Anda di halaman 1dari 31

REVIEW MATERI DAN REFLEKSI PERKULIAHAN KONSEP DASAR

PKN
Makalah
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Konsep Dasar PKn
Dosen Pengampu: Prasetyawan Aji Sugiharto, S.Pd., M.Pd.

Oleh:
Ari Ana Febriani B.2019001
Ujang Saputra B.2019008
Dyaz Misbakhul Fallah B.2019010

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
MUHAMMADIYAH BATANG
2020

1
KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum wr.wb.

Puji syukur Alhamdulillah saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena


telah melimpahkan rahmat, hidayah serta inayah-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam tak lupa
saya panjatkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW beserta
keluarganya dan para sahabatnya.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Konsep Dasar PKn yang diampu oleh bapak Prasetyawan Aji Sugiharto, S.Pd.,
M.Pd..
Terima kasih juga saya ucapkan kepada seluruh pihak yang telah berperan
dalam penyusunan makalah ini dengan memberikan ide dan dukungannya dari
awal hingga akhir.
Saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Karena itu
saya mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun demi
perbaikan makalah mendatang. Harapan saya semoga makalah ini bermanfaat dan
memenuhi harapan berbagai pihak.

Wassalamu‟alaikum wr.wb.

Batang, Desember 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2

C. Tujuan .......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 4

A. Civic, Civic Education dan Citizenship Education ...................................... 4

1. Pengertian Civic, Civic Education dan Citizenship Education ................ 4

2. Hubungan Civics, Civics Education dan Citizenship Education ............. 5

B. Sejarah Perkembangan Civics dan Pendidikan Kewarganegaraan .............. 6

A. Sejarah PKn di Dunia ............................................................................... 6

B. Sejarah PKn di Indonesia ......................................................................... 7

C. Paradigma dan Visi Misi PKn ...................................................................... 8

1. Paradigma PKn ......................................................................................... 8

2. Visi Misi Pendidikan Kewarganegaraan .................................................. 9

D. PKn Sebagai Disiplin Ilmu ........................................................................ 10

1. PKn Sebagai Pendidikan Disiplin Ilmu Sosial ....................................... 10


iii
2. PKN Sebagai Tradisi dalam Social Studies ............................................... 11

E. Multidimensionalitas PKn.......................................................................... 12

1. Civic Knowledge .................................................................................... 12

2. Civic Skill ............................................................................................... 13

F. Telaah Teori Kewarganegaraan ................................................................. 14

1. Menurut Marshall ................................................................................... 14

2. Menurut Turner ...................................................................................... 15

G. Pedagogi Kewarganegaraan ................................................................... 15

1. Pengertian Pedagogi ............................................................................... 15

2. Implikasi Landasan Pedagogik Terhadap Pengembangan Teori


Pendidikan dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat .................................. 15

3. Implikasi Teori Pendidikan dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat. 16

H. Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Isu Dunia...................................... 17

1. Globalisasi dalam dunia Pendidikan ...................................................... 17

2. Konsep Global Citizhensip Education.................................................... 18

3. Urgensi Global Citizhensip Education ................................................... 18

I. Landasan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di Indonesia ........ 19

1. Dinamika Kurikulum di Indonesia ......................................................... 19

2. Muatan Pancasila dalam PPKn di Indonesia .......................................... 20

J. Ragam Muatan PKn ................................................................................... 21

1. Pendidikan Politik .................................................................................. 21


iv
2. Pengertian Pendidikan Moral ................................................................. 21

3. Pendidikan Multikultural ........................................................................... 22

K. Kajian Ruang Lingkup PKn ....................................................................... 22

L. Pembelajaran PPKn SD Dalam Pendekatan Tematik Integratif dan


Perkembangannya dalam Pendidikan Abad 21 ................................................. 22

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 24

A. Simpulan .................................................................................................... 24

B. Saran ........................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 25

v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang
mengalami perubahan nama dengan sangat cepat karena mata pelajaran ini
rentan terhadap perubahan politik, namun ironisnya nama berubah berkali-kali,
tetapi secara umum serta pendekatan cara penyampaiannya kebanyakan tidak
berubah. Dari sisi isi misalnya, lebih menekankan pengetahuan untuk di hafal
dan bukan materi pembelajaran yang mendorong berpikir apalagi berpikir kritis
siswa. Dari segi pendekatan yang lebih ditonjolkan adalah pendekatan politis
dan kekuasaan.
Pendidikan kewarganegaraan (PKn) menjadi bagian penting dalam suatu
pembelajaran di sekolah baik formal maupun informal. Hal itu dapat dilihat
dari keberadaan pendidikan kewarganegaraan yang berstatus wajib dalam
kurikulum pendidikan. Keberadaan pendidikan kewarganegaraan terealisasi
nyata disetiap jenjang pendidikan dimulai dari sekolah dasar (SD), sekolah
menengah pertama (SMP), sekolah menengah atas (SMA), dan perguruan
tinggi. Muatan materi Pendidikan Kewarganegaraan hampir sama disetiap
jenjang pendidikan, hanya saja setiap tingkatan ada penambahan muatan materi
yang lebih mendalam untuk dipahami oleh siswa.
Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi “mencerdaskan
kehidupan bangsa” yang menjadi cita-cita bangsa indonesia merupakan suatu
bukti bahwa keberadaan pendidikan kewarganegaraan sangat penting dalam
pembelajaran. Mencerdaskan kehidupan bangsa memerlukan adanya suatu
ikatan tujuan. Ikatan tujuan ini dapat berwujud suatu ideologi nasional yaitu
Pancasila yang menjadi suatu objek dalam mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan. Tujuan ideologi Pancasila tersebut yang kemudian
diturunkan menjadi lebih spesifik dalam tujuan pendidikan nasional. Menurut
Pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tujuan pendidikan nasional

1
2

yaitu “Untuk berkembangnya potensi warga agar menjadi manusia yang


beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, yang berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis dan
bertanggung jawab”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dibuat rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana penjelasan dari materi civic, civic education dan citizenship
education?
2. Bagaimana penjelasan dari materi sejarah perkembangan civic dan
pendidikan kewarganegaraan?
3. Bagaimana penjelasan materi tentang paradigm dan visi misi PKn?
4. Bagaimana penjelasan materi tentang PKn sebagai pendidikan disiplin
ilmu?
5. Bagaimana penjelasan materi tentang multidimensionalitas PKn?
6. Bagaimana penjelasan materi tentang telaah teori kewarganegaraan?
7. Bagaimana penjelasan materi tentang pedagogi kewarganegaraan?
8. Bagaimana penjelasan materi tentang pendidikan kewarganegaraan sebagai
isu dunia?
9. Bagaimana penjelasan materi tentang landasan pendidikan pancasila dan
Kewarganegaraan di Indonesia?
10. Bagaimana penjelasan materi tentang ragam muatan PKn?
11. Bagaimana penjelasan materi tentang Kajian Ruang Lingkup PKn?
12. Bagaimana penjelasan materi tentang Pembelajaran PPKn SD Dalam
Pendekatan Tematik Integratif dan Perkembangannya dalam Pendidikan
Abad 21?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka dapat dibuat tujuan sebagai
berikut:
1. Mengetahui materi civic, civic education dan citizenship education.
3

2. Mengetahui materi sejarah perkembangan civic dan pendidikan


kewarganegaraan.
3. Mengetahui materi tentang paradigma dan visi misi PKn.
4. Mengetahui materi tentang PKn sebagai pendidikan disiplin ilmu.
5. Mengetahui materi tentang multidimensionalitas PKn.
6. Mengetahui materi tentang telaah teori kewarganegaraan.
7. Mengetahui materi tentang pedagogi kewarganegaraan.
8. Mengetahui materi tentang pendidikan kewarganegaraan sebagai isu dunia.
9. Mengetahui materi tentang landasan pendidikan pancasila dan
Kewarganegaraan di Indonesia.
10. Mengetahui materi tentang ragam muatan PKn.
11. Mengetahui materi tentang Kajian Ruang Lingkup PKn.
12. Mengetahui materi tentang Pembelajaran PPKn SD Dalam Pendekatan
Tematik Integratif dan Perkembangannya dalam Pendidikan Abad 21.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Civic, Civic Education dan Citizenship Education


1. Pengertian Civic, Civic Education dan Citizenship Education
Civics berasal dari kata latin civicus yang berarti warga negara (citizen
atau citoyen). Carter Van Good (1973:99) memberi argument mengapa
Civics disebut ilmu kewarganegaraan karena di belakang kata Civics
terdapat huruf s, ini menunjukkan sebagai sebuah ilmu sama seperti
Economics atau Politics. Ilmu kewarganegaraan ini tentu saja sebagai
sebuah disiplin ilmu yang memilki tujuan, metode, dan objek studi tertentu.
Kewarganegaraan dalam Bahasa Latin disebut “Civis” selanjutnya dari
kata “Civis” dalam bahasa inggris disebut “Civic” artinya mengenai warga
negara atau kewarganegaraan. Dari kata Civic ini lahirlah kata Civics Ilmu
kewarganegaraan, Civic Education dan Pendidikan Kewarganegaraan
(Darmadi,2010:7).
Mahoney dalam Budimansyah, D dan Surayadi K. (2008) menjelaskan
civic Education merupakan suatu proses pembelajaran semua mata
pelajaran, kegiatan siswa, proses adminsitrasi dan pembinaan dalam upaya
mengembangkan perilaku warga negara yang baik.
Numan Sumantri (2001:299) Pendidikan kewarganegraan adalah
program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas
dengan sumber-sumber pengetahuan lainya, pengaruh-pengaruh positif dari
pendidikan sekolah, masyarakat dan orang tua, yang kesemuanya itu
diproses guna melatih para siswa untuk berpikir kritis, analitis, bersikap dan
bertindak demokratis dalam mepersiapkan hidup demokratis yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah perluasan dari civics yang
lebih menekankan pada aspek-aspek praktik kewarganegaraan. Oleh sebab
itu, Pendidikan kewarganegaraan juga disebut pendidikan orang dewasa

4
5

(adul education) yang mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang


memahami perannya sebagai warga negara. Dimond mengemukakan bahwa
pengertian civics atau citizenship education memiliki makna dalam arti luas
dan arti sempit bila dikaitkan dengan kehidupan sekolah dan masyarakat.
Dalam arti sempit, Civics lebih menekankan pada aspek teori dan praktik
pemerintahan demokrasi, sedangkan dalam arti luas yang disebut citizenship
education lebih menekankan pada keterlibatan dan partisipasi warga negara
dalam permasalahan-permasalahan kemasyrakatan.
2. Hubungan Civics, Civics Education dan Citizenship Education
Hubungan Civics dengan Civic Education bahwa keduanya merupakan
mata pelajaran yang mengkaji mengenai warga negara dengan cakupan
materi yang lebih luas pada Civic Education karena mencakup praktik-
praktik kewarganegaraan yang tidak dipelajari di mata pelajaran Civics.
Sedangkan hubungan antara Civic dengan Citizenship education yaitu
Civics sebagai sebuah mata pelajaran sedangakan Citizenship Education
merupakan program pendidikan bagi warga negara baik dalam jalur formal
dan non formal yang sama-sama bertujuan membentuk warga negara yang
baik.
Menurut Cogan (1999:4) “Civic Education merupakan landasan yang
didesign disekolah untuk mempersiapkan Warga Negara Muda untuk
berperan aktif (berkontribusi) dalam masyarakat ketika mereka dewasa
Citizhenship Education atau Education for Citizenship memiliki makna
yang lebih luas mencakup pengalaman di sekolah ataupun diluar sekolah
pembelajran formal/informal yang didapat dari keluarga, Organisasi
keagamaan, Organisasi kemasyarakatan, Media, dll, yang membantu
mebentuk Warga Negara yang utuh”.
Civics atau juga disebut dengan ilmu Kewarganegaraan menekankan
pembahasannya pada aspek teoritik tentang hak-hak dan kewajiban-
kewajiban warga negara dan akhirnya bagaimana menjadi warga negara
yang baik. Bagaimana kaitannya dengan pendidikan Kewarganegaraan
(Civics Education) juga secara sekilas telah dijelaskan bahwa pendidikan
6

kewarganegaraan merupakan perluasan dari civics yang lebih menekankan


pada aspek-aspek dan praktik-praktik kewarganegaraan.
B. Sejarah Perkembangan Civics dan Pendidikan Kewarganegaraan
A. Sejarah PKn di Dunia
Sejarah perkembangan civics dan pendidikan kewarganegaraan di dunia
diperkenalkan untuk pertama kalinya pada tahun 1790 di Amerika Serikat.
Perkembangan civics dan pendidikan kewarganegaraan di Amerika pada
awalnya didasarkan pada teori psikologi yang pada saat itu menjadi panutan,
yaitu “ Faculty Psychologi” yang menekankan pada teori yang menyatakan
bahwa dalam pelajaran yang terpenting adalah “ mind and body”. Menurut
teori ini apabila ada kekeliruan dalam belajar maka yang salah bukanlah
terletak pada tubuh melainkan terletak pada pikiran ( Wahab dan Sapriya
2011:4 ).
Teori ini mendukung pembelajaran PKn yang harus menekankan pada
upaya melatih pikiran para pelajar dengan menghafal (rote
memory/memorization), mengarahkan dan menasehati secara teratur dengan
sesuatu yang baik, dimana cara ini lebih mengarah pada pengajaran civics
dan PKn yang bersifat indoktrinasi.
Sebagai negara perintis konsep dan paradigma civics dan PKn, Amerika
mulai mengenalkan mata pelajaran civics sebagai mata pelajaran di sekolah
yang membahas tentang pemerintahan. Pada tahun 1900-an, berkembang
mata pelajaran civics yang berisikan materi mengenai struktur pemerintahan
negara bagian federal. Pada tahun 1915 mengembangkan new civics yang
menitikberatkan pada community living atau kehidupan masyarakat.
Dengan demikian, sampai pada tahun 1920 istilah civics telah digunakan
untuk menunjukkan bidang pengajaran yang lebih khusus yaitu vocational
civics, community civics dan economic civics atau kewarganegaraan yang
berkenaan dengan mata pencaharian, kemasyarakatan dan perekonomian.
7

B. Sejarah PKn di Indonesia


Pendidikan moral di Indonesia, secara tradisional, berisi nilai-nilai
kemasyarakatan, negara dan agama. Pada mulanya, pendidikan moral
dilaksanakan melalui pendidikan agama dan budi pekerti, tidak ada
pendidikan moral secara eksplisit. Akan tetapi kemudian berkembang dari
waktu ke waktu sehingga tidak lagi menyatu dengan pendidikan agama dan
budi pekerti.
Pada tahun 1957 mulai diperkenalkan mata pelajaran Kewarganegaraan.
Mata pelajaran Kewarganegaraan memuat isi pokok cara memperoleh
kewarganegaraan, hak dan kewajiban warga negara. Dari sudut pengetahuan
tentang negara diperkenalkan juga mata pelajaran Tata Negara dan Tata
Hukum. Ketiga mata pelajaran tersebut semata-mata memuat aspek kognitif.
Pada tahun 1959 terjadi perubahan arah politik di Negara Indonesia.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 menyatakan UUDS 1950 tidak berlaku, dan
UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali. Kejadian ini membuat perubahan
arah di bidang pendidikan. Perubahan arah ini ditandai dengan
diperkenalkannya mata pelajaran Civics di SMP dan SMA, yang isinya
meliputi Sejarah Nasional, Sejarah Proklamasi, UUD 1945, Pancasila,
Pidato-pidato Kenegaraan Presiden, pembinaan persatuan dan kesatuan
bangsa. Buku sumber yang dipergunakan adalah “Civics ManusiaIndonesia
Baru” dan “Tujuh Bahan Pokok Indoktrinasi” yang lebih dikenal dengan
singkatan “TUBAPI”.
Pada tahun 1962, istilah Civics diganti dengan istilah Kewargaan
Negara atas anjuran Dr. Sahardjo, S.H.yang pada waktu itu menjabat
sebagai Menteri Kehakiman. Perubahan ini didasarkan atas tujuan yang
ingin dicapainya, yaitu „membentuk warga negara yang baik”.
Pada tahun 1965 terjadi pemberontakan G 30 S/PKI yang kemudian
diikuti oleh pembaharuan tatanan dalam pemerintahan. Pembaharuan
tatanan inilah yang kemudian dibatasi oleh tonggak yang resmi dengan
diserahkannya surat perintah 11 Maret 1966 dari Presiden Soekarno kepada
Letnan Jenderal Soeharto. Tanggal itulah yang kemudian dijadikan tonggak
8

pemerintahan Orde Baru, yang mengandung tekad untuk memurnikan


pelaksanaan UUD 1945 secara konsekuen.
Pada tahun 1968, kebijaksanaan dalam bidang pendidikan ini disusul
dengan keluarnya Kurikulum 1968. Dalam kurikulum ini istilah Civics,
yang secara tidak resmi diganti dengan istilah Kewargaan Negara, diganti
lagi dengan Pendidikan Kewargaan Negara, yang lebih dikenal dengan
singkatan PKN.
C. Paradigma dan Visi Misi PKn
1. Paradigma PKn
Paradigma adalah sebuah kerangka berpikir yang digunakan dalam proses
pendidikan kewarganegaraan di Indonesia. Pendidikan kewarganegaraan
dengan paradigma mensyaratkan materi pembelajaran yang memuat
komponen-komponen pengetahuan, keterampilan, dan disposisi kepribadian
warga negara yang fungsional bukan hanya dalam tataran kehidupan berbangsa
dan bernegara melainkan juga dalam masyarakat di era global.
Macam-macam paradigm pendidikan yaitu:
a. Paradigma Feodalistik
Paradigma Feodalistik mempunyai asumsi bahwa lembaga
pendidikan (Perguruan Tinggi) merupakan tempat melatih dan
mempersiapkan peserta untuk masa yang akan datang. Oleh karena itu,
peserta didik (siswa dan mahasiswa), ditempatkan sebagai objek semata
dalam pembelajaran, sedangkan dosen sebagai satu-satunya sumber
ilmu, kebenaran dan informasi, berperilaku otoriter dan birokratis.
Materi pembelajaran disusun secara rigid sehingga memasung
kreativitas peserta didik (mahasiswa) dan dosen. Sementara itu,
manajemen pendidikan termasuk manajemen pembelajaran bersifat
sentralistik, birokratis dan monolitik. Penerapan strategi pembelajaran
paradigma feodalistik ini sangat dogmatis, indoktrinatif dan otoriter.
Paradigma Feodalistik dalam pelaksanaan pendidikannya telah
berlangsung cukup lama dalam dunia pendidikan nasional mulai dari
pendidikan dasar sampai perguruan tinggi.
9

b. Paradigma Humanistik
Paradigma Humanistik mendasarkan pada asumsi bahwa peserta
didik adalah manusia yang mempunyai potensi dan karakteristik yang
berbeda-beda. Oleh karena itu, dalam pandangan ini peserta didik
(mahasiswa) ditempatkan 5 sebagai subjek sekaligus objek pembelajaran,
sementara guru/dosen diposisikan sebagai fasilitator dan mitra dialog
peserta didik. Materi pembelajaran yang disusun berdasarkan pada
kebutuhan dasar (basic needs) peserta didik, bersifat fleksibel, dinamis
dan fenomenologis sehingga materi tersebut bersifat kontekstual dan
memiliki relevansi dengan tuntutan dan perubahan sosial. Model materi
pembelajaran tersebut mendorong terciptanya kelas pembelajaran yang
hidup (life classroom). Begitu juga manajemen pendidikan dan
pembelajarannya, menekankan pada dimensi desentralistik, tidak
birokratis, mengakui pluralitas dengan penggunaan strategi pembelajaran
yang bervariasi dan demokratis.
2. Visi Misi Pendidikan Kewarganegaraan
Berdasarkan surat keputusan Dirjen Dikti Depdiknas No.
43/DIKTI/Kep/2006 tujuan pendidikan kewarganegaraan (civic
education), diwujudkan dalam visi dan misi PKn dalam kompetensi
sebagai berikut:
a. Visi PKn
Visi pendidikan kewarganegaraan yaitu sebagai sumber nilai dan
pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan program studi,
guna mengantarkan mahasiswa menetapkan kepribadiannya sebagai
manusia seutuhnya. Hal ini berdasarkan suatu realitas yang dihadapi,
bahwa mahasiswa adalah sebagai generasi bangsa yang harus memililki
visi intelektual, religius, berkeadaban, berkemanusiaan dan cinta yanah
air dan bangsanya.
10

b. Misi PKn
Misi pendidikan kewarganegaraan yaitu untuk membantu
mahasiwa memantapkan kepribadiannya agar secara konsisten mampu
mewujudkan nilai nilai dasar pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah
air sepanjang hayat dalam menguasai, menerapkan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dengan rasa
tanggung jawab dan bermoral, serta memegang teguh persatuan dan
kesatuan bangsa dan Negara.
D. PKn Sebagai Disiplin Ilmu
1. PKn Sebagai Pendidikan Disiplin Ilmu Sosial
Istilah pendidikan disiplin ilmu merupakan istilah yang belum banyak
dikenal bahkan dirasakan asing bagi kalangan komunitas keilmuan dalam
disiplin tradisional. Di Indonesia, istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh
Nu‟man Somantri dalam berbagai karya tulis untuk merespon berbagai
tuntutan masyarakat akademik dalam mengonstruksi sistem pendidikan
bagi pencapaian tujuan dan program pendidikan khususnya untuk tingkat
pendidikan dasar dan menengah (Somantri, 2001:19).
Pendidikan disiplin ilmu lahir sebagai suatu pemikiran untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Pendidikan disiplin ilmu adalah suatu batang tubuh disiplin (baru)
yang menyeleksi konsep, generalisasi, dan teori dari struktur disiplin-
disiplin ilmu (universitas) dan Disiplin Ilmu Pendidikan yang
diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan
pendidikan. (Somantri, 2001: 28). Apabila pendidikan disiplin ilmu ingin
berkembang sebagaimana disiplin ilmu tradisional sehingga menjadi normal
science maka ia harus memenuhi syarat sebagaimana ditentukan diatas,
misalnya
a.Paradigma keilmuan yang disepakati bersama oleh komunitas keilmuan.
b.Komunitas keilmuan (a community of scholars).
11

c.Tradisi keilmuan yang disepakati dan dipraktikkan oleh anggota


komunitas keilmuan.
2. PKN Sebagai Tradisi dalam Social Studies
Wuryandani & Fathurrohman, 2012: 15-16 mengemukakan bahwa
pendidikan kewarganegaraan memiliki keterkaitan erat dengan pendidikan
nilai. Pendidikan nilai menyatukan perbagai permasalahan yang
menyangkut preferensi personal ke dalam satu kategori yang disebut nilai-
nilai, yang dibatasi sebagai petunjuk umum untuk perilaku yang memberi
batasan langsung pada kehidupan. PKn sebagai pusat pendidikan nilai
bukanlah sekedar mentransmisikan isi nilai tertentu kepada siswa atau
mahasiswa, tetapi dimaknai sebagai upaya mengembangkan proses
penilaian dalam diri seseorang, semacam suatu keyakinan untuk
memperkaya siswa atau mahasiswa dengan suatu yang lebih krusial dan
fungsional (Ine Kusuma & Markum Susatim, 2010: 43).
Pendidikan nilai sendiri ialah suatu usaha sadar yang dilakukan oleh
manusia (orang dewasa) yang terencana untuk memberikan kesempatan
kepada peserta didik (generasi penerus), menanamkan nilai ke-Tuhanan,
estetik, etika, nilai baik buruk, benar salah mengenai perbuatan, sikap, dan
kewajiban, akhlak mulia, budi pekerti luhur agar mencapai kedewasaan
yang bertanggung jawab. (Nawawi, 2011: 123). Kajian konseptual-filosofis
untuk memperkuat dan mengembangkan struktur dan batang tubuh PKn
sebagai tradisi pendidikan disiplin ilmu sosial berarti pengembangan pada
tataran landasan keilmuan. Salah satu landasan ilmu pendidikan adalah
landasan filosofis yang meliputi ontologi, epistemologi dan aksiologi.
Selanjutnya pembelajaran PKn (Pendidikan Kewarganegaraan) yang
merupakan inti dari pendidikan ilmu pengetahuan sosial (IPS) berdasarkan
konsep awal (social studies) pada tataran konseptual dan praktis oleh Barr
dkk (1977-1978) dikelompokkan dalam tiga tradisi pedagogis, yakni sebagai
1) proses transmisi pendidikan kewarganegaraan (citizenship transmission),
2) pengembangan ilmu-ilmu sosial (social science) dan 3) sebagai cara
berpikir kritis melalui penemuan. Tradisi citizenship transmission
12

merupakan tradisi tertua dari pendidikan ilmu pengetahuan sosial (IPS) yang
isinya menekankan pada esensi mendapatkan pengetahuan sebagai “self
evident truth” atau kebenaran yang diyakini sendiri. Karenanya tugas guru
menurut tradisi ini adalah menyampaikan pengetahuan yang telah diyakini
kebenarannya itu dengan cara kelangsungan hidup masyarakat yang diyakini
dapat dipertahankan. Sedangkan tardisi social science merupakan tradisi
yang dimotori oleh para sejarahwan dan ahli-ahli ilmu sosial dengan tujuan
utama mengembangkan para siswa agar dapat menguasai pengetahuan,
ketrampilan dan metode dari disiplin ilmu-ilmu sosial sebagai sarana untuk
menjadi warga negara yang efektif. (Ine Kusuma & Markum Susatim, 2010:
43- 44). Tiga Tradisi Social Studies (Barr, Barth, and Shermis (1977) yaitu
Social studies as citizenship transmission, Social studies as social science,
Social studies as reflective inquiry.
E. Multidimensionalitas PKn
1. Civic Knowledge
Civic knowledge adalah materi substansi atau pengetahuan yang
berkaitan dengan kandungan atau nilai apa yang seharusnya diketahui oleh
warga negara. Civic knowledge berkaitan dengan materi substansi yang
seharusnya diketahui oleh warga negara berkaitan dengan hak dan
kewajibannya sebagai warga negara. Aspek dari civic knowledge ini
menyangkut kemampuan akademik-keilmuan yang dikembangkan dari
berbagai teori atau konsep politik, hukum dan moral. Kompetensi
pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge) mencakup bidang politik,
hukum, dan moral.
Pentingnya komponen pengetahuan kewarganegaraan yaitu untuk
membekali peserta didik agar dapat menjadi warga negara yang demokratis
dengan menguasai sejumlah pengetahuan, antara lain :
a.Memahami tujuan pemerintahan dan prinsip-prinsip dasar konstitusi
pemerintahan Republik Indonesia.
13

b.Mengetahui struktur, fungsi dan tugas pemerintahan daerah dan nasional


serta bagaimana keterlibatan warganegara membentuk kebijaksanaan
publik.
c.Mengetahui hubungan negara dan bangsa Indonesia dengan negara-negara
dan bangsa lain serta masalah-masalah dunia dan/atau internasional.
2. Civic Skill
Civics skill atau kecakapan kewarganegaraan merupakan kecakapan
yang dikembangkan dari pengetahuan kewarganegaraan, yang dimaksudkan
agar pengetahuan yang diperoleh menjadi sesuatu yang bermakna, karena
dapat dimanfaatkan dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan
berbangsa dan bernegara. Civic Skills mencakup intelectual skills
(keterampilan intelektual) dan participation skills (keterampilan partisipasi).
Keterampilan intelektual penting bagi terbentuknya warga negara yang
berwawasan luas, efektif, dan bertanggung jawab. Keterampilan itu antara
lain mengidentifikasi dan mendeskripsikan, menjelaskan dan menganalis,
mengevaluasi menentukan dan mempertahankan sikap atau pendapat
berkenaan dengan persoalan-persoalan publik
Pentingnya komponen keterampilan kewarganegaraan yaitu untuk
membekali peserta didik agar dapat menjadi warga negara yang demokratis
dengan menguasai sejumlah kemampuan, antara lain :
a.Mengambil atau menetapkan keputusan yang tepat melalui proses
pemecahan masalah dan inkuiri.
b.Mengevaluasi kekuatan dan kelemahan suatu isu tertentu.
c.Menentukan atau mengambil sikap guna mencapai suatu posisi tertentu..
3. Civic Dispotion
Civic Disposition adalah watak atau karakter kewarganegaraan yang
merupakan dimensi yang paling substantif dan esensial dalam Pendidikan
Kewarganegaraan. Dimensi watak atau karakter dipandang sebagai “muara”
dari kedua dimensi lainnya yaitu visi, misi, dan tujuan mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan, karakteristik mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaran ditandai dengan penekanan dimensi watak, karakter, sikap
14

dan hal-hal lain yang bersifat afektif. Branson (1998:23) menegaskan bahwa
“civic disposition mengisyaratkan pada karakter publik mau pun privat yang
penting bagi pemeliharaan dan pengembangan demokrasi konstitusional”.
Watak kewarganegaraan (civic disposition) menunjuk pada karakter
publik maupun privat yang penting bagi pemeliharaan dan pengembangan
demokrasi konstitusional.
Pentingnya komponen karakter kewarganegaraan yaitu untuk
membekali peserta didik agar dapat menjadi warga negara yang demokratis
dengan menguasai sejumlah karakter, antara lain:
a.Memberdayakan dirinya sebagai warganegara yang independen, aktif,
kritis, dan bertanggungjawab untuk berpartisipasi secara efektif dan efisien
dalam berbagai aktifitas masyarakat, politik dan pemerintahan pada semua
tingkatan (daerah dan nasional).
b.Memahami bagaimana warganegara melaksanakan peranan, hak, dan
tanggung jawab personal untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat
pada semua tingkatan (daerah dan nasional).
F. Telaah Teori Kewarganegaraan
1. Menurut Marshall
Konsep kewarganegaan itu mulai tumbuh pada abad 17, bersamaan dengan
meningkatnya sistem kapitalisme sosial. Secara garis besar, prinsip yang
mendasari makna kewarganegaraan adalah kesetaraan. Prinsip itu tentu
bertentangan dengan mekanisme sosial yang masih memegang teguh bentuk
kelas sosial, dimana di dalam masyarakat masih terdapat lapisan-lapisan
hierarkis seturut dengan kepemilikan tertentu. Dengan demikian, prinsip
kewarganegaraan itu mengalami konfrontasi dalam konteks masyarakat yang
masih memegang kuat sistem kelas sosial tersebut. Memasuki abad 18,
meningkatnya kesadaran nasional tidak serta merta dapat mengatasi persoalan
ekonomi di dalam struktur kelas dan keidaksetaraan sosial. Hak politik tidak
seperti hak sipil yang mudah diakui dan didapatkan. Pola konfliktual semakin
meruncing ketika warga negara bukan hanya mempersoalkan hak sipil, namun
ketika menuntut hak politik. Pencapain terbesar hak politik terjadi pada akhir
15

abad ke-19, dimana ketika itu muncul. akumulasi dari setiap hak hak sipil bagi
individu kemudian digabungkan sebagai suatu gerakan untuk bisa mencapai
perluasan elemen di dalam hak sebagai warga negara.
2. Menurut Turner
Menurut Turner berpendapat bahwa kewarganegaraan merupakan
seperangkat praktik atau tindakan yang mencakup yudisial, politik, ekonomi
dan budaya yang dapat menentukan seseorang sebagai anggota masyarakat
yang kompeten, sebagai konsekuensinya membentuk aliran sumber daya
kepada kelompok sosial. Turner mengemukakan bahwa konsep
kewarganegaraan sebenarnya bukan semata-mata seperangkat hak yang
bersifat pasif yang diberikan oleh negara pada warganya. Tetapi menurutnya
kewarganegaraan merupakan seperangkat tindakan baik secara hukum,
politik, ekonomi, dan budaya, yang dapat dilakukan warga sebagai anggota
dari komunitas.
G. Pedagogi Kewarganegaraan
1. Pengertian Pedagogi
Pedagogik adalah teori mendidik yang mempersoalkan apa dan
bagaimana mendidik sebaik-baiknya (Edi Suardi, 1979). Kompetensi
Pedagogik adalah seperangkat kemampuan dan keterampilan (skill) yang
berkaitan dengan interaksi belajar mengajar antara guru dan siswa dalam
kelas. Kompetensi pedagogik meliputi, kemapuan guru dalam menjelaskan
materi, melaksanakan metode pembelajaran, memberikan pertanyaan,
menjawab pertanyaan, mengelola kelas, dan melakukan evaluasi (Muchith,
2008).

2. Implikasi Landasan Pedagogik Terhadap Pengembangan Teori


Pendidikan dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat
Pentingnya teori pendidikan.Pendidikan sebagai suatu kegiatan
manusia, dapat kita amati sebagai suatu praktik dalam kehidupannya,
seperti halnya dengan kegiatan manusia suatu kegiatan dalam ekonomi,
kegiatan dalam hukum, agama, dan sebagainya. Antara teori dan praktik
pendidikan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, memiliki
16

hubungan komplementer (saling melengkapi), saling mengisi satu sama


lain. Seperti misalnya pelaksanaan pendidikan dalam keluarga, pendidikan
di sekolah, dan pendidikan di masyarakat dapat dijadikan sumber
menyusun teori pendidikan, begitu pula sebaiknya suatu teori pendidikan
sangat bermanfaat sebagai suatu pedoman dalam melaksankan praktik
pendidikan.

3. Implikasi Teori Pendidikan dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat


a. Teori pendidikan keluarga
Para ahli memberikan berbagai sudut pandang tentang pengertian
pendidikan keluarga. Misalnya Mansur, mendefinisikan pendidikan
keluarga adalah proses pemberian nilai-nilai positif bagi tumbuh
kembangnya anak sebagai fondasi pendidikan selanjutnya. Abdullah
juga mendefinisikan pendidikan keluarga adalah segala usaha yang
dilakukan oleh orang tua berupa pembiasaan dan improvisasi untuk
membantu perkembangan pribadi anak. Pendapat lain yang
dikemukakan oleh Nahlawi, Hasan Langgulung memberi batasan
terhadap pengertian pendidikan keluarga sebagai usaha yang dilakukan
oleh ayah dan ibu sebagai orang yang diberi tanggung jawab untuk
memberikan nilai-nilai, akhlak, keteladanan dan kefitrahan.
b. Teori Pendidikan Lingkungan Sekolah
Sekolah memegang peranan penting dalam pendidikan karena
pengaruhnya besar sekali pada jiwa anak. Disamping keluarga sebagai
pusat pendidikan, sekolah pun mempunyai fungsi sebagai pusat
pendidikan untuk membentuk pribadi anak. Pada saat sekarang ini
dimana perkembangan ilmu pendidikan dan teknologi begitu kompleks
,dimana keluarga tidak mampu menyampaikan secara lengkap dan utuh
kepada anak-anaknya, maka dibutuhkan lingkungan lain yang
memungkinkan anak dapat memperoleh pengetahuan teknologi
tersebut. Hasbullah (2008:46) bependapat bahwa pendidikan di sekolah
merupakan pendidikan yang diperoleh seseorang di Sekolah secara
17

teratur, sistematis, bertingkat, dan dengan mengikuti syarat-syarat yang


jelas dan ketat.
c. Teori Pendidikan Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat merupakan lembaga pendidikan ketiga
setelah pendidikan dilingkungan keluarga dan lingkungan sekolah.
Sedangkan konsep dari lingkungan masyarakatitu sendiri sebagai
berikut: Masyarakat dapat diartikan sebagai satu bentuk tata kehidupan
sosial dengan tata nilai dan tata budaya sendiri. Artinya rnasyarakat
adalah wadah dan wahana pendidikan, medan kehidupan manusia yang
majemuk (plural: suku, agama, kegiatan kerja, tingkat pendidikan,
tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya). Masyarakat bila dilihat dari
konsep sosiologi adalah sekumpulan manusia yang bertempat tinggal
dalam kawasan dan saling berinteraksi sesamanya untuk mencapai
tujuan. Bila dilihat dari konsep pendidikan, masyarakat adalah
sekumpulan banyak orang dengan berbagai ragam kualitas diri mulai
dari yang tidak berpendidikan sampai kepada yang berpendidikan
tinggi.

H. Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Isu Dunia

1. Globalisasi dalam dunia Pendidikan


Pendidikan merupakan suatu cara yang paling efektif untuk
membangun bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar yang memiliki
sumber daya manusia yang berkualitas sehingga mampu menghadapi
berbagai tantangan serta mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Upaya untuk mencapai perubahan dalam diri peserta didik dapat dilakukan
melalui pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah. Dalam
Pendidikan Kewarganegaraan harus memenuhi tiga aspek yaitu civic
knowledge, civic skill, civic disposition. Dalam dunia pendidikan, kita
memiliki peran penting untuk memberikan pendidikan melalui proses
pembelajaran kepada peserta didik dan Pendidikan kewarganegaraan yang
pada prinsipnya bertujuan membina warga negara ke arah yang lebih baik.
18

2. Konsep Global Citizhensip Education


Konsep warga negara global (global citizen) sesungguhnya lahir
seiring semakin pesatnya arus globalisasi. Global citizenship atau warga
negara global adalah mereka yang menempatkan dirinya sebagai bagian
dari warga negara global dan mampu berperan aktif dalam kehidupan
masyarakat dunia paling tidak dalam penyelesaian masalah global. Konsep
global citizenship muncul karena banyaknya permasalahan global yang
diakibatkan globalisasi, dan hal itu menjadi permasalahan yang harus
diselesaikan bersama-sama. Civic engagement (keterlibatan warga negara)
adalah hal yang sangat penting dalam penyelesaian permasalahan global.
Oleh karena itu, konsep global citizenship education lahir dengan harapan
mampu meningkatkan keterlibatan warga negara dan membentuk rasa
empati serta tanggung jawab setiap orang sebagai bagian dari warga
negara global.

3. Urgensi Global Citizhensip Education


Pendidikan kewarganegaraan untuk membangun wawasan global
sangat diperlukan bagi peserta didik sebagai warga negara muda. Agbaria
(2011:61-62) menjelaskan pentingnya pendidikan global untuk
membangun wawasan global warga negara di era global. Generasi muda
akan menghadapi tatanan dunia baru. Kontak sehari-hari mereka
mencakup individu dari beragam etnis, jenis kelamin, bahasa, ras, dan latar
belakang sosial ekonomi. Mereka akan mengalami beberapa masalah yang
serius seperti: kesehatan, ketidakadilan, kerusakan lingkungan, ledakan
penduduk, migrasi transnasional, nasionalisme etnis, dan penurunan
negara bangsa.
19

I. Landasan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di Indonesia

1. Dinamika Kurikulum di Indonesia


Dunia pendidikan Indonesia memiliki sejarah yang panjang dalam
proses perkembangan kurikulum. Selain itu pendidikan di Indonesia
mengalami berbagai macam dinamika dalam perkembangan kurikulum
PPKn di Indonesia yaitu:
a. Kurikulum Rentjana Pelajaran 1947
Di Indonesia, kurikulum yang pertama kali lahir ialah Kurikulum
1947 atau dikenal sebagai Kurikulum Rentjana Pelajaran 1947.
Dijelaskan oleh Alhamuddin (dalam Raharjo, 2020) bahwa “Kurikulum
pertama yang lahir pada masa kemerdekaan memakai istilah dalam
bahasa Belanda „leer plan‟ artinya rencana pelajaran, istilah ini lebih
popular dibanding istilah „curriculum‟ (bahasa Inggris). Perubahan arah
pendidikan lebih bersifat politis, dari orientasi pendidikan Belanda ke
kepentingan nasional. Sedangkan asas pendidikan ditetapkan Pancasila.
Kurikulum yang berjalan saat itu dikenal dengan sebutan „Rentjana
Pelajaran 1947‟, yang baru dilaksanakan pada tahun 1950. Sejumlah
kalangan menyebut sejarah perkembangan kurikulum diawali dari
Kurikulum 1950. Bentuknya memuat dua hal pokok: (1) daftar mata
pelajaran dan jam pengajaranya; (2) garis-garis besar pengajaran”.
b. Kurikulum 2006, “KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Tahun 2006, perubahan kurikulum dari KBK menjadi Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam kurikulum ini PKn di
sekolah dasar tidak lagi terintegrasi dengan mata pelajaran IPS,
melainkan berdiri sendiri menjadi mata pelajaran PKn. Demikian pula
pada tingkat SMP dan SMA PKn menjadi mata pelajaran yang berdiri
sendiri. Pada kurikulum tahun 2006 ini mata pelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) memiliki tujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan; (1) berpikir kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi
isu kewarganegaraan, (2) berpartisipasi secara aktif dan
20

bertanggungjawab, bertindak secara cerdas dalam kegiatan


bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti korupsi.

2. Muatan Pancasila dalam PPKn di Indonesia


Muatan Pancasila yang terdapat pada PKn dalam statusnya sebagai
mata pelajaran di sekolah dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori.
Pertama, muatan yang berisikan status, kedudukan, peran atau fungsi
Pancasila pada kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia berikut
penjelasan akan kedudukan tersebut. Kedua, muatan yang berisikan isi
yang terkandung dari konsep Pancasila itu sendiri.
Muatan yang berisikan kedudukan Pancasila dinyatakan dalam banyak
kategori, misal Pancasila sebagai dasar negara, Pancasila sebagai
kepribadian bangsa, Pancasila sebagai jiwa bangsa, Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa, Pancasila sebagai tujuan yang hendak dicapai
bangsa dan sebagainya. Muatan Pancasila baik dalam pelajaran PKn yang
lama maupun yang baru sekarang ini tetap memberi status dan pengertian
semacam itu. Penjelasan atas masing-masing status tersebut juga
menunjukkan perbedaannya.
Muatan mengenai isi yang terkandung dalam sila-sila Pancasila lebih
banyak terdapat dalam pelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn). Melalui mata pelajaran tersebut, materi
Pancasila dijabarkan kedalam nilai dan norma tertentu sebagai turunan sila-
silanya. Nilai dan norma tersebut secara eksplisit ada dalam butir-butir P4
ketetapan MPR tahun 1978. Nilai dan norma tersebut diorganisasikan
menjadi bahasan atau judul-judul bab buku PPKn. Diawali dari nilai dan
norma sebagai cerminan sila I, dilanjutkan nilai dan norma sila II, sila III,
sila IV dan sila V. Setelah itu bahasan kembali lagi pada nilai dan norma
dari sila I dan seterusnya. Pengorganisasian materi Pancasila seperti di atas
dikandung maksud agar terjadi penanaman moral Pancasila pada siswa
sebagaimana dikehendaki oleh buku tersebut dalam bagian pengantarnya.
21

J. Ragam Muatan PKn

1. Pendidikan Politik
Menurut Kartono (2009), pendidikan politik adalah upaya pendidikan
yang disengaja dan sistematis untuk membentuk individu agar mampu
menjadi partisipan yang bertanggung jawab secara etis/moral dalam
mencapai tujuan tujuan politik.
Pendidikan politik merupakan suatu upaya sadar yang dilakukan antara
pemerintah dan para anggota masyarakan secara terencana, sistematis, dan
dialogis dalam rangka untuk mempelajari dan menurunkan berbagai konsep,
simbol, nilai-nilai, dan norma norma politik dari satu generasi ke generasi
selanjutnya. Manfaat pendidikan politik dapat melatih warganegara agar
meningkat partisipasi politiknya. Lewat pendidikan politik individu
diajarkan bagaimana mereka mengumpulkan informasi dari berbagai media
massa, diperkenalkan mengenai struktur politik, lembaga-lembaga politik,
lembaga-lembaga pemerintahan.

2. Pengertian Pendidikan Moral


Berdasarkan naskah kurikulum Kurikulum Pendidikan Budi Pekerti
oleh Puskur Depdiknas tahun 2001, membagi pengertian pendidikan budi
pekerti menjadi 2, yaitu secara konsepsional dan secara operasional. Secara
konsepsional, pendidikan budi pekerti mencakup beberapa hal, antara lain:
1.Usaha menyiapkan peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya
dengan berbudi pekerti luhur dalam segenap peranannya sekarang dan
masa depan.
2.Upaya pembentukan, pengembangan, peningkatan, pemeliharaan dan
perbaikan perilaku peserta didik agar mereka mau dan melaksanakan
tugas-tugas hidupnya secara selaras, dan seimbang.
3.Upaya pendidikan untuk mewujudkan peserta didik menjadi pribadi
seutuhnya dengan budi pekerti luhur melalui kegiatan bimbingan,
pembiasaan, pengajaran, latihan dan keteladanan.
22

3. Pendidikan Multikultural
Menurut James. A. Banks Pendidikan multicultural adalah konsep,ide
atau falsafah sebagai suatu rangkaian kepercayaan(setofbelieve) dan
penjelasan yang mengakui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan
etnis didalam membentuk gaya hidup,pengalaman sosial,identitas pribadi,
kesempatan-kesempatan pendidikan dari individu, kelompok maupun
negara.

K. Kajian Ruang Lingkup PKn

L. Pembelajaran PPKn SD Dalam Pendekatan Tematik Integratif dan


Perkembangannya dalam Pendidikan Abad 21
Pembelajaran Abad 21 identik dengan penggunaan dan pemanfaatan
teknologi informasi. Pada 21 disebut juga masa pengetahuan (knowledge age),
pembelajaran didefinisikan sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru
untuk mengembangkan kreativitas berfikir yang dapat meningkatkan
kemampuan siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya
untuk meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.
Pembelajaran dapat diartikan sebagai upaya guru untuk memberikan stimulus,
bimbingan, pengarahan dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar.
Pembelajaran dalam definisi ini bukanlah sebuah proses pembelajaran
pengetahuan, melainkan proses pembentukan pengetahuan oleh siswa melalui
kinerja kognitifnya.
Tujuan mata pelajaran PKn adalah untuk memberikan kompetensi-
kompetensi kepada siswa sebagai berikut:
a. berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan,
b. berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab, dan bertindak
secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara,
23

c. berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri


berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat
hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
d. berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara
langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi.
Pembelajaran tematik merupakan salah satu model pembelajaran terpadu
yang menggunakan tema sebagai topik yang akan dibahas serta untuk
mengikat beberapa mata pelajaran sehingga proses pembelajaran dapat
bermakna bagi siswa (Majid, 2014). Fogarty (1991) menyatakan bahwa
model tematik (webbed) sering dicapai melalui penggunaan tema yang cukup
umum dan kaya. Tema tersebut sangat konseptual sehingga banyak
kemungkinan berbagai disiplin ilmu, mata pelajaran, dan keragaman dapat
melekat dalam satu tema tersebut.
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Pendidikan kewarganegaraan terbagi menjadi benerapa materi
dauantatanya ada civic, civic education dan citizenship education, Sejarah
perkembangan civic dan pendidikan kewarganegaraan, paradigm dan visi misi
PKn, PKn sebagai pendidikan disiplin ilmu, multidimensionalitas PKn, telaah
teori kewarganegaraan, pedagogi kewarganegaraan, pendidikan
kewarganegaraan sebagai isu dunia, landasan pendidikan pancasila dan
Kewarganegaraan di Indonesia, ragam muatan PKn, Kajian Ruang Lingkup
PKn, Pembelajaran PPKn SD Dalam Pendekatan Tematik Integratif dan
Perkembangannya dalam Pendidikan Abad 21.

B. Saran
Sebagai seorang pendidik maka harus bisa benar-benar memahami tentang
apa yang seharusnya kita dapatkan sebagai warga negara di negeri ini. Seperti
dengan berkembangnya Pendidikan Kewarganegaraan di Indoesia. Sehingga,
jika ada hak-hak yang belum kita dapatkan, kita bisa memperjuangkannya.
Begitu juga sebaliknya, jika hak-hak sebagai warga negara telah kita terima,
maka sepatutnya kita menjalankan kewajiban kita sebagai warga negara.
Dengan demikian, seorang pendidik bisa memberikan pemahaman kepada
pendidiknya dengan jelas dan negeri ini akan maju dan penuh dengan keadilan,
kemakmuran, keamanan dan kesejahteraan.

24
25

DAFTAR PUSTAKA
Drs.Cholisin,M.Si.2015.Konsep Ilmu Kewarganegaraan dan Pendidikan
Kewarganegaraan.____:_____.

Muchson,AR.2004.Pendidikan Kewarganegaraan Paradigma Baru.Jurnal


Civics.1.1.

Sunarso.___.Dinamika Pendidikan Kewarganegaraan Di Indonesia dari Rezim ke


Rezim.____:____.

Suradi,L.2019.Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Nilai Dan


Pendidikan Hukum Dalam Mewujudkan Warga Yang Cerdas Dan
Baik.2.1.Kalimantan Utara:___.

Wahab,A.A dan Sapriya.2011.Teori dan Landasan Pendidikan


Kewarganegaraan.Bandung:Alfabeta.

Winataputra,SU dan Budimansyah,D.2012.Pendidikan Kewarganegaraan dalam


Perspektif Internasional.Bandung:Widya Aksara Press.

Depdiknas. 2003. Undang-undang RI No.20 tahun 2003.tentang sistem


pendidikan nasional.

Edi, S. 1979. Kompetensi Pedagogik Guru. Bandung: Angkasa Pres.

Hamzah, B. Uno dkk. 2014. Variabel Penelitian dalam Pendidikan dan


Pembelajaran.Jakarta : PT Ina Publikatama.

Hasbullah, 2008, Dasar-dasar Ilm Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada.

Henderson,S,V,P. 1959. Introduction to The Philosophy of Education. Chicago :


The University of Chicago

Muchith, S M. 2008. Pembelajaran Kontekstual. Semarang: Rasail Media Group.

Nurwidayanti, i. 2012. Hambatan Guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam


Mengembangkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan Pelaksanaan
Pembelajaran Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan di
SMA se-Kabupaten Sleman Wilayah Barat.

Ningsih, N. 2011. Hambatan Guru Pendidikan Kewarganegaraan dalam


PelaksanaanEvaluasi Pembelajaran di SMAN 1 Sanden.

Sadulloh, U. 2007. Konsep Dasar Pedagogik. Bandung: Cipta Utama.


26

Salehudin, S., Sulfa, S., & Hijrah, W. O. (2017). IMPLEMENTASI KOMPETENSI


PEDAGOGIK GURU PKn DI MAN 1 BAU-BAU. SELAMI, 2(46).

Sukarjo, M., Komarudin, Ukim. 2009. Landasan Pendidikan Konsep dan


Aplikasinya. Jakarta : Rajawali pers.

Umar Tirtarahardja dan La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. PT Rineka Cipta.


Jakarta.

Budimansyah, D dan Suryadi, K. (2008). PKn dan masyarakat Multikultural.


Bandung:Program Studi Kewarganegaraan Sekolah Pascasarjana UPI.

Cogan, J.J. (1999). Developing the Civic Society: The Role of Civic Education.
Bandung:CICED

Hornby, A.S. Gatenby, E. V. & Wakefiled, H. (1958), the andvence Learner‟s


Dictionary of Current English. London:Oxford Universty Press

Sumantri, Muhammad Numan, (2001) Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS,


Bandung:Program Pasca Sarjana UPI dan FPIPS UPI.

Wahab, Abdul Aziz dan Sapriya. (2011). Teori dan Landasan Pendidikan
Kewarganegaraan. Bandung:Alfabeta .

Wuryan, Sri dan Syaifullah. (2008). Ilmu Kewarganegaraan (Civics).


Bandung:Laboratorium Pendidikan Kewarganegaran

Anda mungkin juga menyukai