3.
Mohamad Irfan
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. i
BAB I
PENDAHULUAN.....................................................................................................1
A.
Latar Belakang...............................................................................................1
B.
Tujuan............................................................................................................ 2
C.
Ruang Lingkup...............................................................................................2
D.
Sasaran......................................................................................................... 3
BAB II
KARAKTERISTIK MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN
KEWARGANEGARAAN (PPKn).............................................................................5
A.
Rasional.........................................................................................................5
B.
Tujuan............................................................................................................ 7
C.
Ruang Lingkup...............................................................................................8
BAB III KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN
KEWARGANEGARAAN (PPKn).............................................................................9
A.
Lingkup Kompetensi dan Ruang Lingkup Materi PPKn di SD/MI................12
B.
Lingkup Kompetensi dan Ruang Lingkup Materi PPKn di SMP/MTs............12
C.
Lingkup Kompetensi dan Ruang Lingkup Materi di SMA/MA/SMK/MAK......14
BAB IV DESAIN PEMBELAJARAN PPKn.........................................................................16
A.
Kerangka Pembelajaran...............................................................................17
B.
Pendekatan Pembelajaran...........................................................................20
C.
Strategi dan Metode Pembelajaran..............................................................21
D.
Rancangan Pembelajaran............................................................................22
BAB V
MODEL PEMBELAJARAN....................................................................................25
A.
Macam-Macam Model Pembelajaran PPKn.................................................25
B.
Pemilihan Model..........................................................................................30
C.
Keterkaitan Materi dan Model Pembelajaran...............................................31
BAB VI PENILAIAN...........................................................................................................33
A.
Stategi Dasar Penilaian PPKn.....................................................................33
B.
Teknik dan Bentuk Penilaian Sikap, Pengetahuan, dan Ketrampilan...........34
C.
Pelaksanaan Penilaian dan Pelaporan Hasil Belajar....................................38
BAB VII MEDIA DAN SUMBER BELAJAR.........................................................................42
A.
Media Belajar PPKn.....................................................................................42
B.
Sumber Belajar PPKn..................................................................................50
BAB VIII GURU SEBAGAI PENGEMBANG KULTUR SEKOLAH........................................53
A.
Kultur Sekolah..............................................................................................53
B.
Guru Melakukan Kerjasama.........................................................................56
BAB IX PENUTUP.............................................................................................................62
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................... 63
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan kewarganegaraan merupakan salah satu muatan kurikulum pendidikan dasar
dan menengah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 37
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
Penjelasan Pasal 37 ... dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia
yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Berdasarkan rumusan tersebut,
telah dikembangkan Mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)
yang diharapkan dapat menjadi wahana edukatif dalam mengembangkan peserta didik
menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air yang dijiwai oleh
nilai-nilai Pancasila, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
semangat Bhinneka Tunggal Ika dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk mengakomodasikan perkembangan baru dan perwujudan pendidikan sebagai
proses pencerdasan kehidupan bangsa dalam arti utuh dan luas, maka substansi dan
nama mata pelajaran yang sebelumnya Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dikemas
dalam
Kurikulum
2013
menjadi
mata
pelajaran
Pendidikan
Pancasila
dan
Kewarganegaraan (PPKn).
Seluruh ketentuan yang berkaitan dengan Kurikulum 2013 mata pelajaran Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan, secara utuh bersama mata pelajaran lainnya, sudah
dimuat dalam semua ketentuan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
(Permendikbud) turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2013 yang
merupakan Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 Tentang
Standar
Nasional
Pendidikan.
Ketentuan
tersebut
berkaitan
dengan
Standar
Untuk itulah dikembangkan Buku Pedoman Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan ini.
Selain itu, buku pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan atau referensi bagi para
pendidik
dalam
merencanakan,
mengembangkan,
dan
melaksanakan
proses
B. Tujuan
Buku Pedoman ini dimaksudkan untuk memfasilitasi para Guru PPKn dalam;
1. membangun persepsi dan sikap positif terhadap mata pelajaran PPKn sesuai dengan
ide, regulasi, karakteristik psikologis-pedagogis, dan fungsinya dalam konteks sistem
pendidikan nasional;
2. memahami secara utuh dan menyeluruh karakteristik PPKn Kurikulum 2013 sebagai
landasan membangun pola sikap dan pola prilaku profesional sebagai guru PPKn;
3. memfasilitasi tumbuhnya kesejawatan (kolegialisme) guru PPKn untuk mewujudkan
pembelajaran PPKn dan pengembangan budaya kewarganegaraan di lingkungan
satuan pendidikan dan lingkungan sosial-kultural peserta didik; dan
4. mengembangkan diri sebagai guru PPKn yang profesional dan dinamis dalam
menyikapi dan memecahkan masalah-masalah praktis terkait visi dan misi PPKn di
lingkungan satuan pendidikan.
C. Ruang Lingkup
Buku Pedoman Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ini secara
garis besar terdiri atas sembilan bab yaitu Bab I Pendahuluan, Bab II Karakteristik Mata
Pelajaran PPKn, Bab III Kurikulum 2013 Mata Pelajaran PPKn, Bab IV Desain
Pembelajaran, Bab V Model Pembelajaran, Bab VI Penilaian Otentik, Bab VII Media dan
Sumber Belajar, Bab VIII Guru sebagai Pengembang Kultur Sekolah, Bab IX Penutup.
Secara lebih terinci, ruang lingkup Buku Pedoman Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan sebagai berikut. Bab I Pendahuluan, menguraikan latar belakang
mengapa ada buku pedoman ini, mengapa pedoman ini diperlukan, operasional antara
dokumen kurikulum, buku teks pelajaran/siswa dan buku pedoman guru, penekanan
pada perubahan kurikulum 2013 sehingga perlu perubahan mindset dan praktikal dalam
pola mengajar. Dalam Bab I juga menguraikan tentang tujuan buku pedoman, ruang
lingkup buku pedoman dan sasaran pengguna buku pedoman ini.
rasional
mengapa
mata
pelajaran
Pendidikan
Pancasila
dan
D. Sasaran
Buku Pedoman Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ini disusun
untuk kepentingan: Guru PPKn, kepala sekolah, Pengawas, Dinas Pendidikan, Orang
Tua dan pemangku kepentingan (Stake Holder) lainnya dalam rangka kegiatan-kegiatan
sebagai berikut.
1) Memberikan pemahaman tentang:
-
2) Meningkatkan kemampuan:
-
Dasar
(KD)
sesuai
dengan
kondisi,
kebutuhan,
kapasitas,
BAB II
KARAKTERISTIK MATA PELAJARAN
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN (PPKn)
A. Rasional
Mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan merupakan mata
pelajaran penyempurnaan dari mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang
semula dikenal dalam Kurikulum 2006. Penyempurnaan tersebut dilakukan atas dasar
pertimbangan: (1) Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa
diperankan dan dimaknai sebagai entitas inti yang menjadi sumber rujukan dan kriteria
keberhasilan pencapaian tingkat kompetensi dan pengorganisasian dari keseluruhan
ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan; (2) substansi
dan jiwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, nilai dan
semangat Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia
ditempatkan sebagai bagian integral dari Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,
yang menjadi wahana psikologis-pedagogis pembangunan warganegara Indonesia yang
berkarakter Pancasila.
Perubahan tersebut didasarkan pada sejumlah masukan penyempurnaan pembelajaran
PKn menjadi PPKn yang mengemuka dalam lima tahun terakhir, antara lain: (1) secara
substansial, PKn terkesan lebih dominan bermuatan ketatanegaraan sehingga muatan
nilai dan moral Pancasila kurang mendapat aksentuasi yang proporsional; (2) secara
metodologis, ada kecenderungan pembelajaran yang mengutamakan pengembangan
ranah sikap (afektif), ranah pengetahuan (kognitif), pengembangan ranah keterampilan
(psikomotorik) belum dikembangkan secara optimal dan utuh (koheren).
Selain itu, melalui penyempurnaan PKn menjadi PPKn tersebut terkandung gagasan dan
harapan untuk menjadikan PPKn sebagai salah satu mata pelajaran yang mampu
memberikan kontribusi dalam solusi atas berbagai krisis yang melanda Indonesia,
terutama krisis multidimensional. PPKn sebagai mata pelajaran yang memiliki misi
mengembangkan keadaban Pancasila, diharapkan mampu membudayakan dan
memberdayakan peserta didik agar menjadi warganegara yang cerdas dan baik serta
menjadi pemimpin bangsa dan negara Indonesia di masa depan yang amanah, jujur,
cerdas, dan bertanggungjawab.
Bertolak dari berbagai kajian secara filosofis, sosiologis, yuridis, dan paedagogis, mata
pelajaran PPKn dalam Kurikulum 2013, secara utuh memiliki karakteristik sebagai
berikut.
8
1) Nama mata pelajaran yang semula Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) telah diubah
menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn);
2) Mata pelajaran PPKn berfungsi sebagai mata pelajaran yang memiliki misi
pengokohan kebangsaan dan penggerak pendidikan karakter;
3) Kompetensi Dasar (KD) PPKn dalam bingkai kompetensi inti (KI) yang secara
psikologis-pedagogis menjadi pengintergrasi kompetensi peserta didik secara utuh
dan koheren dengan penanaman, pengembangan, dan/atau penguatan nilai dan
moral Pancasila; nilai dan norma UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945; nilai
dan semangat Bhinneka Tunggal Ika; serta wawasan dan komitmen Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
4) Pendekatan pembelajaran berbasis proses keilmuan (scientific approach) yang
dipersyaratkan
dalam
kurilukum
2013
memusatkan
perhatian
pada
proses
menanya
antara
lain
dapat
menggunakan
model
bertanya
dialektis/mendalam;
untuk mengeksplorasi antara lain dapat menggunakan kajian dokumen historis;
untuk menalar antara lain dapat menggunakan model diskusi peristiwa publik;
untuk mengomunikasikan antara lain dapat menggunakan model presentasi
gagasan di depan publik (public hearing).
Dalam konteks lain, misalnya model yang diterapkan berupa model project seperti
Proyek Belajar Kewarganegaraan yang menuntut aktivitas yang kompleks waktu
dan panjang dan kompetensi yang lebih luas kelima langkah generik diatas dapat
diterapkan secara adaptif pada model tersebut.
5) Model pembelajaran dikembangkan sesuai dengan karakteristik PPKn secara
holistik/utuh dalam rangka peningkatan kualitas belajar dan pembelajaran yang
berorientasi pada pengembangan karakter peserta didik sebagai warganegara yang
9
cerdas dan baik secara utuh dalam proses pembelajaran otentik (authentic
instructional and authentic learning) dalam bingkai integrasi Kompetensi Inti sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Serta model pembelajaran yang mengarahkan
peserta didik bersikap dan berpikir ilmiah (scientific) yaitu pembelajaran yang
mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analistis, dan tepat
dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan
materi pembelajaran.
6) Model Penilaian proses pembelajaran dan hasil belajar PPKn menggunakan
penilaian otentik (authentic assesment). Penilaian otentik mampu menggambarkan
peningkatan hasil belajar peserta didik, baik dalam rangka mengobservasi, menalar,
mencoba, membangun jejaring, dan lain-lain. Penilaian otentik cenderung fokus pada
tugas-tugas kompleks atau kontekstual, memungkinkan peserta didik untuk
menunjukkan kompetensi mereka dalam pengaturan yang lebih otentik.
B. Tujuan
Sesuai dengan PP Nomor 32 Tahun 2013 penjelasan pasal 77 J ayat (1) huruf
ditegaskan bahwa Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk
Peserta Didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam
konteks nilai dan moral Pancasila, kesadaran berkonstitusi Undang Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945, nilai dan semangat Bhinneka Tunggal Ika, serta
komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Secara umum tujuan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah mengembangkan potensi peserta didik
dalam seluruh dimensi kewarganegaraan, yakni: (1) sikap kewarganegaraan termasuk
keteguhan, komitmen dan tanggung jawab kewarganegaraan (civic confidence, civic
committment, and civic responsibility); (2) pengetahuan kewarganegaraan; (3)
keterampilan kewarganegaraan termasuk kecakapan dan partisipasi kewarganegaraan
(civic competence and civic responsibility).
Secara khusus Tujuan PPKn yang berisikan keseluruhan dimensi tersebut sehingga
peserta didik mampu:
1) menampilkan
karakter
yang
mencerminkan
penghayatan,
pemahaman,
dan
10
Republik Indonesia Tahun 1945, semangat Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
4) berpartisipasi secara aktif, cerdas, dan bertanggung jawab sebagai anggota
masyarakat, tunas bangsa, dan warga negara sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang hidup bersama
dalam berbagai tatanan sosial kultural.
C. Ruang Lingkup
Dengan perubahan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) menjadi
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), maka ruang lingkup PPKn
meliputi:
1) Pancasila, sebagai dasar negara, ideologi, dan pandangan hidup bangsa
2) UUD 1945 sebagai hukum dasar tertulis yang menjadi landasan konstitusional
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
3) Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai kesepakatan final bentuk Negara
Republik Indonesia
4) Bhinneka Tunggal Ika, sebagai wujud filosofi kesatuan yang melandasi dan
mewarnai keberagaman kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
Dengan demikian PPKn lebih memiliki kedudukan dan fungsi sebagai berikut:
1) PPKn merupakan pendidikan nilai, moral/karakter, dan kewarganegaraan khas Indonesia
yang tidak sama sebangun dengan civic education di USA, citizenship education di UK,
talimatul muwatanah di negara-negara Timur Tengah, education civicas di Amerika Latin.
2) PPKn sebagai wahana pendidikan nilai, moral/karakter Pancasila dan pengembangan
11
BAB III
KURIKULUM 2013 MATA PELAJARAN
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN (PPKn)
Permendikbud Nomor 64 tentang Standar Isi memuat kriteria mengenai ruang lingkup materi dan
tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Ruang lingkup materi dirumuskan berdasarkan kriteria muatan wajib yang ditetapkan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan, konsep keilmuan, dan karakteristik satuan pendidikan dan program
pendidikan. Selanjutnya, tingkat kompetensi dirumuskan berdasarkan kriteria tingkat perkembangan
peserta didik, kualifikasi kompetensi Indonesia, dan penguasaan kompetensi yang berjenjang.
Dalam usaha mencapai Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana telah ditetapkan untuk setiap satuan
dan jenjang pendidikan, penguasaan kompetensi lulusan dikelompokkan menjadi beberapa Tingkat
Kompetensi. Tingkat kompetensi menunjukkan tahapan yang harus dilalui untuk mencapai kompetensi
lulusan yang telah ditetapkan dalam Standar Kompetensi Lulusan.
Tingkat Kompetensi merupakan kriteria capaian Kompetensi yang bersifat generik yang harus
dipenuhi oleh peserta didik pada setiap tingkat kelas dalam rangka pencapaian Standar Kompetensi
Lulusan. Tingkat Kompetensi terdiri atas 8 (delapan) jenjang yang harus dicapai oleh peserta didik
secara bertahap dan berkesinambungan. Berdasarkan Tingkat Kompetensi tersebut ditetapkan
Kompetensi yang bersifat generik yang selanjutnya digunakan sebagai acuan dalam mengembangkan
Kompetensi yang bersifat spesifik dan ruang lingkup materi untuk setiap muatan kurikulum. Secara
hirarkis, kompetensi lulusan digunakan sebagai acuan untuk menetapkan Kompetensi yang bersifat
generik pada tiap Tingkat Kompetensi. Kompetensi yang bersifat generik ini kemudian digunakan
untuk menentukan kompetensi yang bersifat spesifik untuk tiap muatan kurikulum. Selanjutnya,
Kompetensi dan ruang lingkup materi digunakan untuk menentukan Kompetensi Dasar pada
pengembangan kurikulum satuan dan jenjang pendidikan.
Kompetensi yang bersifat generik mencakup 3 (tiga) ranah yakni sikap, pengetahuan dan
keterampilan. Ranah sikap dipilah menjadi sikap spiritual dan sikap sosial. Pemilahan ini diperlukan
untuk menekankan pentingnya keseimbangan fungsi sebagai manusia seutuhnya yang mencakup aspek
spiritual dan aspek sosial sebagaimana diamanatkan dalam tujuan pendidikan nasional. Dengan
demikian, Kompetensi yang bersifat generik terdiri atas 4 (empat) dimensi yang merepresentasikan
sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan.
Setiap Tingkat Kompetensi berimplikasi terhadap tuntutan proses pembelajaran dan penilaian. Hal ini
bermakna bahwa pembelajaran dan penilaian pada tingkat yang sama memiliki karakteristik yang
relatif sama dan memungkinkan terjadinya akselerasi belajar dalam 1 (satu) Tingkat Kompetensi.
Selain itu, untuk Tingkat Kompetensi yang berbeda menuntut pembelajaran dan penilaian dengan
fokus dan penekanan yang berbeda pula. Semakin tinggi Tingkat Kompetensi, semakin kompleks
intensitas pengalaman belajar peserta didik dan proses pembelajaran serta penilaian.
12
Kompetensi dalam setiap tingkat kompetensi akan menjadi Kompetensi Inti pada setiap kelas atau
program. Kompetensi Inti merupakan tingkat kemampuan untuk mencapai Standar Kompetensi
Lulusan yang harus dimiliki seorang peserta didik pada setiap tingkat kelas atau program yang
menjadi landasan pengembangan Kompetensi Dasar.
meningkatnya usia peserta didik pada kelas tertentu. Melalui kompetensi inti, integrasi vertikal
berbagai kompetensi dasar pada kelas yang berbeda dapat dijaga. Rumusan kompetensi inti
menggunakan notasi sebagai berikut:
1.
2.
3.
kelompok 1: kelompok kompetensi dasar sikap spiritual dalam rangka menjabarkan KI-1;
2.
kelompok 2: kelompok kompetensi dasar sikap sosial dalam rangka menjabarkan KI-2;
3.
kelompok 3: kelompok kompetensi dasar pengetahuan dalam rangka menjabarkan KI-3; dan
4.
Pengorganisasi ruang lingkup materi PPKn dikembangkan sesuai dengan prinsip mendalam dan
meluas, mulai dari jenjang SD/MI sampai dengan jenjang SMA/MA/SMK. Prinsip mendalam berarti
materi PPKn dikembangkan dengan materi pokok sama, namun semakin tinggi tingkat kelas atau
jenjang semakin mendalam pembahasan materi. Prinsip meluas berarti lingkungan materi dari
keluarga, teman pergaulan, sekolah, masyarakat, bangsa dan negara, serta pergaulan duia. Kedalaman
dan keluasan materi dapat dilihat dari rumusan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang merupakan
gradasi setiap kompetensi, yaitu :
1. Pengembangan KI dan KD ranah sikap jenjang SD/MI pada kemampuan menerima dan
menjalankan, pada jenjang SMP/MTs kemampuan menghargai dan menghayati, dan
jenjang SMA/SMK kemampuan menghayati dan mengamalkan.
2. Pengembangan KI dan KD ranah pengetahuan jenjang SD/MI pada kemampuan
mengetahui, pada jenjang SMP/MTs kemampuan memahami dan menerapkan, dan
jenjang SMA/SMK kemampuan memahami, menganalisa dan mengevaluasi.
3. Pengembangan KI dan KD ranah ketrampilan jenjang SD/MI pada kemampuan
mengamati dan menanya; pada jenjang SMP/MTs kemampuan mencoba, menyaji dan
menalar; dan jenjang SMA/SMK kemampuan menyaji.
13
4. Ruang lingkup pengetahuan Jenjang SD pada pengetahuan faktual dan konsep; jenjang
SMP pengetahuan faktual, konsep, dan prosedur; dan jenjang SMA pengetahuan faktua,
konsep, prosedur dan metakognitif (teori).
5. Lingkungan pengembangan pengetahuan pada kjenjang SD pada keluarga dan teman
bermian; jenajng SMP pada sekolah dan pergaulan sabaya; jenjang SMA pada bangsa
dan negara serta pergaulan dunia
Gradasi kedalaman dan keluasan materi ini perlu dipahami oleh guru agar pengembangan materi
pokok dan pembelajaran tidak salaing tumpang tindih antarjenjang.
DOMAIN
ELEMEN
KETERAMPILAN
SMP
SMA - SMK
Proses
Individu
Sosial
Alam
POLA
HIDUP
SEHAT,
RAMAH
PATRIOTIK, DAN CINTA PERDAMAIAN
Proses
Obyek
ILMU PENGETAHUAN,
BUDAYA
Subyek
Proses
Abstrak
Konkret
MENGGUNAKAN,
MENGURAI,
MEMODIFIKASI, MEMBUAT, MENCIPTA
SIKAP
PENGETAHUAN
SD
TEKNOLOGI,
LINGKUNGAN,
SENI,
DAN
MERANGKAI,
14
dasar mata pelajaran PPKn di SD/MI dapat dilihat pada buku pedoman guru tematik
SD/MI.
Pembelajaran di SD/MI menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa kompetensi
dasar dari berbagai mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna
yang holistik kepada peserta didik. Tema berperan sebagai pemersatu kegiatan
pembelajaran
yang
memadukan
beberapa
mata
pelajaran
sekaligus
dengan
tingkat
kompetensi
dan
ruang
lingkup
materi
PPKn
pada
Tingkat
Kelas
VII - VIII
Kompetensi
Menjelaskan komitmen para
pendiri Negara dalam
merumuskan dan
menetapkan Pancasila
Menganalisis proses
pengesahan Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia
tahun 1945
Menunjukkan sikap
Menjelaskan karakteristik
daerah tempat tinggalnya
15
spirit kewarganegaraan
4A
IX
pemecahannya
Menerapkan perilaku
kewarganegaraan
berdasarkan prinsip saling
menghormati, dan
menghargai dalam rangka
pengokohan NKRI
Menghargai dan menghayati
dengan dasar: kesadaran
nilai, moral, norma, prinsip
dan spirit keseluruhan
entitas kehidupan
kebangsaan
Tingkat
Kelas
X - XII
Kompetensi
Menganalisis, dan
menyajikan kasuskasus
pelanggaran HAM yang
tidak sesuai dengan nilai-
nilai Pancasila
Menyajikan bentuk dan
kedaulatan negara
berdasarkan Undang
Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun
1945
XII
penyelenggaraan Negara
dalam konsep NKRI dan
konsep Negara federal
Mengamalkan (dengan
dasar: kesadaran nilai,
moral, norma, prinsip, spirit
dan tanggung jawab)
makna kehidupan
berbangsa dan bernegara
Indonesia yang
berkeadaban
17
BAB IV
DESAIN PEMBELAJARAN PPKn
Desain pembelajaran pada matapelajaran PPKn menguraikan keterkaitan antara Standar Kompetensi
Lulusan (SKL), Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD), Indikator, dan Tujuan Pembelajaran.
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai acuan utama
pengembangan standar isi, standar proses, standar penilai pendidikan, standar pendidik dan tenaga
kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan dan standar pembiayaan.
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan standar pendidikan yang diharapkan dimiliki oleh
semua peserta didik berdasarkan tingkatan pendidikannya, seperti Sekolah Dasar (SD), Sekolah
Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK). SKL terdiri dari 3 ranah yaitu sikap, pengetahuan dan ketrampilan. Ranah sikap mencakup
4 (empat) elemen yaitu proses, individu, sosial, dan alam. Ranah pengetahuan mencakup 3 (tiga)
elemen yaitu proses, obyek, dan subyek, sedangkan ranah ketrampilan terbagi 3 (tiga) elemen yaitu
proses, abstrak, dan kongkrit. Setiap elemen digunakan kata-kata operasional yang berbeda, (lihat Bab
III di atas). Selanjutnya SKL diterjemahkan kedalam Kompetensi Inti yang berada dibawahnya.
Kompetensi inti (KI) merupakan standar penilaian yang harus dimiliki secara berbeda pada setiap
tingkatan
dan
kelas.
KI
merupakan
komponen
penilaian
yang
akan
dapat
mengejahwantahkan/mewujudkan isi dari SKL. Isi KI harus mencerminkan harapan dari SKL.
Kompetensi inti (KI) terdiri dari KI-1 sampai dengan KI-4. Rumusan setiap KI berbeda sesuai dengan
aspeknya (lihat Bab III di atas). Untuk mencapai kemampuan yang terdapat di dalam Kompetensi inti
(KI) perlu diterjemahkan kedalam Kompetensi Dasar (KD) yang sesuai dengan aspek pada setiap KI.
Kompetensi dasar (KD) merupakan penjabaran dari komponen yang ada didalam Kompetensi Inti
(KI), yang berisi berbagai materi pembelajaran yang secara langsung akan dapat diterapkan guru di
sekolah. KD digunakan sebagai dasar untuk menyusun indikator dan tujuan pembelajaran dalam
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Indikator dan tujuan pembelajaran merupakan komponen
yang harus ada dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Indikator adalah penanda perilaku (sikap, pengetahuan dan keterampilan) terkait isi yang akan
digunakan guru sebagai landasan pembelajaran. Indikator dalam RPP harus dirumuskan dengan jelas
dan disusun dalam urutan yang logis untuk mencapai penguasaan kompetensi.
Tujuan pembelajaran merupakan fokus utama perubahan perilaku dalam proses penguasaan
kompetensi yang dikembangkan dalam proses pembelajaran untuk mencapai standar kompetensi
lulusan yang telah dicanangkan. Oleh karena itu, keterkaitan antara SKL, KI, KD, indikator, dan
tujuan pembelajaran sangatlah penting untuk memastikan bahwa RPP tersebut dapat memfasilitasi
guru untuk mewujudkan pembelajaran dan belajar otentik serta pada gilirannya dapat ditakar dengan
menggunakan penilaian otentik.
18
A. Kerangka Pembelajaran
Pengembangan desain pembelajaran, harus memperhatikan prinsip-prinsip dan langkah
pembuatan kerangka pembelajaran yang mengkaitkan prinsip penguasan kompetensi
sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang bersifat holistik. Pembelajaran dimulai dari
membangun interaksi proses penguasaan pengetahuan dan keterampilan secara
interaktif yang berimplikasi pada tumbuhnya dampak pembelajaran yang bersifat afektif.
Keterkaitan antar KD dalam KI-3 dan KI-4 bertujuan untuk menjamin terjadinya proses
penguasaan kompetensi pengetahuan dan keterampilan secara utuh yakni pengetahuan
yang berbuah keterampilan atau keterampilan yang menghasilkan pengetahuan sebagai
wujud dari dampak pembelajaran. Interaksi KI-3 dan KI-4 ini dimaksudkan untuk
melahirkan dampak pengiring tumbuhnya sikap spiritual dan sosial dalam diri peserta
didik.
Penguasaan pengetahuan diperoleh peserta didik secara langsung dan/atau tidak
langsung. Pembelajaran langsung dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara yaitu di dalam
kelas dan di luar kelas. Jika pembelajaran langsung yang disampaikan di dalam kelas
maka pembuatan kerangka pembelajaran harus memperhatikan keterkaitan antara KD
dengan KI-3. Tujuannya agar peserta didik dapat memperoleh pemahaman pengetahuan
secara faktual, konseptual, dan prosedural, berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
Dalamhal ini, peserta didik akan memiliki wawasan pengetahuan yang luas melalui
paparan materi yang difasilitasi oleh guru di dalam kelas.
Peserta didik juga diharapkan memiliki kemampuan dan wawasan pengetahuan yang
lebih luas dengan mengalaminya secara langsung di lingkungan masyarakat. Untuk itu
peserta didik difasilitasi untuk melibatkan diri dalam proses pembelajaran secara
langsung
di
luar
kelas.
Untuk
mendukung
kegiatan
tersebut,
guru
perlu
19
minatnya guna memecahkan masalah. Dalam hal ini, peserta didik memperoleh
pengetahuan secara langsung dari narasumber yang ada di masyarakat.
Pengembangan
kerangka
pembelajaran
bertujuan
juga
untuk
memfasilitasi
20
memiliki sikap sosial yang berkembang sebagai dampak pengiring dari penguasan
pengetahuan dan keterampilan.
Keutuhan pembelajaran yang mengembangkan kompetensi yang terkandung dalam KI-1,
KI-2, KI-3 dan KI-4 diharapkan berdampak terhadap kepribadian peserta didik yang
mencerminkan sikap dan perilaku beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME dan
berakhlak mulia dalam kehidupan di sekolah dan masyarakat.
Penanaman nilai sosial pada diri para peserta didik sebagaimana diamanatkan pada
KI-2 diharapkan menumbuhkan sikap menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin,
tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam
berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan
pergaulan dan keberadaannya. Oleh karena itu, kerangka pembelajaran yang dibuat
harus selalu mengkaitkan antara KD dalam KI-1 dan KI-2 dengan KD dalam KI-3 dan KI4. Dengan demikian, didalam diri peserta didik akan tertanam nilai-nilai seperti;
menghayati nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara; mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara; menghayati nilai-nilai yang terkandung dalam pasal-pasal Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam berbagai aspek kehidupan ideologi,
politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, serta hukum; mengamalkan
sikap toleransi antarumat beragama dan kepercayaan dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara; mengamalkan perilaku toleransi dan harmoni keberagaman
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia; mengamalkan
nilai dan budaya demokrasi dengan mengutamakan prinsip musyawarah mufakat dalam
kehidupan sehari-hari dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Akhirnya dalam diri peserta didik akan terinternalisasi (tertanam) nilai-nilai keadaban
Pancasila melalui pembentukan karakter baik secara langsung maupun tidak langsung
dengan memanfaat berbagai sumber belajar. Dengan demikian, pembelajaran guna
pembentukan sikap dan penanaman nilai dan moral Pancasila dan pilar kebangsaan
lainnya dalam mata pelajaran PPKn diharapkan dapat tercapai.
B. Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran yang memusatkan perhatian pada proses pembangunan
pengetahuan, keterampilan, sikap spiritual dan sikap sosial melalui transformasi
pengalaman empirik dan pemaknaan konseptual terhadap sumber nilai, instrumentasi
dan fraksis nilai dan moral yang bersumber dari empat pilar kebangsaan. Untuk itu perlu
dikembangkan berbagai variasi kegiatan belajar dan pembelajaran yang menekankan
pada hal-hal antara lain sebagai berikut:
21
Meningkatkan rasa keingintahuan (Foster a sense of wonder) terkait hal-hal baik yang bersifat
luas, bukan hanya yang bersifat kasat mata tetapi juga yang syarat makna;
Melakukan analisis (Push for analysis) untuk mendapatkan keyakinan nilai dan moral yang
Kegiatan Siswa
Pengamatan (Observing):
Mengamati (Observing) :
Guru merancang pembelajaran yang menuntut siswa Melakukan pengamatan ke tempat-tempat
melakukan pengamatan seperti: pergi ke tempatbersejarah dengan observasi dan survey, atau
tempat bersejarah, sehingga siswa dapat memperoleh mengakses dokumen berbagai sumber sehingga
pengetahuan dari obyek yang diamati. Atau
diperoleh data hasil pengamatan yang dapat
mengakses dokumen berbagai sumber dari berbagai merangsang anak untuk mengajukan pertanyaan.
cara
.
Dalam tahap ini guru mengarahkan siswa untuk dapat
membuat pertanyaan atas obyek yang diamati dan
sekaligus dapat membuat item wawancara.
Menanya (Questioning) :
Menanya (Questioning) :
Guru memfasilitasi siswa agar berani dan mampu
Siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan dari
mengajukan berbagai pertanyaan tentang fokus
yang faktual sampai hal yang bersifat hipotetik
pembelajaran dari berbagai sudut pandang yang
atas obyek pengamatannya. Pertanyaan tersebut
berbeda.
digunakan untuk menggali informasi sebanyakbanyaknya.
Pengumpulan Data(Experimenting):
Mengumpulkan Data(Experimenting):
Guru merancang kegiatan mengumpulkan data atas Siswa melakukan pengumpulan data dari
obyek pengamatannya berupa benda, dokumen, buku, sumber berupa benda, dokumen, buku, atau
atau melakukan uji coba yang dapat memantu siswa melakukan uji coba dalam konteks tertentu.
selama proses pembelajaran
Pengumpulan data tesebut dilakukan secara
individul atau kelompok di dalam atau di luar
kelas yang dimaksudkan untuk rangsangan
dalam melakukan proses penalaran
Pengasosiasian(Associating):
Mengasosiasi(Associating) :
Guru merancang situasi dan kegiatan pembelajaran Siswa melakukan berbagai kegiatan penalaran
yang dapat dilakukan oleh peserta didik dalam
yang terkait obyek penalaran dengan cara
melakukan kegiatan berbagai proses penalaran dalam membangun argumen yang jelas berdasarkan
rangka menarik kesimpulan dari tingkat sederhana data yang diperolehnya dengan penuh
sampai tingkat yang kompleks (pre struktural sampai tanggungjawab.
tingkat abstrak yang diperluas)
Dengan difasilitasi guru dan pemanfaatan
sumber daya yang tersedia, siswa berusaha
untuk mengembangkan pemikiran yang optimal
sebagai landasan untuk mengomunikasikan
gagasannya dalam konteks yang lebih luas
Mengkomunikasikan (Communicating):
Mengkomunikasikan(Communicating):
Guru merancang agar siswa dapat menyampaikan
Melakukan pembuatan laporan hasil
hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan,
konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan,
22
D. Rancangan Pembelajaran
Rancangan pembelajaran PPKn harus mengkaitkan antara KI, KD, Indikator, dan tujuan
pembelajaran sehingga akan menghasilkan rancangan pembelajaran yang integratif.
Perencanaan pembelajaran dirancang dalam bentuk Silabus dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang mengacu pada Standar Isi. Perencanaan pembelajaran
meliputi penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran dan penyiapan media dan
23
keterampilan
yang
terkait
muatan
atau
mata
pelajaran;Tema
(khusus
SD/MI/SDLB/Paket A);
e. Materi pokok, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis
dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi;
f. Pembelajaran,yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik untuk
mencapai kompetensi yang diharapkan;
h. Alokasi waktu sesuai dengan jumlah jam pelajaran dalam struktur kurikulum untuk satu
semester atau satu tahun; dan
i. Sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam sekitar atau sumber
belajar lain yang relevan.
Silabus dikembangkan berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi
untuk satuan pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan pola pembelajaran
pada setiap tahun ajaran tertentu. Silabus digunakan sebagai acuan dalam
pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran.
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan pembelajaran
tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dari silabus untuk
mengarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya mencapai
Kompetensi Dasar (KD). Setiap pendidik pada satuan pendidikan berkewajiban
menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi peserta
didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik
24
pembelajaran
yang
dirumuskan
berdasarkan
KD,
dengan
menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang
mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan;
7) kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi;
8) materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang
relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator
ketercapaian kompetensi;
9) metode pembelajaran, digunakan oleh pendidik untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai KD yang
disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan KD yang akan dicapai;
10) media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran untuk
menyampaikan materi pelajaran;
11) sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam sekitar,
atau sumber belajar lain yang relevan;
12) langkah-langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapan pendahuluan, inti,
dan penutup; dan
13) penilaian hasil pembelajaran.
b. Prinsip Penyusunan RPP
Dalam menyusun RPP hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut.
1) Perbedaan individual peserta didikantara lain kemampuan awal, tingkat
intelektual, bakat, potensi, minat, motivasi belajar, kemampuan sosial, emosi,
gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya,
norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.
2) Partisipasi aktif peserta didik.
3) Berpusat pada peserta didik untuk mendorong semangat belajar, motivasi,
minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, inovasi dan kemandirian.
25
pada
keterkaitan
dan
keterpaduanantara
KD,
materi
26
BAB V
MODEL PEMBELAJARAN
ilmiah
(scientific),
perlu
diterapkan
pembelajaran
berbasis
kepada
Masyarakat,
Menghadiri
pertemuan/dengar
pendapat,
NAMA MODEL
1.
Pembiasaan
2.
Keteladanan
3.
Penciptaan suasana
Lingkungan
4.
Mendengarkan Penuh
Perhatian
6,
7.
8.
9.
10.
DESKRIPSI MODEL
Penugasan dan pemantauan pelaksanaan sikap dan/atau
perilaku kewargaan (sekolah/masyarakat/ negara) yang baik
oleh peserta didik.
Penampilan
sikap
dan/atau
prilaku
kewargaan
(sekolah/masyarakat/ warga negara) yang baik dari seluruh
unsur managemen sekolah dan guru.
Penataan lingkungan kelas/sekolah dengan kelengkapan
simbol-simbol kemasyarakatan/ kenegaraan, antara lain
Bendera Merah Putih, Garuda Pancasila, Foto Presiden dan
Wakil Presiden.
Dengan penugasan guru, peserta didik mengerjakan tugas
tertentu terkait hak dan kewajiban sebagai warga
sekolah/masyarakat/ negara atau materi lainnya dalam
kelompok kecil (3 5 orang).
11.
Pengabdian kepada
Masyarakat (PKM)
12.
Memanfaatkan Teknologi
Informasi dan
Komunikasi (TIK)
Pelacakan Isu dalam Media Peserta didik secara berkelompok ditugasi untuk melacak
Massa
berita yang berisi masalah pelik dalam masyarakat cara
menghimpun kliping beberap koran lokal dan/ atau lokal.
Meneliti Isu Publik
Guru menyiapkan beberapa isu publik yang muncul atau
berkembang suatu waktu. Selanjutnya dipilih satu isu
publik untuk dikaji secara kelompok tentang latar belakang
dan kejelasan isu itu, serta memberikan klarifikasi yang
cukup dapat dipahami orang lain.
Menghadiri
Peserta didik diminta untuk menghadiri suatu pertemuan
Petemuan/Dengar Pendapat yang diadakan dilingkungannya, yang sebelumnya
dikoordinasikan oleh guru. Masing-masing peserta didik
diminta untuk menuliskan laporan singkat tentang
pertemuan tersebut
Mewawancarai Nara
Guru menugasi peserta didik secara perseorangan untuk
Sumber
melakukan wawancara dengan pejabat setempat (Ketua
RT/RW/ Lurah/Camat, mencatat inti wawancara, dan
menyusun laporan singkat hasil wawancara tersebut
13.
14.
15.
16.
17.
Melaksanakan Pemilihan
18.
Melakukan
Loby/Pendekatan
19.
Mengajukan Usul/Petisi
20.
21.
22.
23.
24.
Projek Belajar
Kewarganegaraan
25.
Mengklarifikasi Nilai
26.
Bermain/Simulasi
27.
Pembelajaran Berbasis
Budaya
28.
29.
Kajian Karakter Ketokohan Peserta didik difasilitasi mencari dan memilih satu tokoh
dalam masyarakat dalam bidang apa saja; menemukan
karakter dari tokoh tersebut; menjelaskan mengapa tokoh
tersebut itu menjadi idolanya.
Kajian Kearifan Lokal
Peserta didik dikasilitasi untuk menggali kearifan lokal
yang secara sosial-kultural masih diterima sebagai suatu
nilai/moral/ kebajikan yang memberi maslahat dalam
kehidupan saat ini.
Latihan Bermusyawarah
Peserta didik difasilitasi untuk berlatih mengambil
keputusan bersama secara musyawarah untuk mufakat, dan
memberi alasan mengapa musyawarah itu diperlukan.
Penyajian/ Presentasi
Secara bergiliran setiap peserta didik diminta untuk
Gagasan
mempersiapkan dan melaksaanakan sajian lisan tanpa atau
dengan menggunakan media tentang sesuatu hal yang
dianggap perlu untuk disampaikan kepada publik.
Berlatih Demonstrasi
Guru menskenarionakan adanya kebijakan publik yang
Damai
merugikan hajat hidup orang banyak, misalnya penguasaan
aset negara oleh orang asing, Kemudian peserta didik
difasilitasi secara kelompok untuk melakukan demonstrasi
damai kepada pihak pemerintah pusat.
Berlatih Empati dan
Guru mengangkat suatu kasus yang terjadi dalam
Toleransi
lingkungan masyarakat Indonesia, seperti kemiskinan,
ketertinggalan, kebodohan. Peserta didik difasilitasi secara
kelompok untuk menyepakati langkah atau kegiatan apa
yan g perlu dilakukan untuk membantu meringankan
masalah itu, disertai alasan mengapa perlu melakukan hal
tersebut.
Kajian Konstitusionalitas Peserta didik difasilitasi untuk mencari ketentuan di dalam
30.
31.
32.
33.
34.
35.
30
36.
37.
38.
39.
40.
B. Pemilihan Model
Pemilihan model pembelajaran hendaknya mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1.
Tujuan pembelajaran dan sifat materi pelajaran apakah materi itu termasuk ranah sikap,
pengetahuan atau keterampilan.
2.
3.
4.
5.
Ketersediaan fasilitas/ sarana dan prasarana seperti kondisi ruang kelas, fasilitas perpustakaan,
akses internet.
31
RANAH KOMPETENSI
MODEL PEMBELAJARAN
1.
Sikap
a
b
c
d
e
f
g
h
i
j
k
l
m
n
2.
Pengetahuan
a
b
c
3.
Ketrampilan
Pembiasaan
Keteladanan
Berlatih empati
Refleksi nilai-nilai luhur
Mengklarifikasi Nilai
Membangun koalisi
Mengelola konflik
Pengabdian Kepada masyarakat
Projek belajar kewarganegaraan
Bermain / simulasi
Pembelajaran berbasisi budaya
Kajian karakter ketokohan
Kajian kearifan local
Berlatih demonstrasi damai
&
tingkat kedalaman dan keluasan materi dalam Kompetensi Dasar, misalnya tingkatan
Pengetahuan memahami berbeda dengan tingkatan Pengetahuan menganalisa dalam
pemilihan model pembelajaran. Selain itu juga memperhatikan materi sesuai dengan
ranah sikap, pengetahuan atau ketrampilan. Contoh model pembelajaran memahami
nilai-nilai Pancasila berbeda dengan model pembelajaran untuk menganalisis nilai-nilai
Pancasila.
Selain model pembelajaran sebagaimana diuraikan diatas, guru boleh menggunakan
model/metode pembelajaran yang sudah biasa di gunakan selama ini seperti diskusi,
Jigsaw, Tanya jawab, Ceramah bervariasi dengan tetap bermuatan Pendekatan
Scientific.
Contoh keterkaitan materi dengan model pembelajaran
Kelas VII
KD
3.1 Memahami sejarah dan
semangat komitmen para
pendiri Negara dalam
merumuskan dan menetapkan
Pancasila sebagai dasar Negara
MATERI
MODEL PEMBELAJARAN
MATERI
MODEL PEMBELAJARAN
Kasus-kasus pelanggaran HAM1. Berdiskusi Peristiwa
Publik
2. Memanfaatkan
Teknologi Informasi
dan Komunikasi (TIK).
Peserta didik ditugasi untuk
mencari berbagai kasus
pelanggaran HAM dalam
internet/media massa dan
mendisuksikan dalam
kelompok kecil ( 3- 5 orang)
dan mempresentasikan hasilnya
di depan kelas)
33
34
BAB VI
PENILAIAN
Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian
hasil belajar peserta didik. Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2013
tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan bahwa penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri
atas: Penilaian hasil belajar oleh pendidik; Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan
Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah. Berdasarkan pada PP. Nomor 32 tahun 2013 dijelaskan
bahwa penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk
memantau proses, kemajuan belajar dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara
berkelanjutan yang digunakan untuk menilai pencapaian kompetensi peserta didik, bahan
penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. Sedangkan
fungsi penilaian hasil belajar, adalah sebagai berikut :
a Bahan pertimbangan dalam menentukan kenaikan kelas.
b Umpan balik dalam perbaikan proses belajar mengajar.
c Meningkatkan motivasi belajar siswa.
Penilaian otentik merupakan penilaian yang dilakukan secara komprehensif untuk menilai
mulai dari masukan (input), proses, dan keluaran (output) pembelajaran.
Penilaian otentik adalah proses pengumpulan informasi oleg guru tentang perkembangan dan
pencapaian pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik melalui berbagai teknik yang mempu
mengungkapkan, membuktikan atu menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran telah
benar-benar dukuasai dan dicapai. Beberapa karakteristik penilaian otentik sebagai berikut :
(1) Penilaian merupakan bagian dari proses pembelajaran, bukan terpisah dari proses
pembelajaran.
(2) Penilaian mencerminkan hasil proses pembelajaran pada kehidupan nyata, tidak
35
(3) Menggunakan bermacam-macam insttrumen, pengukuran dan metode yang sesuai dengan
karakteristik dan esensi pengalaman belajar.
(4) Penilaian bersifat komprehensif dan holistik yang mencakup semua ranah sikap,
pemngetahuan, dan ketrampilan.
Objektif, berarti penilaian berbasis pada standardan tidak dipengaruhi faktor subjektivitas
penilai.
Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara terencana, menyatu dengan
kegiatan pembelajaran, dan berkesinambungan.
Ekonomis, berarti penilaian yang efisien dan efektif dalam perencanaan, pelaksanaan,
dan pelaporannya.
Penilaian Sikap
Kurikulum 2013 membagi kompetensi sikap menjadi dua, yaitu sikap spiritual yang terkait
dengan pembentukan peserta didik yang beriman dan bertakwa, dan sikap sosial yang terkait
dengan pembentukan peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan
bertanggung jawab.
Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri, penilaian
teman sejawat (peer evaluation) oleh peserta didik dan jurnal. Instrumen yang digunakan
untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian antarpeserta didik adalah daftar cek atau skala
penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik.
36
menggunakan pedoman observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati.
Instrumen yang digunakan berupa pedoman observasi menggunakan daftar cek atau skala
penilaian (rating scale) yang disertai rubrik.
b
Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk
mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian kompetensi
sikap. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian diri menggunakan daftar cek
atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik.
Penilaian antarpeserta didik merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta
didik untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi sikap tertentu.
Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian antarpeserta didik menggunakan
daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik. Instrumen teknik ini
pada dasarnya sama dengan teknik penilaian diri, namun diisi oleh teman. Oleh karena itu
lembar penilaian antarpeserta didik dapat menggunakan lembar penilaian penilaian diri.
Jurnal merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang berisi informasi
hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik yang berkaitan dengan
sikap dan perilaku. Sikap sosial dan spritual yang nampak pada diri peserta didiki diamati
dan dicatat dalam lembar jurnal. Bentuk format lemar jurnal dapat dibuat berdasarkan
2.
pengetahuan
melalui
teknik tes
tulis,
penugasan.
a
Instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar salah,
menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi pedoman penskoran.
1
Pilihan Ganda
Soal pilihan ganda secara umum terdiri atas pertanyaan dan alternatif pilihan
jawaban. Bentuk penilaian ini lebih tepat digunakan saat ulangan tengah semester,
akhir semester, dan ujian sekolah, atau untuk latihan bagi pengayaan.
Isian
Bentuk ini merupakan salah satu bentuk soal yang jawabannya menuntut siswa untuk
melengkapi atau mengisi kata-kata atau kelompok kata yang dihilangkan. Soalnya
disusun seperti kalimat lengkap, kemudian dihilangkan pada bagian tertentu yang
37
harus diisi oleh siswa. Bentuk penilaian ini lebih tepat digunakan saat ulangan tengah
semester, akhir semester, dan ujian sekolah, atau untuk latihan bagi pengayaan.
3
Jawaban Singkat
Bentuk ini merupakan salah satu bentuk soal obyektif yang jawabannya menuntut
siswa menjawab soal dengan singkat yaitu jawabannya dapat berupa satu kata,
kelompk kata / frase, simbol matematika, atau angka. Bentuk penilaian ini lebih tepat
digunakan saat ulangan tengah semester, akhir semester, dan ujian sekolah, atau
untuk latihan bagi pengayaan.
Benar Salah
Bentuk ini merupakan salah satu bentuk soal obyektif yang setiap soalnya terdapat
dua macam kemungkinan jawaban yang berlawanan yaitu benar atau salah. Bentuk
soal benar-salah biasanya dipergunakan untuk menanyakan fakta, ide, dan konsepsi
yang kompleks. Bentuk penilaian ini lebih tepat digunakan saat ulangan tengah
semester, akhir semester, dan ujian sekolah, atau untuk latihan bagi pengayaan.
Menjodohkan
Bentuk ini wujudnya terdiri dari dua kelompok atau kolom. Tugas siswa adalah
mencari pasangan yang tepat dalam dua kelompok itu. Biasanya bentuk menjodohkan
hanya terbatas untuk mengukur kemampuan ingatan.
Uraian
Soal
uraian
adalah
soal
yang
menuntut
jawaban
peserta
tes
dengan
Instrumen penugasan
berupa
pekerjaan
rumah
gagasan,
Penilaian Ketrampilan
38
Penilaian kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu penilaian yang menuntut
peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi tertentu. Perkembangan pencapaian
kompetensi ketrampilan melalui tahapan mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji,
menalar, dan mencipta. Gradasi pencapaian kompetensi ketrampilan mata pelajaran PPKn
pada jenjang SD/MI adalah mengamati dan menanya, SMP/MTs adalah mencoba (interaksi
dan
partisipasi
kewarganegaraan),
menyaji,
dan
menalar,
sedangkan
jenjang
SMA/MA/SMK/MAK adalah mencoba dan menyajikan. Tahapan ini perlu dipahami oleh guru
untuk menyusun indikator pencapaian kompetensi dalam kisi-kisi penilaian.
Teknik penilian kompetensi ketrampilan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian
portofolio. Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian (rating scale)
yang dilengkapi rubrik.
a.
Tes Praktik
Tes praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan melakukan suatu
aktivitas atau perilaku sesuai dengan tuntutan kompetensi. Tes praktik dalam pembelajaran
PPKn antara lain melalui simulasi, tes perbuatan, sosiodrama.
b.
Projek
Penugasan projek adalah suatu teknik penilaian yang menuntut peserta didik melakukan
kegiatan tertentu diluar kegiatan pembelajaran di kelas. Penugasan dapat diberikan dalam
bentuk individual atau kelompok. Projek adalah suatu tugas yang melibatkan kegiatan
perencangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam waktu
tertentu umumnya menggunakan data. Penilaian projek mencakup penilaian proses dan
hasil belajar. Penugasan projek dalam PPKn antara lain melalui projek belajar
kewarganegaraan. Penilaian projek belajar kewarganegaraan dilaksanakan pada setiap
langkah kegiatan mulai dari identifikasi masalah sampai dengan penyajian. Penilaian
meliputi penilaian proses dan hasil dari kegiatan ini. Penilaian proses antara lain
mencakup persiapan, kerja sama, partisipasi, koordinasi, aktifitas, dan yang lain dalam
penyusunan maupun dalam presentasi hasil kerja. Sedangkan penilaian hasil mencakup
dokumen laporan dan presentasi laporan.
c.
Portofolio
Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai kumpulan
seluruh karya peserta didik dalam bidang tertentu
yang
bersifat
reflektif-integratif
untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi, dan/atau kreativitas peserta didik dalam
kurun waktu tertentu. Karya tersebut dapat berbentuk tindakan nyata yang mencerminkan
kepedulian peserta didik terhadap lingkungannya. Penilaian portofolio dapat dilakukan
saat
menerapkan
model
pembelajaran
pengabdian
masyarakat,
partisipasi
ini merupakan praktik kewarganegaraan yang dapat dilaksanakan pada setiap materi
pokok.
Pelaksanaan Penilaian
Penilaian otentik merupakan prinsip utama dalam standar penilaian Kurikulum 2013. Sesuai
dengan prinsip-prinsip penilaian otentik maka beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan penilaian adalah:
a
Pelaksanaan penilaian oleh guru mencakup ulangan harian, penilaian projek, ulangan
tengah semester, dan ulangan akhir semester.
Ulangan harian dilakukan oleh pendidik terintegrasi dengan proses pembelajaran dalam
bentuk ulangan atau penugasan. Ulangan dilaksanakan pada akhir pembelajaran satu
materi pokok atau sub materi pokok pada kegiatan penutup proses pembelajaran.
Penilaian projek dilakukan oleh pendidik untuk tiap akhir bab atau tema pelajaran.
Ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester, dilakukan oleh pendidik di
bawah koordinasi satuan pendidikan.
Penilaian mencakup penilaian proses dan hasil belajar. Penilaian proses menilai
perkembangan peserta didik selama mengikuti proses pembelajaran. Sedangkan penilaian
hasil belajar dilakukan pada akhir proses pembelajaran. Penilaian kompetensi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan menggunakan penilaian proses dan hasil belajar.
Proses penilaian diawali dengan mengkaji silabus sebagai acuan dalam membuat
rancangan dan kriteria penilaian pada awal semester. Setelah menetapkan kriteria
penilaian,
pendidik
memilih
teknik
penilaian
sesuai
dengan
indikator
dan
2.
Hasil
penilaian
oleh
pendidik
dianalisis
lebih
lanjut
untuk mengetahui
kemajuan dan kesulitan belajar, dikembalikan kepada peserta didik disertai balikan
(feedback) berupa komentar yang mendidik (penguatan) yang dilaporkan kepada pihak
terkait dan dimanfaatkan untuk perbaikan pembelajaran
b.
terpadu.
2 deskripsi sikap, untuk hasil penilaian kompetensi sikap spiritual dan sikap sosial
c.
Nilai kompetensi pengetahuan dan ketrampilan berupa angka dengan skala 1 4, dengan
menggunakan kelipatan 0,33.
d.
D+
C-
C+
B-
B+
A-
e.
Penilaian kompetensi sikap spiritual dan sosial dilakukan oleh semua pendidik
selama satu semester, hasilnya diakumulasi dan dinyatakan dalam bentuk deskripsi
kompetensi oleh wali kelas/guru kelas. Laporan nilai sikap oleh pendidik berupa nilai
secara kualitatif dan deskripsi kompetensi sikap peserta didik. Sedangkan wali kelas
menyusun deskripsi nilai sikap antar mata pelajaran dengan terlebih dahulu diskusi
dengan guru mata pelajaran dan guru lain.
(1) Nilai kualitatif menggambarkan posisi relatif peserta didik terhadap kriteria yang
Baik (B),
Cukup (C),
41
Kurang (K).
(2) Deskripsi sikap memuat uraian secara naratif pencapaian kompetensi sikap sesuai
dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar setiap mata pelajaran . Deskripsi sikap
pada setiap mata pelajaran menguraikan kelebihan sikap peserta didik, dan sikap yang
masih perlu ditingkatkan. Contoh uraian deskripsi sikap dalam mata pelajaran antara
lain :
Menunjukkan sikap yang baik dalam kejujuran, disiplin, dan percaya diri
(3) Deskripsi sikap antarmata pelajaran menjadi tanggung jawab wali kelas melalui
analisis nilai sikap setiap mata pelajaran dan proses diskusi secara periodik dengan
guru mata pelajaran. Deskripsi sikap antarmata pelajaran menguraikan kelebihan
sikap peserta didik, dan sikap yang masih perlu ditingkatkan apabila ada secara
keseluruhan, serta rekomendasi untuk peningkatan. Contoh uraian deskripsi sikap
antarmata pelajaran antara lain :
f.
42
BAB VII
MEDIA DAN SUMBER BELAJAR
a. Proses menerima yang terjadi pada saat peserta didik menerima pelajaran. Pada saat inilah
diperlukan banyak media pembelajaran yang dapat menyalurkan pesan-pesan materi pelajaran.
b. Proses menyimpan informasi terjadi pada saat peserta didik harus menghafal, memahami,
mencerna isi materi pelajaran. Penyimpanan informasi dapat bertahan lama bila pesan yang
ditampilkan melalui media pada saat menerima informasi memiliki kesan mendalam dalam
diri peserta didik.
c. Proses mengungkapkembali informasi terjadi pada saat peserta didik mengikut ulangan atau
ujian atau pada saat peserta didik harus menerapkan pengetahuan yang dimiliki dalam
kehidupan sehari-hari.
Sering dijumpai permasalahan atau kesulitan dalam proses komunikasi misalnya:
a. Ditinjau dari pihak peserta didik ada kesulitan bahasa, sulit menghafal, sulit menerima
pelajaran, tidak tertarik pada materi yang dipelajari, kesulitan mengungkap kembali dan ada
gangguan panca indera.
b. Ditinjau dari guru, tidak kesulitan mahir mengemas materi, kesulitan menyajikan materi,
kelelahan karena banyaknya mengajar. Bahkan adanya kesulitan mengemas proses
43
pembelajaran akibat keberagaman peserta didik seca psikologis misalnya ada anak anditiv,
visual, audio visual maupun kinestetik dalam satu kelas.
c. Ditinjau dari pesan atau materi yang dibelajarkan, ada materi yang terlalu jauh dari tempat
sisa, jauh dari pengalaman peserta didik, materi terlalu besar atau terlalu kecil atau terlalu
abstrak.
Idealnya, selama proses pembelajaran, dapat memberikan pengalaman langsung yang nyata
kepada peserta didik. Namun karena keadaan, tidak semua materi dapat diberikan pengalaman
secara nyata. Oleh sebab itu, digunakan pengalaman tiruan yang didramatisasikan sesuai standar
penampilan dan standar isi/materi pembelajaran, agar kemampuan yang diharapkan dalam
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (ketrampilan intelektual, posisi diri dan partisipasi)
dapat dibelajarkan dengan optimal serta dengan menggunakan media pembelajaran.
a. Pengalaman mental
Pengalaman mental dapat diperoleh melalui membaca, mendengarkan (ceramah, berita
radio) melakukan pere-nungan, menonton (televisi, pertunjukan, film).Biasanya peserta didik
hanya
indera dengar lebih sulit dari pada indera lihat karena melalui indera dengar diperlukan
kamampuan abstraksi dan konsentrasi.
b. Pengalaman fisik
44
c. Pengalaman Sosial
Pengalaman sosial yang dapat dilakukan adalah melakukan wawancara dengan tokoh,
bermain peran, berdiskusi, bekerja sama, bekerja bakti, melakukan bazar pameran, jual beli,
pengumpulan dan untuk bencana alam atau ikut arisan. Pengalaman belajar ini akan
bermanfaat bila masing-masing peserta didik diberikan peluang untuk berinteraksi misalnya
saling bertanya, menjawab, berkomentar, mempertanyakan jawaban, mendemonstrasikan.
Belajar
maka
kegiatan
45
membantu kalau dikemas dalam ceritera tayangan hidup yang menyentuh emosi dan
perasaan.
d. Visualisasi Verbal
Cara
visualisasi
verbal
berkaitan
dengan
membaca
(buku,
ensiklopedi,
lembar
kegiatan/kerja, chart, grafik, tabel) yang kadang-kadang tidak hanya berupa teks tetapi juga
dilengkapi dengan beragam ilustrasi (gambar). Dengan cara ini maka peserta didik yang
memiliki daya imajinasi/abstrak lemah akan terbantu dengan keberadaan alustrasi atau
gambar tersebut.
e. Audio Verbal
Cara audio verbal seringkali digunakan dalam bentuk ceramah sehingga peserta didik
senantiasa diam pasif sambil mendengarkan penjelasan. Kelemahan cara ini adalah ada
sebagian peserta didik tidak mudah menyamakan informasi yang diceramahkan dengan
pengetahuan awal peserta didik. Oleh sebab itu untuk mengatasinya, perlu mengurangi
kegiatan ceramah ini dan materi yang diceramahkanpun perlu yang kontekstual sesuai
pengalaman sebagian besar peserta didik.
2 Fungsi Media
Dalam Proses Pembelajaran terdapat unsur yang amat penting yaitu metode mengajar dan
media pengajaran. Keduanya saling terkait. Memilih salah satu metode akan mempengaruhi
jenis media pengajaran yang sesuai walaupun masih ada berbagai aspek lain, misalnya tujuan
pengajaran yang diharapkan dikuasai oleh para peserta didik setelah pengajaran berlangsung,
dan konteks pembelajaran termasuk karakteristik peserta didik, meskipun demikian dapat
dikatakan bahwa salah satu fungsi utama media pengajaran adalah sebagai alat bantu mengajar
yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang diciptakan oleh guru.
Fungsi media pembelajaran lainnya adalah :
b. Mempengaruhi indera dan lebih dapat menjamin pemahaman, karena orang yang
mendengarkan saja tidaklah sama tingkat pemahamannya, daya ingat apa yang
dipahaminya setiap orang berbeda pula, jadi terdapat perbandingan bagi mereka yang
melihat atau mendengarnya (Yunus,1942:78).
c. Membawa dan membangkitkan rasa senang dan gembira bagi peserta didik-peserta didik
dan memperbarui semangat mereka (Ibrahim,196:432).
2) Menyajikan informasi
3) Memberi instruksi
3 Jenis Media Menurut Karakteristiknya sebagai berikut:
a. Media asli dan media tiruan
7) Media gambar bersambung/gambar seri yaitu media grafik yang dipergunakan untuk
menerangkan suatu rangkaian perkembangan. Contoh gambar proses pelaksanaan
pemilu, dsb.
c. Media Bentuk Papan
Media yang menggunakan bentuk berupa papan sebagai sarana komunikasi dibedakan atas
papan tulis, papan tempel, papan pameran/visual, papan magnet dan lain-lain.
d. Media yang Disaratkan
Media yang diproyeksikan, dibedakan atas media sarat yang diam, media sarat yang
bergerak dan media sarat mikro.
e. Media Dengar
Mempunyai ciri yang dapat didengar, baik untuk individu maupun kelompok, meliputi
radio, piringan hitam.
f. Media Cetak (printed maferials)
Merupakan hasil cetak dari bahan instruksional, dapat berbentuk buku, komik.
Menurut Sadiman dkk (1989) jenis media terdiri dari:
1) media foto (gambar)
2) seni grafis
3) bahan belajar tiga dimensi
4) film bingkai (slide program)
5) film strip
6) transparansi
7) kaset program
8) radio
9) televisi
10)video
a. Bersifat ekonomis, dalam arti bila dinilai dengan uang maka tergolong relatif murah.
Ekonomis tidak berarti harganya selalu rendah. Bisa saja dana untuk pengadaan media itu
cukup tinggi, tetapi bila dibandingkan dengan nilai kemanfaatannya dan hasilnya maka
media itu masih tergolong murah misalnya OHP, Slide proyektor dan lain-lain.
b. Bersifat praktis dan sederhana tidak memerlukan pelayanan khusus atau keterampilan
khusus dalam mengoperasionalkannya.
48
d. Bersifat fleksibel, artinya bisa dimanfaatkan untuk pelbagai tujuan instruksional dan tidak
dipengaruhi oleh faktor luar, misalnya kemajuan teknologi, nilai budaya, keinginan
pelbagai pemakai media itu sendiri, contoh kaset video, isi pesan yang dikandungnya bisa
digunakan untuk pencapaian beberapa tujuan instruktusional sesuai dengan budaya
setempat atau pemakai jasa media.
e. Komponen-komponen sesuai dengan tujuan, artinya misi, keadaan fisik dan pesan yang
dibawa oleh media harus sesuai dengan tujuan.
Kriteria khusus:
Ketepatannya dengan tujuan pembelajaran artinya media pembelajaran dipilih atas dasar
tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Tingkat kesukarannya
Memilih media harus sesuai dengan taraf berpikir peserta didik, sehingga makna yang
terkandung di dalamnya dapat dipahami oleh peserta didik.
Biaya
Biaya merupakan aspek yang perlu dipertimbangkan apakah biaya yang dibutuhkan
seimbang dengan manfaat serta hasil yang diharapkan dari penggunaan media itu?
Perhitungan biaya ini bukan hanya difokuskan pada masalah pengadaan dan
penggandaannya saja melainkan juga harus dipertimbangkan pembiayaan pengelolaan,
perawatan dan pemeliharaannya.
Mutu teknis
Kualitas media harus dipertimbangkan dan harus memenuhi persyaratan hingga pesan
yang disampaikan lebih mudah dicerna.
49
a.
Bahan Cetak
leaflet,wallchart
b.
Audio Visual
Sidang PPKI dalam perumusan Pancasila sebagai dasar negara, vidio sidangsidang kenegaraan, dsb.
c.
Audio
d.
Visual
UUD 1945, upacara bendera, contoh gambar dalam mentaati norma-norma, peta
Indonesia, dsb.
e.
Multi Media
50
Dalam arti sempit, sumber belajar hanya terkait dengan buku dan bahan-bahan cetak untuk
memperlancar kegiatan proses belajar mengajar yang didominasi oleh pendidik.
Dalam arti luas, sumber belajar adalah segala apa yang dapat digunakan dan dimanfaatkan
dalam proses belajar mengajar guna memudahkan pencapaian tujuan secara efektif dan
efisien.
Menimbulkan kegairahan belajar. Karena bukan guru saya yang dapat dijadikan tumpuan
untuk memecahkan masalah dalam proses belajar mengajar, melainkan lingkungan sekitar,
manusia sumber (nara sumber) juga dapat dijadikan pedoman dalam memecahkan
masalah.
Memungkinkan adanya interaksi yang lebih langsung antara peserta didik dengan
lingkungan. Lingkungan yang sudah dirancang oleh pendidik untuk disajikan dalam
proses belajar mengajarnya akan memberikan peluang kepada peserta didik untuk
berinteraksi secara langsung dengan lingkungannya.
Memungkinkan peserta didik untuk belajar mandiri sesuai dengan tingkat kemampuannya.
Menghilangkan kekacauan penafsiran yang berbeda itu akibat sumber yang digunakan
belum bisa menggambarkan atau menjelaskan hakekat/pengertian dari sesuatu yang
diajarkan.
Sumber belajar yang direncanakan. Sumber yang direncanakan yaitu sumber belajar yang
memang dengan sengaja direncanakan dan dipersiapkan untuk menunjang keberhasilan
dari proses belajar mengajar, contoh: laboratorium, ruang media pembelajaran, dsb.
b Sumber belajar yang tidak direncanakan. Sumber belajar yang tidak direncanakan yaitu
sumber belajar yang pada dasarnya tidak direncanakan dalam kegiatan pendidikan namun
karena keadaan dan kondisinya dimungkinkan dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan
pendidikan maka keadaan atau situasi tersebut dapat dijadikan sebagai sumber belajar.
Contoh rumah sakit pada awalnya hanya digunakan untuk kepentingan kesehatan suatu
masyarakat, tetapi rumah sakit tersebut dapat digunakan sebagai sumber belajar apabila
seseorang sedang membicarakan pokok bahasan tentang kesehatan. lingkungan alam, lalu
lintas jalan raya, suasana sidang DPR/MPR, suasana sidang anggota MA, MK, KY, dsb.
51
Pesan (Message) ialah informasi yang diteruskan oleh komponen lain dalam bentuk ide atau
gagasan, fakta, pengertian dan data.Contoh pesan berrantai.
Manusia (people) ialah orang yang bertindak sebagai penyimpan informasi sangatlah tepat
apabila dikatakan bahwa manusia adalah sumber dari segala sumber belajar. Contoh: tokoh
masyarakat yang memiliki pengalaman tertentu.
Bahan (materials) ialah perangkat lunak yang mengandung pesan disajikan kepada peserta
didik dengan menggunakan perantara melalui alat/perangkat keras ataupun oleh dirinya
sendiri.Contoh: CD, plasdist, kertas transpararansi, dsb.
Peralatan (device) ialah peralatan yang digunakan untuk menyampaikan pesan yang tersimpan
dalam bahan (materials). Contoh: LCD, OHP, film bingkai, radio, televise, dsb.
Teknik/metode (technique) yaitu prosedur atau alur yang dipersiapkan dalam mempergunakan
bahan pelajaran, peralatan, situasi dan orang untuk menyampaikan pesan. Contoh: sumber
belajar yang dirancang adalah ceramah, demonstrasi, tanya jawab dan sebagainya.
Lingkungan
(setting)
yaitu
situasi
atau
suasana
sekitar
dimana
pesan
disampaikan/ditransmisikan baik lingkungan fisik, ruang kelas, gedung sekolah, atau non fisik.
Suasana belajar contoh sumber belajar yang direncanakan untuk jenis ini adalah ruangan
kelas, perpustakaan, auditorium. Sedang sumber belajar yang tidak direncanakan adalah taman
rekreasi, kebun, museum, toko, balai kesehatan masyarakat dan sebagainya.
Perlu diperhatikan bahwa, dalam pemanfaatan sumber belajar hendaknya didasarkan/berorientasi
pada ke empat konsensus nasional, yaitu : Pancasila, UUD Negara RI 1945, Negara Kesatuan RI,
serta Bhinneka Tunggal Ika.
52
BAB VIII
GURU SEBAGAI PENGEMBANG KULTUR SEKOLAH
A. Kultur Sekolah
Sekolah merupakan institusi resmi yang ditunjuk Negara dalam rangka untuk mencerdaskan
kehidupan anak bangsa, Oleh karena itu, guru dianggap sebagai suatu profesi yang tepat untuk
mewujudkan harapan tersebut. Guru wajib memiliki kemampuan untuk mengembangkan sekolah
sebagai tempat aktivitas belajar, guru dituntut juga agar dapat mengembangkan kreativitasnya
dalam mengajar. Dalam hal ini, guru harus menjadikan sekolah sebagai basis dalam
menumbuhkan kultur sekolah, bagi peserta didik akan menjadikan sekolah sebagai tempat
aktivitas belajar.
Begitu banyaknya tuntutan terhadap guru maka guru diwajibkan memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Guru harus memiliki kualifikasi akademik minimal
sarjana, sehingga bagi guru yang belum menyelesaikan pendidikan akademiknya harus
menyelesaikannya. Selain itu guru juga harus memiliki kompetensi yang tinggi seperti kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
Kompetensi profesional tersebut diperoleh melalui pendidikan profesi (UU RI N0. 14 Th. 2005
pasal 8 dan pasal 10), sehingga guru dapat memiliki kualifikasi mengajar yang tinggi. Untuk
mewujudkan kompetensi-kompetensi itu pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah (PP) No.
74 Tahun 2008 tentang Guru. Berdasarkan PP No. 74 Tahun 2008 Pasal 3 Ayat (4) mengatur
tentang Kompetensi pedagogik yaitu kemampuan Guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta
didik yang sekurang-kurangnya meliputi:
a) pemahaman wawasan atau landasan kependidikan;
b) pemahaman terhadap peserta didik;
c) pengembangan kurikulum atau silabus;
d) perancangan pembelajaran;
e) pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis;
f)
Sedangkan didalam Pasal 3 Ayat (5) mengatur tentang Kompetensi kepribadian, dimana guru
diharapkan sekurang-kurangnya memiliki kompetensi kepribadian yang mencakup kepribadian:
1.
2.
berakhlak mulia;
53
3.
4.
demokratis;
5.
mantap;
6.
berwibawa;
7.
stabil;
8.
dewasa;
9.
jujur;
10. sportif;
11. menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat;
12. secara obyektif mengevaluasi kinerja sendiri; dan
13. mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
Selanjutnya pada Pasal 3 ayat 6 mengatur mengenai Kompetensi sosial, pasal ini menyatakan
bahwa guru yang merupakan sebagai bagian dari masyarakat sekurang-kurangnya memiliki
kemampuan meliputi:
a)
bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan
satuan pendidikan, orang tua atau wali peserta didik;
d) bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem
Dalam PP No. 74 Tahun 2008 tentang Guru Pasal 3 ayat 7 mengatur mengenai Kompetensi
profesional. Dalam hal ini guru diharapkan memiliki kemampuan dalam menguasai pengetahuan
bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya yang sekurangkurangnya meliputi penguasaan:
a)
materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi program satuan
pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu; dan
b) konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan, yang secara
konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran,
dan/atau kelompok mata pelajaran yang akan diampu.
Jika guru telah memiliki kompetensi-kompetensi tersebut diperkirakan guru memiliki kemampuan
untuk menampilkan figur atau sosok guru sebagai multi fungsi dan keteladanan, dan guru dapat
menjadi teladan bagi masyarakat. Selain itu guru dituntut dapat menumbuhkan hubungan yang
bersinergi dengan lingkungan di sekitarnya dengan memanfaatkan keadaan lingkungan alam,
sosial, dan budaya.
Pemerintah dalam rangka meningkatkan kecerdasan anak bangsa telah pula melakukan
peningkatan kualitas guru melalui program pensertifikasian guru. Sejak tahun 2007 pemerintah
54
sudah melakukan pensertifikatan para guru melalui program sertifikasi guru atau yang lebih
dikenal dengan istilah PLPG (Pendidikan dan Latihan Profesi Guru). Tujuannya agar para guru
dapat lebih professional dalam melaksanakan tugas kependidikannya, sehingga guru hendaknya
mampu mengelola kelas dengan sebaik-baiknya sehingga pembelajaran dapat berlangsung secara
aktif dan kreatif.
Khusus untuk guru matapelajaran PPKn diharapkan secara aktif dan kreatif dapat
menumbuhkembangkan nilai-nilai Pancasila dalam bersikap dan berperilaku didalam kehidupan
sehari-hari. Untuk mewujudkan hal itu, pembelajaran PPKn di kelas sangat dipengaruhi oleh
lingkungan fisik kelas dan sosio-emosional peserta didik. Dengan demikian, didalam pembelajaran
PPKn secara fisik kelas dapat dipajang atribut PPKn, seperti lambang negara, foto Presiden dan
Wakil Presiden, bendera Negara, foto pahlawan nasional, gambar budaya daerah/nasional, dan
sebagainya.
Pembelajaran PPKn bertujuan untuk mengembangkan daya nalar bagi peserta didik, karena
difokuskan untuk pembangunan karakter bangsa yang merupakan proses pengembangan warga
Negara yang cerdas dan berdaya nalar tinggi. Terkait hal itu, maka Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) memusatkan perhatiannya pada pengembangan kecerdasan (civic
intelligence), tanggung jawab (civic responsibility), dan partisipasi (civic participation) warga
Negara sebagai landasan pengembangan nilai dan perilaku demokrasi. Oleh karena itu, kelas
PPKn difungsikan sebagai laboratorium demokrasi, dimana setiap siswa dan guru diharapkan
dapat memberikan contoh untuk menciptakan suasana kelas/hubungan warga kelas dengan
menumbuhkembangkan nilai, norma dan etika Pancasila, misalnya: saling menghormati pemeluk
agama yang berbeda, bertegur-sapa bila bertemu, dibiasakan selalu tersenyum, bersalaman pada
bapak/ibu guru, menghormati kesepakatan bersama, saling mengunjungi rumah teman, kerjasama
dalam menjaga kebersihan, ketertiban, keamanan, kedisiplinan dan keindahan kelas.
Para guru diwajibkan pula menjadi teladan dalam kehidupan rohani dan jasmaninya, sehingga
dalam pengembangan kerangka pembelajaran diharapkan diintegrasikan pembelajaran mengenai
pembentukan sikap dan penanaman nilai-nilai, seperti yang tertera dalam BAB IV di atas.
Pembentukan sikap dan penanaman nilai-nilai merupakan pembinaan terhadap para siswa dalam
menumbuhkan kehidupan rohani, selain yang diajarkan didalam pendidikan agama. Oleh karena
itu, untuk mewujudkan keteladannya didalam kehidupan jasmaninya para guru dapat mengarahkan
siswanya untuk rajin berolahraga. Kegiatan kehidupan jasmani didalam pelajaran PPKn dapat
diwujudkan dengan melakukan kerjabakti di sekolah dan lingkungannya, dengan kegiatan tersebut
maka tercipta interaksi dengan sesama teman, siswa, guru dan anggota masyarakat lainnya.
B. Guru Melakukan Kerjasama
Guru sebagai figur sentral dalam pembelajaran diharapkan dapat menciptakan iklim pergaulan
guna melakukan kerjasama dengan berbagai pihak, seperti dengan para guru yang ada di sekolah,
peserta didik, orangtua peserta didik dan masyarakat di sekitar sekolah dan lingkungan rumahnya.
55
Dalam melakukan kerjasama dengan para guru lainnya di sekolah, diharapkan guru PPKn dapat
menciptakan satu iklim yang kondusif yaitu pembinaan hubungan antara peserta didik, dan antara
peserta didik dengan pendidik sehingga tercipta hubungan kemanusiaan yang terbuka, akrab,
terarah, saling menghargai, saling membantu dan saling belajar. Iklim yang kondusif akan
menciptakan situasi yang baik dan akan mepengaruhi proses pembelajaran. Hubungan kerjasama
dengan peserta didik dalam pembelajaran menggunakan prinsip partisipasif, dimana pembelajaran
harus:
1) berdasarkan kebutuhan belajar.
2) berorientasi pada tujuan kegiatan belajar.
3) berpusat pada warga belajar.
4) berdasarkan pengalaman.
5) dilakukan bersama oleh warga belajar dengan sumber belajar dalam kelompok yang
terorganisasi.
6) merupakan proses kegiatan saling membelajarkan.
7) diarahkan pada tujuan belajar yang hasilnya dapat langsung dimanfaatkan oleh
warga belajar.
8) menitik
beratkan
pada
sumber-sumber
pembelajaran
yang
tersedia
dalam
masyarakat.
9) memperhatikan potensi-potensi manusiawi warga belajar.
Pembelajaran dengan prinsip partisipatif harus memperhatikan prinsip proses stimulus dan respons
yang di dalamnya mengandung unsur-unsur kesiapan belajar, latihan, dan munculnya pengaruh
pada terjadinya perubahan tingkah laku. Pembelajaran partisipatif sebagai kegiatan belajar lebih
memperhatikan kegiatan-kegiatan
individual
dan
menekankan pentingnya pengalaman dan pemecahan masalah, dan memfokuskan pada manfaat
belajar bagi peserta didik. Oleh karena itu, pembelajaran dengan prinsip partisipatif diharapkan
akan tercipta hubungan yang kondusif antara guru dengan para peserta didik. Knowles,
(E.Mulyasa,2003) menyebutkan beberapa indikator pembelajaran partisipatif, yaitu :
1. adanya keterlibatan emosional dan mental peserta didik;
2. adanya kesediaan peserta didik untuk memberikan kontribusi dalam pencapaian
tujuan;
3. dalam kegiatan belajar terdapat hal yang menguntungkan peserta didik.
Selanjutnya dapat pula dijelaskan tentang ciri-ciri kegiatan pembelajaran partisipatif yaitu;
1. Guru menempatkan diri pada posisi yang tidak serba mengetahui terhadap
semua
bahan belajar.
2. Memandang peserta didik sebagai sumber yang mempunyai nilai dan manfaat dalam
kegiatan belajar.
3. Guru memainkan peranan membantu peserta didik dalam melakukan kegiatan belajar.
56
sehingga
peserta
didik
dapat
melibatkan
diri
secara
aktif
dan
10. Guru mendorong dan membantu peserta didik untuk mengembangkan kemampuan
memecahkan masalah didalam dan terhadap kehidupan yangdihadapinya seharihari.
11. Guru dan peserta didik secara bersama-sama mengembangkan kemampuan
antisipasi dan partisipasi.
12. Pembelajaran mencapai otonomi dan integrasi dalam kegiatan individual dan
kehidupan sosialnya.
Hubungan kerjasama antara guru dengan orang tua peserta didik dan masyarakat harus dapat
menciptakan situasi kehidupan sosial yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral, agar tidak tercipta
situasi kehidupan yang chaos (berantakan). Nilai-nilai moral diperlukan untuk membangkitkan
rasa kemanusiaan supaya timbul rasa saling menghormati dan mengasihi antara satu dan lainnya.
Nilai-nilai yang dimaksud berupa aturan-aturan yang mesti disepakati dan dilaksanakan bersama.
Misalnya, di dalam kelas saat pelajaran sedang berlangsung, tidak boleh mengaktifkan alat
komunikasi hand-phone (HP); ketika ada teman atau guru yang sedang berbicara yang lain harus
mendengarkan; harus menggunakan pakaian yang sopan, tidak boleh tidur saat jam pelajaran;
menjaga kebersihan kelas dan lain sebagainya. Selain itu, dalam berbicara pun harus digunakan
adab dan sopan santun dalam berbicara. Misalnya ketika tidak menyetujui pendapat teman atau
guru, dengan mengatakan menurut hemat saya, saya kurang sependapat dengan pendapat A
atau Bapak, karena .. Ketika guru mendapati sebuah pendapat yang kurang sopan, misalnya
ada murid mengatakan pendapatmu itu kurang mutu, hanya orang bodoh yang berpendapat
demikian, Anda itu kok goblog banget sih, saya kan sudah mengatakan tadi dan seterusnya,
guru harus menegur murid yang bersangkutan untuk menghindari menggunakan kalimat-kalimat
semacam itu. Walaupun penerapan nilai-nilai itu tidak mudah tetapi nilai-nilai moral tersebut harus
diinternalisasikan ke dalam sistem kesadaran murid, sehingga tercipta hubungan yang kondusif.
57
Kesadaran siswa dimaksudkan agar nilai-nilai moral tersebut dapat diterima dan masuk akal bagi
murid. Artinya, mereka harus mengerti kegunaan dari aturan-aturan tersebut, dalam hal ini guru
harus menjelaskan secara rinci tentang tujuan pemberlakuan nilai-nilai moral tersebut. Guru harus
pula dapat memberikan ruang kepada peserta didik, orang tua siswa dan masyarakat yang menolak
pemberlakuan nilai-nilai moral tersebut. Tujuannya agar tidak menimbulkan kegelisahan bagi
mereka yasng tidak menyepakati pelaksanaan aturan tersebut, tetapi guru hendaknya harus
memberikan penjelasan akan pentingnya hal tersebut.
Hubungan antara guru dengan guru lain di sekolah juga harus berhubungan dengan masyarakat
yang berada di sekolah seperti staf Tata Usaha, petugas kebersihan, tukang sapu, penjaga sekolah
atau yang lainnya yang terkategorikan kurang beruntung dalam strata sosial kita. Guru harus dapat
memberikan contoh kepada para siswa dalam melakukan hubungan tersebut sehingga tercipta
hubungan yang baik dengan berbagai macam kalangan. Dalam hal ini, nilai-nilai moral tetap harus
diterapkan, seperti sopan-santun, menghargai sesama, contoh meminta permisi ketika akan
melintas di wilayah yang sedang dibersihkan oleh petugas kebersihan sekolah. Jika guru
memberikan contoh yang baik didepan para siswanya maka kemungkinan para siswa akan
mengikutinya, karena semua perbuatan guru biasanya ditiru oleh para siswanya.
Dalam rangka pembentukan sikap dan penanaman nilai-nilai terhadap para siswa, maka
pembelajaran tidak hanya berada di dalam kelas dan lingkungan sekitar sekolah saja. Hal itu dapat
dilakukan dengan memanfaatkan lingkungan yang ada, seperti lingkungan sosial, alam dan buatan.
Terkait dengan pemanfaatan lingkungan sosial, para siswa dan guru dapat bersinergi dalam
membina hubungan dengan masyarakat melalui interaksi. Karena melalui interaksi dengan
manusia didalam kehidupan sehari-hari, siswa akan memperoleh pengetahuan yang banyak dan
langsung diperoleh dari narasumbernya. Selain itu para siswa langsung dapat ditanamkan nilainilai yang baik, sekaligus terjadi pembentukan sikap sebagaimana yang ditetapkan lingkungan
sekitar.
Hubungan dengan lingkungan bukan hanya pada lingkungan sosial saja tetapi juga pada
lingkungan alam. Berdasarkan hal ini, siswa dapat menerima pengetahuan tentang sifat alamiah,
seperti keteraturan. Alam telah mengajarkan tentang kehidupan yang penuh dengan keteraturan
dimana matahari terbit selalu dari sebelah Timur dan terbenam selalu disebelah Barat. Oleh karena
itu, untuk dapat hidup teratur dengan alam dan lingkungannya dibutuhkan adanya peraturan
sehingga akan tercipta keharmonisan antara lingkungan alam, manusia dan lainnya. Jika terjadi
pelanggaran maka lingkungan alam menjadi tidak teratur, contoh air selalu mengalir dari tempat
yang tinggi ke tempat yang rendah, oleh karena itu tempat yang rendah tidak boleh diadakan
bangunan. Jika wilayah penampungan air penuh dengan bangunan maka timbul masalah banjir.
Untuk mengatur masyarakat agar tidak menempati daerah penampungan air maka dibutuhkan
peraturan pelanggaran, jika masyarakat melanggarnya harus diberikan sanksi tegas. Pemberian
58
sanksi bertujuan untuk menegakkan aturan sehingga siswa dapat memahami begitu pentingnya
peraturan ditegakkan.
Hubungan pembelajaran dengan lingkungan bukan hanya pada lingkungan sosial dan alamiah saja
tetapi pada lingkungan buatan. Guru dapat mengarahkan para siswanya untuk memperoleh
pengetahuan dari lingkungan buatan yaitu lingkungan yang sengaja dibuat manusia untuk tujuan
tertentu. Didalam pembelajaran PPKn, pembelajaran dari lingkungan buatan dapat diperoleh dari
kehidupan yang teratur, disiplin, kerjasama/saling tolong menolong dan berinterkasi dengan baik,
contoh kehidupan di lingkungan perusahaan. Jika di suatu lokasi pemukiman berdiri suatu
perusahaan maka perusahaan dan masyarakat sekitar harus dapat hidup saling berdampingan dan
menguntungkan (mutual symbiosis). Masyarakat dan perusahaan dapat sama-sama saling
menguntungkan, perusahaan dapat terus beroperasi sedangkan masyarakat dapat bekerja didalam
perusahaan tersebut, sehingga kehidupan ekonomi masyarakat dapat berdaya. Didalam
pembelajaran PPKn pemanfaatan lingkungan dapat dilakukan sebagai media pembelajaran dengan
cara;
1. Survey
2. Camping atau berkemah
3. Fiel trip atau karyawisata
4. Praktek lapangan
5. Mengundang narasumber
6. Proyek pelayanan dan pengabdian pada masyarakat
Tatacara pemanfaatan lingkungan sebagai media pembelajaran dapat dilakukan dengan langkahlangkah;
1.
Persiapan
Dalam tahap persiapan guru menetapkan tujuan pembelajaran yang sesuai
dengan KI dan KD, menentukan obyek yang sesuai, menetukan cara belajar,
mempersiapkan perizinan, dan persiapan teknis.
2.
Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan peserta didik belajar di tempat tujuan sesuai dengan
rencana yang telah ditentukan.
3.
Tindak Lanjut
Pada tahap tindak lanjut dilakukan pembahasan dan mendiskusikan hasil belajar
dari lingkungan.
Guru merupakan tokoh yang memiliki peran yang besar guna ikut mengatur maju dan mundurnya
suatu bangsa. Jika guru sudah memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik,
sehat jasmani dan rohani, seperti yang dipaparkan di atas diharapkan guru sudah memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
59
Selain itu guru harus dapat mengimplementasikan pengetahuannya didalam kehidupan masyarakat
luas karena guru sebagai figur yang patut untuk diguguh dan ditiru. Didalam tujuan pembelajaran
PPKn dijelaskan bahwa PPKn ingin menghasilkan warganegara yang baik, oleh karena guru
sebagai tokoh pendidikan harus dapat memberikan contoh kehidupan sebagai warganegara yang
baik didalam masyarakat. Branson (1999:8-9) menegaskan tujuan pembelajaran PPKn (civic
education) adalah partisipasi yang bermutu dan bertanggungjawab dalam kehidupan politik dan
masyarakat baik di tingkat lokal dan nasional. Partisipasi semacam itu memerlukan kompetensi
kewarganegaraan sebagai berikut:
1. Penguasaan terhadap pengetahuan dan pemahaman tertentu;
2. Pengembangan kemampuan intelektual dan partisipatoris;
3. Pengembangan karakter atau sikap mental tertentu; dan
4. Komitmen yang benar terhadap nilai dan prinsip fundamental demokrasi konstitusional.
Sejalan dengan tujuan pembelajaran PPKn yakni partisipasi yang bermutu dan bertanggungjawab
dalam kehidupan politik dan masyarakat baik di tingkat lokal dan nasional. Guru harus ikut
berpartisipasi didalam kehidupan dilingkungan masyarakat seperti ditingkat rukun tetanggga (RT),
rukun warga (RW), Kelurahan, Kecamatan dengan menjadi warganegara yang baik. Keikutsertaan
guru untuk berpartisipasi didalam kehidupan dilingkungan masyarakat sekitar rumahnya dengan
melakukan kerja bakti, siskamling, menjadi panitia penyelenggara hari-hari besar nasional. Semua
itu dilakukan dengan prinsip mengembangkan potensi diri agar menjadi warganegara Indonesia
yang berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggungjawab. Keikutsertaan guru didalam
kehidupan masyarakat di sekitarnya sesuai dengan tujuan pembelajaran PPKn yang ingin
menekankan pada isi yang mengusung nilai-nilai (content embedding values) dan pengalaman
belajar (learning experiences), dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan dalam
kehidupan sehari-hari. Pengembangan potensi diri merupakan tuntunan hidup bagi warga negara
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagai penjabaran lebih lanjut dari ide,
nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara. Oleh
karena itu, guru harus dapat memberikan contoh kepada masyarakat sebagai warganegara yang
baik.
60
BAB IX
PENUTUP
Efektifitas dan keberhasilan pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) perlu
didukung oleh berbagai pihak terutama para pendidik dan tenaga kependidikan satuan pendidikan,
orangtua dan masyarakat, maupun stakeholders lainnya. Diharapkan pembelajaran PPKn juga dapat
membentuk peserta didik yang percaya kepada Tuhan YME, disiplin, tanggung jawab, toleransi, kerja
keras, jujur, berpengetahuan dan berketrampilan sesuai dengan tuntutan SKL, KI dan KD.
Pembelajaran PPKn menggunakan pendekatan scientific, sehingga peserta didik melakukan kegiatankegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengasosiasi dan mengkomunikasikan sebagai
proses menjadi seorang scientis.
Buku Pedoman mata pelajaran PPKn menggali berbagai model pembelajaran yang sesuai
dengan karakteristik PPKn dalam rangka penyempurnaan pembelajaran yang berorientasi
pada penumbuhan partisipasi, pelibatan, dan pemberian pengalaman belajar peserta didik.
Selain itu, buku pedoman ini juga menandu guru untuk menggunakan penilaian autentik
sesuai untuk mata pelajaran PPKn. Selain itu, buku pedoman ini juga memandu guru PPKn
untuk mengoptimalkan pemanfaatan media, alat dan sumber belajar.
Akhir kata, keberhasilan implementasi mata pelajaran PPKn berpulang pada iktikad baik pelaku
pendidikan secara keseluruhan. Keberhasilan akan kita raih bila ada niat ikhlas, semangat, dan
sikap batin untuk membuka dan memperbaiki diri.
61
DAFTAR PUSTAKA
Alam, Wawan Tunggul (2001) Bung Karno Menggali Pancasila: Kumpulan Pidato, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama
Artbuthnot, J.B and Faust, D (1981). Teaching Moral Reasoning: Theory and Practice, New York:
Harper and Row.
Asia Pacific Civic Educators Coinsortium (APCEC) (2000) Teacher Education for Democratic
Citizenship, Penang.
Bahmueller, C. F. (1997) A Framework For Teaching Democratic Citizenship : An International
Project In The International Journal of Social Education, 12,2
Banks, J. A. (1990) Citizenship for a Pluralistic Democratic Society in Rauner, M. (1999) Civic
Education : An Annofated Bibliography, CIVNET.
Beck, C.M., Critender, BS, and Sullivan, E.V. (1981). Moral Education: Interdisciplinary Approach,
Toronto: University of Toronto Press.
Center for Civic Education/CCE (1994) Civitas : National Standards for Civics and Government,
Calabasas : CCE
CIVITAS International (2006) Civic Education, Calabasas: Center for Civic Education
Cogan J.J. and Derricott ,, B.J. (1998) Miltidemensional Civic Education, Tokyo
Cogan, J. J., (1999) Developing the Civic Society : The Role of Civic Education, Bandung : CICED
Daley, L.C. (1965). Phylosophy, New York: College Notes
Dekdikbud (1986). Kurikulum Pendidikan Moral Pancasila, Jakarta: Balitbang Dikbud.
--------- (1993). Kurikulum Pendidikan Dasar, Jakarta
Derricott, R., Cogan, J. J. (1998) Citizenship for the 21st century : An International perspective on
Education, London : Kogan Page
Duska, R. and Whellan DJ, (1977). Moral Development, London: Bill and Mc Millan.
Djahiri, AR (1993). Laporan Kelompok Bidang Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,
Jakarta: Balitbang Dikbud.
Feezel, J.D. (1985). Toward A Congluent Taxonomy of Cognitive, Affective, and Psychomotor Abilities
in Communication, 34.
Gandal, M., Finn, Jr. C. E. (1992) Freedom Papers : Teaching Democracy, USA : United States
Information Agency
Hahn, C.L. dan Torney-Purta,J. (1999) The IEA Civic Education Project: National and International
Perspectives, dalam Social Education, 63,7:425-431
Hartonian,H..M.(1992) The Social Studies and Project 2061: An Opportunities for Harmony, dalam
The Social Studies, 83;4:160-163
http://www.civsoc.com/nature/nature1.html: Civic Culture
http://www.socialstudieshelp.com/ APGOV _Notes_WeekFour.htm: Civic Culture
Kerr, D. (1999) Citizenship Education: An international Comparison, London: National Foundation
for Educational Research and Qualifications and Curriculum Authority
Lickona, T. (1992). Educating for Character, New York: Bantam Books.
Mc Neil, J.D. (1977). Curriculum: A Comprehensive Introduction, Boston: Little Brown and Co.
62
Newmann, F.M. (1977). Building a Rationales for Civic Education and Shaver, J.P. (1977) Building
Rationales for Citizenship Education, Arlington: NCSS.
Noor Syam, M. (2006) Pendidikan dan Pembudayaan Moral Filsafat Pancasila, Jakarta: Panitia
Semiloka Pembudayaan Nilai Pancasila, Dit. Dikdas, Ditjen Mandikdasmen
Qualifications and Curriculum Authority-QCA (1998) Education for citizenship and the teaching of
democracy in schools, London: Department of Education and Employment-DfEE
Quigley, C. N., Buchanan, Jr. J. H., Bahmueller, C. F. (1991) Civitas : A Framework for Civic
Education, Calabasas : Center for Civic Education
Republik Indonesia (2003) Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Jakarta: Depdiknas
---------- (2013) Peraturan Pemerintah RI No. 32 tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Standar Nasional Penddikan, Jakarta: Kemdikbud
------------(2013) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional dan Kebudayaan No 54 Tahun 2013,
tentang Stanndar Kompetensi Lulusan. Jakarta: Kemdikbud
------------(2013) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional dan Kebudayaan No 64 Tahun 2013,
tentang Standar Isi. Jakarta: Kemdikbud
------------(2013) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional dan Kebudayaan No 65 Tahun 2013,
tentang Standar Proses. Jakarta: Kemdikbud
------------(2013) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional dan Kebudayaan No 66 Tahun 2013,
tentang Standar Penilaian. Jakarta: Kemdikbud
------------(2013) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional dan Kebudayaan No 68 Tahun 2013,
tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMP/MTs. Jakarta: Kemdikbud
------------(2013) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional dan Kebudayaan No 81 A Tahun 2013,
tentang Implementasi Kurikulum. Jakarta: Kemdikbud
Sanusi, A.(1998) Pendidikan Alternatif: Menyentuh Azas Dasar Persoalan Pendidikan dan
Kemasyarakatan, Bandung: PT Grafindo Media Pratama
Sugiyono (2008) Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,
Bandung: Penerbit Alfabeta
Shaver, J.P. (1991) Handbook of Research on Social Studies Tecahing and Learning, New Yorkl:
Collier Macmillan
Somantri, N (1968). Pendidikan Kewargaan Negara di Sekolah, Bandung: IKIP.
Simon, S.B. How, L.W. and Kirchenbaunm H (1972). Values Clarification, New York: Hart Publishing
Co.
Sudarsono, J. (1999) Fostering Democratic Living : The Roles of Governmental and Community
Agencies, Bandung : CICED
Tolo,K.W. (1998) An Assessment of We The People Project Citizen: Promoting Citizenship in
Classroom and Communities, Austin: The Board of Regents University of Texas
Toruan, Aston (2007) Laporan Penelitian Tindakan Kelas Pendidikan Kewarganegaraan
(http://dedidwitagama.wordpress.com/2008/01/31/laporan-penelitian-tindakan-kelas-pkn/)
Winataputra, U.S. (1978). A pilot Study of Implementation of the Area of Learning Moral Education of
Pancasila in the 1975 SMA Curiculum in the Bandung Area (Postgraduate Project) Sydney:
Macquarie University
---------- (2001). Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana Pendidikan Demokrasi,
(Disertasi) Bandung: universitas Pendidikan Indonesia.
---------- (2005) Konsep dan Strategi Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi: Tinjauan
Psiko-Pedagogis dan Sosioandragogis, Jakarta: Dijen Pendidikan Tinggi (Bahan SUSCADOS
Dikwar)
63
----------- (2006) Konsep dan Strategi Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah: Tinjauan PsikoPedagogis, Jakarta: Panitia Semiloka Pembudayaan Nilai Pancasila, Dit. Dikdas, Ditjen
Mandikdasmen (Makalah)
----------. (2006) Pendidikan Kesadaran Kehidupan Berkonstitusi, Jurnal Pendidikan dan
Kebudayaan, Juni 2006
64