Anda di halaman 1dari 6

1.

Aplikasi Teori Humanisme dalam Pembelajaran Aplikasi teori humanisme lebih me


nunjukan kebebasan individu memahami materi pembelajaran untuk memperoleh inform
asi baru dengan caranya sendiri, selama proses pembelajaran.dalam teori ini pese
rta didik berperan sebagai subjek didik, peran guru dalam pembelajaran humanisme
adalah fasilitator. a. Peserta Didik Dalam pembelajaran yang humanis , peserta
didik ditempatkan sebagai pusat (central) dalam aktifitas belajar. Peserta didik
menjadi pelaku dalam memaknai pengalaman belajarnya sendiri. Dengan demikian ,
peserta didik diharapkan mampu menemukan potensinya dan mengembangkan potensi te
rsebut secara memaksimal. Peserta didik bebas berekspresi cara-cara belajarnya s
endiri. Peserta didik menjadi aktif dan tidak sekedar menerima informasi yang di
sampaikan oleh guru. b. Guru Peran guru dalam pembelajaran humanisme adalah menj
adi fasilitator bagi para peserta didiknya dengan cara memberikan motofasi dan m
emfasilitasi pengalaman belajar, dengan , menerapkan strategi pembelajaran yang
membuat peserta didik aktif, serta menyampaikan materinya pembelajaran yang sist
ematis. Peran guru sebagai fasilitator adalah : 1) Member perhatian pada pencipt
aan suasana awal pembelajaran (bersahabat dan tidak tegang) 2) Menciptakan suasa
na kelas yang menyenangkan sehingga meningkatkan peserta didik untuk mengikuti p
embelajaran dengan cara menerapakan metode pembalajaran yang bervariasi. 3) Meng
atur peserta didik agar bisa berkomunikasi secara langsung secara aktif dengan a
ntar teman selama proses pembelajaran. 4) Mencoba mengatur dan menyediakan sumbe
r-sumber untuk belajar yang palin luas dan mudah dimanfaatkan para peserta didik
untuk membantu mencapai tujuan mereka. 5) Menempatkan diri sebagai suatu sumber
yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan peserta didik baik secara individu maup
un kelompok (guru dijadikan tempat untuk bertanya peserta didik tanpa peserta di
dik merasa takut) 6) Menanggapi dengan baik ungkapan-ungkapan didalam kelompok k
elas dan menerima baik isi yang bersifat intelektual (tidak penuh dengan kritika
n sehingga memotifasi peserta didik untuk mengekspresikan diri) 7) Bersikap hang
at dan berusaha memahami perasaan peserta didik ( berempati) dan meluruskan dian
ggap kurang relevan dengan cara yang santun. 8) Dalam pembelajaran secara kelomp
ok , dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok dan mencoba mengungk
apkan perasaan serta pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan,
tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditola
k oleh peserta didik. 9) Sebagai seorang manusia yang tidak selalu sempurna , gu
ru mau mengenali, mengakui dan menerima keterbatasan-keterbatasan diri dengan ca
ra mau dan senang hati menerima pandangan yang lebih baik dari peserta didik. Ak
tifitas Selama Proses Pembelajaran Siswa berperan sebagai pelaku utama (student
center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa mem
ahami potensi diri , mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalk
an potensi diri yang bersifat negatif. Tujuan pembelajaran lebih kepada proses b
elajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah : a.
Merumuskan tujuan belajar yang jelas b. Mengusahakan partisipasi aktif siswa me
lalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan positif. c. Mendorong sisw
a untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif sendiri d.
Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara
mandiri e. Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya
sendiri, melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang
ditunjukkan. f. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran
siswa, tidak menilai secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungja
wab atas segala resiko perbuatan atau proses belajarnya. g. Guru menerima siswa
apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai secara normatif
tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau
proses belajarnya. h. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kece
patannya i. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi
siswa 2. Bentuk Aplikasi pendidikan humanisme dalam Pembelajaran Mengenai bentuk
aplikasi humanisme dalam pembelajaran berisi bagai mana cara berupaya menggabun
gkanketerampilan dan informasi kognitif, dengan segi-segi efektif, nilai-nilai d
an prilaku antar pribadi. Sehubungan dengan itu dibawah ini akan diterangkan beb
erapa program dalam aplikasi humanisme dalam pembelajaran. a. Confluent Educatio
n Cooperative Learning adalah pendidikan yang memadukan atau mempertemukan penga
laman-pengalaman afektif dengan belajar kognitif di dalam kelas. Hal ini merupak

an cara yang bagus sekali untuk melibatkan para siswa secara pribadi di dalam ba
han pelajaran. Sebagai contoh misalnya, guru bahasa Indonesia memberikan tugas k
epada para siswa untuk membaca sebuah novel, katakanlahmisalnya tentang keberania
n , sebuah novel perang. Melalui tugas itu, siswa-siswa tidak hanya diharapkan mem
ahami isi bacaan tersebut dengan baik tetapi juga memperoleh kesadaran antar pri
badi yang lebih baik dengan jalan membahas pengertian-pengertian mereka sendiri
mengenai keberanian dan rasa takut. Untuk keperluan itu tugas tersebut dilengkap
i dengan tugas-tugas yang berkait, antara lain: 1) Mewawancarai orang-orang yang
tahu tentang perang. 2) Mendengar musik perang, menulis pikiran-pikiran dan per
asaan-perasaan yang timbul secara bebas, dan kemudian menghayatinya dalam kelomp
ok-kelompok yang kecil. 3) Memperdebatkan apakah perang itu dapat dihindari atau
kah tidak. 4) Membandingkan perang saudara dengan sajak-sajak perang. Melalui pa
rtisipasi dalam kegiatan seperti itu dan membicarakan bagaimana tokoh atau pahla
wan tertentu dalam novel tersebut bergabung dan meniggalkan berbagai kelompok, m
ereka sendiri hidup bersama orang lain, kadang diterima kadang ditolak. Novel te
rsebut memiliki makna pribadi manakala siswa mulai berfikir tentang bagaimana me
reka bereaksi dalam situasi yang serupa. b. Open Education Open Education adalah
proses pendidikan terbuka. Pendidikan terbuka adalah proses pendidikan yang mem
berikan kesempatan kepada murid untuk bergerak secara bebas disekitar kelas dan
memilih aktivitas belajar mereka sendiri. Menurut Walberg dan Tomas (1972), Open
Education itu memiliki delapan kriteria, yaitu: 1) Kemudahan belajar tersedia,
artinya berbagai macam bahan yang diperlukan untuk belajar tersedia, para siswa
bergerak bebas di sekitar ruangan, tidak dilarang berbicara, tidak ada pengelomp
okkan atas dasar tingkat kecerdasan. 2) Penuh kasih sayang, hormat, terbuka dan
hangat, artinya menggunakan bahan buatan siswa, guru menangani masalah-masalah t
ingkah laku dengan jalan berkomunikasi secara pribadi dengan siswa yang bersangk
utan, tanpa melibatkan kelompok. 3) Mendiagnosa pristiwa-pristiwa belajar, artin
ya siswa-siswa memerikasa pekerjaan mereka sendiri, guru mengamati dan mengajuka
n pertanyaan-pertanyaan 4) Pengajaran, yaitu pengajaran individual, tidak ada te
s ataupun buku kerja. 5) Penilaian, ujudnya: guru membuat catatan, penilaian sec
ara individual, hanya sedikit sekali diadakan tes formal. 6) Mencari kesempatan
untuk pertumbuhan profesional, artinya guru menggunakan bantuan orang lain, guru
bekarja dengan teman sekerjanya. 7) Persepsi guru sendiri, artinya guru mengama
ti semua siswa untuk memantau kegiatan mereka. 8) Asumsi tentang para siswa dan
proses belajar, artinya suasana kelas hangat dan ramah, para siswa asyik melakuk
an sesuatu. Meskipun pendidikan terbuka memberikan kesempatan kepada para siswa
untuk bergerak secara bebas de sekitar ruangan dan memilih aktifitas belajar mer
eka sendiri, namun bimbingan guru tetap diperlukan. c. Cooperative Learning Coop
erative Learning atau belajar kooperatif merupakan fondasi yang baik untuk menig
katkan dorongan berprestasi siswa. Menurut Slavin (1980) Cooperative Learning me
mpunyai tiga karakteristik: 1) Siswa bekerja dalam tim-tim belajar yang kecil (4
-6 orang anggota), komposisi ini tetap selama berminggu-minggu. 2) Siswa didoron
g untuk saling membantu dalam mempelajari bahan yang bersifat akademik atau dala
m melakukan tugas kelompok. 3) Siswa diberi imbalan atau hadiah atas dasar prest
asi kelompok. d. Independent Learning pembelajaran mandiri adalah proses belajar
yang menuntut murid menjadi subyek yang dapat merancang, mengatur, menontrol ke
giatan mereka sendiri secara bertanggung jawab. Proses ini tidak bergantung pada
subyek maupun metode instruksional, melainkan kepada siapa yang belajar yaitu m
urid, mencakup siapa yang memutuskan tentang apa yang akan dipelajari siapa yang
harus mempelajari suatu hal. BAB III KESIMPULAN Dari uraian diatas kami dapat m
enyimpulkan bahwa dalam dunia pendidikan seorang guru harus bisa membantu muridn
ya dalam proses belajar, karena siswa yang satu memiliki pribadi yang berbeda. J
ika hal ini tidak dapat di atasi maka siswa akan sulit dalam melakukan atau terl
ibat dalam proses belajar. Pengaplikasian teori ini dalam dunia pendidikan sanga
tlah membantu. Dengan teori ini guru dapat mengetahui teknik yang dapat mengemba
ngkan jiwa anak didik dalam belajar. Seperti yang kita ketahui siswa terkadang s
angat sulit terlibat dalam pembelajarn di kelas dengan berbagai alasan misalnya,
karena belum sarapan, kepanasan, maslah keluarga dan sebagainya. Hal inilah yan
g perlu diketahui oleh seorang guru. Dan juga dalam aplikasinya teori humanisme
ini lebih mengutamakan siswa dalam belajar mandiri atau menentukan belajar mandi

ri serta adanya kebebasan bergerak atau siswa aktfi, sedangkan guru hanya sebaga
i fasilitator, dan memberimotivasi serta arahan dalam belajar, berfungsi juga se
bagai pengawas dalam kegiatan belajar mengajar. Semoga penjelasan yang penulis s
ampaikan dalam makalah ini dapat berguna bagi pengembangan dunia pendidikan di I
ndonesia. DAFTAR PUSTAKA Soemanto, Wasty, Psikologi Pendidikan (Landasan Kerja P
emimpin Pendidikan), Jakarta: Rineka Cipta, 1998. Karwono & mularsih heni.2010.
belajar dan pembelajaran serta pemanfaatan garis belajar. Jakarta: Cerdas Jaya.
Diposkan oleh Dede Lasmawati di 07.41
Dalam prakteknya teori humanistik ini cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir
induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara
aktif dalam proses belajar. Oleh sebab itu, walaupun secara ekspilsit belum ada
pedman baku tantang langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan humanistik, n
amun paling tidak langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan humanistik, nam
un paling tidak langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh Suciati dan P
rasetya Irawan (2001) dapat digumakan sebagi acuan. Langkah-langkah yang dimaksu
d adalah sebagi berikut :
Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.
Menentukan materi pembelajaran.
Mengidentifikasi kemampuan awal (entri behvior) siswa.
Mengidentifikasi topik-topik pelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif
melibatkan diri atau mengalami dalam belajar.
Merancang fasilitas belajar seperti lingkungan dan media pembelajaran.
Membimbing siswa belajar secara aktif.
Membimbing siswa untuk memahami hakikat makna dari pengalaman belajarnya.
Membimbing siswa membuat konseptualisasi pengalaman belajarnya.
Membimbing siswa dalam mengaplikasikan konsep-konsep baru ke situasi nyata.
Mengevaluasi proses dan hasil belajar.
E.
Implementasi teori humanisme dalam pembelajaran
Aplikasi teori humanisme dalam pembelajaran cenderung mengarahkan siswa untuk be
rfikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa s
ecara aktif dalam proses pembelajaran. Oleh sebab itu guru harus dapat menentuka
n langkah-langkah pembelajaran yang mengacu pada aspek tersebut. Adapun contoh l
angkah kongkrit yang bisa dijadikan bahan pertimbangan oleh guru adalah :
1.
Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.
2.
Menentukan materi pelajaran.
3.
Mengidentifikasi kemampuan awal siswa.
4.
Mengidentifikasi topik-topik pelajaran yang memungkinkan siswa secara ak
tif melibatkan diri dalam proses pembelajaran.
Kemudian implementasi dari teori humanisme dalam pembelajaran itu dapat kita lih
at dengan beberapa model pembelajaran yang telah digunakan pada beberapa lembaga
pendidikan. Dalam makalah ini penulis hanya memaparkan tiga model pembelajaran
yang berkaitan dengan implementasi teori humanisme, yaitu Confluent Education, O
pen Education dan Cooperative Learning.
1) Confluent Education
Confluent Education adalah pendidikan yang memadukan atau mempertemukan pengalam
an-pengalaman afektif dengan belajar kognitif di dalam kelas. Hal ini merupakan
cara yang bagus sekali untuk melibatkan para siswa secara pribadi di dalam bahan
pelajaran.
Sebagai contoh misalnya, guru bahasa Arab memberikan tugas kepada para siswa unt
uk membaca sebuah Qishoh yang berjudul Abu Nawas . Melalui tugas itu, siswa-siswa t
idak hanya diharapkan memahami isi bacaan tersebut dengan baik tetapi juga mempe
roleh kesadaran antar pribadi yang lebih baik dengan jalan guru membahas nilai-n
ilai yang terkandung dalam qishoh tersebut. Sehingga siswa tahu bagaimana seharu
snya bersikap dalam kehidupan sehari-hari.
2) Open Education
Open Education adalah proses pendidikan terbuka. Menurut Walberg dan Tomas(1972)

, Open Education itu memiliki delapan kriteria, yaitu:


a)
Kemudahan belajar tersedia, artinya berbagai macam bahan yang diperlukan
untuk belajar tersedia, para siswa bergerak bebas di sekitar ruangan, tidak dil
arang berbicara, tidak ada pengelompokkan atas dasar tingkat kecerdasan.
b)
Penuh kasih sayang, hormat, terbuka dan hangat, artinya menggunakan baha
n buatan siswa, guru menangani masalah-masalah tingkah laku dengan jalan berkomu
nikasi secara pribadi dengan siswa yang bersangkutan, tanpa melibatkan kelompok.
a)
Mendiagnosa pristiwa-pristiwa belajar, artinya siswa-siswa memerikasa pe
kerjaan mereka sendiri, guru mengamati dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
b)
Pengajaran, yaitu pengajaran individual, tidak ada tes ataupun buku kerj
a.
c)
Penilaian, ujudnya: guru membuat catatan, penilaian secara individual, h
anya sedikit sekali diadakan tes formal.
d)
Mencari kesempatan untuk pertumbuhan profesional, artinya guru menggunaka
n bantuan orang lain, guru bekarja dengan teman sekerjanya.
e)
Persepsi guru sendiri, artinya guru mengamati semua siswa untuk memantau
kegiatan mereka.
f)
Asumsi tentang para siswa dan proses belajar, artinya suasana kelas han
gat dan ramah, para siswa asyik melakukan sesuatu.
g)
Meskipun pendidikan terbuka memberikan kesempatan kepada para siswa untu
k bergerak secara bebas de sekitar ruangan dan memilih aktifitas belajar mereka
sendiri, namun bimbingan guru tetap diperlukan.
3) Cooperative Learning
Cooperative Learning atau belajar kooperatif merupakan fondasi yang baik untuk m
enigkatkan dorongan berprestasi siswa. Menurut Slavin (1980) Cooperative Learnin
g mempunyai tiga karakteristik:
1. Siswa bekerja dalam tim-tim belajar yang kecil (4-6 orang anggota), komposisi
ini tetap selama berminggu-minggu.
2. Siswa didorong untuk saling membantu dalam mempelajari bahan yang bersifat ak
ademik atau dalam melakukan tugas kelompok.
3. Siswa diberi imbalan atau hadiah atas dasar prestasi kelompok.
Adapun teknik Cooperative Learning itu ada empat macam, yaitu:
1.
Team-Games-Tournament.
Dalam teknik ini siswa yang kemampuan dan jenis kelaminnya berbeda-beda disatuka
n dalam tim yang terdiri dari empat sampai lima orang anggota. Setelah guru meny
ajikan bahan, tim lalu mengerjakan lembaran-lembaran kerja, saling mengajukan pe
rtanyaan, dan belajar bersama untuk persiapan menghadapi turnamen atau pertandin
gan, yang biasanya diselenggaran sekali seminggu. Dalam turnamen itu ditentukan
beranggotakan tiga orang siswa untuk bertanding melawan siswa-siswa yang kemampu
annya serupa (atas dasar hasil minggu sebelumnya). Hasilnya siswa-siswa yang pre
stasi paling rendah pada setiap kelompok memiliki kesempatan yang sama untuk mem
peroleh poin bagi timnya sebagai siswa yang berprestasi paling tinggi.
2.
Student Teams-achievement Divisions.
Teknik ini juga menggunakan tim yang terdiri dari empat sampai lima anggota teta
pi kegiatan turnamen diganti dengan saling bertanya selama lima belas menit, per
tanyaan-pertanyaan yang diajukan terlebih dahulu disusun oleh tim, skor-skor yan
g tertinggi memperoleh poin lebih dari pada skor-skor yang lebih rendah, kecuali
itu juga digunakan skor perbaikan .
3.
Jigsaw.
Dalam teknik ini siswa dimasukkan ke dalam tim-tim kecil yang bersifat heterogen
. Bahan pelajaran dibagikan kepada anggota-anggota tim, kemudian siswa-siswa ter
sebut mempelajari bagian mereka masing-masing bersama-sama dengan anggota-anggot
a dari tim lain yang memiliki bahan yang sama. Setelah itu mereka kembali ke kel
ompoknya masing-masing dan mengajarkan bagian-bagian yang telah dipelajari bersa
ma-sama dengan anggota tim lain itu kepada anggota-anggota timnya sendiri. Akhir
nya, semua anggota tim dites mengenai seluruh bahan pelajaran.
Sebagai contoh misalnya guru menetapkan tujuan yang menuntut para siswa mempelaj
ari qira ah. Guru kemudian membagikan bahan tersebut menjadi empat atau lima bagia
n terganting pada banyaknya anggota tim. Kemudian para siswa belajar bersama-sam

a dengan anggota tim lain yang menerima bahan yang sama. Setelah itu mereka kemb
ali dan mengajarkannya pada anggota timnya sendiri. Tujuannya adalah agar setiap
tim mempelajarai seluruh bahan qirah ah.
4.
Group Investigation.
Group Investigation adalah teknik dimana siswa bekerja di dalam kelompok-kelompo
k kecil untuk menangani berbagai macam proyek kelas. Setiap kelompok membagi-bag
i tugas tersebut menjadi sub topik-sub topik, kemudian setiap anggota kelompok m
elakukan kegiatan-kegiatan meneliti yang diperlukan untuk mecapai tujuan kelompo
k. Setelah itu setiap kelompok mengajukan hasil penelitiannya kepada kelas. Dala
m metode ini, hadiah atau poin tidak diberikan.
Demikianlah sekilas tentang keempat teknik Cooperative Learning itu. Menurut hem
at penulis, ternyata Cooperative Learning itu pada umumnya mempunyai efek positi
f terhadap prestasi akademik. Keberhasilan Cooperative Learning bergantung pada
kemampuan siswa berinteraksi di dalam kelompok.
Ajaran-Ajaran Dasar Psikologi Humanistik
Karena pembahasan mengenai teori kepribadian humanistik ini direpresentasikan ol
eh teori kepribadian Maslow, maka ajaran-ajaran dasar psikologi humanistik yang
akan kita bahas untuk sebagian besar berasal dari Maslow. Ajaran-ajaran yang dis
ampaikannya antara lain:
Individu sebagai keseluruhan yang integral
Salah satu aspek yang fundamental dari psikologi humanistik adalah ajarannya bah
wa manusia atau individu harus dipelajari sebagai keseluruhan yang integral, kha
s, dan terorganisasi. Maslow merasa bahwa para ahli psikologi di masa lalu maupu
n sekarang terlalu banyak membuang waktu untuk menganalisa kejadian-kejadian (ti
ngkah laku) secara terpisah dan mengabaikan aspek-aspek dasar dari pribadi yang
menyeluruh. Dalam perumpamaan umum, pernyataan Maslow ini bisa dinyatakan melalu
i ungkapan bahwa para ahli psikologi itu hanya mempelajari pohon-pohon, bukan hu
tan. Dalam teori maslow dengan prinsip holistiknya itu, motivasi mempengaruhi in
dividu secara keseluruhan, dan bukan secara sebagian.
Ketidak relevanan penyelidikan dengan hewan
Maslow dan para teoris kepribadian humanistik umumnya memandang manusia sebagai
makhluk yang berbeda dengan hewan apa pun. Ia menganggap bahwa behaviorisme deng
an filsafat yang menyertainya telah mendehumanisasikan manusia dengan memandangn
ya tak lebih dari mesin pengolah reflek-reflek berkondisi dan tak berkondisi. Ma
slow menegaskan bahwa peyelidikan dengan hewan tidak relevan bagi upaya memahami
tingkah laku manusia karena hal itu mengabaikan cirri-ciri yang khas manusia se
perti adanya gagasan-gagasan, nilai-nilai, rasa malu, cinta, semangat, humor, ra
sa seni, kecemburuan, dan sebagainya, dan dengan kesemua ciri yang dimilikinya i
tu manusia bisa menciptakan pengetahuan, puisi, musik, dan pekerjaan-pekerjaan k
has manusia lainnya.
Pembawa baik manusia
Psikologi humanistik memiliki anggapan, bahwa manusia itu pada dasarnya adalah b
aik, atau tepatnya netral. Menurut persepektif humanistik, kekuatan jahat atau m
erusak yang ada pada manusia itu adalah hasil dari lingkungan yang buruk, dan bu
kan merupakan bawaan.
Potensi kreatif manusia
Potensi kreatif manusia merupakan potensi yang umum pada manusia, jika setiap or
ang memiliki kesempatan atau menghuni lingkungan yang menunjang, setiap orang de
ngan kreatifitasnya itu akan mampu mengungkapkan segenap potensi yang dimilikiny
a. Maslow mengingatkan bahwa, untuk menjadi kreatif seorang itu tidak perlu memi

liki bakat atau kemampuan khusus. Kreativitas itu tidak lain adalah kekuatan yan
g mengarahkan manusia kepada pengekspresian dirinya.
Penekanan pada kesehatan psikologis
Psikologi humanistik memandang self-fulfillment sebagai tema yang utama dalam hi
dup manusia, suatu tema yang tidak akan ditemukan pada teori-teori lain yang ber
landaskan studi atas individu-individu yang mengalami gangguan.

Anda mungkin juga menyukai