Anda di halaman 1dari 22

Kualitas Pembelajaran

1. Pengertian Kualitas Pembelajaran

Kualitas dapat dimaknai dengan istilah mutu atau juga keefektifan. Menurut Etzioni (dalam
Hamdani, 2011:194) secara definitif efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan
dalam mencapai tujuan atau sasarannya. Efektivitas ini sesungguhnya merupakan suatu konsep
yang lebih luas mencakup berbagai faktor di dalam dan maupun di luar diri seseorang.

Efektivitas merupakan suatu konsep yang lebih luas mencakup berbagai faktor di dalam maupun
di luar diri seseorang. Hamdani (2011: 194) menyatakan bahwa aspek-aspek efektivitas belajar
yaitu: 1) peningkatan pengetahuan; 2) peningkatan keterampilan; 3) perubahan sikap; 4) perilaku;
5) kemampuan adaptasi; 6) peningkatan integrasi; 7) peningkatan partisipasi; dan 8) peningkatan
interaksi kultural.

Kualitas pembelajaran secara operasional dapat diartikan sebagai intensitas keterkaitan


sistemik dan sinergis guru, siswa, kurikulum, dan bahan belajar, media, fasilitas, dan
sistem pembelajaran dalam menghasilkan proses dan hasil belajar yang optimal sesuai
dengan tuntutan kurikuler. (Depdiknas, 2004: 7).

Daryanto (2010:57) menyatakan bahwa efektivitas belajar adalah tingkat pencapaian tujuan
pembelajaran, termasuk dalam pembelajaran seni. Pencapaian tujuan tersebut berupa peningkatan
pengetahuan dan keterampilan serta pengembangan sikap melalui proses pembelajaran. Menurut
Putranti kualitas pembelajaran adalah kualitas kegiatan pembelajaran yang dilakukan dan ini
menyangkut model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas pembelajaran adalah tingkat
pencapaian tujuan pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran yang di dalamnya dipengaruhi oleh
berbagai faktor salah satunya kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, di mana
pencapaian tujuan pembelajaran berupa peningkatan aktivitas siswa, pengetahuan, keterampilan
dan sikap yang dapat dilihat dari peningkatan hasil belajar dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan pendapat yang dijabarkan di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas pembelajaran
adalah tingkat keberhasilan dari suatu tujuan pembelajaran yang berupa perubahan sikap dan
perilaku ke arah yang lebih baik dari sebelumnya.

2. Konsep Kualitas Pembelajaran

Kamus besar bahasa Indonesia, menyebutkan bahwa kualitas mempunyai arti tingkat baik
buruknya atau taraf atau derajat sesuatu. Menurut Hamzah, Uno (2007:153) kualitas pembelajaran
artinya mempersoalkan kegiatan pembelajaran yang dilakukan selama ini lebih mengarah pada
sesuatu yang baik. Dalam konteks program pembelajaran, tanpa mengurangi arti penting serta
tanpa mengesampingkan faktor-faktor yang lain, faktor kualitas pembelajaran merupakan faktor
yang sangat berperan dalam meningkatkan hasil pembelajaran yang pada akhirnya akan berujung
pada meningkatnya kualitas pendidikan. Karena muara dari berbagai program pendidikan adalah
pada terlaksananya program pembelajaran yang berkualitas.

Menurut Hence, The quality of a product or service is the fitness ofthat product or service for
meeting its intended used as required by the customer. Sedangkan menurut Kotler mendefinisikan
kualitas sebagai keseluruhan ciri serta sifat barang dan jasa yang berpengaruh pada kemampuan
memenuhi kebutuhan yang dinyatakan maupun yang tersirat. Jadi kualitas adalah sesuatu yang
ditunjukkan dan berpengaruh pada kemampuan secara tersirat maupun nyata.

Pembelajaran merupakan terjemahan dari Learning. Guru mengajar dalam perspektif


pembelajaran adalah guru menyediakan fasilitas belajar bagi peserta didiknya untuk
mempelajarinya. Jadi, subjek pembelajaran adalah peserta didik (Suprijono, 2009: 11-12). Proses
pembelajaran memberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan belajar untuk membantu siswa
memperoleh pengalaman yang akan merubah tingkah laku siswa. Menurut Werner (dalam Monks
F.J. dkk, 1982:1) menyatakan bahwa pmbelajaran menunjukkan suatu proses tertentu yaitu proses
yang menuju kedepan dan tidak begitu saja dapat diulang kembali dan pembelajaran menunjuk
pada perubahan-perubahan dalam suatu arah yang bersifat tetap.

Kualitas pembelajaran dapat dilihat dari seberapa besar suasana belajar mendukung terciptanya
kegiatan pembelajaran yang menarik, menantang, menyenangkan dan bermakna bagi
pembentukan profesionalitas kependidikan. Dari sisi media belajar kualitas dapat dilihat dari
seberapa efektif media belajar digunakan oleh guru untuk meningkatkan intensitas belajar siswa.
Dari sudut fasilitas belajar, kualitas pembelajaran dapat tercipta situasi belajar yang aman dan
nyaman. Sedangkan dari aspek materi, kualitas pembelajaran dapat dilihat dari kesesuaiannya
dengan tujuan yang harus dikuasai siswa. Oleh karena itu, kualitas pembelajaran secara
operasional dapat diartikan sebagai intensitas keterkaitan antara guru, siswa, kurikulum dan bahan
belajar, media, fasilitas, dan sistem pembelajaran dalam menghasilkan proses dan hasil belajar
yang optimal.

Kualitas adalah ukuran baik buruknya sesuatu, kadar, mutu, derajad/taraf (kepandaian/ kecakapan,
dan sebagainya). Pembelajaran adalah suatu upaya untuk mengubah tingkah laku siswa kearah
yang lebih baik. Kualitas proses pembelajaran dapat dilihat dari aktivitas belajar dan pemahaman
siswa berdasar Kompetensi Dasar dan Indikator yang harus dicapai, serta kinerja guru yang
mendukung proses pembelajaran. Pada aktivitas belajar, ada 5 hal yang dapat dijadikan sebagai
acuan antara lain sebagai berikut.

a. Aktivitas lisan (oral activities) seperti bercerita, membaca sajak, tanya jawab, diskusi,
menyanyi
b. Aktivitas mendengarkan (listening activities) seperti mendengarkan penjelasan guru,
ceramah, pengarahan
c. Aktivitas visual (visual activities) seperti membaca, menulis, melakukan eksperimen
dan demonstrasi
d. Aktivitas gerak (motor activities) seperti senam, atletik, menari, melukis
e. Aktivitas menulis (writing activities) seperti mengarang, membuat makalah, membuat
surat.
Clark dalam Eko (2008: 6) menyimpulkan bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi
oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Sedangkan salah satu lingkungan
belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah adalah kualitas pembelajaran.
Jadi menurut peneliti, yang dimaksud dengan kualitas pembelajaran adalah upaya untuk
mengorganisir lingkungan terjadinya pembelajaran yang meliputi strategi pengorganisasian,
strategi penyampaian dan strategi pengelolaan dengan subyek peserta didik agar bejalan serta
menghasilkan output yang lebih baik, dan dapat disimpulkan bahwa kualitas pembelajaran
tergantung pada sarana dan prasarana pembelajaran, aktivitas guru dan siswa dalam kegiatan
pembelajaran dan personal yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran baik itu guru dan siswa.

3. Indikator Kualitas Pembelajaran

Berkaitan dengan pembelajaran yang berkualitas, konsep kualitas pembelajaran mengandung lima
rujukan, yaitu: 1) kesesuaian; 2) daya tarik; 3) efektivitas; 4) efesien dan 5) produktivitas
pembelajaran. Penjelasan kelima rujukan yang membentuk konsep kualitas pembelajaran dari
Pudji Muljono adalah sebagai berikut.

a. Kesesuaian meliputi indikator sebagai berikut: sepadan dengan karakteristik peserta


didik, serasi dengan aspirasi masyarakat maupun perorangan, cocok dengan kebutuhan
masyarakat, sesuai dengan kondisi lingkungan, selaras dengan tuntutan zaman, dan
sesuai dengan teori, prinsip, dan nilai baru dalam pendidikan.
b. Pembelajaran yang bermutu juga harus mempunyai daya tarik yang kuat, indikatornya
meliputi: kesempatan belajar yang tersebar dan karena itu mudah dicapai dan diikuti,
isi pendidikan yang mudah dicerna karena telah diolah sedemikian rupa, kesempatan
yang tersedia yang dapat diperoleh siapa saja pada setiap saat diperlukan, pesan yang
diberikan pada saat dan peristiwa yang tepat, terutama karena kinerja lembaga dan
lulusannya yang menonjol, keanekaragaman sumber baik yang dengan sengaja
dikembangkan maupun yang sudah tersedia dan dapat dipilih serta dimanfaatkan untuk
kepentingan belajar, dan suasana yang akrab dan hangat merangsang pembentukan
kepribadian peserta didik.
c. Efektivitas pembelajaran sering kali diukur dengan tercapainya tujuan, dapat pula
diartikan sebagai ketepatan dalam mengelola suatu situasi. Pengertian ini mengandung
ciri: bersistem (sistemik), yaitu dilakukan secara teratur, konsisten atau berurutan
melalui tahap perencanaan, pengembangan, pelaksanaan, penilaian dan
penyempurnaan, sensitif terhadap kebutuhan akan tugas belajar dan kebutuhan
pembelajar, kejelasan akan tujuan dan karena itu dapat dihimpun usaha untuk
mencapainya, bertolak dari kemampuan atau kekuatan mereka yang bersangkutan
(peserta didik, pendidik, masyarakat, dan pemerintah).
d. Efisiensi pembelajaran dapat diartikan sebagai kesepadanan antara waktu, biaya, dan
tenaga yang digunakan dengan hasil yang diperoleh atau dapat dikatakan sebagai
mengerjakan sesuatu dengan benar. Ciri yang terkandung meliputi: merancang
kegiatan pembelajaran berdasarkan model yang mengacu pada kepentingan,
kebutuhan kondisi peserta didik, pengorganisasian kegiatan belajar dan pembelajaran
yang rapi, misalnya lingkungan atau latar belakang diperhatikan, pemanfaatan
berbagai sumber daya dengan pembagian tugas seimbang, serta pengembangan dan
pemanfaatan aneka sumber belajar sesuai keperluan, pemanfaatan sumber belajar
bersama, usaha inovatif yang merupakan penghematan, seperti misalnya pembelajaran
jarak jauh dan pembelajaran terbuka yang tidak mengharuskan pembangunan gedung
dan mengangkat tenaga pendidik yang digaji secara tetap. Inti dari efisiensi adalah
mengembangkan berbagai faktor internal maupun eksternal untuk menyusun alternatif
tindakan dan kemudian memilih tindakan yang paling menguntungkan.
e. Produktivitas pada dasarnya merupakan keadaan atau proses yang sangat
memungkinkan diperolehnya hasil yang lebih baik dan lebih banyak. Produktivitas
pembelajaran dapat mengandung arti: perubahan proses pembelajaran (dari menghafal
dan mengingat ke menganalisis dan mencipta), penambahan masukan dalam proses
pembelajaran (dengan menggunakan berbagai sumber belajar), peningkatan
intensistas interaksi peserta didik dengan sumber belajar, atau gabungan ketiganya
dalam kegiatan belajar-pembelajaran sehingga menghasilkan mutu yang lebih baik,
keikutsertaan dalam pendidikan yang lebih luas, lulusan lebih banyak, lulusan yang
lebih dihargai oleh masyarakat, dan berkurangnya angka putus sekolah (dalam
Darmadi, 2010:6-7) .

Indikator kualitas pembelajaran dapat dilihat antara lain dari perilaku pembelajaran guru, perilaku
dan dampak belajar peserta didik, iklim pembelajaran, materi pembelajaran, media pembelajaran,
dan sistem pembelajaran. Guru tidak dapat mengklaim bahwa pembelajaran yang telah
disampaikannya telah berhasil dan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Ada beberapa
indikator dalam melihat kualitas pembelajaran. Depdiknas menyatakan bahwa indikator kualitas
pembelajaran dapat dilihat sebagai berikut.

a. Perilaku pembelajaran guru. Perilaku pembelajaran guru dapat dilihat dari kinerjanya
antara lain: (1) membangun sikap positif siswa terhadap belajar dan profesi, (2)
menguasai disiplin ilmu (3) guru perlu memahami keunikan siswa, (4) menguasai
pengelolaan pembelajaran yang mendidik, dan (5) Mengembangkan kepribadian dan
keprofesionalan.
b. Perilaku dan dampak belajar siswa. Perilaku dan dampak belajar siswa dapat dapat
dilihat kompetensi sebagai berikut, antara lain: (1) Memiliki persepsi dan sikap positif
terhadap belajar, (2) mau dan mampu mendapatkan dan mengintegrasikan
pengetahuan serta membangun sikapnya, (3) mampu dan mau memperluas serta
memperdalam pengetahuan dan ketrampilan serta memantapkan sikapnya, (4) mau
dan mampu menerapkan pengetahuan, ketrampilan dan sikapnya secara bermakna.
c. Iklim pembelajaran. Iklim pembelajaran mencakup: (1) Suasana yang kondusif bagi
tumbuh dan berkembangnya kegiatan pembelajaran yang menarik, (2) perwujudan
nilai dan semangat ketauladanan, (3) suasana sekolahan yang kondusif.
d. Materi pembelajaran. Materi pembelajaran yang berkualitas tampak dari: (1)
Kesesuaian dengan tujuan pembelajaran, (2) ada keseimbangan antara keluasan dan
kedalaman materi dengan waktu yang tersedia, (3)materi pembelajaran sistematis dan
kontekstual, (4) dapat mengakomodasi partisipasi aktif siswa, (5) dapat menarik
manfaat yang optimal, dan (6) materi pembelajaran memenuhi kriteria filosofis,
profesional, psiko-pedagogis dan praktis
e. Media pembelajaran. Kualitas media pembelajaran tampak dari: (1) dapat menciptakan
pengalaman belajar yang bermakna, (2) mampu memfasilitasi proses interaksi antara
siswa dengan guru, (3) media pembelajaran dapat memperkaya pengalaman belajara
siswa, (4) mampu mengubah suasana belajar dari siswa pasif menjadi aktif dan
mencari informasi melalui informasi melalui berbagai sumber belajar yang ada.
f. Sistem pembelajaran di sekolah. Sistem pembelajaran di sekolah mampu menunjukkan
kualitasnya jika: (1) sekolah dapat menonjolkan ciri khas keunggulannya, (2) memiliki
perencanaan yang matang dalam bentuk rencana strategis dan rencana operasional
sekolah, (3) ada semangat perubahan yang dicanangkan dalam visi dan misi sekolah,
(4) pengendalian dan penjaminan mutu. Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa
kualitas pembelajaran dapat diartikan sebagai keterkaitan antara perilaku guru,
perilaku siswa, iklim pembelajaran, bahan ajar, media pembelajaran yang berkualitas,
dan sistem pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran (2004: 7).

Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sehingga tingkah laku siswa
menjadi lebih baik. Menurut Isjoni (2009:14). Bahwa pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan
oleh siswa. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya guru untuk membantu siswa melakukan
kegiatan belajar. Tujuan pembelajaran adalah terwujudnya efisiensi dan efektivitas kegiatan
belajar yang dilakukan siswa.

Pihak-pihak yang terlibat dalam pembelajaran adalah guru dan siswa yang berinteraksi edukatif
antara satu dengan yang lainnya. Isi kegiatan adalah materi belajar yang bersumber dan kurikulum
suatu program pendidikan. Proses kegiatan adalah langkah-langkah atau tahapan yang dilalui guru
dan siswa dalam pembelajaran. Dari uraian tentang indikator kualitas pembelajaran, disimpulkan
bahwa indikator kualitas pembelajaran adalah keterampilan guru, aktivitas siswa, materi
pembelajaran, media pembelajaran, hasil belajar siswa.

a. Keterampilan Guru

Undang-undang tentang Guru dan Dosen bab 1, ayat 1 guru merupakan pendidik profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar dan pendidikan menengah. Guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya,
profesinya) mengajar, (Departemen Pendidikan Nasional, 2007: 559).

Djamarah (2010:99) dalam bukunya yang berjudul Guru Dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif
menyatakan bahwa keterampilan dasar mengajar adalah keterampilan yang mutlak harus dimiliki
oleh seorang guru agar dapat mengop-timalkan perannya di kelas. Beberapa keterampilan dasar
mengajar yang harus dimiliki oleh seorang guru menurut Djamarah (2010:99-163) yaitu
keterampilan bertanya dasar, keterampilan bertanya lanjutan, keterampilan memberi penguatan,
keterampilan mengadakan variasi, keterampilan menjelaskan, keterampilan membuka dan
menutup pelajaran, keterampilan mengelola kelas, keterampilan memimpin diskusi kelompok
kecil, dan keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan.

Menurut Turney 1973 dalam Usman (2010 : 74) keterampilan dasar mengajar meliputi
keterampilan bertanya, keterampilan memberi penguatan, keterampilan mengadakan variasi,
keterampilan menjelaskan, keterampilan membuka dan menutup pelajaran, keterampilan
membimbing diskusi kelompok kecil, keterampilan mengelola kelas, serta keterampilan mengajar
kelompok kecil dan perorangan. Menurut Winataputra (2004:7.8-8.55):

Keterampilan dasar dalam mengajar meliputi keterampilan bertanya, keterampilan


memberi penguatan, keterampilan mengadakan variasi, keterampilan menjelaskan,
keterampilan membuka dan menutup pelajaran, keterampilan membimbing diskusi
kelompok kecil, keterampilan mengelola kelas, serta keterampilan mengajar kelompok
kecil dan perorangan

Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada
anak didik. Menurut Djamarah (2010: 34) menyatakan guru adalah orang yang bertanggungjawab
mencerdaskan kehidupan anak didik, dengan penuh dedikasi, loyalitas berusaha membimbing dan
membina anak didik agar menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa. Dari uraian tersebut
didapat delapan keterampilan dasar mengajar sebagai berikut.

1) Keterampilan bertanya

Guru hendaknya memunculkan aktualisasi diri siswa, hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara
seperti bertanya. Melalui pertanyaan yang diajukan, siswa difasilitasi untuk memperoleh
pemahaman dan meningkatkan daya pikir secara kritis, analitis, aplikatif. Pertanyaan yang
tersusun baik, teknik memberi pertanyaan tepat akan memberikan dampak positif terhadap
aktivitas dan kreativitas siswa. Komponen keterampilan bertanya yaitu: pengungkapan pertanyaan
secara jelas, pemberian acuan, pemusatan, pemindahan giliran, penyebaran, pemberian waktu
berpikir, pemberian tuntunan,

Keterampilan bertanya merupakan keterampilan yang harus dimiliki seorang guru karena dengan
bertanya guru dapat mengeksplor pengetahuan yang dimiliki siswa. Menurut Djamarah (2010:99)
dengan bertanya akan membantu siswa belajar dengan temannya serta membantu siswa lebih
sempurna dalam menerima informasi. Keterampilan bertanya memiliki pengaruh yang sangat
penting, tidak hanya pada hasil belajar siswa, tetapi juga pada suasana kelas baik sosial maupun
emosional.

Komponen-komponen keterampilan bertanya juga disampaikan oleh Usman (2011:77-78)


meliputi penggunaan pertanyaan secara jelas dan sing-kat (pertanyaan harus diungkapkan dengan
kata-kata yang dapat dipahami siswa sesuai taraf perkembangannya), pemberian acuan,
pemindahan giliran (adakalanya satu pertanyaan perlu dijawab lebih dari seorang siswa karena
jawaban dari siswa belum tepat atau belum memadai), penyebaran, pembe-rian waktu berpikir,
dan pemberian tuntunan.

Aktivitas menurut Poerwadarminta (2003:20) adalah kegiatan atau kesibukan Menurut Anton M.
Mulyono dalam Septiadi, Rio (2008:1) Aktivitas artinya “kegiatan/ keaktifan”. Jadi segala sesuatu
yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu
aktivitas. Menurut Sriyono aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara jasmani
atau rohani.
Menurut Hamalik, (2011:28), belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui
interaksi dengan lingkungan. Aspek tingkah laku tersebut adalah: pengetahuan, pengertian,
kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan
sikap. Sedangkan, Sardiman (2011 : 22) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses
interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep
ataupun teori.

Jadi dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan segala kegiatan yang dilakukan dalam
proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar. Aktivitas yang
dimaksudkan di sini penekanannya adalah pada siswa, sebab dengan adanya aktivitas siswa dalam
proses pembelajaran terciptalah situasi belajar aktif.

Pidarta, Made dalam Hermawan, Faried (2009:2) menyatakan bahwa “pendidik dapat diartikan
secara luas dan sempit”. Secara luas (universal), Pidarta menyebut pendidik sebagai semua orang
yang mempunyai kewajiban mendidik anak, sedangkan dalam arti sempit (spesifik), pendidik di
katakan sebagai orang-orang yang sengaja dipersiapkan menjadi guru atau dosen. Dengan
demikian, guru yang sudah dicetuskan sebagai tenaga pendidik yang khusus, diharapkan memiliki
profesionalitas dalam memberikan pendidi- kan kepada peserta didik. Maksudnya adalah guru
harus mampu memberikan pembelajaran kepada peserta didik dengan sempurna, sesuai jabatan
yang dimilikinya.

Banyak sekali yang dapat diplih guru dalam menyampaikan pembelajaran, Hamzah, Uno dalam
Herman (2009:1) mengatakan perlu adanya persiapan landasan bagi pengambilan putusan secara
memuaskan tentang metode pengajaran dan kegiatan belajar yang efektif. Beberapa pola
pembelajaran efektif tersebut, dapat dilakukan dengan pengembangan metode-metode mengajar
dan kediatan belajar yang sudah umum dilakukan, misalnya metode ceramah, bicara dengan
formal, menulis di papan tulis, memperagakan, mempersiapkan lembar kerja siswa, menulis
laporan praktikum, dan kegiatan yang lainnya.

Beberapa keterampilan dasar mengajar yang harus dimiliki oleh seorang guru menurut Djamarah
(2010: 99-163) yaitu keterampilan bertanya dasar, keterampilan bertanya lanjutan, keterampilan
memberi penguatan, keterampilan mengadakan variasi, keterampilan menjelaskan, keterampilan
membuka dan menutup pelajaran, keterampilan mengelola kelas, keterampilan memimpin diskusi
kelompok kecil, dan keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan.

Menurut Turney 1973 dalam Usman (2010: 74) keterampilan dasar mengajar meliputi
keterampilan bertanya, keterampilan memberi penguatan, keterampilan mengadakan variasi,
keterampilan menjelaskan, keterampilan membuka dan menutup pelajaran, keterampilan
membimbing diskusi kelompok kecil, keterampilan mengelola kelas, serta keterampilan mengajar
kelompok kecil dan perorangan. Sedangkan menurut Winataputra (2004: 55) keterampilan dasar
mengajar meliputi keterampilan bertanya, keterampilan memberi penguatan, keterampilan
mengadakan variasi, keterampilan menjelaskan, keterampilan membuka dan menutup pelajaran,
keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil, keterampilan mengelola kelas, serta
keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan.
Menurut Usman (2013: 77) keterampilan bertanya dasar terdiri dari penggunaan pertanyaan secara
jelas dan singkat, pemberian acuan, pemindahan giliran, penyebaran, pemberian waktu berpikir,
dan pemberian tuntunan. Sedangkan keterampilan bertanya lanjut memiliki komponen sebagai
berikut: (a) pengubahan tuntunan kognitif dalam menjawab pertanyaan, (b) pengaturan urutan
pertanyaan, (c) penggunaan pertanyaan pelacak, dan (d) peningkatan terjadinya interaksi.
Komponen-komponen keterampilan bertanya juga disampaikan oleh Usman (2011: 77-78)
meliputi penggunaan pertanyaan secara jelas dan singkat (pertanyaan harus diungkapkan dengan
kata-kata yang dapat dipahami siswa sesuai taraf perkembangannya), pemberian acuan,
pemindahan giliran (adakalanya satu pertanyaan perlu dijawab lebih dari seorang siswa karena
jawaban dari siswa belum tepat atau belum memadai), penyebaran, pemberian waktu berpikir, dan
pemberian tuntunan.

2) Keterampilan Memberi Penguatan

Secara psikologis, individu membutuhkan penghargaan atas usaha yang telah dilakukan, apalagi
pekerjaan itu dinilai baik, sukses, efektif. Guru hendaknya memberikan penguatan, baik penguatan
verbal maupun non-verbal, yang merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku guru terhadap
perilaku siswa untuk memberikan informasi atau umpan balik atas perbuatan baik sebagai tindak
dorongan, sehingga perbuatan tersebut terus diulang.

Penguatan sering muncul dalam kehidupan sehari-hari, namun banyak yang tidak menyadari
bahwa yang dimunculkan tersebut adalah penguatan. Winataputra (2004:7.29) mengungkapkan
penguatan adalah respon yang diberikan terhadap perilaku atau perbuatan yang dianggap baik,
yang dapat membuat terulangnya atau meningkatnya perilaku yang dianggap baik tersebut. Dalam
kegiatan pembelajaran, penguatan memiliki peran penting untuk meningkatkan keefektifan
kegiatan pembelajaran.

Djamarah (2010:117) menyatakan pemberian penguatan secara psi-kologis akan berpengaruh


terhadap tingkah laku seseorang yang menerimanya. Penguatan positif guru terhadap perilaku
siswa yang positif akan membuat siswa merasa senang karena dianggap memiliki kemampuan.
Tujuan pemberian penguatan menurut Usman (2011:81) yaitu untuk meningkatkan perhatian
siswa terhadap pelajaran, merangsang dan meningkatkan motivasi belajar, serta meningkatkan
kegiatan belajar dan membina tingkah laku yang produktif. Dalam kegiatan pembelajaran,
penguatan memiliki peran penting untuk meningkatkan keefektifan kegiatan pembelajaran.

Penguatan ialah respon terhadap suatu tingkah laku yang dapat meningkatkan kemungkinan
berulangnya kembali tingkah tersebut. Penguatan merupakan dorongan bagi siswa untuk
meningkatkan penampilanya. Komponen dalam keterampilan memberi penguatan adalah:

a) verbal, yaitu berupa kata-kata/kalimat pujian, seperti bagus, tepat sekali, atau saya puas
akan pekerjaanmu.
b) nonverbal yaitu berupa gerak mendekati, mimik dan gerakan badan, sentuhan, kegiatan
yang menyenangkan atau token (simbol atau benda kecil lain) (Aqib, 2013: 85-86).

Djamarah (2010: 117) menyatakan pemberian penguatan secara psi-kologis akan berpengaruh
terhadap tingkah laku seseorang yang menerima-nya. Penguatan positif guru terhadap perilaku
siswa yang positif akan membuat siswa merasa senang karena dianggap memiliki kemampuan.
Tujuan pemberian penguatan menurut Usman (2011: 81) yaitu untuk meningkatkan perhatian
siswa terhadap pelajaran, merangsang dan meningkatkan motivasi belajar, serta meningkatkan
kegiatan belajar dan membina tingkah laku yang produktif.

3) Keterampilan Mengadakan Variasi

Dalam kehidupan sehari-hari variasi memegang peranan penting. Menurut Winataputra


(2004:7.45) variasi adalah keanekaan yang membuat sesuatu tidak monoton. Tanpa adanya variasi,
hidup akan membosankan. Begitu pula dalam kegiatan pembelajaran, jika guru selalu
menggunakan cara mengajar yang sama, maka siswa akan merasa bosan dan tidak termotivasi
mengikuti pembelajaran. Hal ini berakibat pada kurang optimalnya pelaksanaan pembelajaran.

Variasi stimulus yaitu keterampilan memberikan stimulus pembelajaran secara bervariasi. Melalui
stimulus bervariasi, siswa didorong melakukan berbagai aktivitas belajar dan merespon setiap
stimulus melalui pengondisian kelas yang diciptakan guru. Dengan adanya variasi diharapkan
pembelajaran lebih bermakna sehingga siswa senantiasa menunjukkan ketekunan serta partisipatif
dalam pembelajaran.

Djamarah (2010:124) menyatakan terdapat tiga aspek dalam keteram-pilan mengadakan variasi,
yaitu: variasi dalam menggunakan media dan bahan pengajaran, variasi dalam interaksi (kegiatan
klasikal, kelompok kecil, berpasangan, perseorangan), serta variasi dalam gaya mengajar yang
meliputi variasi suara, pemusatan (focusing), pemberian waktu, kontak pandang, gerakan anggota
badan, dan pindah posisi.

Menurut Usman (2013: 84) Variasi stimulus adalah suatu kegiatan guru dalam konteks proses
interaksi belajar mengajar yang ditujukan untuk mengatasi kebosanan murid, sehingga dalam
situasi belajar mengajar, murid senantiasa menunjukkan ketekunan, antusiasme, serta penuh
partisipasi. Tujuan pemberian variasi belajar adalah untuk meningkatkan perhatian siswa kepada
aspek-aspek belajar-mengajar yang relevan. Komponen-komponen variasi mengajar dibagi dalam
tiga kelompok, yaitu:

a) variasi gaya mengajar meliputi variasi suara, penekanan (focusing), pemberian waktu
(pausing), kontak pandang, gerakan anggota badan (gesturing), pindah posisi
b) variasi media dan bahan ajaran meliputi variasi media pandang, variasi media dengar,
variasi media taktil
c) variasi interaksi (Djamarah dan Zain, 2006: 167-172).

Djamarah (2010: 124) menyatakan terdapat tiga aspek dalam keteram-pilan mengadakan variasi,
yaitu: variasi dalam menggunakan media dan bahan pengajaran, variasi dalam interaksi (kegiatan
klasikal, kelompok kecil, berpasangan, perseorangan), serta variasi dalam gaya mengajar yang
meliputi variasi suara, pemusatan (focusing), pemberian waktu, kontak pan-dang, gerakan anggota
badan, dan pindah posisi.

4) Keterampilan Menjelaskan
Keterampilan menjelaskan dalam pembelajaran adalah penyajian informasi secara lisan,
diorganisasi secara sistematis untuk menunjukkan adanya hubungan satu dengan lainnya. Seorang
guru hendaknya mengintegrasikan segala kemampuannya dalam memberikan penjelasan secara
sistematis dan logis. Penyampaian informasi yang terencana baik, disajikan dengan
mengintegrasikan berbagai kemampuan mengajar guru merupakan ciri utama kegiatan
menjelaskan yang berhasil.

Dari segi etimologis, kata menjelaskan mengandung makna membuat sesuatu menjadi jelas.
Dalam kegiatan menjelaskan terkandung makna pengakajian informasi secara sistematis sehingga
yang menerima penjelasan mempunyai gambaran yang jelas tentang hubungan informasi yang satu
dengan yang lain misalnya hubungan informasi yang baru dengan informasi yang sudah diketahui,
hubungan sebab akibat, hubungan antara teori dan praktik, atau hubungan antara dalil-dalil dengan
contoh. (Winatapura, 2007: 7.60). Keterampilan menjelaskan terdiri dari berbagai komponen
sebagai berikut.

a) Komponen merencanakan penjelasan: isi pesan yang dipilih dan disusun secara
sistematis disertai dengan contoh, hal-hal yang berkaitan dengan karakteristik
penerima pesan (siswa).
b) Komponen menyajikan penjelasan yang mencakup hal-hal berikut: (1) kejelasan:
bahasa yang jelas, berbicara yang lancar, mendefinisikan istilah-istilah teknis dan
berhenti sejenak untuk respon siswa (2) penggunaan contoh dan ilustrasi (3) pemberian
tekanan pada bagian-bagian yang penting (4) balikan tentang penjelasan yang
disajikan dengan melihat mimik (Aqib, 2013: 88).

Kata menjelaskan mengandung makna membuat sesuatu menjadi jelas. Menjelaskan merupakan
pengkajian informasi secara sistematis sehingga yang menerima penjelasan mempunyai gambaran
yang jelas tentang hubungan informasi yang satu dengan yang lain (Winataputra, 2004: 7.60).
Menurut Usman (2011: 90) hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyajian suatu penjelasan
meliputi: Kejelasan, Penggunaan contoh dan ilustrasi, Pemberian tekanan, Pemberian umpan
balik.

5) Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran

Membuka pelajaran adalah usaha atau kegiatan yang dilakukan guru dalam kegiatan pembelajaran
untuk menciptakan pra-kondisi bagi siswa agar mental maupun perhatiannya terpusat pada apa
yang akan dipelajarinya, sehingga usaha tersebut akan memberikan efek yang positif terhadap
kegiatan belajar. Komponen keterampilan membuka yaitu: menarik perhatian siswa, menimbulkan
motivasi, memberikan acuan, membuat kaitan.

Kegiatan menutup pelajaran ditujukan untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang
telah dipelajari oleh siswa, mengetahui tingkat pencapaian siswa dan tingkat keberhasilan guru.
Kegiatan menutup merupakan bagian integral dari pembelajaran yang harus dikuasai guru, seperti
menyampaikan rangkuman, review, menyimpulkan dan kegiatan-kegiatan lainnya.

Keterampilan membuka dan menutup pelajaran dapat diartikan seba-gai keterampilan memulai
dan mengakhiri kegiatan pembelajaran. Menurut Djamarah (2010: 138) keterampilan membuka
pelajaran adalah perbuatan guru untuk menciptakan siap mental dan menimbulkan perhatian siswa
agar terpusat pada materi yang akan dipelajari. Sedangkan keterampilan menutup pelajaran adalah
keterampilan mengakhiri kegiatan inti pelajaran.

Membuka pelajaran adalah usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan belajar
mengajar untuk menciptakan prakondisi bagi muridnya agar mental maupun perhatian terpusat
pada apa yang akan dipelajarinya sehingga usaha tersebut akan memberikan efekyang positif
terhadap kegiatan belajar. Sedangkan menutup pelajaran ialah kegiatan yang dilakukan guru untuk
mengakhiri pelajaran atau kegiatan belajar mengajar (Djamarah, 2005: 139). Komponen
keterampilan yang perlu dikuasai guru dalam membuka pelajaran adalah sebagai berikut:

a) menarik perhatian peserta didik: gaya mengajar guru, menggunakan alat-alat bantu
mengajar yang dapat menarik perhatian, penggunaan pola interaksi yang bervariasi.
b) menimbulkan motivasi: sikap hangat dan antusias, menimbulkan rasa ingin tahu,
mengemukakan ide yang bertentangan, memperhatikan minat siswa.
c) memberi acuan: mengemukakan tujuan dan batas-batas tugas, menyarankan langkah-
langkah yang akan dilakukan, mengingatkan masalah pokok yang akan dibahas,
mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
d) membuat kaitan. Komponen keterampilan yang perlu dikuasai guru dalam menutup
pembelajaran adalah sebagai berikut: (1) Meninjau kembali: merangkum inti
pelajaran, membuat ringkasan, (2) Menilai (mengevaluasi): tanya jawab lisan,
mendemonstrasikan, keterampilan, mengaplikasikan ide baru, menyatakan pendapat
tentang, masalah yang dibahas, memberikan soal-soal tertulis (Winataputra, 2007: 8-
10).

Menurut Usman (2011: 92) bentuk usaha guru dalam mengakhiri kegiatan belajar mengajar yaitu
merangkum atau membuat garis-garis besar persoalan yang baru dipelajari, mengorganisasi semua
kegiatan atau pelajaran yang telah dipelajari, memotivasi siswa mem-pelajari materi selanjutnya,
dan memberikan tindak lanjut berupa saran-saran serta ajakan agar materi yang baru dipelajari
jangan dilupakan serta dipelajari kembali di rumah.

6) Keterampilan Mengelola Kelas

Kegiatan pengelolaan yaitu kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan, memelihara, atau
mengembalikan kondisi yang memungkinkan terjadinya kegiatan pembelajaran yang efektif
seperti membuat aturan/tata tertib kelas, atau mengembangkan hubungan yang sehat dan akrab
antara guru-siswa dan siswa-siswa. Semua kegiatan tersebut akan diperjelas dan diperdalam
berikut ini:

a) Keterampilan guru yang berhubungan dengan penciptaan dan pemeliharaan kondisi


belajar yang optimal (bersifat preventif) yang meliputi (1) sikap tanggap: memandang,
gerak mendekati, memberi pernyataan, memberi reaksi terhadap gangguan dan ketak
acuhan, (2) membagi perhatian: visual dan verbal, (3) pemusatan perhatian kelompok:
memberi tanda, pertanggung jawab, pengarahan dan petunjuk yang jelas, penghentian,
(4) penguatan, (6) kelancaran (smoothness): campur tangan yang berlebihan (teacher
instruction), kelenyapan (fade away), penyimpangan (digression), ketidaktepatan
berhenti dan memulai kegiatan, (7) kecepatan (pacing): bertele-tele (overdwelling),
mengulangi penjelasan yang tidak perlu.
b) Keterampilan yang berhubungan dengan pengembangan kondisi yang optimal adalah:
(1) modifikasi tingkah laku, (2) pendekatan pemecahan masalah kelompok, (3)
menemukan dan memecahkan tingkah laku yang menimbulkan masalah (Djamarah
dan Zain, 2006: 186-194).

Keterampilan mengelola kelas merupakan keterampilan guru menciptakan dan memelihara


kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses interaksi
edukatif (Djamarah, 2010: 144). Selanjutnya Darmadi (2010: 6) menyatakan pengelolaan kelas
adalah seperangkat kegiatan untuk mengembangkan tingkah laku siswa yang diinginkan, dengan
hubungan-hubungan interpersonal dan iklim sosio emosional yang positif serta mengembangkan
dan mempermudah organisasi kelas yang efektif.

7) Keterampilan Membimbing Diskusi Kelompok Kecil

Keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil adalah salah satu cara untuk memfasilitasi
sistem pembelajaran yang dibutuhkan oleh siswa secara kelompok. Siswa berdiskusi dalam
kelompok-kelompok kecil di bawah bimbingan guru atau temannya untuk berbagi informasi,
pemecahan masalah atau pengambilan keputusan.

Diskusi kelompok adalah suatu proses teratur yang melibatkan sekelompok orang dalam interaksi
tatap muka yang informal dengan berbagai pengalaman atau informasi, pengambilan kesimpulan,
atau pemecahan masalah. Diskusi tersebut berlangsung dalam suasana terbuka. Setiap siswa bebas
mengemukakan pendapatnya tanpa merasa ada tekanan dari teman atau gurunya (Usman, 2011:
94).

Komponen keterampilan membimbing diskusi kelompok diskusi kelompok secara


efektif, ada enam komponen keterampilan yang perlu dikuasai guru yaitu: (1)
memusatkan perhatian siswa, (2) memperjelas masalah atau urunan pendapat, (3)
menganalisis pandangan siswa, (4) meningkatkan urunan siswa, (5) menyebarkan
kesempatan berpartisipasi, (6) menutup diskusi (Aqib, 2013: 91-93)

Djamarah (2010: 159) juga menyatakan beberapa hal yang perlu diperhatikan guru dalam diskusi
kelompok kecil agar dapat efektif dan efisien yaitu diskusi harus dilakukan dalam suasana terbuka
serta perlunya perencanaan yang meliputi pemilihan topik atau masalah yang akan didiskusikan,
harus dipastikan guru dan siswa telah memiliki latar belakang informasi untuk mendiskusikan
topik secara baik, harus ditetapkan dulu besarnya kelompok, serta pengaturan tempat duduk.
Komponen keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil meliputi memusatkan perhatian
siswa, memperjelas pendapat siswa, meningkatkan kontribusi siswa, dan mendistribusikan
pandangan siswa.

8) Keterampilan Mengajar Kelompok Kecil dan Perorangan

Yang dimaksud dengan pembelajaran individual (individual learning) adalah pembelajaran


humanis untuk memenuhi kebutuhan siswa. Pembelajaran individual terjadi dalam konteks
klasikal, namun tetap memperhatikan individu. Peran guru dalam pembelajaran perseorangan
sebagai organisator, narasumber, motivator, fasilitator, konselor dan sekaligus sebagai peserta
kegiatan.

Mengajar perorangan dapat diartikan sebagai suatu proses dimana setiap siswa dibantu
mengembangkan kemajuan dalam mencapai tujuan berdasarkan kemampuan, pendekatan, dan
bahan pelajaran (Djamarah, 2010: 164). Peran guru dalam mengajar kelompok kecil dan
perorangan, adalah sebagai operator dalam sistem tersebut. Ada empat jenis keterampilan yang
diperlukan, yaitu keterampilan mengadakan pendekatan secara pribadi, keterampilan
mengorganisasi, keterampilan membimbing dan membantu, serta keterampilan merancang dan
melaksanakan kegiatan pembelajaran.

Menurut Aqib (2013: 97-98) Mengajar kelompok kecil dan perorangan, terjadi dalam konteks
pembelajaran klasikal. Di dalam kelas, sorang guru mungkin menghadapi banyak kelompok kecil
serta banyak siswa masing-masing diberi kesempatan belajar secara kelompok maupun
perorangan. Penguasaan keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan memungkinkan
guru/instruktur mengelola kegiatan jenis ini secara efektif dan efisisen. Ada empat kelompok
keterampilan yang perlu dikuasai oleh guru dalam kaitan ini, yaitu sebagai berikut.

a) Keterampilan mengadakan pendekatan secara pribadi


b) Keterampilan mengorganisasikan kegiatan pembelajaran meliputi: memberikan
orientasi umum tentang tujuan, memvariasikan kegiatan, membentuk kelompok
kelompok, mengkoordinasikan kegiatan, membagi-bagi perhatian, mengakhiri
kegiatan.
c) Keterampilan membimbing dan memudahkan belajar yang meliputi: memberikan
penguatan, mengembangkan supervisi proses awal, mengadakan supervisi proses
lanjut, mengadakan supervisi pemaduan
d) Keterampilan merencanakan dan melakuakn kegiatan pembelajaran (Winatapura,
2007: 67).

Dari pengertian dapat dipahami bahwa guru adalah orang yang berwenang bertanggung jawab
untuk membimbing, membina anak didik, baik secara individual maupun klasikal baik di sekolah
maupun di luar sekolah. Berdasarkan berbagai pernyataan di atas, dapat disimpulkan keterampilan
dasar mengajar adalah keterampilan yang harus dimiliki seorang guru agar dapat melaksanakan
kegiatan pembelajaran yang efektif dan efisien, meliputi: keterampilan bertanya, keterampilan
memberi penguatan, keterampilan mengadakan variasi, keterampilan menjelaskan, keterampilan
membuka dan menutup pelajaran, keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil,
keterampilan mengelola kelas, serta keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional, yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan tanggung jawab.

b. Aktivitas Belajar siswa

Aktivitas-aktivitas siswa berhubungan dengan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik sehingga
nantinya siswa mendapat nilai karakter yang baik untuk diterapkan dalam masyarakat. Terdapat
beberapa hal yang harus diperhatikan guru berkaitan dengan aktivitas siswa dalam pembelajaran,
yaitu karakteristik siswa dan aktivitas siswa. Karakteristik siswa adalah keseluruhan kelakuan dan
kemampuan yang ada pada siswa sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan sosialnya
sehingga menentukan pola aktivitas dalam meraih cita-citanya.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia dalam aktivitas adalah kegiatan. Menurut Poerwadaminta
(2003:20) Aktivitas adalah kegiatan atau kesibukan. Menurut Gulo W (2009:73) belajar adalah
seperangkat kegiatan terutama kegiatan mental intelektual, mulai dari kegiatan yang paling
sederhana sampai kegiatan yang rumit. Sadirman dalam Junaidi (2010:1) menyatakan bahwa
belajar adalah berbuat,berbuat untuk mengubah tngkah laku,jadi melakukan kegiatan. Dalam
belajar sangat diperlukan adanya aktivitas, tanpa aktivitas belajar itu tidak akan berlangsung
dengan baik. aktivitas dalam proses belajar mangajar merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi
keaktivan siswa dalam mengikuti pelajaran, bertanya hal yang belum jelas, mencatat, mendengar,
berpikir, membaca, dan segala kegiatan yang dilakukan yang dapat menunjang segala prestasi
belajar.

Banyak orang menaruh harapan atas terwujudnya kondisi pembelajaran melalui siswa aktif. Siswa
yang secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran yang dicirikan oleh dua aktivitas yakni aktif
dalam berpikir (minds-on) dan aktif dalam berbuat (bands-on). Kedua bentuk aktif ini saling
terkait. Perbuatan nyata siswa dalam pembelajaran merupakan hasil keterlibatan berpikir terhadap
objek belajarnya. Pengalaman sebagai hasil perbuatan siswa, selanjutnya di olah dengan
menggunakan kerangka berpikir dan pengetahuan yang dimilikinya untuk membangun
pengetahuan. Dengan cara ini siswa dapat mengembangkan pemahaman bahkan mengubah
pemahaman sebelumnya menjadi semakin baik (ilmiah). Pemahamn baru ini, yang melalui
pengolahan dan refleksi, dapat melahirkan tindakan yang lain sebagai perwujudan
keingintahuanya. Dengan demikian, proses siswa aktif merupakan proses yang tiada henti.

Agar siswa dapat terlibat aktif dalam proses pembelajaran diperlukan adanya proses pembiasaan.
Untuk itu, perlu diidentifikasi beberapa kecakapan dasar penunjang yang harus menjadi
kemampuan yang melekat dalam diri siswa. Beberapa kemampuan dasar tersebut antara lain
sebagai berikut.

1) Kemampuan bertanya
Kemampuan ini tidak lain adalah kemampuan siswa untuk mempersoalkan (problem
posing). Dimulai dengan persoalan dalam wujud pertanyaan, maka dalam diri siswa
terdapat keinginan untuk mengetahui melalui proses belajarnya;
2) Kemampuan pemecahan masalah (problem solving)
Permasalahan yang muncul didalam pembelajaran harus diselesaikan (dicari
jawabannya) oleh siswa selama proses belajarnya. Tidak cukup kalau siswa mahir
mempersoalkan sesuatu tetapi miskin dalam pencarian pemecahannya. Penyelesaian
masalah sendiri dapat dilakukan secara mandiri (self-independence learning) maupun
secara kelompok (group learning);
3) Kemampuan berkomunikasi
Dalam konteks pemahaman, kemampuan berkomunikasi baik verbal maupun
nonverbal merupakan sarana agar terjadi pemahaman yang benar (yang baik dan punya
kadar keilmuan), dari hasil proses berpikir dan berbuat, terhadap gagasan siswa yang
ditemukan dan ingin dikembangkan.

Karakteristik siswa yang dapat mempengaruhi kegiatan belajar siswa adalah, (1) latar belakang
pegetahuan dan taraf pengetahuan, (2) gaya belajar, (3) usia kronologi, (4) tingkat kematangan,
(5) spektrum dan ruang lingkup minat, (6) lingkungan sosial ekonomi, (7) hambatan-hambatan
lingkungan dan kebudayaan, (8) inteligensia, (9) keselarasan dan attitude, (10) prestasi belajar, dan
(11) motivasi (Sardiman, 2011: 121).

Proses belajar mengajar didalamnya tersirat adanya satu kesatuan kegiatan yang tak terpisahkan
antara siswa yang belajar dan guru yang mengajar. Antara kedua kegiatan ini terjalin interaksi
yang saling menunjang. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas
merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar mengajar (Usman,
2013: 4) Sejalan dengan pendapat tersebut, Hamalik (2013: 170-171) menyatakan siswa adalah
suatu organisme yang hidup, di dalam dirinya beraneka ragan kemungkinan dan potensi yang
hidup yang sedang berkembang, di dalam dirinya terdapat prinsip aktif, keinginan untuk berbuat
dan bekerja sendiri. Prinsip inilah yang mengendalikan tingkah laku (aktivitas siswa).

Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau
melakukan aktivitas sendiri. Pembelajaran lebih menitikberatkan pada aktivitas sejati. Asal
aktivitas lebih ditonjolkan melalui suatu program unit activity, sehingga kegiatan belajar siswa
menjadi dasar utuk mencapai tujuan dan hasil belajar yang lebih memadai. Menurut Sardiman
(2012: 100) aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat fisik maupun mental. Dalam kegiatan
belajar kedua aktivitas itu saling terkait. Sehubungan dengan hal itu, anak berpikir sepanjang ia
berbuat. Tanpa perbuatan berarti anak itu tidak berpikir. Berpikir pada taraf verbal baru akan
timbul setelah anak itu berpikir pada taraf berbuat. Kegiatan belajar mengajar setiap individu
memerlukan perlakuan yang berbeda. oleh karena itu guru perlu mengetahui karakteristik siswa.

John Travers dalam Suprijono (2011: 7) menggolongkan aktivitas belajar menjadi belajar gerakan,
belajar pengetahuan, dan belajar pemecahan masalah. Ada pula yang menggolongkan menjadi
aktivitas belajar informasi, aktivitas belajar konsep, aktivitas belajar prinsip, aktivitas belajar
keterampilan dan aktivi-tas belajar sikap. Menurut Anton M. Mulyono dalam Rioseptiadi (2008:
1), Aktivitas artinya kegiatan / keaktifan. Jadi segala sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-
kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik, merupakan suatu aktivitas.

Aktivitas adalah melakukan suatu kegiatan tertentu secara aktif. Aktivitas menunjukkan adanya
kebutuhan untuk aktif bekerja atau melakukan kegiatan-kegiatan tertentu. Paul B. Diedrich
membagi kegiatan belajar dalam beberapa kelompok antara lain:

a) Kegiatan-kegiatan visual (visual activities). Membaca, melihat gambar-gambar,


mengamati eksperimen, demon-strasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja
atau bermain.
b) Kegiatan-kegiatan lisan (oral activities). Mengemukakan suatu fakta atau prinsip,
menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran,
mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi, dan interupsi.
c) Kegiatan-kegiatan mendengarkan (listening activities). Mendengarkan penyajian
bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan suatu
permainan, mendengarka radio.
d) Kegiatan-kegiatan menulis (writing activities). Menulis cerita, menulis laporan,
memeriksa karangan, membuat rangkuman, mengerjakan tes, mengisi angket.
e) Kegiatan-kegiatan menggambar (drawing activities). Membuat grafik, menggambar,
chart, diagram peta, dan pola.
f) Kegiatan-kegiatan motorik (motor activities). Melakukan percobaan, memilih alat-alat,
melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari,
berkebun.
g) Kegiatan-kegiatan mental (mental activities). Merenungkan, mengingat, memecahkan
masalah, menganalisis, faktor-faktor, melihat, membuat keputusan.
h) Kegiatan-kegiatan emosional (emotional activities). Minat, membedakan, berani,
tegang dan lain-lain (dalam Haditono, dkk 2001: 1).

Prinsip aktivitas didasarkan pada pandangan psikologis bahwa pengetahuan diperoleh melalui
pengamatan (melihat, mendengar, dan sebagainya). Jiwa itu dinamis, memiliki energi sendiri, dan
dapat menjadi aktif karena didorong oleh kebutuhan (Sugandi, 2004:9). Sedangkan Djamarah
(2008: 38-45) menjelaskan aktivitas belajar terdiri dari: mendengar, memandang, meraba,
membau, dan mecicipi kemudian menulis, membaca, membuat ikhtisar dan menggarisbawahi,
mengamati tabel, diagram dan bagan, menyusun kertas kerja, mengingat, berpikir, serta latihan
atau praktek. Indikator yang digunakan untuk mengamati aktivitas siswa dalam pembelajaran
menggunakan adalah sebagai berikut.

a) Mempersiapkan diri dalam menerima pembelajaran (emotional activities). Komponen


mempersiapkan diri dalam menerima pembelajaran adalah memasuki ruang kelas
sebelum pelajaran dimulai, membawa peralatan dan buku pembelajaran untuk belajar,
mempelajari materi terlebih dahulu dengan membaca materi yang akan dipelajari, dan
memperhatikan penjelasan guru serta tidak gaduh.
b) Merespon apersepsi dari guru (listening, visual, oral dan mental acitivities). Kegiatan
merespon apersepsi dari guru dapat terlihat dari mendengarkan apersepsi yang
diberikan oleh guru, menjawab pertanyaan dari guru ketika guru melakukan apersepsi,
bertanya mengenai hal-hal yang belum dimengerti, dan berani mengungkapkan
gagasan yang mereka miliki.
c) Mengerjakan tes tanya jawab (oral activities). Dalam mengerjakan tes tanya jawab hal-
hal yang perlu diperhatikan adalah mengerjakan tes tanya jawab dan tidak
mengganggu temannya, mengerjakan tes tanya jawab tanpa mencontek pekerjaan
temannya, mengerjakan tes tanya jawab tanpa membuka buku, serta mengerjakan tes
tanya jawab dengan tepat waktu.
d) Memperhatikan penjelasan guru (listening activities). Peserta didik memperhatikan
penjelasan guru dengan kriteria memperhatikan penjelasan dari guru dengan tidak
berbicara dengan teman, mencatat hal-hal penting, memperhatikan penjelasan guru,
dan memperhatikan penjelasan guru serta menanyakan hal-hal yang belum dimengerti.
e) Berkelompok sesuai dengan kelompok yang dibentuk oleh guru (emotional activities).
Komponen dalam berkelompok meliputi berkelompok sesuai dengan kelompok yang
dibentuk oleh guru, tidak mencemooh teman satu kelompoknya, duduk di bangku yang
telah ditentukan oleh guru dan berinteraksi dengan kelompoknya untuk melaksanakan
tugas dari guru.
f) Mempelajari materi yang diberikan oleh guru (visual activities dan mental activities).
Dalam poin ini siswa mempelajari materi dari guru, mencatat hal-hal penting,
menggaris bawahi materi yang belum dimengerti, dan membaca materi dari
buku/referensi lain.
g) Berdiskusi kelompok (mental activities). Dalam berdiskusi kelompok siswa ikut
berpikir untuk menjawab pertanyaan yang ada di LKS, ikut mengoreksi pekerjaan
temannya secara bergantian, membantu temannya yang belum mengerti tentang suatu
materi, dan tidak mengganggu temannya yang sedang diskusi kelompok.
h) Berdiskusi kelas (oral activities). Ketika kegiatan diskusi kelas siswa memperhatikan
temannya yang sedang presentasi, siswa mau bertanya jika belum jelas, siswa mau
menanggapi hasil diskusi kelompok lain yang dipresentasikan, dan mau menerima
pendapat dari orang lain.
i) Menjawab pertanyaan guru (oral activities, dan mental activities). Siswa mampu
menjawab pertanyaan guru dengan jawaban yang tepat, dengan bahasa yang mudah
dipahami, runtut, dan tidak membaca buku..
j) Membuat kesimpulan pembelajaran (oral activities, dan mental activities). Siswa tidak
membuat gaduh, siswa menulis poin-poinnya saja, dan siswa mencatat rangkuman
materi yang didapatkan dari guru (dalam Hamalik, 2010: 172).

Sedangkan Whipple (dalam Hamalik, 2013: 173-174) membagi aktivitas siswa sebagai berikut:
(1) bekerja dengan alat-alat visual, (2) ekskursi dan trip, (3) mempelajari masalah-masalah, (4)
mengapresiasi literatur, (5) ilustrasi dan konstruksi, (6) bekerja menyajikan informasi, (6) cek dan
tes. Indikator-indikator aktivitas siswa merupakan indikator sebagai instrumen dalam mengamati
aktivitas siswa proses pembelajaran dengan indikator-indikator aktivitas siswa. Aktivitas-aktivitas
siswa ini berhubungan dengan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik sehingga nantinya siswa
mendapat nilai karakter yang baik untuk diterapkan dalam masyarakat.

c. Hasil Belajar

Seorang individu yang belajar akan mendapat hasil perubahan perilaku setelah menempuh
proses/pengalaman. Namun tidak semua perubahan perilaku dikatakan belajar. Menurut Suprijono
(2009:5), hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap,
apresiasi, dan keterampilan. Sementara menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 13), hasil belajar
merupakan hasil akhir pengambilan keputusan mengenai tinggi rendahnya nilai yang diperoleh
siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Hasil belajar dikatakan tinggi apabila tingkat
kemampuan siswa bertanbah dari hasil sebelumnya.

Sesuai Rifa’i dan Anni (2009: 85) hasil belajar berupa perubahan perilaku siswa (behavioral
changes) meliputi aspek pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), keterampilan (psikomotorik)
sesuai dengan apa yang telah dipelajari siswa. Sejalan pendapat Anitah (2011: 6) perubahan
perilaku sebagai hasil belajar merupakan hasil dari pengalaman mental dan emosional,
dikelompokkan ke dalam tiga ranah, yaitu pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik),
dan penguasaan nilai-nilai atau sikap (afektif).
Hasil belajar merupakan perubahan tingkah laku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami
kegiatan belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang
dipelajari oleh peserta didik. Oleh karena itu, apabila peserta didik mempelajari pengetahuan
tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh adalah berupa penguasaan konsep.
Dalam peserta didik, perubahan perilaku yang harus dicapai oleh peserta didik setelah
melaksanakan kegiatan belajar dirumuskan dalam tujuan pendidikan (Caharina dan Rifa’i, 2011:
85).

Menurut Suprijono (2009: 5) hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-
pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Menurut Gagne dalam Suprijono (2009: 5),
hasil belajar berupa:

1) Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa,


baik lisan maupun tertulis.
2) Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempesentasikan konsep dan lambang.
3) Strategi kognitif yaitu kecakapan guru menyalurkan dan mengarahkan aktivitas
kognitifnya sendiri.
4) Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam
urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.
5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian
terhadap objek tersebut.

Menurut Bloom dalam Suprijono (2009: 6), hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif,
dan psikomotorik. Taksonomi Bloom lama Domain kognitif adalah knowledge, comprehension,
application, analysis, synthesis, evaluation. Taksonomi Bloom (dalam Anderson, L. W. &
Krathwohl, D. R. 2001) Domain kognitif adalah mengingat, memahami, mengaplikasikan,
menganalisis, mengevaluasi, mencipta. Domain afektif adalah receiving, responding, valuing,
organiza-tion, characterization. Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan
rountinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan produkif, teknik, fisik, sosial, manajerial,
dan intelektual.

Sementara menurut Lindgren (dalam Suprijono, 2009: 7) hasil pembelajaran meliputi kecakapan,
informasi, pengertian, dan sikap. Anni dan Rifai (2009: 85) menyatakan bahwa hasil belajar
merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah mengalami kegiatan belajar. Gagne
menyatakan hasil belajar berupa hal-hal berikut.

1) Informasi verbal, yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa,


baik lisan maupun tertulis.
2) Keterampilan intelektual, yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang.
3) Strategi kognitif, yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya
sendiri. Keterampilan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan
masalah.
4) Keterampilan motorik, yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam
urusan dan koordinasi sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.
5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian
terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan
eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai
standar perilaku (dalam Hakiim, 2009: 100-106).

Dari uraian mengenai hasil belajar maka dapat disimpulkan hasil belajar merupakan penguasaan
pengetahuan/ keterampilan yang didapat siswa setelah siswa melakukan aktivitas belajar dalam
proses pembelajaran yang di dalamnya telah dikombinasikan antara nilai proses dan nilai tes. Hasil
belajar merupakan segala hal yang didapat setelah siswa memperoleh pembelajaran baik secara
fisik maupun pengetahuan meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Dalam penelitian ini,
peneliti membatasi hasil belajar pada nilai tes evaluasi yang digunakan untuk menentukan tingkat
ketuntasan belajar siswa.

d. Materi Pembelajaran

Menurut Sumantri (2001: 200), bahan atau materi pelajaran merupakan isi suatu mata pelajaran
atau bidang studi yang dipelajari peserta didik berdasarkan kurikulum yang berlaku. Suatu materi
pelajaran harus ditata dan dikelola sedemikian rupa agar dapat dengan mudah dipelajari peserta
didik sesuai dengan tujuan dan kesiapan mereka dalam mengikuti kegiatan belajar. Pembelajaran
yang berkualitas harus mengandung materi yang berkualitas pula. Menurut Depdiknas (2004: 9),
materi pembelajaran yang berkualitas tampak dari: 1) Kesesuaiannya dengan tujuan pembelajaran
dan kompetensi yang harus dikuasai siswa, 2) Materi pembelajaran sistematis dan kontekstual, 3)
Dapat mengakomodasikan partisipasi aktif siswa dalam belajar semaksimal mungkin

e. Iklim Belajar

Iklim pembelajaran mengacu kepada suasana yang terjadi ketika pembelajaran berlangsung, dan
lebih luas lagi kepada interaksi yang terjadi antara komponen-komponen pembelajaran seperti,
guru dan siswa. Belajar akan lebih optimal dalam iklim yang mendukung. Iklim pembelajaran
tersebut mencakup:

1) Interaksi yang terjadi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa dalam
pembelajaran akan sangat membantu dalam peningkatan hasil belajar siswa. Bentuk
interaksi tersebut seperti, siswa bertanya, siswa mengajukan pendapat, guru memimpin
diskusi, siswa bersama guru menyimpulkan hasil kegiatan pembelajaran. Jika interaksi
tersebut berjalan dengan baik, maka secara tidak langsung hasil belajar siswa juga akan
meningkat.
2) Suasana kelas yang diharapkan kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya kegiatan
pembelajaran. Keadaan kelas yang membantu atau mendukung proses pembelajaran
dilengkapi dengan sumber balajar siswa, penerangan yang cukup, dan tersedianya
sarana permbelajaran, meja belajar siswa yang ditata sesuai model pembelajaran yang
akan dilakukan, kebersihan kelas, dan lain-lain.
Daftar Pustaka
.
Anitah, Sri, dkk. 2008. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka.
Anni, Catharina Tri dan Ahmad Rifa’i. 2009. Psikologi Pendidikan. Semarang: Unnes Press.
Aqib, Zaenal. 2009. Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Yrama Widya
Aqib, Zainal. 2006. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru. Bandung: Yrama Widya.
Aqib, Zainal. 2010. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB dan TK. Bandung: Yrama
Widya.
Aqib, Zainal. 2013 Model-model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif).
Bandung: Yrama Widya
Arifin, Zainal. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya
Arikunto, Suharsimi. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Bumi Aksara
Bahruddin, dkk. 2008. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta : Ar-ruz Media Group
Catharina Tri Anni dan Ahmad Rifa’i. 2009. Psikologi Pendidikan. Semarang: Unnes Press.
Catharina Tri Anni dan Ahmad Rifa’i. 2011. Psikologi Pendidikan. Semarang: Universitas Negeri
Semarang
Danim, Sudarwan. 2002. Pengertian Guru Dalam Pendidikan.
Darmadi, Hamid. 2010. Kemampuan Dasar Mengajar. Bandung: Alfabeta.
Daryanto. 2010. Media Pembelajaran. Jogjakarta: Gava Media
Daryanto. 2011. Media Pembelajaran. Bandung: Satu nusa.
Depdiknas. 2003. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Jakarta: Depdiknas
Depdiknas. 2004. Peningkatan Kualitas Pembelajaran. Jakarta: Depdiknas
Depdiknas. 2005. Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Jakarta:
Depdiknas
Depdiknas. 2006. Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas
Depdiknas. 2007. Kajian Kebijakan Kurikiulum Mata Pelajaran PKn. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas. 2007. Kualitas Pembelajaran. Jakarta: Pustaka Media
Depdiknas. 2007. Naskah Akademik Kajian Kurikulum Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.
Jakarta: Puskur
Depdiknas. 2007. Panduan Pengembangan Silabus KTSP untuk Mata Pelajaran (SD) MI , Jakarta:
Depdiknas
Depdiknas. 2007. SKKD Tingkat SD/ MI. Jakarta: Depdiknas
Depdiknas. 2008. Pedoman Penyusunan KTSP Sekolah Dasar. Jakarta:BSNP
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta : Rineka Cipta
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajat Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta
Djamarah, Syaiful Bahri. 2005. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka
Cipta
Djamarah, Syaiful Bahri. 2008 . Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta
Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Suatu Pendekatan
Teoretis Psikologis. Jakarta: Rineka Cipta.
Djamarah, Syaiful. 2010. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta
Ekaputra, H Herman. 2009. Variasi Mengajar guru Dan Aktivitas Belajar Siswa
Gulo, W. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo
Haditono, dkk. 2001. Minat dan Aktivitas Mahasiswa Baru. Yogyakarta
Hakiim, Lukmanul. 2009. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Wacana Prima
Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : PT. Bumi Aksara
Hamalik, Oemar. 2009. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi
Aksara
Hamalik, Oemar. 2009. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi aksara
Hamalik, Oemar. 2011. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Hamalik, Oemar. 2013. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara
Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.
Hamzah, Uno dan Satria Koni. 2012. Assessment Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Hamzah, Uno. 2007. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan
Efektif. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Hendayana, Sumar dkk. 2006. Lesson Study Suatu Strategi untuk Meningkatkan Keprofesionalan
Pendidik.
Herrhyanto, Nar dan Akib Hamid. 2007. Statistika Dasar. Jakarta: Universitas Terbuka
Hidayati, dkk. 2008. Pengembangan Pendidikan IPS SD. Jakarta: Dikti
Hidayati, Mujinem, anwar. 2008. Pengembangan pendidikan IPS SD. Jakarta : Direktorat jendral
pendidikan tinggi departemen pendidikan nasional
Hopkins, David. 2011. Panduan Guru: Penelitian Tindakan Kelas. Terjemahan Achmad Fawaid.
Jogjakarta: Pustaka Pelajar
Huda, Miftahul. 2012. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Huda, Miftahul. 2013. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Isjoni. 2009. Pembelaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta Didik.
Yogjakarta: Pustaka Pelajar
Isjoni. 2010. Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta
Didik. Yogyakarta : Pustaka Belajar
Isjoni. 2013. Pembelajaran Kooperatif . Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Lapono, Nabisi. 2008. Model Belajar dan Pembelajaran SD. Jakarta: Depdiknas
Monks, F. J, dkk. 1982. Psikologi Perkembangan (Ontwikkelings Psychologie). Yogyakarta: GM
University Press.
Muslichah, Asyari. 2006. Penerapan Pendekatan Sains-Teknologi-Masyarakat Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional
Poerwadaminta.2003.Kamus Umum Bahasa Indonesia.Jakarta:Balai Pustaka
Poerwanti, Endang dkk. 2008. Assesment Pembelajaran SD. Jakarta : Diknas
Rahim, Farida. 2007. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Riffa’i, Achmad dan Tri Anni Catharina. 2009. Psikologi Pendidikan. Semarang: Universitas
Negeri Semarang Press
Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Rusman. 2012. Belajar dan Pembelajaran Berbasis Komputer. Bandung: Alfabeta
Samatowa. Usman. 2006. Bagaimana Pembelajaran IPA di SD. Jakarta: Depdiknas.
Saminanto. 2010. Ayo Praktik PTK (Penelitian Tindakan Kelas). Semarang: Rasail Media Group
Sanjaya, Wina. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Sanjaya, Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana Prenada Media
Sanjaya, Wina. 2014. Media Komunikasi Pembelajaran. Jakarta: Prenadamedia Group
Sardiman, Arief S, dkk. 2010. Media Pendidikan. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers
Siregar, Earline, dkk. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Ghalia Indonesia
Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta : Rineka Cipta
Slavin, Robert. 2010. Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktek. Bandung : Nusa Media
Srini. 1997. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Depdikbud. Jakarta
Subana, dkk. 2000. Statistika Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia
Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya
Offset
Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Sugandi, Achmad. 2006. Teori Pembelajaran. Semarang : Universitas Negeri Semarang
Sugiyanto. 2009. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Mata Padi Presindo.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sulistyorini, Sri. 2007. Pembelajaran IPA Sekolah Dasar. Yogyakarta : Tiara Wacana
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu Dalam Teori Dan Praktek. Jakarta: Prestasi Pustaka
Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi
Pustaka.
Trianto. 2009. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivitis.
Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group
Usman, Moh Uzer. 2010. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Usman, Moh Uzer. 2013. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Usman, Uzer. 2011. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Wardhani dan Kuswaya Wihardit. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Universitas Terbuka
Widoyoko, Eko Putro. 2012. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Winataputra, Udin S. 2003. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas
Terbuka
Winataputra, Udin S. 2004. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka
Winataputra, Udin S. 2007. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai