Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

(CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING / CTL)

Dosen Pengampu

Dra. Maslichah Asy’ari M.Pd.

Hendra Michael Aquan S. Si., MEnvMgmt.

Disusun oleh

Kelompok Konstruktif : 1. Wiratama Jaya (181434055)

2. Meylinda Dewi Maharani P. (181434098)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA


YOGYAKARTA
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dunia pendidikan saat ini menuntut kerja keras dan tanggung jawab guru untuk
lebih professional. Guru harus dapat mengubah paradigma mengajar dari teaching ke
learning. Permasalahan dunia yang semakin kompleks seperti krisis global dan iklim
global menuntut dunia pendidikan agar berkerja keras untuk menghasilkan peserta
didik menjadi seorang problem solver dan tidak hanya menjadi tenaga terampil saja di
masa yang akan datang.
Paradigma baru dalam dunia pendidikan lebih akan menekankan pada peserta
didik yang harus aktif dalam pencarian dan pengembangan pengetahuan. Ilmu
pengetahuan tidak terbatas pada kebenaran tentang apa yang disampaikan oleh guru.
Guru harus mengubah perannya, tidak lagi sebagai pemegang otoritas tertinggi
keilmuan tetapi menjadi fasilitator yang membimbing siswa ke arah pembentukan
pengetahuan dalam diri mereka sendiri. Oleh paradigma baru tersebut diharapkan di
kelas peserta didik lebih aktif dalam belajar, aktif berdiskusi, berani menyampaikan
gagasan, dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi.
Guru harus bekerja keras dalam mengubah gaya mengajarnya dengan memberikan
peluang dan kesempatan kepada peserta didik untuk mengeksplorasi pengetahuannya
secara mandiri, agar menjadikan peserta didik yang aktif, kreatif, dan menjadi seorang
problem solver yang baik. Salah satu model agar menciptakan pembelajaran disekolah
menjadi lebih bermakna adalah penggunaan konteks dalam pembelajaran. Inovasi
tersebut seperti Contextual Teaching and Learning (CTL).
Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang
membantu guru untuk mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan fakta dalam
kehidupan peserta didik. CTL akan menekankan pada rencana dalam kegiatan kelas
yang telah dirancang oleh guru secara bertahap yang berisi skenario tentang rencana
yang akan dilakukan bersama peserta didik sehubungan dengan topik yang akan
dipelajari disekolah. Model pembelajaran kontekstual lebih mementingkan strategi
belajar bukan hasil belajar, yang mendorong peserta didik menghubungkan
pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.

2
Komponen dalam pembelajaran kontekstual adalah konstruktivisme, inkuiri,
bertanya, permodelan, refleksi, dan penilaian yang sebenarnya. Apabila sebuah kelas
sudah menerapkan komponen tersebut dalam proses pembelajaran, maka kelas
tersebut menggunakan model pembelajaran kontekstual. Menurut Sunyoto (2003),
CTL dapat membuat peserta didik terlibat dalam kegiatan yang bermakna serta
mampu menghubungkan pengetahuan yang diperoleh di kelas dengan konteks situasi
kehidupan nyata. Belajar tidak hanya sekedar menghafal tetapi peserta didik harus
dapat mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki pada realita kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian pengembangan model pembelajaran CTL dalam proses belajar,
guru perlu membiasakan anak untuk mengalami proses belajar dengan melakukan
pengamatan, bertanya, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data,
dan menarik kesimpulan (inquiry). Serta setiap selesai pembelajaran guru wajib
melakukan refleksi terhadap proses dan hasil pembelajaran (reflection).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari Pembelajaran Kontekstual ?
2. Apa ciri khas / prinsip dari Pembelajaran Kontekstual ?
3. Apa keunggulan Pembelajaran Kontekstual ?
4. Apa kelemahan Pembelajaran Kontekstual ?
5. Bagaimana cara mengatasi kelemahan dari Pembelajaran Kontekstual ?
6. Bagaimana implementasi Pembelajaran Kontekstual dalam kegiatan belajar di
sekolah?

1.3 Tujuan
1. Dapat menjelaskan pengertian dari metode pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL)
2. Dapat mengetahui karakteristik serta prinsip dalam pembelajaran kontekstual
3. Dapat mengetahui keunggulan metode pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL)
4. Dapat mengetahui kelemahan metode pembelajaran Contextual Teaching and
Learning (CTL)
5. Dapat menjelaskan implementasi pembelajaran kontekstual dalam kegiatan belajar
di sekolah.

3
BAB II

ISI

3.1 Pengertian Pembelajaran Kontekstual

Kata “kontekstual” berasal dari “konteks” yang dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia mengandung dua arti yaitu bagian sesuatu uraian atau kalimat yang dapat
mendukung atau menambah kejelasan makna dan situasi yang ada hubungan dengan
suatu kejadian. Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu sistem
pengajaran yang cocok dengan otak yang dapat menghasilkan makna dengan
menghubungkan muatan akademik dengan konteks dari kehidupan sehari-hari peserta
didik. Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-
hari. (Kadir, 2013).

Dalam pembelajaran kontekstual tugas guru adalah memfasilitasi siswa dalam


menemukan sesuatu yang baru (pengetahuan dan keterampilan) melalui pembelajaran
secara sendiri bukan apa kata guru. Siswa benar-benar mengalami dan menemukan
sendiri apa yang dipelajari sebagai hasil rekonstruksi sendiri. Dengan demikian, siswa
akan lebih produktif dan inovatif. Pembelajaran kontekstual akan mendorong ke arah
belajar aktif. Belajar aktif adalah suatu sistem belajar mengajar yang menekankan
keaktifan siswa secara fisik, mental, intelektual, dan emosional guna memperoleh
hasil belajar yang berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
(Kunandar, 2007).

Menurut (Sunyoto, 2003) CTL merupakan suatu pembelajaran peserta didik


untuk menguatkan, memperluas, dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang
mereka peroleh dalam berbagai macam mata pelajaran, baik di sekolah maupun diluar
sekolah.

Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pengajaran


dan pembelajaran kontekstual adalah suatu konsepsi belajar mengajar yang membantu
guru menghubungkan isi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi peserta

4
didik membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam
kehidupan sebagai anggota keluarga, masyarakat, dan pekerja.

3.2 Ciri Khas/Prinsip Pembelajaran Kontekstual


Atas pengertian tentang Contextual Teaching and Learning (CTL) diatas,
maka menurut (Muslich, 2009) mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a). Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang
diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau
pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in
real life setting).
b). Pembelajaran memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengerjakan
tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning).
c). Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada
peserta didik (learning by doing).
d). pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi
antar teman (learning in a group).
e). Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan
kerjasama (learning to ask, to inquiry, to work together).
f). pembelajaran dilakukan dalam situasi yang menyenangkan (learning as an enjoy
activity).
g). Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan,
bekerja sama dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara
mendalam (learning to know each other deeply).
Model pembelajaran kontekstual efektif karena diasumsikan bahwa proses
pembelajaran akan benar-benar terjadi jika siswa dapat menemukan hubungan yang
bermakna antara berpikir abstrak dengan aplikasi nyata dalam kehidupan. Hal ini
sesuai dengan pembelajaran kontekstual yang merupakan koordinasi antara materi
subjek dan kemampuan intelektual yang harus dimiliki siswa dalam kondisi atau
situasi yang sesuai dengan psikologi kognitif dan lingkungan siswa. (Komalasari,
2009)

Prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen


utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya
(Questioning), menemukan (Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community),

5
pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment). Prinsip-
prinsip tersebut secara singkat dijelaskan berikut ini :

1. Kontruktivisme (Contructivism)
Kontruktivisme merupakan landasan berfikir pendekatan CTL, yaitu
bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, dan
hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Manusia harus
mengontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman
nyata. Dengan dasar itu pembelajaran harus dikemas menjadi proses
“mengkonstruksi” bukan “menerima” pengetahuan. Dalam proses
pembelajaran, siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui
keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran siswa menjadi pusat kegiatan
bukan guru.
2. Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan strategi utama dalam pembelajaran yang
berbasis CTL. Bagi siswa bertanya merupakan bagian penting dalam
melaksanakan pembelajaran untuk menggali informasi, mengkonfirmasi
apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan aspek yang belum
diketahuinya.. Guru dapat menggunakan teknik bertanya dengan cara
memodelkan keingintahuan siswa dan mendorong siswa agar mengajukan
pertanyaan-pertanyaan.
Pembelajaran yang menggunakan pertanyaan-pertanyaan untuk
menuntun siswa mencapai tujuan belajar dapat mengembangkan berbagai
karakter, antara lain berfikir kritis dan logis, rasa ingin tahu, menghargai
pendapat orang lain, santun, dan percaya diri.

3. Menemukan (Inquiri)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran
berbasis kontekstual. Pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa
diharapkan bukan hasil dari mengingat, tetapi dari menemukan sendiri.
Guru harus merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan
misalnya melalui kegiatan praktikum, apapun materi yang diajarkannya.

6
4. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Masyarakat belajar adalah sekelompok siswa yang terikat dalam
kegiatan belajar agar terjadi proses belajar lebih dalam. Semua siswa harus
memiliki kesempatan untuk berbicara dan berbagi ide, mendengarkan ide
siswa lain dengan cermat, dan bekerja sama untuk membangun
pengetahuan dengan teman di dalam kelompoknya. Konsep ini didasarkan
pada ide bahwa belajar secara bersama lebih baik daripada belajar secara
individual.
Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua
arah. Seseorang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi
informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga
meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya. Kegiatan saling
belajar ini bisa terjadi jika tidak ada pihak yang dominan dalam
komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada
pihak yang menganggap paling tahu. Semua pihak mau saling
mendengarkan.
5. Pemodelan (Modeling)

Pemodelan adalah proses penampilan suatu contoh agar orang lain


berpikir, bekerja, dan belajar. Pemodelan tidak jarang memerlukan siswa
untuk berpikir dengan mengeluarkan suara keras dan mendemonstrasikan
apa yang akan dikerjakan siswa. Pada saat pembelajaran, sering guru
memodelkan bagaimana agar siswa belajar. Guru menunjukkan bagaimana
melakukan sesuatu untuk mempelajari sesuatu yang baru. Guru bukan
satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa.

6. Refleksi (Reflection)

Refleksi dilakukan agar siswa memikirkan kembali apa yang telah


mereka pelajari dan lakukan selama proses pembelajaran untuk membantu
mereka menemukan makna personal masingmasing. Refleksi biasanya
dilakukan pada akhir pembelajaran antara lain melalui diskusi, tanyajawab,
penyampaian kesan dan pesan, menulis jurnal, saling memberi komentar
karya, dan catatan pada buku harian.

7
Refleksi dalam pembelajaran antara lain dapat menumbuhkan
kemampuan berfikir logis dan kritis, mengetahui kelebihan dan
kekurangan diri sendiri, dan menghargai pendapat orang lain.

7. Penilaian Autentik (AuthenticAssessment)

Penilaian autentik sesungguhnya adalah suatu istilah yang


diciptakan untuk menjelaskan berbagai metode penilaian alternatif.
Berbagai metode tersebut memungkinkan siswa dapat mendemonstrasikan
kemampuannya untuk menyelesaikan tugas-tugas, memecahkan masalah,
atau mengekspresikan pengetahuannya dengan cara mensimulasikan
situasi yang dapat ditemui di dalam dunia nyata di luar lingkungan
sekolah. Berbagai simulasi tersebut semestinya dapat mengekspresikan
prestasi (performance) yang ditemui di dalam praktek dunia nyata seperti
tempat kerja. Penilaian autentik seharusnya dapat menjelaskan bagaimana
siswa menyelesaikan masalah dan dimungkinkan memiliki lebih dari satu
solusi yang benar. Strategi penilaian yang cocok dengan kriteria yang
dimaksudkan adalah suatu kombinasi dari beberapa teknik penilaian.

3.3 Keunggulan Pembelajaran Kontekstual

Dalam model pembelajaran kontekstual yang diterapkan disekolah ada beberapa


keunggulan, diantaranya :

1. Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan rill. Artinya peserta didik dituntut
untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar disekolah
dengan kehidupan nyata. Sebab dengan dapat mengorelasikan materi yang
ditemukan dengan kehidupan nyata, maka materi yang dipelajari akan
tertanam erat dalam memori peserta didik.
2. Menjadikan peserta didik yang aktif terlibat dalam memecahkan dan
memiliki kemampuan berfikir yang lebih tinggi karena peserta didik dilatih
dalam memecahkan suatu masalah.
3. Melatih peserta didik menjadi mandiri, karena materi pelajaran dapat
ditemukan sendiri oleh peserta didik, bukan hasil pemberian oleh guru.
4. Penerapan pembelajaran kontekstual dapat menciptakan suasana
pembelajaran di kelas menjadi bermakna.

8
3.4 Kelemahan Pembelajaran Kontekstual

Dari berbagai keunggulan yang dimiliki, pembelajaran kontekstual juga


memiliki beberapa kelemahan, diantaranya :

1. Diperlukan waktu yang cukup lama saat proses pembelajaran kontekstual


berlangsung, karena tahap perkembangan setiap peserta didik berbeda-beda
antara satu dengan yang lainnya dalam memecahkan masalah, sedangkan
guru hanya berperan sebagai fasilitator.
2. Tidak semua komponen pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL) dapat diterapkan pada seluruh materi pelajaran.
3. Sulit untuk menemukan dan menambah model guru yang guru sebagai
pengajar ke guru sebagai fasilitator dan mitra siswa dalam belajar.
3.5 Upaya mengatasi kelemahan
1. Guru harus lebih intensif dalam membimbing. Karena dalam metode CTL, guru
tidak lagi berperan sebagai pusat informasi melainkan guru adalah pembimbing
agar peserta didik dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
2. Dalam metode CTL, guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra
terhadap peserta didik agar tujuan pembelajaran di setiap materi dapat sesuai
dengan apa yang diterapkan semula.
3. Perlunya pelatihan guru-guru dalam mengajar dikelas agar sesuai dengan model
pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) pada saat ini.

3.6 Implementasi model pembelajaran kontekstual


1. Mengembangkan pemikiran peserta didik dengan menciptakan masyarakat
belajar atau belajar dalam kelompok untuk anak berdiskusi dengan anak lainnya
dalam mendapatkan pengetahuan.
2. Mengembangkan sifat ingin tahu peserta didik dengan kegiatan tanya jawab,
kuis antara guru dengan murid.
3. Menghadirkan model sebagai contoh cara menggunakan alat agar peserta didik
mempunyai pengalaman melihat langsung.
4. Melakukan refleksi disetiap akhir pertemuan, agar guru dapat mengevaluasi
pembelajaran dikelas pada setiap peserta didiknya.

9
BAB III

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL)
merupakan salah satu alternatif konsep belajar mengajar yang mengaitkan materi
yang diajarkan dengan realitas dunia, sehingga peserta didik dapat
menghubungkan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari. Model pembelajaran kontekstual ini, peserta didik bukan
hanya memahami berupa definisi melainkan dituntut untuk dapat menemukan
pengetahuannya sendiri. Peran guru sebagai fasilitator harus memiliki strategi
yang memacu peserta didik untuk dapat berpikir kritis, kreatif, dan inovatif.

4.2 Saran
1. Guru seharusnya dapat menciptakan berbagai strategi pembelajaran yang
inovatif sehingga peserta didik semakin berantusias mengikuti pembelajaran
dikelas.
2. Guru harus menunjukkan model pada materi pelajaran, agar peserta didik
dapat mengembangkan konsep yang didapat.

10
DAFTAR PUSTAKA

Kadir, A. (2013). Dinamika Ilmu, 16-38.


Komalasari, K. (2009). The Effect of Contextual Learning in Civic Education on Students'
Civic Competence. Journal Of Social Scenes, 125-135.
Kunandar. (2007). Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Muslich, M. (2009). Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi
Aksara.
Sunyoto, K. E. (2003). Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual. Penataaran Terintregasi,
3.
Jhonson, E.B. (2007). Contextual Teaching and Learning. Bandung: Mizan Learning Center.

Asep, Hidayat. (2008). Educare Jurnal Pendidikan dan Budaya. Jurnal Pendidikan dan
Budaya. 2(5).

Kartini, Hutagaol. (2013). Infinity. Jurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP
Siliwangi Bandung. 1(2).

Khusniati, M. (2012). Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran IPA. Jurnal Pendidikan


IPA Indonesia. 204-210(2).

11

Anda mungkin juga menyukai