Anda di halaman 1dari 15

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL (CTL)

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar Dibimbing Oleh : Ichsan Ansory

Disusun Oleh : Abdurrahman Wakhid Dini Puspitaningsih M. Nuzilal Huda Rizky oktaviani (201010430311589) (201010430311590) (201010430311591) (201010430311593)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU KEGURUAN DAN PENDIDDKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG OKTOBER 2011

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami haturkan kepada Allah SWT. Karena telah melimpahkan rahmad, taufik beserta hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini membahas tentang Pembelajaran Kontekstual CTL. Dimana di dalam makalah ini, membahas tentang pembelajaran yang berorientasi pada penguasan materi yang bersifat kreatif, inofatif dan tentunya peserta didik menjadi lebih aktif dalam pembelajaran. Makalah ini juga membahas tentang perbedaan antara pembelajaran kontekstual dengan pembelajaran konvensional (tradisional) Penyusun sadar bahwa makalah yang dibuat ini masih memiliki berbagai kekurangan. Oleh sebab itu kami memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada para pembaca. Selain itu juga kami memohon kritik dan saran para pembaca demi pembangunan makalah penulis selanjutnya.

Malang, Oktober 2011

Penyusun,

Daftar isi

Halaman Judul................................................................................................ 1 Kata Pengantar ............................................................................................... 2 Daftar isi ........................................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang .......................................................................................... 5 1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 5 1.3 Tujuan ...................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Pembelajaran kontekstual... .................................................... 6 2.2 Latar belakang filosofis dan psikologis CTL..8 2.3 Perbedaan Pendekatan Kontekstual Dengan Pendekatan Tradisional...10 2.4 Komponen-komponen CTL....12 2.5 Menerapkan Pembelajaran kontekstual..14

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan .............................................................................................. 18 3.2 Saran ........................................................................................................ 18 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 19

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Sekarang ini muncul berbagai model pembelajaran yang digunakan oleh para pengajar dengan tujuan agar proses belajar mengajar lebih efektif dan bermakna, salah satu di antaranya, yaitu pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching Learning CTL). Pada dasarnya, Contextual Teaching Learning - CTL merupakan model pembelajaran yang melibatkan siswa secara penuh dalam proses pembelajaran. Siswa didorong untuk beraktivitas mempelajari materi perkuliahan sesuai dengan topik yang akan dipelajarinya. Belajar dalam konteks Contextual Teaching Learning - CTL bukan sekedar mendengarkan dan mencatat, tetapi belajar dari proses pengalaman secara langsung. Melalui proses pengalaman itu diharapkan perkembangan siswa terjadi secara utuh, yang tidak hanya berkembang dalam aspek kognitif saja, tetapi juga aspek afektif dan juga psikomotor. Belajar melalui Contextual Teaching Learning - CTL diharapkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang dipelajarinya.

1.2 Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dan konsep dasar CTL? 2. Bagaimana latar belakang filosofis dan psikologis CTL? 3. Apa perbedaan CTL dengan Pembelajaran konvensional? 4. Apa saja komponen-komponen CTL? 5. Bagaimana penerapkan pembelajaran kontekstual (CTL)? 1.3 Tujuan 1. Menjelaskan pengertian dan konsep dasar CTL 2. Mengidentifikasi latar belakang filosofis dan psikologis CTL 3. Membedakan CTL dengan Pembelajaran konvensional 4. Menjelaskan komponen-komponen CTL 5. Menerapkan pembelajaran kontekstual (CTL)

BAB II 2.1 Pengertian Pembelajaran Kontekstual 1. Menurut Jhonson ( 2002) Mengartikan pembelajaran konstektual adalah suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya. 2. The washington State Consortium for Contextual Teaching and learning (2001) mengartikan pembelajaran konstektual adalah pengajaran yang memungkinkan siswa memperkuat, memperluas dan menerapkan pengetahuan dari

keterampilan akademisnya dalam bernagai latar sekolah dan di luar sekolah untuk memecahkan seluruh persoalan yang ada di dalam dunia nyata. Pembelajaran kontekstual terjadi ketika siswa menerapkan dan mengalami apa yang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah riil yang berasosiasi dengan peranan dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, masyarakat, siswa, dan selaku pekerja. 3. Center on Education and work at the University of Wiconsin madison ( 2002) Mengartikan pembelajaran kontekstual adalah suatu konsepsi belajar mengajar yang membantu guru menghubungkan isi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, masyarakat dan pekerja. 4. Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. (http) 5. Merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan budaya) sehingga siswa memiliki pengetahuan yang dapat diterapkan dari satu permasalahan ke permasalahan lainnya.

Dari pengetahuan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kontekstual ( CTL) adalah konsep belajar yang membantiu guru mrnghubungkan antara materi pelajaran yang yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari ( Kunandar, 2007). Karakteristik Pembelajaran Kontekstual Menurut Jhonson (2002 dalam Nurhadi,dkk, 2003) ada delapan komponen utama sistem pembelajaran kontekstual, yakni : a. Mengatur hubungan yang bermakna, artinya siswa dapat mengatur dirinya sendiri sebagai orang aktif dalam belajar. b. Belajar yang diatur sendiri. c. Bekerja sama d. Berpikir kritis dan kreatif e. Memelihara pribadi siswa. f. Mencapai standart yang tinggi. Berikut ini adalah enam kunci dasar pembelajaran kontekstual: 1. Pembelajaran bermakna : Pemahaman, relevansi, dan penilaian pribadi sangat terkait dengan kepentingan sisiwa dalam mempelajari isi materi pelajaran 2. Penerapan Pengetahuan, kemampuan siswa untuk menerapkan hal yang telah dipelajari dalam tatanan kehidupan. 3. Berfikir tingkat tinggi, siswa diharapkan untuk berfikir krisis dan kreatif dalam pengumpulan data, pemahaman dan pemecahan masalah. 4. Kurikulum yang dikembangkan adalah kurikulum yang berdasarkan standart. 5. Responsif terhadap budaya, guru harus dapat menghargainilai, kepercayaan dan kebiasaan siswa. 6. Penilaian autentik, penggunaan dari berbagai aspek penilaian, misal dalam penggunaan portofolio, observasi, dan sebagainya.

Ciri-ciri pembelajaran kontekstual

1. Adanya kerjasama antara berbagai pihak 2. Menekankan pentingnya pemecahan suatu permasalahan. 3. Bermuara pada keragaman konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda. 4. Saling menunjang 5. Menyenangkan, tidak membosankan 6. Belajar dengan bergairah 7. Pambelajaran terintegrensi 8. Menggunakan berbagai sumber 9. Siswa aktif 10. Sharing dengan teman 11. Siswa kritis, guru kreatif 12. Dinding kelas dan lorong penuh dengan hasil karya siswa 2.2 Latar belakang filosofis dan psikologis CTL 1. Latar Belakang Filosofis CTL banyak dipengaruhi oleh filsafat

konstruktivisme yang mulai digagas oleh Mark Baldwin. Dan selanjutnya dikembangkan oleh Jean Piaget. Aliran filsafat konstruktivisme berangkat dari pemikiran epistemology Glambatista Vico (suparno, 1997), Vico mengatakan: Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaannya Mengetahui menurut Vico berarti mengetahui bagaimana membuat sesuatu. Artinya, seseorang dikatakan mengetahui manakala ia dapat menjelaskn unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu. Oleh karena itu menurut Vico, pengetahuan itu tidak lepas dari orang (subjek) yang tahu. Pengetahuan merupakan struktur konsep dari subjek yang mengamati. Selanjutnya, pandangan filsafat konstruktivisme tentang hakikat pengetahuan mengetahui konsep tentang proses belajar, bahwa belajar bukanlah bukanlah sekedar menghafal akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Piaget berpendapat bahwa sejak kecil setiap anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan skema. Skema terbentuk karena pengalaman. Misalnya anak senang bermain dengan kucing atau kelinciyang sama-sama berbulu putih berkat keseringannya, ia dapat menangkap perbedaan keduanya, yaitubahwa kucing berkaki dua. Pada akhirnya, berkat

pengalaman itulah dalam struktur kognitif anak terbentuk skema tentang binatang berkaki 2 dan binatang berkaki 4. Senakan dewasa anak, maka semakan sempurnahlah skema yang dimilikinya. Proses penyempurnaan skema dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses penyempurnaan skema, sedangkan akomodasi adalah proses mengubah skema yang sudah ada hingga terbentuk skema baru. Pada suatu hari, ada anak yang merasa sakit karena terpercik api, maka berdasarkan pengalamannya terbentuk skema pada struktur kognitif anak tentang api, bahwa api adalah sesuatu yang membahayakan. Oleh karena itu harus dihindari. Dengan demikian ketika ia melihat api, secara reflex ia akan menghindar. Semakan anak dewasa, pengalaman anak tentang api akan bertambah pula. Ketika ia melihat ibunya memasak pakai api, bapaknya merokok dengan menggunakan api, maka skema yang terbentuk itu disempurnakan, bahwa api bukan harus dihindari tetapi harus dimanfaatkan. Proses penyempurnaan skema tentang apiyang dilakukan oleh anak itu dinamakan asimilasi. Semakan anak dewasa, pengalaman itus emakan bertambah pula. Ketika anak itu melihat pabrik-pabrik dan kendaraan memerlukan apim maka terbentuklah skema baru tentang api, bahwa api bukan harus dihindari dan juga bukan hanya dimanfaatkan, akan tetapi sangat dibutuhkan pada kehidupan manusia. Proses penyempurnaan skema itu dinamakan akomodasi. Sebelum anak mampu menyusun skema baru, ia akan dihadapkan pada posisi ketidakseimbangan (disequilibrium), yang akin mengganggu psikologis anak. Manakala skema telah disempurnakan atau anak telah berhasil membentuk skema baru, anak akan kembali pada posisi seimbang (equilibrium), untuk kemudian ia akan dihadapkan pada perolehan pengalaman baru. 2. Latar Belakang Psikologis Sesuai dengan filsafat yang mendasarinya bahwa pengetahuan terbentuk karena peran aktif subjek, maka dipandang dari sudut psikologis, CTL berpijak pada aliran psikologis kognitif. Menurut aliran ini proses belajar terjadi karena pemahaman individu akan lingkungan. Belajar bukanlah peristiwa mekanisme seperti keterkaitan stimulus dan respons,

namun belajar melibatkan proses mental yang tidak tampak seperti emosi, minat, motivasi, dan kemampuan atau pengalaman. Apa yang tampak pada dasarnya adalah wujud dari adanya dorongan yang berkembang dalam diri seseorang. Sebagai peristiwa mental, perilaku manusia tidak semata-mata merupakan gerakan fisik saja, akan tetapi yang lebih penting adalah adanya faktor pendorong yang ada di belakang gerakan fisik itu. Menagapa demikian? Sebab manusia selamanya memiliki kebutuhan yang melekat dalam dirinya. Kebutuhan itulah yang mendorong manusia untuk berperilaku. Dari asumsi dan latar belakang yang mendasarinya, maka lahirlah konsep belajar dalam konteks CTL sebagai berikut: a. Belajar bukanlah menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang dimiliki oleh mahasiswa. Oleh karena itulah, semakin banyak pengalaman, maka akan semakin banyak pula pengetahuan yang mereka peroleh. b. Belajar bukan sekedar mengumpulkan fakta yang lepas-lepas.Pengetahuan itu pada dasarnya merupakan organisasi dari semua yang dialami, sehingga dengan pengetahuan yang dimiliki akan berpengaruh terhadap pola berpikir, pola bertindak, kemampuan memecahkan persoalan termasuk penampilan atau performance seseorang. Semakin pengetahuan seseorang luas dan mendalam, maka akan semakin efektif dalam berpikir. c. Belajar adalah proses pemecahan masalah, sebab dengan memecahkan masalah, mahasiswa akan berkembang secara utuh yang bukan hanya perkembangan intelektual akan tetapi juga mental dan emosinya. Belajar secara kontektual adalah belajar bagaimana mahasiswa menghadapi setiap persoalan. d. Belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang secara bertahap dari yang sederhana menuju yang kompleks. Oleh karena itu, belajar tidak dapat sekalgus, akan tetapi sesuai dengan irama kemampuan mahasiswa. e. Belajar pada hakikatnya adalah menangkap pengetahuan dari kenyataan. Oleh karena itu, pengetahuan yang diperoleh adalah pengetahuan yang memiliki makna untuk kehidupan mahasiswa (real world learning).

2.3 Perbedaan Pendekatan Kontekstual Dengan Pendekatan Tradisional NO 1. PENDEKATAN CTL PENDEKATAN TRADISIONAL

Siswa secara aktif terlibat dalam proses Siswa adalah penerima informasi pembelajaran. secara pasif.

2.

Siswa belajar dari teman melalui kerja Siswa belajar secara individual. kelompok, diskusi, saling mengoreksi.

3.

Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan Pembelajaran sangat abstrak dan nyata dan masalah yang disimulasikan. teoritis. Perilaku dibangun atas kebiasaan.

4. 5.

Perilaku dibangun atas kesadaran sendiri

Keterampilan dikembangkan atas dasar Keterampilan dikembangkan atas pemahaman. dasar latihan. perilaku baik adalah Hadiah untuk perilaku baik adalah tujuan atau nilai (angka) rapor.

6.

Hadiah

untuk

kepuasan diri. 7.

Seseorang tidak melakukan yang jelek Seseorang tidak melakukan yang karena dia sadar hal itu keliru dan jelek karena dia takut hukuman. merugikan.

8.

Bahsa

diajarkan

dengan

pendekatan Bahasa diajak pendekatan konteks diterangkan

diajarkan struktural, sampai

dengan rumus paham

komunikatif menggunakan nyata. 9.

yakni bahasa

siswa dalam

kemudian dilatihkan (drill).

Pemahaman rumus dikembangkan atas Rumus itu ada di luar diri siswa, dasar skema yang sudah ada dalam diri yang harus diterangkan, diterima, siswa. dihafalkan, dan dilatihkan.

10.

Pemahaman rumus itu berbeda antara Rumus adalah kebenaran absolute siswa yang satu dengan siswa yang (sama untuk semua orang). lainnya (on going process of development) Hanya ada dua kemungkinan yaitu pemahaman rumus yang salah atau pemahaman rumus yang benar.

11.

Siswa menggunakan kemampuan berfikir Siswa secara aktif menerima rumus kritis, terlibat penuh dalam mengupayakan atau kaidah (membaca, mendengar, terjadinya proses pembelajaran yang mencatat, menghafal), tanpa

10

efektif, ikut bertanggung jawab atas memberikan kontribusi ide dalam terjadinya efektif proses pembelajaran yang proses pembelajaran.

dan membawa semata masing-

masing ke dalam proses pembelajaran. 12. Pengetahuan yang dimiliki manusia Pengetahuan adalah penangkapan terhadap serangkaian fakta, konsep,

dikembangkan oleh manusia itu sendiri.

Manusia menciptakan atau membangun atau hukum yang berada di luar diri pengetahuan dengan cara member arti dan manusia. memahami pengalamannya. 13. Karena pengetahuan itu dikembangkan Kebenaran bersifat absolute dan (dikonstruksi) oleh manusia itu sendiri, pengetahuan bersifat final. sementara manusia selalu mengalami peristiwa bar, maka pengetahuan itu tidak pernah stabil, selalu berkembang

(tentative incomplete). 14. Siswa diminta dan bertanggung jawab Guru adalah penentu jalannya

memonitor

mengembangkan proses pembelajaran.

pembelajaran mereka masing masing. 15. Penghargaan terhadap pengalaman siswa Pembelajaran tidak memperhatikan sangat diutamakan. 16. pengalaman siswa.

Hasil belajar diukir dengan berbagai cara Hasil belajar hanya diukur dengan proses bekerja hasil karya, penampilan, tes. rekaman, tes, dan lain-lain.

17.

Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, Pembelajaran hanya terjadi dalam konteks, dan setting. kelas. adalah hukuman dari

18.

Penyesalan adalah hukuman dari perilaku Sangsi jelek.

perilaku jelek. baik berdasarkan motivasi Perilaku baik berdasarkan dari

19.

Perilaku intrinsic.

motivasi ekstrinsik.

20.

Seseorang berperilaku baik karena dia Seseorang berperilaku baik karena yakin itulah yang terbaik dan bermanfaat. dia terbiasamelakukan begitu. Kebiasaan ini dibangun dengan

11

menyenangkan.

2.4 Komponen-komponen CTL 1. Konstruktivisme Konstruktivisme Adalah landasan berfikir pembelajaran kontekstual yang menyatakan bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit. Esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu bukan menerima pengetahuan. 2. Menemukan (inquiri) Menemukan merupakan kegiatan inti ari kegiatan pembelajaran berbasisi kontekstual yang berpendapat bahwa pengertahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. 3. Bertanya (Questioning) Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran berbasis kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemempuan berfikir siswa. Dalam aktivitas belajar kegiatan bertanya dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa dengan orang lain, dan sebagainya. 4. Masyarakat Belajar (Learning Comunity) Dalam kelas kontekstual guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen. Yang pndai mengajari yang lemah, yang tahu memberi tahu yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usul dan seterusnya. Masyarakat beljar bosa terjadio apabila ada proses komunikasi dua arah. 5. Pemodelan ( Modeling) menjadi milik mereka sendiri. Dalam konstruktivisme pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi

12

Pemodelan artinya, dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Pemodelan pada dasarnya membahasakan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan para sisiwanya untuk belajar, dan melakukan apa yang didinginkan guru agar siswa-siswanya melakukan. Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi,

pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar. 6. Refleksi ( Reflection) Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Refleksi merupakan gambaran terhadap kegiatan atau pengetahuan yang baru saja di terima. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. Kunci dari kegiatan ini adalah bagaimana pengetahuan itu mengendap di benak siswa. 7. Penilaian yang sebenarnya ( Autenthic Assesment) Assesment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Penilaian yang sebenarnya (Autenthic Assesment) adalah kegiatan penilaian siswa yang menekankan pada apa yang seharusnya dinilai, baik proses maupun hasil dengan berbagai instrumen penilaian. Prinsip utama assesment dalam pembelajaran kontekstual tidak hanya menilai apa yang diketahu siswa, tetapi juga menilai apa yang dapat dilakukan siswa. Penilaian itu mengutamakan penilaian kualitas hasil kerja siswa dalam menyelesaikan suatu tugas.

2.4 Menerapkan Pembelajaran kontekstual Pembelajaran Kontekstual (CTL) dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagiamanapun keadaannya. Penerapan CTL dalam kelas cukup mudah, secara garis besar langkahnya seabgai berikut: 1. Kembangkam pikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. 2. Laksanakan sejauh mungkin kegiatan Inquiri untuk sermua topik.

13

3. Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. 4. Ciptakan masyarakat belajar ( Belajar dalam kelompok-kelompok) 5. Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran. 6. Lakukan refleksi di akhir pertemuan. 7. Lakukan penilaian sebenarnya dengan berbagai cara.

14

DAFTAR PUSTAKA

Rianto, yatim. ( 2010). Paradigma baru Pembelajaran. Jakarata: Prenada Media. Kunandar. ( 2010). Guru professional. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

15

Anda mungkin juga menyukai