadap kasus
yang dimaksud.
Kedua, keluarga yang menjad focus kunjungan rumah meliputi kondisi – kondisi
yang menyangkut:
a. Orang tua atau wali siswa.
b. Anggota keluarga yang lain.
c. Orang – orang yang tinggal dalam lingkungan keluarga yang bersangkutan.
d. Kondisi fisik rumah, isinya dan lingkungannya.
e. Kondisi ekonomi dan hubungan sosio-emosional yang terjadi dalam keluarga.
Semua kondisi di atas, dianalisis dan dicermati dalam kaitannya dengan diri dan kasus
siswa.Keterkaitan kondisi tersebut ditindaklanjuti dengan komitmen seluruh keluarga untuk
kepentingan siswa.
Ketiga, konselor bertindak sebagai perencana, pelaksanaan dan sekaligus pengguna
hasil – hasil kunjungan rumah.Seluruh kegiatan kunjungan rumah dikaitkan langsung dengan
pelayanan dimbingan dan konseling dan kegiatan pendukung layanan bimbingan dan
konseling lainnnya.

22
4. Teknik
Pertama, format kunjungan rumah dapat dilakukan mengikuti format lapangan dan
politik.Melalui kunjungan rumah, konselor memasuki lapangan permasalahn klien yang
menjangkau kehidupan keluarga klien (siswa).Dengan jangkauan lebih kuas, diharapkan
penanganan masalah klien dapat dilakukan secara lebih komprehensif dan intensif. Strategi
politik pun dapat dilakukan, yaitu mengubungi pihak – pihak lain yang terkait dalam
keluarga. Peran positif pihak – pihak lain yang terkait dibangkitkan untuk penuntasan
pengentasan permasalahan klie serta optimalisasi pengembangan potensi – potensinya.
Kedua, materi. Dalam merencanakan kunjungan rumah, konselor mempersiapkan
berbagai informasi umum dan data tentang klien yang layak diketahui oleh orangtua dan
anggota keluarga lainnya dengan catatan: (a) tidak melanggar asas kerahasiaan klien, (b)
semata – mata untuk pendalaman masalah dan penuntasan penangananya. Selain itu, tidak
merugikan klien dalam kaitannya dengan kedudukan dan hubungan kekeluargaan dalam
keluarga yang bersangkutan, hubungan sosio emosional pemberian kesempatan dan fasilitas
serta keterkaitan kerja.Materi yang dibicarakan meliputi kondisi – kondisi orang tua, dan
anggota keluarga lainnya, orang – orang yan tinggal dalam lingkungan keluarga yan
dimaksudkan, kondisi fisik rumah isinya dan lingkungannya, kondisi ekonomi dan hubungan
sosio emosional yang terjadi dalam keluarga.
Ketiga, peran klien.Keikutsertaan klien dalam kegiatan kunjungan rumah, diwujudkan
melalui persetujuannya terhadap penyelenggaraan kunjungan rumah. Konselor perlu
mempertimbangkan secara matang apakah siswa akan dilibatkan atau tidak dalam
pembicaraan antara konselor dengan anggota keluarga yang dikunjungi. Keterbukaan,
objektivitas, kenyamanan, suasana, kelancaran kegiatan, serta dampak positif bagi siswa dan
keluarganya menjadi pertimbangan dan kriteria keterlibatan siswa.
Keempat, beberapa kegiatan yang dilakukaan oleh konselor dalam melakukan
kunjungan rumah adalah melakukan pembicaraan dengan anggota keluarga kunci dan
anggota keluarga lainnya sesuai dengan permasalahan siswa. Selain itu juga melakukan
pengamatan terhadap berbagai objek dalam keluarga yang dikunjungi dan lingkungan
sekitarnya tentunya atas izin pemilik rumah.Konselor tidak diperbolehkan memeriksa
berbagai dokumen yang dimiliki keluarga, kecuali keluarga yang bersangkutan
menghendakinya.
Kelima, undangan terhadap keluarga.Kunjungan rumah dapat diganti dengan
undangan.Orang tua dan atau anggota keluarga lainnya diundnag misalnya ke sekolah atau
tempat lainnya sesuai dengan permasalahan siswa. Konteksnya bukan panggilan melainkan
23
sebagai pelayanan bimbingan dan konseling, maka harus dilakukan atas izin klien, dan
dipersiapkan data dan materi yang akan dibicarakan serta ditentukan peran siswa.Undangan
tidak boleh disampaikan oleh konselor dengan tujuan yang isinya merugikan siswa. Misalnya
di sekolah atau madrasah orang tua diundang (tetapi justru dipanggil) untuk diberitahu atau
hanya untuk menandatangani perjanjian bahwa naaknya di skors, tidak naik kelas, dan lain
sebagainya. Kegiatan seperti ini tidak termasuk pelayanan bimbingan dan konseling terutama
dalam konteks kunjunngan rumah.
Keenam, waktu dan tempat. Kapan maupun berapa lama kunjungan rumah dilakukan
tergantung kepada perkembangan proses pelayanan terhadap siswa. Kunjungan rumah dapat
dilakukan pada awal atau sebelum pelayanan, ketika proses pelayanan sedang berlangsung.
Lamanya pembimbing berkunjung kerumah keluarga juga tergantung materi yang
dibicarakan dan kegiatan yang dilakukan di dalam keluarga yang bersangkutan, mungkin bisa
satu atau dua jam. Apabila kunjungan rumah diganti dengan undangan keluarga, maka tempat
pertemuannya bisa dilakukakn di tempat pembimbing belekrja, disekolah dan madrasah atau
di tempat lain didasarkan atas kesepakatan dan kesempatan berbagai belah pihak terkait.
Ketujuh, evaluasi.Untuk mengetahui hasi dari kunjungan rumah, harus dilakukan
evaluasi. Evaluasi terhadap pelaksanaan kunjungan rumah dalam konteks pelayanan
dimbingan dan konseling dapat mencakup proses dan hasil – hasilnya (sejak dari perencanaan
hingga akhir kegiatan). Evaluasi terhadap unsur – unsur proses dilakukan secara
berkelanjutan selama proses kunjungan rumah berlangsung. Penilaian terhadap hasil
kunjungan rumah dapat diarahkan pada kelengkapan dan akurasi data yang diperoleh serta
manfaat data tersebut dalam pelayanan terhadap siswa.Jika data yang diperoleh dinilai kurang
atau belum akurat, kunjungan rumah dapat dilakukan kembali.Komitmen seluaruh anggota
keluarga juga perlu mendapat perhatian secara seksama untuk pemecahan masalah siswa.
5. Pelaksanaan Kegiatan
Pertama perencanaan. Hal – hal yang dilakukan:
a. Menetapkan kasus dan siswa yang memerlukan kunjungan rumah.
b. Meyakinkan siswa tentang pentingnya kunjungan rumah.
c. Menyiapan data pokok yang perlu dikomunikasikan dengan keluarga.
d. Menetapkan materi kunjungan rumah yang perlu diungkap dan peranan masing –
masing anggota keluarga yang akan ditemui.
e. Menyiapkan kelengkapan administrasi.

24
Kedua, pelaksanaan. Pada tahap ini yang diakukan adalah:
a. Mengkomunikasikan rencana kegiatan kunjungan rumah kepada berbagai pihak
terkait.
b. Melakukaan kunjungan rumah dengan melakukan kegiatan – kegiatan yaitu bertemu
orang tua siswa atau anggota keluarga lainnya, membahas permasalahan siswa,
melengkapi data, mengembangkan komitmen orang tua anggota keluarga lainnya,
menyelenggarakan konseling keluarga apabila memungkinkan, merekam dan
menyimpulkan hasil kegiatan.
Ketiga, evaluasi. Yang dilakukan pada tahap ini adalah:
a. Mengevaluasi proses pelaksanaan kunjungan rumah.
b. Mengevaluasi kelengkapan dan keakuratan hasil kunjungan rumah serta komitmen
orang tua.
c. Mengevaluasi penggunaan data hasilkunjungan rumah untuk mengentaskan masalah
siswa.
Keempat, melakukan analisis terhadap efektivitas penggunaan hasil kunjungan rumah
terhadap pemecahan kasus siswa.
Kelima, mempertimbangkan apakah perlu dilakukan kunjungan rumah lanjutan,
mempertimbangkan tindak lanjut layanan dengan menggunakan data hasil kunjungan
rumah yang lebih lengkap dan akurat.
Keenam, menyususn laporan kegiatan junjungan rumah, menyampaikan laporan
kunjungan rumah kepada berbagai pihak yang terkait, dan mendokumentasikan laporan
kunjungan rumah.

II.5 Tampilan Kepustakaan


Tampilan Kepustakaan, yaitu kegiatan menyediakan berbagai bahan pustaka yang
dapat digunakan peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan sosial, kegiatan
belajar, dan karir/jabatan. Berbagai macam bahan-bahan pustaka seperti buku-buku teks,
literature, referensi, jurnal, majalah ilmiah, majalah umum, koran maupun koleksi laporan
tugas akhir mahasiswa. laporan penelitian dosen, maupun laporan kerja praktek mahasiswa.
Koleksi pustaka dapat dipinjam atau hanya boleh di baca di tempat. Dilengkapi ruang baca
yang cukup representatif, sehingga diharapkan dapat menambah kenyamanan pengunjung
atau anggota perpustakaan.

25
Berbagai uraian, penjelasan, cerita, ide, contoh, dan bermacam informasi sebagai hasil
budaya manusia tersimpan dalam tampilan kepustakaan. Disana dapat dijumpai buku,
majalah, koran, tabloid, film,dan berbagai bentuk rekaman lainnya. Bahan-bahan tampilan
kepustakaan itu dapat diakses oleh siapapun juga yang memerlukannya melalui prosedur
tertentu. Kegiatan pendukung tampilan kepustakaan (TKp) membantu klien dalam
memperkaya dan memperkuat diri berkenaan dengan permasalahan yang dialami dan dibahas
bersama konselor pada khusunya, dan dalam pengembangan diri pada umumnya.
Pemanfaatan tampilan kepustakaan dapat diarahkan oleh konselor dalam rangka pelaksanaan
pelayanan, dan atau klien secara mandiri bahan-bahan yang ada di sana sesuai dengan
keperluan.tujuan umum digunakannya tampilan kepustakaan dalam rangka pelayanan
konseling ialah:
1. Melengkapi substansi pelayanan konseling berupa bahan-bahan dan atau rekaman
lainnya yang ada dalam tampilan kepustakaan.
2. Mendorong klien memanfaatkan bahan-bahan yang ada dalam tampilan kepustakaan
untuk memperkuat pengentasan masalah dan pengembangan diri pihak-pihak yang
bersangkutan.
3. Mendorong klien untuk dapat memanfaatkan pelayanan konseling secara lebih langsung
dan berdaya guna.
Pendekatan dan Teknik
Kegiatan TKp pada dasarnya dilaksanakan sendiri oleh individu atau klien yang
bersangkutan. Jika diperlukan, Konselor dapat memberikan arahan awal tentang materi
yang perlu dibaca atau dipelajari, prosedur atau cara mengakses, serta petunjuk teknis
lainnya berkenaan dengan pemanfaatan bahan-bahan kepustakaan.Dalam pelaksanaan
kegiatan TKp konselor perlu memperhatikan kelima format layanan konseling.
a) Format individual.
Pada dasarnya TKp dilaksanakan sendiri-sendiri oleh indivdu atau klien yang
bersangkutan.Dalam hal ini, motivasi pribadi dan kemampuan teknis mandiri dalam
pengaksesan materi kepustakaan seringkali perlu diberikan di awal pelaksanaan kegiatan.
b) Format Kelompok.
Kegiatan TKp dapat dilaksanakan terhadap sekelompok individu.Sekelompok siswa
misalnya diminta mempelajari bahan tertentu diperpustakaan; hasil kegiatan tersebut
selnjutnya didiskusikan di dalam kelompok.

26
c) Format Klasikal.
Kegiatan TKp dalam kelompok dapat diperlukan menjadi kegiatan klasikal.Semua siswa
dalam satu kelas diminta mempelajari bahan tertentu di perpustakaan; hasilnya
didiskusikan di dalam kelas.
d) Format Lapangan.
Kegiatan TKp dapat terselenggara dalam format lapangan, dalam arti individu yang
menjadi peserta mencari sendiri bahan-bahan kepustakaan di tempat yang berbeda. Bahan
kepustakaan yang dapat diakses pun dapat berada di tempat yang berbeda, dalam bentuk
yang berbeda dengan rincian muatan materi yang berbedabeda pula “Lapangan” yang
seperti itu memungkinkan peserta kegiatan TKp bergerak dengan bebas terhadap materi
yang bisa sangat bervariasi, baik dalam jenis materinya, muatan dan rincian substansinya,
kedalamannya, tahapan waktunya maupun dalam cara-cara pengksesannya.
e) Format Kolaboratif.
Format ini dilaksanakan oleh konselor dalam rangka pengadaan bahan-bahan kepustakaan,
agar menjadi ada dan semakin lengkap, serta kemudahan dalam prosedur dan cara-cara
pengaksesan bahan-bahan tersebut oleh siapapun juga, terutama klien dan peserta TKp
lainnya Konselor membicarakan berbagai hal tersebut kepada berbagai pihak, seperti
kepala sekolah atau kepala lembaga tempat Konselor bekerja, toko buku, penerbit, dan
sebagainya agar fasilitas untuk TKp semakin lengkap dan kaya.

II.6 Alih Tangan Kasus


1. Makna
Bagaimana pun konselor adalah manusia biasa yang selain memiliki kelebihan juga
memiliki kelemahan.Tidak semua masalah siswa berada dalam pengetahuan pembimbing
atau konselor untuk memecahkannya.Demikian juga tidak semua kasus siswa berada
dalam kewenangan konselor atau pembimbing untuk pemecahannya baik secara keilmuan
maupun profesi.
Untuk kasus tertentu yang penangannya merupakan kewenangna psikolog atau
psikiater, konselor tidak boleh memaksakan diri untuk memecahkannya. Konselor harus
menyerahkan atau mengalih tangankan tanggung jawab pemecahannya kepada psikolog
dan psikiater. Prinsip seperti inilah yang disebut dengan alih tangan kasus (layanan
referral).

27
2. Tujuan
Secara umum alih tangan kasus bertujuan memperoleh pelayanan yang optimal dan
pemecahan masalah klien secara lebih tuntas.Sedangkan secara khusus, alih tangan kasus
terkait dengan fungsi – fungsi bimbingan dan konselor.Apabila merujuk pada fungsi
pengentasan alih tangan kasus bertujuan untuk memperoleh pelayanan yang lebih sesifik
dan menuntaskan masalah siswa.
3. Komponen
Pertama, klien (siswa) dan masalahnya. Dalam rangka alih tangan kasus, harus
dikenali masalah – masalah apa yang merupakan kewenangan konselor untuk
memecahkannya dan masalh – masalah apa saja yang bukan kewenangan konselor untuk
memecahkannya. Beberapa hal yang bukan merupakan kewenangan konselor:
a. Penyakt baik fisik maupun kejiwaan yang merupakan kewenangan dokter atau
psikiater.
b. Kriminalitas dalam sebagai bentuk yang merupakan kewenangan polisi.
c. Psikotropika yang didalamnya terkait kriminalitas juga merupakan kewenangan
polisi.
d. Guna – guna dalam segala bentuknya dan merupakan kewenangan paranormal, dan
tokoh – tokoh keagamaan lainnya.
e. Keabnormalan akut, yaitu kondisi fisik dan mental yang bersifat luar biasa (dalam
arah bawah normal) yang biasanya kewenagan psikiater.

Kedua, konselor yang sangat dituntut untuk mampu mengenali secara langsung keadaan
keabnormalan siswa dan substansi masalah siswa.Konselor hanya menangani siswa yang
normal saja. Oleh karena itu sebelm melakukan alih tangan kasus konselor harus mengetahui
dan mengidentifikasi ahli – ahli lain yang terkait. Misalnya nama, keahlian atau spesifikasi
alamat, dan lain – lain yang terkait dengan ahli tersebut.
Ketiga, ahli lain. Konselor harus mengetahui ahli lain seperti:
a. Dokter (ahli yang menangani masalah – masalah penyakit jasmaniah).
b. Psikiater (ahli yang menangani masalah – masala psikis).
c. Psikolog ( ahli yang mendiskripsikan masala – masalah psikis).
d. Guru (ahli dalam mata pelajaran tertentu atau bidang keilmuan tertentu).
e. Ahli bidang tertentu (yaitu mereka ynang menguasai bidang – bidang tertentu seperti
adat, afama , dan budaya tertentu, serta ahli pengembangan pribadi tertentu yang
memerlukan kekhususan). Misalnya: tokoh adat, ulama, hakim, jaksa, pengacara.
28
4. Teknik
Pertama pertimbangan.Sebelum dilakukan alih tangan kasus, terlebih dahulu
dipertimbangkan perlunya kegiatan itu dilakukan.Pertimbangan mencakup kenormalan dan
ketidaknormalan siswa, substansi masalah dan ahli terkait.Pertimbangan untuk alih kasus
tangan diputuskan oleh siswa, selanjutnya konselor memfasilitasi penyelenggaraannya.
Kedua, kontak. Kontak konselor dengan ahli – ahli yang terkait dapat dilakukan
melalui surat, telepon, SMS atau dengan cara lainnya. Apabila konselor telah memperoleh
kontak positif dengan ahli tertentu, selanjutnya konselor boleh meminta siswa bertemu
dengan ahli tersebut. Apabila dimungkinkan dan dikehendaki oleh kedua pihak terkait,
konselor atau pembimbing dapat melakukan kerja sama dengan ahli – ahli terkait untuk
kesuksesan pelayanan terhadap siswa.
Ketiga, waktu dan tempat. Alih tangan kasus diselenggarakan setelah siswa
memutuskan untuk aluh tangan kasus dan ahli lain yang terkait dengan alih tangan kasus
merespons secara positif untuk diselenggarakannya alih tangan kasus. Alih tangan kasus
dapat diselenggarakan pada awal pelayanan terdahulu atau setelah proses pelayanan
berlangsung beberapa lama. Alih tangan kasus dapat diselenggarakan di tempat konselor dan
ahli lain bekerja. Ahli lain boleh menentukan tempat di mana alih tangan kasus akan
diselenggarakan.
Keempat, evaluasi yang dilakukan terhadap alih tangan kasus, apakah telah
terlaksana secara lancer dan produktif. Konselor dapat melakukan penilaian jangka menengah
atau jangka panjang untuk mengetahui keberhasilan pelayanan secara menyeluruh yang
mengintregasikan pelayanan terdahulu dan pelayanan melalui alih tangan kasus.
5. Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan alih tangan kasus menempuh beberapa langkah, pertama perencanaan.
a. Menetapkan lasus atau siswa yang memerlukan alih tangan kasus.
b. Meyakinkan siswa tentang penting alih tangan kasus.
c. Menghubungi ahli ;ain terkait dengan kasus yangs sedang dipecahkan.
d. Menyiapkan materi yang akan disertakan dalam ahli tangan kasus.
e. Menyiapkan kelengkapan administrasi.

Kedua, pelaksanaan: (a). mengomunikasikan rencana alih tangan kasus. (b).


mengalihyangankan klien kepada ahli lain terkait dengan kasus yang sedang dipecahkan.

29
Ketiga, evaluasi. (a). membahas hasil alih tangan kasus melalui klien yang bersangkutan,
laporan ahli yang terkait dengan kasus. (b). mengkaji hasil alih tangan kasus terhadap
pengentasan masalah siswa.
Keempat , analisis hasil evaluasi. Pada tahap ini yang dilakukan adalah analisis terhadap
efektivitas alih tangan kasus berkenaan dengan pengentasan masalah kllien secara
menyeluruh.
Kelima, tindak lanjut.Menyelenggarakan layanan lanjutan (apabila diperlukan) oleh
pemberi layanan terdahulu dan atau lebih alih tangan kasus lanjutan.
Keenam, menyusun laporan. (a). menyusun laporan kegiatan alih tangan kasus. (b).
menyampaikan laporan terhadap pihak – pihak terkait, (c). mendokumentasikan laporan.

30
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Kegiatan pendukung bimbingan dan konseling adalah usaha untuk mengumpulkan data
dan keterangan tentang diri peserta didik (klien) dan keterangan tentang lingkungannya, baik
itu di lingkungan keluarga, sekolah, ataupun dilingkungan sekitarnya. Dalam hal ini, terdapat
enam jenis kegiatan pendukung bimbingan dan konseling, yaitu:
1. Aplikasi Instrumentasi
Adalah upaya pegungkapan melalui pengukuran dengan memakai alat ukur atau
instrument tertentu. Hasil aplikasi ditafsirkan, disikapi dan digunakan untuk memberikan
perlakuan terhadap klien dalam bentuk layanan konseling.
2. Himpunan data
Adalah kegiatan untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan
keperluan pengembangan peserta didik. Himpunan data diselenggarakan secara
berkelanjutan, sistematik, komprehensif, terpadu dan sifatnya tertutup. Kegiaran ini memiliki
fungsi pemahaman.
3. Konferensi kasus
Adalah kegiatan untuk membahas permasalahan peserta didik dalam suatu pertemuan
yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan
komitmen bagi terentaskannya permasalahan klien. Pertemuan konferensi kasus bersifat
terbatas dan tertutup. Tujuan konferensi kasus adalah untuk memperoleh keterangan dan
membangun komitmen dari pihak yang terkait dan memiliki pengaruh kuat terhadap klien
dalam rangka pengentasan permasalahan klien. Kegiatan konferensi kasus memiliki fungsi
pemahaman dan pengentasan.
4. Kunjungan rumah
Merupakan kegiatan untuk memperoleh data, keterangan, kemudahan, dan komitmen bagi
terentaskannya permasalahan peserta didik melalui kunjungan rumah klien. Kerja sama
dengan orang tua sangat diperlukan, dengan tujuan untuk memperoleh keterangan dan
membangun komitmen dari pihak orang tua/keluarga untuk mengentaskan permasalahan
klien. Kegiatan kunjungan rumah memiliki fungsi pemahaman dan pengentasan.
5. Tampilan Kepustakaan
Tampilan Kepustakaan, yaitu kegiatan menyediakan berbagai bahan pustaka yang dapat
digunakan peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan sosial, kegiatan belajar,
dan karir/jabatan. Berbagai macam bahan-bahan pustaka seperti buku-buku teks, literature,
31
referensi, jurnal, majalah ilmiah, majalah umum, koran maupun koleksi laporan tugas akhir
mahasiswa. laporan penelitian dosen, maupun laporan kerja praktek mahasiswa.
6. Alih Tangan Kasus
Merupakan kegiatan untuk untuk memperoleh penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas
permasalahan yang dialami klien dengan memindahkan penanganan kasus ke pihak lain yang
lebih kompeten, seperti kepada guru mata pelajaran atau konselor, dokter serta ahli lainnya,
dengan tujuan agar peserta didik dapat memperoleh penanganan yang lebih tepat dan tuntas
atas permasalahan yang dihadapinya melalui pihak yang lebih kompeten. Fungsi kegiatan ini
adalah pengentasan.
Sementara itu tujuan dari kegiatan pendukung bimbingan konseling ini adalah
diperolehnya data – data yang akurat dan baik demi mewujudkan terselesaikannya masalah –
masalah yang dihadapi klien dan juga pemahaman terhadap layanan bimbingan dan
konseling.

III.2 Saran
Saran yang ingin penulis kemukakan dalam kegiatan pendukung bimbingan dan konseling
ini adalah antara konselor dan klien harus sungguh-sungguh dalam pemecahan masalah-
masalah yang dihadapai klien, demi kepentingan pribadi klien dan konselor tersebut. Setiap
kegiatan yang dilakukan harus sesuai dengan perencanaan yang disetujui.

32
Daftar Pustaka

Materi Bimbingan Konseling (Kompilasi)


Mbilegi.blogspot.com/2015/05/makalah-tampilan-kepustakaan-bk.html , di download pada
tanggal 12 Oktober 2019
http://lampionilmu.blogspot.com/2017/09/makalah-kegiatan-pendukung-bimbingan.html, di
kunjungi pada tanggal 17 Oktober 2019

33

Anda mungkin juga menyukai