Anda di halaman 1dari 4

PENGEMBANGAN PAI DI SD

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Isu Kontemporer Pendidikan
Semester Gasal Tahun 2014
Dosen Pembimbing : Mohammad Shobirin, M.Pd.

Disusun Oleh :
Shoma Noor Fadlillah
111064

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS


TARBIYAH/PAI
TAHUN 2014
A.    Pendahuluan

Konstruksi pendidikan semakin menua seiring dengan berlalunya masa. Waktu dengan
dahsyat mengubah tatanan hidup manusia. Teknologi bermunculan sebab meningkatnya laju
pikir manusia. Menemukan sembarang hal canggih yang dulunya dikira sebatas mimpi.
Hal yang sama juga dialami oleh pendidikan. Banyak pedagog kritis mengungkap terobosan-
terobosan baru yang lebih relevan dengan zaman. Yang demikian itu, tentu bukan tak lepas dari
rekam jejak pendidikan di masa lampau yang bilangan tahunnya mungkin sudah dilupakan.
Lingkungan telah berputar hebat. Manusia perlu beradaptasi dengannya. Tetapi sebelumnya
ia harus punya pijakan dasar. Semisal hendak belajar rangkaian listrik, kita harus tahu dulu apa
itu lilitan, PCB dan organ-organ rangkaian lainnya.
Begitupun bila output pendidikan diharapkan mampu terus belajar secara mandiri
dan survive di masa depan yang mungkin akan berkecepatan sepuluh kali lebih canggih dari hari
ini. Pendidikan harus membantu peserta didiknya memiliki kebutuhan dasar yang nantinya jadi
bekal bereksplorasi. Jika pendidikan hanya melulu mengajarkan sepaket kurikulum yang itu-itu
saja, jangan heran bila harapan itu kosong bak bunga tidur.
Islam sebagai kendara yang memiliki fleksibilitas tertinggi dari doktrin manapun, diyakini
bahwa di segala zaman akan selalu relevan. Hal ini tentu tak lepas dari kajian-kajian Islam yang
lebih adaptif pula. Isu pendidikan kontemporer mengajarkan kepada kita bagaimana inti-inti
keislaman yang terintegrasi dalam Kurikulum 2013 ini akan membawa kita menghadapi
modernitas yang lebih menantang moral.
Oleh sebab itu, Sekolah Dasar (SD) sebagai pijakan terdasar bagi program wajib sembilan
tahun harus mampu menjadi garis start untuk memulainya. Di antaranya, dilakukanlah
pengembangan-pengembangan yang penuh dengan semangat rekonstruksi pendidikan. Hingga
akhirnya, konstruksi pendidikan akan selalu nampak muda terlebih untuk membangun
masayarakat Islam yang lebih berkarakter dan siap menghadapi masa depan.
B.     Rumusan Masalah

Ada beberapa rumusan masalah dalam makalah ini, di antaranya:


1.      Apa dasar-dasar pengembangan PAI?
2.      Bagaimana pengembangan PAI di SD?
3.      Bagaimana problematika pengembangan PAI di SD?

C.    Pembahasan
1.      Dasar-dasar pengembangan PAI
Pengembangan PAI mempunyai dasar undang-undang. Pengembangan Pendidikan Agama
Islam pada sekolah mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan (SNP) terutama pada standar isi, standar proses pembelajaran,
standar pendidik dan tenaga kependidikan, serta sarana dan prasarana pendidikan.[1]
Pengembangan PAI pada sekolah juga mengimplementasikan Peraturan Pemerintah Nomor
55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, bahwa pendidikan Islam
dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bentuk. Pertama, pendidikan agama diselenggarakan dalam
bentuk Pendidikan Agama Islam di satuan pendidikan pada semua jenjang dan jalur pendidikan.
Kedua, pendidikan umum berciri Islam pada satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi pada jalur formal dan non formal, serta informal.
Ketiga, pendidikan keagamaan Islam pada berbagai satuan pendidikan diniyah dan pondok
pesantren yang diselenggarakan pada jalur formal, dan non formal, serta informal.[2] Sementara
pengembangan PAI di SD merupakan bentuk yang pertama.

2.      Pengembangan PAI di SD
Sesuai dengan dasar pengembangan PAI di atas, maka ada beberapa hal yang hendaknya
dilakukan pengembangan. Yakni:
1.     Kurikulum pembelajaran
Pada saat ini, secara serentak telah diberlakukan kurikulum 2013 yang dalam konsepnya
menawarkan pembelajaran tematik sebagai model pembelajaran. PAI bukan lagi mata pelajaran
yang berdiri sendiri. Konsep-konsepnya secara tematik terserap dalam mata pelajaran lain.
Misal dalam tema Hidup Rukun pada kelas V SD, terdapat KD menampilkan perilaku hidup
sederhana untuk mapel PAI, mengenal pentingnya hidup rukun, saling berbagi, dan tolong
menolong pada maple PKn, menceritakan kegiatan sehari-hari dengan bahasa Indonesia yang
mudah dipahami pada mapel Bahasa Indonesia, mengurutkan bialngan sampai 550 untuk mapel
Matematika, dan mengidentifikasi benda-benda yang dikenal dan kegunaannya melalui
pengamatan untuk mapel IPA.[3] Kelihatannya materi PAI telah menyatu dengan materi-materi
lainnya.
Namun begitu, dalam teknisnya, PAI tetap menjadi satu keutuhan mapel yang secara khusus
diampu oleh guru PAI. Meskipun secara praktiknya PAI pun dapat dipelajari di selain pelajaran
tersebut.
2.     Proses pembelajaran
Model pembelajaran tematik menuntut metode dan bahan ajar yang sesuai. Semisal metode
yang lebih terkesan aktif, dan mampu menggabungkan banyak tema. Tentu saja, meski
menggunakan metode yang bervariasi, metode ceramah tetap digunakan sebagai pengantar
atau foreword.
Dalam prosesnya, pembelajaran PAI yang semula bertumpu pada peningkatan aspek kognitif
saja seperti hafalan, lebih diarahkan agar dapat meng-cover semua aspek. Di sekolah-sekolah
terpadu biasanya dilakukan meaningful learning, yakni pembelajaran bermakna. Di mana proses
belajar tidak sekadar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan
kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga
konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan.[4]
Selain itu juga diperlukan sumber belajar untuk membuat gambaran secara nyata dalam
pemahaman siswa. Contoh sumber belajar yaitu lingkungan.[5] Semisal untuk dalam metode
pengamatan, siswa disuruh membawa bunga. Siswa akan memahami siapa yang menciptakan
bunga itu (PAI), akan menghitung berapa jumlah putik atau benang sarinya (Matematika), akan
belajar fungsi-fungsi organ bunga (IPA), akan belajar bagaimana merawat lingkungan (PKn) dan
sebagainya.
3.     Pendidik dan tenaga kependidikan
Pengembangan terhadap pendidik dan tenaga kependidikan merujuk pada peningkatan
kualitas. Meliputi kualitas mengajar, kualitas dalam teknik pembelajaran, dan administrasi
sekolah.
Guru pendidikan agama Islam di sekolah dilihat dari segi latar belakang pendidikan kira-kira
60% khususnya sudah mencapai S – 1 dari berbagai lembaga pendidikan tinggi. Namun lulusan
S1 ini belum mejadikan guru yang bermutu dalam menyampaikan pendidikan agama Islam. Oleh
karena itu guru perlu dibina dalam bentuk kelompok kerja guru mata pelajaran yang dikenal
dengan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) untuk meningkatkan kemampuannya,
karena peningkatan kemampuan itu harus dilakukan secara terus-menerus.[6]

4.     Sarana prasarana
Sarana prasarana meliputi media, kelas yang representatif, perpustakaan yang mendukung,
laboratorium dan koneksi internet. Pengembangan media berarti bukan hanya kertas dan papan
tulis yang digunakan, bisa berupa proyektor, atau simulator. Misalnya digunakan untuk
menayangkan film edukatif, game yang diproyeksikan, atau simulasi terkait pembelajaran.
Saat ini masih banyak sekolahan yang tidak mempunyai laboratorium atau tidak bisa
digunakan secara optimal. Belum lagi, tidak ada koneksi internet. Sementara kurikulum 2013
menganjurkan siswanya mampu mengeksplorasi materi secara mandiri melalui internet. Hal ini
terkadang dipertanyakan, bagaimana bisa siswa mengakses internet jika diajari mengoperasikan
komputer saja tidak pernah. Anak-anak yang dibekali orang tuanya smartphone pun sekarang
lebih suka bermain jejaring social media  ketimbang mengakses materi pelajaran.
Usai penghapusan TIK dari daftar pelajaran, hanya beberapa sekolah yang memindahkannya
menjadi program ekstrakurikuler. Itupun yang punya laboratorium komputer yang cukup layak.
Sehingga masih banyak sekolahan yang tertinggal, buta internet.
Untuk mengakalinya, beberapa sekolah yang sadar pentingnya pembelajaran TIK akan
memanfaatkan lembaga-lembaga penyedia jasa sewa laptop dan instruktur komputer. Di Kudus,
sudah ada beberapa lembaga penyedia jasa tersebut. Hal ini tentu sangat membantu.
Di atas adalah sebagian kecil dari bentuk pengembangan PAI yang ada di SD. Tentunya ada
banyak lagi program-program sekolah yang dimaksudkan untuk mengembangkan PAI.

3.      Problematika pengembangan PAI di SD


Ada banyak problematika yang menggurita dalam upaya pengembangan PAI di SD. Pertama,
dari beberapa sumber terpercaya, diketemukan bahwa kesadaran guru PAI terhadap upaya
pengembangan ini sangat rendah sekalipun ia telah tersertifikasi. Mereka memilih menggunakan
cara-cara konvensional yang dirasa tetap ampuh dalam menyampaikan materi. Guru-guru
tersebut setia berceramah seumur hidup. Mereka memegang teguh cara para kyai ketika
menyampaikan materi keagamaan. Cara tersebut diyakini sudah mampu memahamkan siswa
dengan banyak bahasan, jadi mereka berpikir buat apa membuang-buang waktu dengan metode
aneh-aneh jika hanya mampu menyampaikan sedikit materi? Jadi mereka memilih membeli RPP
pada saat hendak pemberkasan sertifikasi tanpa mempraktikkannya di kelas.
Kedua, hadir dari stigma negatif masyarakat bahwa PAI adalah mata pelajaran yang tidak
terlalu penting. Masyarakat kita memahami bahwa dunia dikuasai oleh hal-hal eksakta: ekonomi
dan ilmu alam. PAI dirasa sangat kolot dan tidak perlu terlalu dipenting-pentingkan. Agama
adalah urusan pribadi yang rapat dan sangat privasi. Sehingga mereka lebih memilih
mengupayakan segala cara agar anaknya mendapatkan pendidikan eksakta lebih banyak (seperti
memasukkannya di bimbel) dan sedikit waktu untuk PAI. Tentunya mereka belum menyadari
bahwa pemikir kritis pendidikan meletakkan agama sebagai mercusuar utama dalam
membelajarkan ilmu-ilmu lainnya lewat pendidikan karakter.
Ketiga, upaya pemerintah untuk menerapkan pembelajaran tematik dalam K-13 sepertinya
belum sepenuhnya dipahami oleh guru kelas. Mereka yang awalnya hanya mengampu pelajaran
secara terpisah harus menghubung-hubungkan satu tema dengan yang lainnya. Jika tidak cukup
kompeten, tentu sangat membingungkan. Terlebih sistem ini memberikan kesempatan kepada
semua guru untuk membelajarkan nilai-nilai keislaman. Sehingga guru kelas pun harus tetap
menguasai materi PAI. Masalahnya, tidak banyak guru yang bisa melakukannya. Jadi misalnya,
bagaimana cara membelajarkan penghitungan sudut segitiga sembari menerangkan
materi ta’awun?
Keempat, dari penuturan beberapa guru, masalah selanjutnya adalah kurangnya minat siswa
untuk belajar PAI. Bisa jadi sebab mapel ini dirasa tak semenantang matematika atau IPA.
Mungkin karena PAI tidak di-UN-kan.
Demikian beberapa problematika yang dapat diulas. Dan sepenuhnya diyakini, di luar sana
masih banyak permasalahan-permasalahan lain yang berkaitan dengan pengembangan PAI.
Semoga para guru PAI bisa sabar dan terus berjuang.

D.    Kesimpulan

Dari ulasan di atas, kesimpulannya adalah pengembangan PAI di SD terus-menerus


dilakukan sesuai dengan aturan perundang-undangnya dan di mana ada perubahan di situlah
selalu muncul permasalahan yang mengikutinya.

Daftar Pustaka

Andi Prastowo. 2013. Pengembangan Bahan Ajar Tematik. Yogyakarta: Diva Press.


Andi Prastowo. 2014. Panduan Kreatif membuat Bahan Ajar inovatif. Yogyakarta: Diva Press.
Mohammad Ali. Pengembangan Pendidikan Agama Islam di
Sekolah. http://www.ispi.or.id/2010/09/19/pengembangan-pendidikan-agama-islam-di-sekolah/ 
diakses pada 7 November 2014
Rudy Unesa. Pembelajaran Bermakna (meaningful learning). http://rudy-
unesa.blogspot.com/2011/02/pembelajaran-bermakna-meaningfull.html diakses pada 7
November 2014

Anda mungkin juga menyukai