N
OlehKelompok6 :
NAMA NIM
1. MAWADDAH DALIMUNTHE 1720100178
2. ROHANI SIREGAR 1720100144
3. SRI MAULIANA 1720100192
DosenPembimbing:
LIAH ROSDIANI NST, MA.
1
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 11
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teori kognitif sosial menyatakan bahwa factor sosial dan kognitif, dan juga factor
perilaku, memainkan peran penting dalam pembelajaran. Albert Bandura adalah salah
satu arsitek utama teori kognitif sosial. Dia mengatakan bahwa ketika murid belajar,
mereka dapat mempresentasikan atau mentransformasi pengalaman mereka secara
kognitif. Ingat bahwa pengkondisian operan, hubungan terjadi hanya antara pengalaman
lingkungan dengan perilaku. Dalam model Bandura, factor kognitif/person, faktor
lingkungan dan faktor saling mempengaruhi satu sama lain.
Dalam model pembelajaran bandura, faktor person atau kognitif memainkan
peran penting. Faktor person (kognitif) yang ditekankan bandura (1997-2001) pada masa
belakangan ini adalah self-efficacy, yakni keyakinan bahwa seseorang bisa menguasi
situasi dan menghasilkan hasil positif. Bandura mengatakan bahwa self-efficacy
berpengaruh besar terhadap perilaku. Misalnya seorang murid yang self efficacynya
rendah mungkin tidak mau berusaha belajar untuk mengerjakan ujian karena tidak
percaya bahwa belajar akan bisa membantunya mengerjakan soal.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Teori kognitif sosial Albert Bandura?
2. Apa Prinsip belajar dan aplikasi pendidikan?
C. Tujuan
Untuk mengetahui teori kognitif sosial menurut Albert Bandura, dapat menambah
wawasan serta mengetahui prinsip belajar dan aplikasinya.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
a. Kognisi memengaruhi perilaku. Aulia menyusun strategi kognitif untuk
berpikir secara lebih mendalam dan logis tentang cara menyelesaikan
suatu masalah. Strategi kognitif meningkatkan perilaku akademiknya.
b. Perilaku memengaruhi kognisi, proses (perilaku) belajar Aulia
membuatnya mendapat nilai baik, yang pada gilirannya menghasikan
ekspetasi positif tentang kemampuannya dan membuat dirinya percaya
diri (kognisi)
c. Lingkungan memengaruhi perilaku. Sekolah tempat Aulia belajar
mengembangkan program percontohan keterampilan- belajar untuk
membantu murid belajar, cara membuat catatan, mengelola waktu, dan
mengerjakan ujian secara lebih efektif. Program keterampilan akademik
Aulia
d. Perilaku memengaruhi lingkungan. Program keterampilan – belajar ini
berhasil meningkatkan perilaku akademik banyak mmurid di kelas Aulia.
Perilaku akademik yang meningkat ini memicu sekolah untuk
mengembangkan program itu sehingga semua murid di sekolah itu bisa
turut serta.
e. Kognisi memengaruhi lingkungan. Ekspektasi dan perencanaan daroi
kepala sekolah dan guru memungkinkan program keterampilan (belajar
itu terwujud).
f. lingkungan memengaruhi kognisi. Sekolah tersebut mendirikan pusat
tentang peningkatan keterampilan materi belajar. Pusa sumber daya ini
juga memberikan layanan tutoring keterampilan - belajar untuk murid.
Aulia dan orang tuanya memetik keuntungan dari tutoring dan pusat
sumber dayanya. Daya ini meningkatkan keterampilan berpikir Aulia.1
1
Jonh W.Santrock, Psikologi Pendidikan edisi kedua(Jakarta: Kencana, 2007), hlm 285-286.
5
Bandura mengatakan bahwa self-efficacy berpengaruh besar terhadap
perilaku. Misalnya seorang murid yang self efficacynya rendah mungkin
tidak mau berusaha belajar untuk mengerjakan ujian karena tidak percaya
bahwa belajar akan bisa membantunya mengerjakan soal. Bandura mencatat
bahwa penekanan skinner pada efek konsekuensi perilaku sebagian besar
mengabaikan fenomena peniruan - mencontoh perilaku orang-orang lain –
pengalaman tidak langsung – belajar dari keberhasilan atau kegagalan orang
lain. Dia merasa bahwa banyak pembelajaran manusia tidak dibentuk oleh
konsekuensi-konsekuensinya tetapi dipelajari dengan lebih efisien secara
langsung dari seorang teladan (Bandura, 1986; Schunk, 2000). Sebagai
contoh guru pendidikan jasmani memperagakan lompatan, dan siswa
menirunya. Bandura menyebut ini sebagai pembelajaran tanpa uji coba,
karena siswa tidak perlu mengalaminproses pembentukan tetapi dapat
menghasilkan lagi tanggapan yang tepat tersebut secara langsung2.
6
dicontohkan apabila disertai penyebutan atau penulisan nama.3 begitu guru
mendapatkan perhatian siswa, kinilah saatnya mencontohkan perilaku
yang mereka inginkan siswa tiru dan kemudian memberi kesempatan
kepada siswa mempraktekkan atau berlatih. Misalnya, guru dapat
memperlihatkan bagaimana menulis huruf A. kemudian siswa akan
meniru contoh guru dengan menuliskan sendiri huruf A.
c. Fase reproduksi: selama fase reproduksi siswa mencoba untuk
mencocokkan perilaku mereka dengan perilaku orang yang ditiru tersebut.
Diruang kelas, penilaian pembelajaran siswa terjadi selama fase ini.
Misalnya, setelah melihat huruf A ditiru dan mempraktekkannya beberapa
kali, apakah siswa tersebut dapat menghasilkan kembali huruf tersebut
sehingga hal itu terlihat seperti contoh guru?
d. Fase motivasi: tahap terakhir dalam proses pembelajaran pengamatan ialah
motivasi. Siswa akan meniru orang yang ditiru karena mereka percaya
bahwa tindakan seperti itu akan meningkatkan peluang mereka sendiri
dikuatkan. Diruang kelas, fase motivasi pembelajaran pengamatan sering
memerlukan pujian atau nilai yang diberikan karena mengimbangi contoh
guru. Siswa memberi perhatian pada contoh tersebut memparaktikkannya,
dan mereproduksinya karena mereka telah belajar bahwa inilah yang
disukai guru dan mereka ingin menyenangkan guru tersebut. 4
2. Prinsip-Prinsip Belajar dan Aplikasinya
Prinsip belajar adalah proses pembelajaran guru dituntut untuk mampu
mengembangkan potensi-potensi peserta didik secara optimal. Upaya untuk mendorong
terwujudnya perkembangan potensi peserta didik tersebut tentunya merupakan suatu
proses panjang yang tidak dapat diukur dalam periode tertentu apalagi dalam waktu yang
sangat singkat. Meskipun demikian, indikator terjadinya perubahan ke arah
perkembangan peserta didik dapat dicermati melalui instrumen-instrumen pembelajaran
3
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar(Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2004), hlm. 112.
4
Robbert E. Slavin, Opcit, hlm. 205.
7
yang dapat digunakan guru. Oleh karena itu seluruh proses dan tahapan pembelajaran
harus mengarah pada upaya mencapai perkembangan potensi-petensi anak tersebut.
5
Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan(Jakarta: Erlangga, 2009), hlm. 32.
8
Berkenaan dengan proses transfer dan retensi terdapat beberapa prinsi
yaitu;
a. Tujuan belajar dan daya ingat dapat menguat retensi
b. Bahan yang bermakna bagi pelajar dapat diserap lebih baik
c. Retensi seseorang dipengaruhi oleh kondisi psikis dan fisik di mana
proses belajar itu terjadi.
d. Latihan yang terebagi-bagi memungkinkan retensi yang lebih baik
e. Penelaahan bahan-bahan faktua, keterampilan dan konsep dapat
meningkatkan retansi.
f. Proses belajar cenderung terjadi bila kegiatan-kegiatan yang dilakukan
dapat menghasilkan data yang memuaskan.
g. Proses saling memengaruhi dalam belajar akan terjadi bila bahan baru
yang sam dipelajari mengikut bahan yang lalu.
h. Pengetahuan tentang konsep prinsip generalisasi dapat diserap degan
baik dan dapat diterapkan berhasil denagn cara menghubung-
hubungkan prinsip yang telah dipelajari dengan memberikan ilustrasi
unsur-unsur yang serupa.
i. Transfer hasi belajar dalam situasi dapat lebih mendapat kemudahan
bila hubungan-hubungan yang bermanfaat dalam situasi yang agak
sama dapat diciptakan.
j. Tahap akhir proses belajar seyogyanya memasukkan usaha untuk
menarik generalisai, yang pada gilirannya nanti dapat lebih
memperkuat retensi dan transfer
b. Prinsip keaktifan
Keaktifan anak dalam belajar merupakan persoalan penting dan mendasar
yang harus dipahami, didasari dan dikembangkan oleh setiap guru dalam proses
pembelajaran. Demikian pula harus dapat diterapkan oleh siswa dalam setiap
bentuk kegiatan belajar. Keaktifan belajar ditandai oleh adanya keterlibatan
belajar secara optimal baik intelektual, emosianal dan fisik jika dibutuhkan.
c. Proses keterlibatan langsung
9
Siswa di dalam proses pembelajaran memilki intensitas keaktifan yang
lebih tinggi. Dalam keadaan ini siswa tidak hanya sekedar aktif mendengar,
mengamati dan mengikutI, akan tetapi terlibat langsung dalam melaksanakan
suatu percobaan, peragaan atau mendemonstrasikan sesuatu. Dengan keterlibatan
langsung ini siswa aktif mengalami dan melakukan proses belajar sendiri.
Sejumlah hasil penelitian membuktikan lebih dari 60% sesuatu yang diperoleh
oleh kegiatan belajar didapatkan oleh keterlibatan langsung. Etgar Gale dalam
penggolongan pengalaman belajar yang diterangkan di dalam kerucut pengalam
belajar mengemukakann bahwa belajar yang baik adalah belajar melalui
pengalaman lanngsung
d. Prinsip pengulangan
Teori belajar klasik yang memberikan dukungan paling kuat teerhadap
prinsip belajar pengulangan ini adalah teori psikologi daya. Berdasarkan teori ini,
belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang meliputi daya
bepikir, mengingat, mengamati, menghapal, menanggapi dan sebagainya. Melalui
latihan-latihan maka daya-daya tersebut semakin berkembang. Sebaliknya
semakin kurang pemberian latihan, maka daya-daya tersebut semakin lambat
perkembangannya. Disamping teori psikologi daya prinsip pengulangan ini juga
didasari oleh teori psikologi asosiasi yang dipelopori oleh thorndike dengan salah
satu hukum belajarnya “ law of exercise”, yang mengemukakan bahwa belajar
adalah pembentukan hubungan stimulus dan respon. Dengan pengulangan,
pengalaman-pengalamn belajar maka akan semakin memperkuat hubungan
stimulus dan respon.
e. Prinsip tantangan
Deporter ( 2000:23) mengemukakan bahwa studi-studi menunjukkan
bahwa siswa lebih banyak belajar jika pelajarannya memuaskan, menantang serta
ramah, dan mereka memiliki peran dalam pengambilan keputusan. Bila anak-anak
tertantang dalam suatu pelajaran maka ia dapat mengabaikan aktivitas lain yang
dapat mengganggu kegiatan belajarnya.
f. Prinsip balikan dan penguatan
10
Prinsip balikan dan penguatan pada dasarnya merupakan implementasi
dari teori belajar yang dikemukakan oleh skinner melalui teori operant
conditioning dan salah satu hukum belajar dari Thorndike yaitu “law of effect”.
Menurut hukum belajar ini siswa akan belajar lebih bersemangat apabila
mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik.
Memberi penguatan (reinforcement) merupakan tindakan atau respon terhadap
suatu bentuk perilaku yang dapat mendorong munculnya peningkatan kualitas
tingkah laku pada waktu yang lain. Menurut Sumantri dan Permana (1999: 274)
mengemukakan secara khusus beberapa tujuan dari pemberian penguatan yaitu:
1. Membangkitkan motivasi belajar peserta didik
2. Merangsang peserta didik berpikir lebih baik
3. Menimbulkan perhatian peserta didik
4. Menumbuhkan kemampuan berinisiatif secara pribadi
5. Mengendalikan dan mengubah sikap negative peserta didik dalam belajar
kearah prilaku yang mendukung belajar6.
6
Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2013) hlm. 114.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori kognitif sosial adalah perkembangan utama dari tradisi teori pembelajaran
prilaku. Dengan di kembangkan Albert Bandura, teori pembelajaran sosial (social
learning teory) menerima kebanyakan prinsip teori perilaku tetapi terfokus lebih banyak
pada efek isyarat pada perilaku dan pada proses mental internal, dengan menekankan
efek pemikiran pada tindakan dan tindakan pada pemikiran (Bandura,1986).
Teori kognitif sosial (social cognitive theory) menyatakan bahwa factor sosial dan
kognitif, dan juga faktor perilaku, memainkan peran penting dalm pembelajaran. Factor
kognitif mungkin berupa ekspektasi murid untuk memperoleh keberhasilan; factor sosial
mungkin mencakup pengamatan murid terhadap perilaku oaring tuanya.
Prinsip belajar adalah proses pembelajaran guru dituntut untuk mampu
mengembangkan potensi-potensi peserta didik secara optimal. Upaya untuk mendorong
terwujudnya perkembangan potensi peserta didik tersebut tentunya merupakan suatu
proses panjang yang tidak dapat diukur dalam periode tertentu apalagi dalam waktu yang
sangat singkat. Meskipun demikian, indikator terjadinya perubahan ke arah
perkembangan peserta didik dapat dicermati melalui instrumen-instrumen pembelajaran
yang dapat digunakan guru. Oleh karena itu seluruh proses dan tahapan pembelajaran
harus mengarah pada upaya mencapai perkembangan potensi-petensi anak tersebut.
12
DAFTAR PUSTAKA
Robbert E. Slavin, psikologi pendidikan teori dan praktik , Jakarta: PT. Indeks, 2008.
13