Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA INDONESIA SD


TEORI PENGAJARAN SASTRA

Disusun Oleh Kelompok 10 :


Hafizah Nurfadilla
Putri Yanti
Yuli Dahniar

Dosen Pengampu : Reni Gusnita ,M.Pd

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN MUHAMMADIYAH
MUARA BUNGO
2020/2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT. Yang masih
memberikan nafas kebidupan ,sehingga kami dapat memyelesaikan pembuatan
makalah dengan judul “ TEORI PENGAJARAN SASTRA “ dengan tepat waktu.
Tidak lupa pula shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi
Muhammada SAW yang merupakan inspirator terbesar dalam segala
keteladanannya.
Makalah di buat untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah
PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA INDONESIA SD. Makalah ini di anjurkan
untuk di baca oleh semua mahasiswa.
Akhirnya penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap
makalah ini, dan kami berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi kami
khususnya dan pembaca. Tak ada gadik yang tak retak, begitulah adanya
makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang
kontruktif sangat kami harapkan dari para pembaca guna peningkatan
pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Muara Bungo ,

( Kelompok 10 )
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
A. Teori pembelajaran apresiasi menurut gardon
B. Teori pembelajaran apresiasi sastra menurut moody
C. Teori pembelajaran sastra menurut schuman
D. Prosedur pembelajaran apresiasi cerita rekaan menurut gardon
E. Prosedur pembelajaran apresiasi cerita rekaan menurut Moody
F. Prosedur penyajian pembelajaran apresiasi cerita rekaan menurut
Scuhman
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Karya sastra adalah karya seni yang berbicara tentang masalah hidup dan
kehidupan, tentang manusia dan kemanusiaan yang menggunakan bahasa
sebagai mediumnya (Esten, 1980). Menurut Rusyana (1982) menyatakan,
“Sastra adalah hasil kegiatan kreatif manusia dalam pengungkapan
penghayatannya tentang hidup dan kehidupan, tentang manusia dan
kemanusiaan yang menggunakan bahasa.” Pendekatan komunikatif adalah
sistem pembelajaran yang menekankan pada aspek komunikasi, interaksi, dan
mengembangkan kompetensi kebahasaan, serta keterampilan berbahasa
(menyimak, membaca, menulis, berbicara) sebagai tujuan pembelajaran bahasa
dan mengakui bahwa ada kaitannya dengan kegiatan komunikasi dalam
kehidupan sehari-hari.
Dari kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa karya sastra
adalah karya seni, mediumnya (alat penyampainya) adalah bahasa, isinya adalah
tentang manusia, bahasannya adalah tentang hidup dan kehidupan, tentang
manusia dan kemanusiaan. Dapat dimunculkan pertanyaan, “Apakah peserta
didik perlu belajar sastra?” Jika ia, apa hasil akhir yang diharapkan dari
pembelajaran ini? Bagaimana pembelajaran itu dilaksanakan? Pembelajaran
sastra tidak dapat dipisahkan dengan pembelajaran bahasa. Namun,
pembelajaran sastra tidaklah dapat disamakan dengan pembelajaran bahasa.
Menurut Oemarjati (1992), pengajaran sastra pada dasarnya mengemban
misi efektif, yaitu memperkaya pengalaman siswa dan menjadikannya (lebih)
tanggap terhadap peristiwa-peristiwa di sekelilingnya. Tujuan akhirnya adalah
menanam, menumbuhkan, dan mengembangkan kepekaan terhadap masalah-
masalah manusiawi, pengenalan dan rasa hormatnya terhadap tata nilain baik
dalam konteks individual, maupun sosial. Dapat disimak dari ketiga pendapat
tersebut, bahwa pembelajaran sastra sangatlah diperlukan.
Hal-Hal itu bukan saja ada hubungan dengan konsep atau pengertian
sastra, tetapi juga ada kaitan dengan tujuan akhir dari pembelajaran sastra.
Dewasa ini sama-sama dirasakan, kepekaan manusia terhadap peristiwa-
peristiwa di sekitar semakin tipis, kepekaan terhadap masalah-masalah
manusiawi semakin berkurang. Pembelajaran sastra adalah pembelajaran
apresiasi. Menurut Efendi dkk. (1998), apreasisi adalah kegiatan mengakrabi
karya sastra secara sungguh-sungguh. Di dalam mengakrabi tersebut terjadi
proses pengenalan, pemahaman, penghayatan, penikmatan, dan setelah itu
penerapan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Teori pembelajaran apresiasi menurut gardon
2. Apa Teori pembelajaran apresiasi sastra menurut moody
3. Apa Teori pembelajaran sastra menurut schuman
4. Apa Prosedur pembelajaran apresiasi cerita rekaan menurut
gardon
5. Apa Prosedur pembelajaran apresiasi cerita rekaan menurut
Moody
6. Apa Prosedur penyajian pembelajaran apresiasi cerita rekaan
menurut Scuhman

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui Teori pembelajaran apresiasi menurut gardon
2. Mengetahui Teori pembelajaran apresiasi sastra menurut moody
3. Mengetahui Teori pembelajaran sastra menurut schuman
4. Mengetahui Prosedur pembelajaran apresiasi cerita rekaan
menurut gardon
5. Mengetahui Prosedur pembelajaran apresiasi cerita rekaan
menurut Moody
6. Mengetahui Prosedur penyajian pembelajaran apresiasi cerita
rekaan menurut Scuhman
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori pembelajaran apresiasi menurut gardon


Sebelum menelusuri teori pembelajaran apresiasi sastra menurut
Gordon, Anda ikuti
terlebih dahulu ilustrasi berikut.
1. Di sebuah kelas pembelajaran apresiasi sastra para siswa sedang
menghafal satu puisi tertentu. Mereka sibuk menghafal puisi
tersebut tanpa pembicaraan/diskusi mengenai apa makna puisi
itu.
2. ParaPara siswa diminta membaca sinopsis novel, tanpa diminta
membaca novel yang sesungguhnya secara utuh.
3. ParaPara siswa diminta menghafal sejumlah fakta mengenai
karya-karya yang ditulis oleh para pengarang tertentu.
Bagaimana tanggapan Anda terhadap ketiga ilustrasi tersebut?
Anda setuju dengan ilustrasi-ilustrasi tersebut? Anda setuju dengan
langkah yang diambil guru untuk pembelajaran apresiasi sastra seperti
itu? Penulis modul ini berharap Anda tidak setuju dengan ketiga ilustrasi
dan langkah yang diambil guru seperti terdapat pada ketiga ilustrasi
tersebut. Mengapa? Ketiga ilustrasi tersebut hanya akan menjauhkan
para siswa dari karya sastra yang seharusnya kita akrabkan kepada
mereka.
Baiklah pada kegiatan belajar ini kita akan bersama-sama menelusuri
teori pembelajaran apresiasi sastra menurut Gordon. Teori pembelajaran
ini sangat mengutamakan upaya pembangkitan kreativitas siswa. Guru
hanya berperan sebagai fasilitator. Teori ini paling tidak memiliki dua
langkah dasar. Langkah dasar yang pertama tertuju pada pemerolehan
pemahaman tentang informasi dan konsep baru. Pada langkah ini
segala upaya yang dilakukan ditujukan kepada hal tersebut. Untuk itu,
diperlukan langkah-langkah berikut.
Pertama, adanya masukan informasi. Masukan informasi tersebut
berkisar pada karya sastra yang akan dipelajari, misaInya mengenai latar,
tokoh, dan bahasa dalam karya sastra. Pembahasan ini hanya bersifat
sebagai pengantar belaka. Jangan terlalu mendalam. Justru, informasi
singkat ini sedapat mungkin harus bisa merangsang keingintahuan para
Siswa. Justru, informasi singkat ini sedapat mungkin harus bisa
merangsang keingintahuan para
Kedua, penggunaan analogi yang diperlukan untuk keperluan agar
para siswa mampu memahami, menghayati karya sastra yang sedang
pelajari. Analogi yang diperlukan meliputi analogi personal, analogi
langsung dan konflik kempaan. Analogi personal dimaksudlkan agar para
siswa menganalogikan dirinya dengan penyair atau pengarang yang
karyanya sedang dibicarakan. Misalnya kepada para siswa diberikan puisi
"Karangan Bunga," Taufik Ismail. Pada langkah ini, mereka berandai-andai
menjadi Taufik Ismail. Andaikan mereka menjadi Taufik Ismail dan
berhadapan dengan situasi seperti yang Taufik Ismail hadapi pada saat itu
bagaimana? Apakah mereka juga akan menulis puisi seperti itu atau
tidak? Apakah mereka akan menulis puisi yang lain sama sekali. Serahkan
analogi personal ini kepada tanggapan para siswa. Guru sama sekali tidak
boleh mengarahkan analogi siswa. Berikan kebebasan kepada mereka
untuk beranalogi.
Analogi kedua yang diperlukan adalah analogi langsung. Analogi
langsung ini ditujukan kepada masalah yang dikemukakan dalam karya
sastra. Kembali ke contoh sajak Taufik Ismail tadi. Para siswa kita dorong
bersimulasi menjadi anak kecil yang menyerahkan karangan bunga itu.
Apakah yang akan mereka lakukan seandainya mereka dihadapkan pada
situasi menyaksikan kakak-kakak mereka ditembaki dengan sewenang-
wenang karena menuntut keadilan dan kebenaran? Apakah mereka juga
akan mempersembahkan karangan bunga yang berpita hitam atau apa
akan mereka lakukan? Mungkin juga mereka memiliki ekspresi khusus
yang berbeda dengan tiga anak kecil dalam puisi itu untuk
mengekspresikan duka cita mereka. Sebagai guru, kita harus memberikan
dorongan seintensif mungkin agar pafa siswa menghayati betul
permasalahan yang dikemukakan dalam karya yang sedang mereka
pelajari. Kita harus menciptakan suasana atau lebih tepat mendorong
agar tercipta suasana yang kondusif, sehungga mereka benar-benar
menjadi "tiga anak kecil" seperti dalam puisi tadi. Kepada mereka kita
berikan motivasi bahwa mereka mampu menjadi "tiga anak kecil"
tersebut.
Analogi ketiga yang diperlukan pada langkah pertama ini adalah
konflik kempaan. Yang dimaksud dengan konflik kempaan adalah para
siswa didorong untuk mempertentangkan dua sudut pandang. Kedua
sudut pandang itu, yaitu: sudut pandang para siswa sendiri clan sudut
pandang penyair, pengarang yang karya sastranya sedang dibicarakan.
Sebagai guru, kita tidak mesti takut kalau sudut pandang mereka akan
berbeda bahkan mungkin bertentangan dengan penyair/pengarang yang
karyanya kita bicarakan. Dorong mereka untuk memiliki pendapat, dalam
hal ini sudut pandang yang benar-benar bebas milik mereka, sekalipun itu
akan bertentangan dengan sudut pandang panyair/pengarang. Baru
kemudian, di antara mereka sendiri harus ada diskusi, sudut pandang
manakah yang paling bijaksana, yang paling bisa diterima banyak orang,
bukan yang paling benar. Justru pembelajaran apresiasi harus mendorong
mereka bukan hanya menjadi orang-orang yang benar, tetapi yang jauh
lebih penting adalah mendorong mereka agar menjadi orang yang
bijaksana, yang memiliki kearifan.
Langkah yang ketiga dalam langkah dasar yang pertama ini adalah
upaya pemfokusan kembali. Mungkin analogi personal, analogi langsung,
dan konflik kempaan yang dilakukan para siswa melebar terlalu jauh,
sehingga perlu kita fokuskan. lagi. Dengan demikian, pembicaraan tidak
akan melebar jauh ke luar batas fokus pembicaraan. Hal ini tidak berarti
mengurangi kemungkinan mereka bereksplorasi. Mereka harus
bereksplorasi dengan berbagai kemungkinan, tapi tetap pada fokus
pembicaraan. Memang, seringkali batas antara fokus pembicaraan
dengan yang bukan fokus pembicaraan tidak jelas benar, tetapi hubungan
antara berbagai pembicaraan yang terjadi itu akan tampak jelas. Dengan
demikian, sebagai guru kita harus bijaksana betul menyatakan hal
tertentu termasuk ke dalam fokus pembicaraan, sementara hal lain di
luar fokus pembicaraan. Jangan sampai terjadi siswa merasa diremehkan.
Langkah dasar yang kedua yaitu upaya penciptaan jarak untuk
mengernbangkan sesuatu konsep atau informasi yang baru. Pada langkah
ini sasaran yang harus Anda ingat adalah bagaimana kita menjaga jarak
dengan masalah yang kita bicarakan. Jarak itu diperlukan untuk
diperolehnya objektivitas. Mengapa objektivitas diperlukan? Seperti tadi
dikemukakan, yang dibutuhkan oleh bangsa ini bukan hanya orang-orang
yang benar, tetapi lebih jauh adalah orang-orang yang bijaksana.
Langkah-langkah pada langkah dasar yang kedua ini adalah pertama
memberikan masalah/tugas yang sasarannya adalah pengembangan
konsep. Kedua, penggunaan analogi, khususnya konflik kempaan.
Terakhir, memberikan pertanyaan/tugas analogi untuk beroleh umpan
balik.
Tugas atau masalah pada langkah dasar yang kedua ini ditujukan
untuk mengembangkan konsep/ informasi yang baru. Misalnya kita
berikan pertanyaan kepada siswa sehubungan denggan puisi "Karangan
Bunga" Taufik Ismail tadi seperti : "Bagaimana kita menghadapi suasana
duka menurut agama ?" "Apakah kita harus berteriak-teriak, meraung-
raung?" Mereka akan mencoba menghubungkan suasana duka dengan
ajaran agama yang mereka anut. Pertanyaan lain misalnya: "Siapa kira-
kira yang dimaksud dengan larik bagi kakak yang ditembak mati siang
tadi? Kalau mereka menjawab Arif Rahman Hakim, kita ajukan lagi
pertanyaan: “Mengapa Arif Rahman Hakim ditembak?”, “Siapa yang
menembak Arif Rahman Hakim?”, “Mengapa Arif Rahman Hakim dan
para pemuda lainnya
berdemontransi?”, “Mengapa pemerintah Orde lama mereka (para
mahasiswa)demontrasi?” Makin banyak pertanyaan makin baik.
Pertanyaan itu diupayakan selalu ada hubungannya dengan fokus
pembicaraan, tetapi lebih merupakan pengembangan konsep. Usahakan
pertanyaan itu tidak menuntut jawaban ya atau tidak, tetapi pertanyaan
yang menuntut jawaban berupa uraian atau analisis. Dengan demikian,
pertanyaan-pertanyaan ini juga menuntut mereka berbicara. Secara tidak
langsung, pembelajaran apresiasi sastra membantu mempertinggi
kemampuan para siswa dalam berbicara seperti telah kita bicarakan
dalam modul sebelumnya. Secara koseptual lebih jauh kita telah
mendapatkan
kenyataan betapa terintegrasinya pembelajaran apresiasi sastra dengan
pembelajaran keterampilan berbahasa.
Langkah yang kedua pada langkah dasar yang kedua ini adalah
penggunaan analogi, khususnya konflik kempaan. Yang dimaksud dengan
konflik kempaan di sini sama dengan konflik kempaan pada langkah dasar
pertarna tadi. Hanya, perbedaannya terletak pada sasaran konflik
kempaan. Kalau konflik kempaan pada langkah dasar pertama, mereka
berusaha memiliki sudut pandang sendiri dan mempertentangkannya
dengan sudut pandang penyair dengan sasaran untuk memperoleh
pemahaman tentang informasi dan konsep baru, justru konflik kempaan
pada langkah dasar yang kedua ditujukan pada upaya-upaya penciptaan
jarak agar terjadi pengembangan konsep dan informasi baru. Jadi,
perbedaannya terletak pada kadar intensitas konflik kempaan.Agar lebih
jelas, telusurilah perbedaan kedua konflik kempaan tersebut pada contoh
berikut.

KONFLIK KEMPAAN

Langkah dasar I Langkah dasar II

1. Bila saya menulis puisi seperti 1.Bila saya menulis puisi seperti "
" karangan bunga " ,saya akan karangan Bunga ", saya akan
mengatakan tidak boleh menyatakan seharusnya tentara
tentara seenaknya ikut mendukung anak-anak
menembaki anak-anak bangsanya berdemokrasi, tidak
bangsanya sendiri sekalipun akan menembakinya, karena
mereka sedang berdemokrasi mereka tidak akan berdemokrasi
bila pemerintah yang berkuasa
berlaki adil dan bijaksana

2. Bila saya menulis puisi seperti 2. Bila saya menulis puisi seperti "
" karangan Bunga ", saya tidak karangan Bunga " ,saya akan
akan mengatakan tiga anak mengatakan seluruh bangsa ini
kecil berduka, tetapi semua bahkan seluruh umat manusia ini
KONFLIK KEMPAAN

anak kecil bangsa ini berduka ikut berduka

Bagaimana sekarang, cukup jelas bukan konflik kempaan pada


langkah dasar kedua ini? Harus diingat perbedaan keduanya terletak pada
kadar intensitasnya saja.Sekarang sampailah kita pada pembicaraan
mengenai langkah ketiga pada langkah dasar kedua. Langkah ini berupa
pengajuan pertanyaan dari guru mengenai tugas analogi. Seperti langkah
kedua pada langkah dasar kedua tadi, analogi yang diutamakan adalah
berupa konflik kempaan. Jadi, pertanyaanpertanyaan yang harus Anda
ajukan kepada para siswa adalah pertanyaan-pertanyaan yang berupa
pengembangan kosep-konsep dan informasi baru seperti tampak pada
beberapa contoh berikut.
1. BagaimanaBagaimanaBagaimanaBagaimana menurut Kamu
apakah cukup yang ikut berduka itu hanya diungkapkan dengan
tiga anak kecil? Kalau tidak mengapa? Ungkapan yang paling baik
menurutmuyang bagaimana?
2. Apakah boleh tentara menembak mahasiswa yang
berdemontrasi? Kalau tidak seharusnya tentara itu bagaimana?
Apakah mereka hanya membiarkan mahasiswa itu
berdemontrasi? Haruskah mereka juga turut berdemontrasi?
Biarkan para siswa ramai berdiskusi. Beri mereka kesempatan untuk
mengambil simpulan sendiri sebagai jawaban. Yang paling bijaksana,
Anda sebagai guru tidak boleh ikut campur agar mereka menarik
simpulan seperti apa yang kita inginkan. Kalaupun guru diperbolehkan
turut serta hanya berupa pengajuan beberapa pertanyaan kecil yang
sifatnya mendorong agar terciptanya suasana berpikir yang mengarah
kepada pengambilan simpulan yang paling bijaksana.
Hal lain yang harus dicatat dalam teori pembelajaran apresiasi sastra
menurut Gordon ini adalah adanya evaluasi yang berlangsung selama
proses belajar berlangsung. Evaluasi terutama ditujukan pada teknik
sinektik berupa analogi.

B. Teori pembelajaran apresiasi sastra menurut moody


Menurut Moody (1971) karya sastra memiliki prinsip
ganda sebagai berikut: pertama, sastra sebagai
pengalaman dan kedua, sastra sebagai bahasa.Sastra
sebagai pengalaman artinya sesuatu yang harus dihayati,
dinikmati, dirasakan dan dipikirkan.Berdasarkan prinsip ini,
karya sastra yang kita sajikan dalam pengajaran apresiasi
sastra hendaknya menyajikan pengalaman baru yang kaya
bagi para siswa.Oleh karena itu, karya sastra tersebut
harus memberikan pengaruh kepada kehidupan para
siswa.Hal yang terutama harus dilakukan guru sastra
adalah memberikan bimbingan agar para siswa
menemukan makna karya sastra menurut mereka sendiri.
Sikap yang paling tepat yang harus ditunjukkan guru
sastra dalam kaitan ini adalah sikap ‘pasif-bijaksana’.
ArtinyaArtinya, guru lebih banyak memberikan
kebebasan kepada para siswa untuk memberikan tafsiran.
Ia hanya ‘berbicara’ pada saat yang benar-benar
dibutuhkan.Prinsip ganda berikutnya adalah sastra sebagai
bahasa. Sebuah komunikasi yang menggunakan bahasa,
karya sastra menggunakan teknik-teknik pemakaian unsur
kebahasaan, misalnya pernyataan, keterangan,
pembandingan, ungkapan, nada, dan tekanan
kalimat.Karya sastra harus dipelajari melalui analisis
verbal. Guru sastra hendaknya memahami seluk-beluk
kebahasaan yang dipakai dalam karya sastra yang
disajikan kepada para siswa.

C. Teori pembelajaran sastra menurut schuman


Teori pembelajaran apresiasi sastra menurut Schuman dalam
pengajaran sastra Indonesia pertarna sekali dikemukakan Rizanur Gani.
Menurut Rizanur Gani (1981: 43-49) pada dasarnya model inkuiri
Schuman menggunakan pendekatan induktif. Lebih jauh Gani (1981: 43)
menjelaskan bahwa model Schuman memiliki lima langkah, yaitu (1)
identifikasi masalah, (2) hipotesis kemungkinan pemecahan masalah, (3)
pengumpulan data untuk menguji hipotesis, (4) revisi hipotesis, (5)
pengulangan langkah (3) dan (4) sampai sebuah hipotesis untuk semua
data ditemukan.

D. Prosedur pembelajaran apresiasi cerita rekaan menurut gardon


Sebelum kita menelusuri prosedur pembelajaran apresiasi cerita
rekaan, ikutilah terlebih dahulu ilustrasi berikut ini.
1. ParaPara siswa mendapat tugas membaca sinopsis novel. Mereka
kesulitan ketika harus menggambarkan watak tokoh-tokohnya
karena dalam sinopsis tersebut tidak tergambarkan bagaimana
watak tokoh-tokohnya.
2. Seorang guru bahasa Indonesia tertentu berkeyakinan bahwa
yang harus diajarkan dalam pembelajaran sastra adalah fakta-
fakta mengenai karya sastra tertentu. Misalnya, karya Anu ditulis
oleh si Anu dan seterusnya.
3. ParaPara siswa merasa tidak perlu membaca cerita pendek apalagi
novel yang ditugaskan guru. Mereka beranggapan bahwa
melakukan hal itu hanya membuang-buang waktu saja karena toh
soal-soal yang keluar dalam ujian akhir caturwulan atau EBTANAS
itu hanya berupa fakta-fakta saja. Menurut mereka untuk apa
membaca karya sastra karena soal-soal ujian tidak pernah
langsung berkaitan dengan karya sastra.
Bagaimana pendapat Anda mengenai ketiga ilustrasi tadi? Apakah
Anda sependapat dengan salah satu dari ketiga ilustrasi itu atau bahkan
Anda sependapat dengan ketiganya? Penulis modul ini berharap Anda
tidak setuju/sependapat. Kalaupun Anda sependapat dengan salah satu
atau ketiganya, marilah kita ubah pendapat yang demikian.
Seperti sudah dikemukan dalam pendahuluan modul ini, pada modul
ini kita akan menelusuri bagaimana prosedur pembelajaran apresiasi
cerita rekaan. Nah pada Kegiatan Belajar 1 ini kita akan
memperbincangkan prosedur pembelajaran apresiasi cerita rekaan
menurut Gordon.Sebagai langkah pertama, bacalah terlebih dahulu cerita
pendek “Karya Seni Yang Agung,” karya Soewardi Idris (Jassin, 1983: 140-
145) berikut ini, baru kemudian kita perbincangkan langkah-langkahnya.
Agar lebih mudah, keenam langkah pembelajaran apresiasi sastra
menurut Gordon tersebut yang terbagi ke dalam dua langkah dasar,
penulis urutkan saja dalam satu tarikan napas. Artinya, langkah pertama
pada langkah dasar kedua menjadi langkah keempat:
1. Langkah pertama, masukkan informasi mengenai karya sastra.
Informasi ini harus singkat, jelas, tetapi memancing keinginan
siswa untuk lebih jauh membaca karya sastra. Informasi serba
singkat itu bisa berupa ceramah singkat atau pertanyaan-
pertanyaan yang memancing diskusi.
2. Langkah yang kedua adalah analogi. Dalam langkah kedua ini
terdapat tiga teknik analogi, yaitu analogi personal, analogi
langsung, dan konflik kempaan. Dalam analogi personal siswa
menempatkan dirinya sebagai Soewardi Idris. Untuk analogi
personal ini, lagi-lagi kita memancing mereka dengan pertanyaan-
pertanyaan. Analogi yang kedua yaitu analogi langsung. Para siswa
menganalogikan langsung kepada masalah yang diungkapkan
dalam karya sastra. analogi yang ketiga, yaitu konflik kempaan.
Konflik kempaan merupakan upaya mempertentangkan dua sudut
pandang, yaitu sudut pandang siswa dan susut pandang
pengarang. Upaya ini dilakukan tetap dalam kerangka agar
pemahaman siswa terhadap karya sastra lebih baik.
3. Langkah ketiga adalah pemfokusan kembali. Langkah ini
diperlukan untuk mengembalikan diskusi kepada karya sastra
sebab tidak tertutup kemungkinan diskusi akan melebar ke sana
ke mari bahkan “melantur” ke mana-mana.
4. Langkah keempat, yaitu kita memberikan tugas/pertanyaan yang
tujuannya untuk pengembangan konsep. Prinsip langkah ini
adalah konsep yang sudah dimiliki siswa harus kita kembangkan
dengan mencoba menghubungkannya dengan konsep-konsep lain
atau mencoba memperdalam konsep yang sudah ada.
5. Langkah kelima, yaitu konflik kempaan. Konflik kempaan ini sama
dengan yang ada pada langkah kedua. Hanya, konflik kempaan
pada langkah kelima ini sasarannya adalah pengembangan
konsep.Jadi, merupakan pengembangan dari konflik kempaan
pada langkah kedua.
6. Langkah terakhir dari prosedur pembelajaran apresiasi cerita
rekaan ini adalah mempertimbangkan kembali tugas-tugas yang
berkenaan dengan analogi. Pada langkah ini kita mengecek
kembali apakah analogi-analogi yang sudah diperbincangkan pada
langkah kedua dan kelima sudah cukup.

E. Prosedur pembelajaran apresiasi cerita rekaan menurut Moody


Menurut Moody (1971) pembelajaran apresiasi sastra mengikuti
penahapan berikut.
1. Pertama, pelacakan pendahuluan. Pada tahap ini guru
mempelajari karya sastra. Pemahaman terhadap karya sastra
penting agar guru dapat menentukan strategi yang tepat, dapat
menentukan aspek-aspek yang perlu mendapat perhatian yang
khusus dari siswa.
2. Tahap kedua dalam pembelajaran apresiasi sastra menuru Moody
adalah penentuan sikap praktis. Yang dimaksud dengan
penentuan sikap praktis di sini adalah bagaimana guru
menentukan hal-hal yang berkenaan dengan pelaksanaan
penyajian pembelajaran apresiasi sastra. Pada tahap ini guru
harus menentukan karya sastra mana yang akan disajikan. Karya
sastra yang akan disajikan hendaknya tidak terlalu panjang.
Usahakan karya sastra yang bisa disajikan dalam satu pertemuan.
Hal lain yang harus ditentukan pada tahap ini adalah informasi apa
yang perlu diberikan kepada siswa agar mempermudah siswa
memahami karya sastra. Informasi/ keterangan awal itu
hendaknya jelas dan seperlunya. Pada tahap ini guru juga harus
menentukan kapan karya sastra dibagikan.
3. Tahap ketiga adalah introduksi atau pengantar. Pada tahap ini
guru memberikan, informasi awal berupa uraian singkat mengenai
karya yang disajikan, termasuk juga informasi mengenai
pengarangnya dan karya pengarangnya yang lain. Harap jangan
Anda lupakan situasi dan kondisi saat suatu karya sastra
diciptakan.
4. Tahap keempat adalah tahap penyajian. Pada tahap ini kita
sebagai guru harus meyakini terlebih dahulu hakikat sastra yang
bersifat lisan, khususnya puisi. Pada tahap ini, khususnya puisi
lebih baik dibacakan dulu secara nyaring. Pembaca puisi tidak
mesti selalu guru, tetapi bisa saja para siswa sendiri. Walaupun
demikian, suara guru sebenarnya lebih mereka sukai. Hanya,
kelemahannya mereka cenderung meniru apa yang dilakukan
gurunya. Lagi pula, tidak setiap guru sastra mampu membacakan
puisi dengan baik. Jadi, yang jadi model pembacaan puisi tidak
mesti selalu guru. Pada kesempatan ada siswa yang sangat bagus,
siswalah yang membacakan puisi. Justru yang harus didorong
adalah agar seluas mungkin para siswa meyakini mereka bisa
membaca puisi. Akan lebih baik bila misalnya ada model
pembacaan puisi dari para penyair yang direkam. Model ini
diperlukan hanya semacam pola, bukan yang harus diikuti secara
persis dengan cara menirunya.
5. Tahap kelima yaitu diskusi, pada tahap ini berikan kesempatan
seluas-luasnya kepada mereka untuk memberikan tafsiran,
walaupun pada bagian tertentu guru - sedikit demi sedikit
memberikan kondisi agar mereka mampu menangkap makna
karya sastra yang sedang dipelajari. Pada bagian ini beri mereka
kesempatan untuk menyampaikan tanggapan tanpa campur
tangan guru. Guru tetap diharap memiliki sikap "pasif-bijaksana".
Artinya, kalau tidak perlu benar guru harus bisa menahan diri agar
tidak ‘berbicara’. Dorong mereka untuk menarik kesan umum,
kesan khusus, dan kesan umum lagi untuk menarik simpulan.
6. Tahap terakhir dari langkah-langkah pembelajaran apresiasi sastra
menurut Moody ini ialah pengukuhan. Pengukuhan di sini
maksudnya langkah ini akan lebih mengukuhkan pemahaman
siswa terhadap karya sastra yang dipelajari. Pengukuhan ini bisa
dilakukan secara lisan, bisa pula secara tertulis. Pengukuhan yang
bersifat lisan misalnya dengan cara mengusahakan agar tiap siswa
membacakan puisi di depan kelas, tidak perlu secara
perseorangan. Bisa saja secara berkelompok dengan cara
membaca rampak
F. Prosedur penyajian pembelajaran apresiasi cerita rekaan menurut
Scuhman
Prosedir penyajian pembelajaran apresiasi sastra cerita rekaan
memurut scuhman terbagi menjadi beberapa tahapan atau fase. Pertama
kali kita minta para siswa membaca puisi ini masing-masing di dalam hati.
Setelah mereka selesai membaca dalam hati, minta satu atau dua orang
membacakan puisi tersebut di depan kelas. Baiklah kita mulai fase derni
fase.
1. Fase pertama, guru menyajikan masalah. Tujuan fase ini agar para
siswa memahami masalah yang akan diinkuirikan. Penyajian
masalah ini berupa informasi awal mengenai karya sastra, bisa
berupa setting (landasan tump) atau yang melatarbelakangi
lahirnya karya sastra. Pada prinsipnya, fase ini harus mampu
mendorong para siswa melahirkan sejumlah pertanyaan/ masalah
mengenai karya sastra yang sedang dipelajari.
2. Fase kedua: perumusan hipotesis dan pengumpulan data. Fase ini
dimulai dengan pertanyaan guru mengenai kesan umum para
siswa terhadap karya sastra yang sedang dibicarakan dalam
contoh ini mengenai sajak Rendra tadi. Kita - guru - bisa bertanya:
"Kesan umum apa yang Kalian peroleh dari puisi "Seonggok
Jagung di Kamar" karya Rendra tadi?" Nah, pertanyaan mengenai
kesan umum tadi sebenarnya dijawab dengan jawaban yang
berupa hipotesis. Hipotesis ini jangan diartikan seperti hipotesis
dalam penelitian-penelitian besar, tetapi berupa simpulan
sementara mengenai suatu karya sastra.
3. fase ketiga, yaitu fase pengakhiran. Fase ini sebenarnya bisa
dipercepat dan dilakukan secara bersamaan dengan fase kedua
dengan cara menolak hipotesis-hipotesis yang tidak disepakati
karena terlalu menyimpang dari karya sastra yang dibicarakan.
Secara spontan mereka juga sebenarnya bisa menarik simpulan
sementara ketika mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan.
Selanjutnya guru bisa melakukan pengukuhan.
BAB II
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa teori pengajaran apresiasi sastra ini
bertujuan agar siswa mampu memahami dan tau cara mengkritik karya
sastra seseorang dengan tepat dan benar. Dimana di bimbing oleh guru
untuk memahami langkah langkah atau tahap untuk mengapresiasi karya
sastra.
DAFTRA PUSTAKA
http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/
JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/196306081988031-
MEMEN_DURACHMAN/
TEORI_PEMBELAJARAN_APRESIASI_MENURUT_SCHUMAN.pdf
https://duta.co/pemanfaatan-pengajaran-sastra-dalam-perspektif-moody
https://docplayer.info/45320715-Prosedur-pembelajaran-apresiasi-cerita-
rekaan-menurut-gordon.html
http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/
JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/196306081988031-
MEMEN_DURACHMAN/
TEORI_PEMBELAJARAN_APRESIASI_SASTRA_MENURUT_MOODY.pdf
http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/
JUR._PEND._BHS._DAN_SASTRA_INDONESIA/196306081988031-
MEMEN_DURACHMAN/
TEORI_PEMBELAJARAN_APRESIASI_SASTRA_MENURUT_GORDON.pdf

Anda mungkin juga menyukai